Anda di halaman 1dari 18

Tugas Individu

BIOTEKNOLOGI DAN BIOLOGI MOLEKUL

Inseminasi Buatan

OLEH:

RAHMAT

162051301017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peternakan merupakan salah sektor yang besar untuk menunjang suatu


negara. Namun ada beberapa hal yang menjadi masalah dan membuat sektor
tersebut sulit berkembang. Masalah seperti kurang jumlah produksi dan
beberapa bibit penyakit yang dapat meneyerang hewan ternak merupakan dua
masalah pokok yang dihadapi sektor tersebut.
Salah satu usaha yang dilakukan sampai saat ini adalah penerapan
bioteknologi reproduksi, utamannya Inseminasi Buatan. Inseminasi Buatan
(IB) yang dalam Bahasa Inggris disebut Artificial insemination (AI) dapat
diartikan sebagai usaha untuk menempatkan semen (cairan berisi spermatozoa)
dari hewan pejantan unggul yang terpilih ke dalam saluran reproduksi hewan
betina melalui metode tertentu selain metode perkawinan alami hewan tersebut.
Inseminasi buatan terdiri atas beberapa tahap, mulai dari memilih pejantan
unggul, pengumpulan semen, pemilihan hewan ternak betina yang sedang
berahi (sinkronasi berahi) dan pelaksanaan inseminasi buatan. Keseluruhan
proses tersebut hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang memiliki
keterampilan tentang bidang inseminasi buatan atau memiliki pengetahuan
pada bidang tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, saya menyusun makalah ini yang berjudul
Inseminasi Buatan. Hal dapat memberikan pengetahuan tambahan kepada
para pembaca sehingga lebih memahami tentang Inseminasi Buatan tersebut.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang digunakan dalam makalah ini adalah sebagai


berikut,
1. Apakah yang dimaksud dengan Inseminasi Buatan ?
2. Apakah keuntungan dan kelemahan dari Inseminasi Buatan ?
3. Bagaimanakah proses dari Inseminasi Buatan tersebut ?

1
C. Tujuan

Tujuan dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut,


1. Mengetahui pengertian dari Inseminasi Buatan.
2. Memahami keuntungan dan kelemahan dari Inseminasi Buatan.
3. Mengetahui proses perlaksanaan dari Inseminasi Buatan tersebut.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Inseminasi Buatan

Jane M. Morrel dalam Manafi (2011: 1) menjelaskan bahwa Artificial


insemination (AI) is the manual placement of semen in the reproductive tract of
the female by a method other than natural mating. Hal ini dapat diartikan bahwa
Inseminasi Buatan (IB) adalah penempatan manual semen dalam saluran
reproduksi betina melalui sebuah metode lain selain perkawinan alaminya. Proses
ini masuk dalam kelompok teknologi yang kita kenal sebagai Assisted
Reproduction Technologies (ART), dimana keturunan yang diperoleh dengan
memfasilitasi pertemuan antar gamet (spermatozoa and oocytes). Pada ART,
produk konsepsi yang pindahkan ke seorang betina dapat berupa hasil fertilisasi
secara in vitro atau dari wanita lain. Teknik lain yang dicakupi oleh ART meliputi
berikut ini:
In vitro fertilization (IVF) di mana pembuahan terjadi di luar tubuh;
Intracytoplasmic sperm injection (ICSI) di mana spermatozoon tunggal
tertangkap dan disuntikkan ke dalam oosit;
Transfer embrio (ET) di mana embrio yang telah diturunkan baik in vivo
atau in vitro ditransfer ke perempuan penerima untuk membentuk
kehamilan;
Gamet intrafallopian transfer (GIFT) di mana spermatozoa yang
disuntikkan ke saluran telur menjadi dekat dengan tempat fertilisasi in vivo;
dan
Kriopreservasi, dimana spermatozoa atau embrio, atau kadang-kadang
oosit, yang cryopreserved dalam nitrogen cair untuk digunakan pada tahap
berikutnya.

B. Keuntungan dan Kerugian dari Inseminasi Buatan

Inseminasi Buatan (IB) adalah salah satu teknologi reproduksi yang mampu
dan telah berhasil untuk meningkatkan perbaikan mutu genetik ternak, sehingga

3
dalam waktu pendek dapat menghasilkan anak dengan kualitas baik dalam jumlah
yang besar dengan memanfaatkan pejantan unggul sebanyak-banyaknya
(Kusumawati dan Leondro, 2014: 11). Manafi (2011: 2) menambahkan bahwa AI
in animals was originally developed to control the spread of disease, by avoiding
the transport of animals with potential pathogens to other animal units for mating
and by avoiding physical contact between individuals. Hal ini dapat diartikan
bahwa IB pada hewan pada awalnya dikembangkan untuk mengendalikan
penyebaran penyakit, dengan menghindari pengangkutan hewan dengan patogen
potensial ke unit hewan lain untuk kawin dan dengan menghindari kontak fisik
antara individu.
Inseminasi buatan juga tentunya mempunyai beberapa keuntungan dan
kerugian. Menurut (Kusumawati dan Leondro, 2014: 11) secara umum inseminasi
buatan berfungsi (keuntungan) untuk:
1. Perbaikan mutu genetik.
2. Pencegahan penyakit menular.
3. Rekording lebih akurat.
4. Biaya lebih murah.
5. Mencegah kecelakaan yang disebabkan oleh pejantan.
Sedangkan kelemahan dari IB jika tidak dikelola dengan baik adalah:
1. Bila seleksi pejantan salah maka bisa menyebarkan sifat jelek.
2. Membutuhkan ketrampilan yang tinggi dari Balai Inseminasai Buatan,
penyimpanan selama transport, inseminator juga peternaknya.
3. Bisa menghilangkan sifat bangsa lokal dalam waktu yang cepat.
Menurut Hanafi (2011: 2) keuntungan dan kerugian dari IB adalah sebagai
berikut:
Keuntungan:
AI membantu mencegah penyebaran penyakit menular atau menular, yang
dapat ditularkan saat hewan berada dalam kontak dekat atau memiliki
lingkungan yang sama;

4
Tingkat perkembangan genetik dan kenaikan produksi dapat ditingkatkan,
dengan menggunakan semen dari jantan dengan kandungan genetik tinggi
untuk betina unggul;
Memungkinkan pemuliaan antar hewan di lokasi geografis yang berbeda,
atau pada waktu yang berbeda (bahkan setelah kematian pejantan);
Pembiakan dapat terjadi jika terjadi kelainan fisik, fisiologis atau perilaku;
AI adalah alat yang ampuh bila dikaitkan dengan teknologi bioteknologi
reproduksi lainnya seperti kriopreservasi sperma, seks sperma;
AI dapat digunakan untuk konservasi jenis langka atau spesies langka.
Kerugian:
Beberapa pria memberi virus dalam air mani tanpa gejala klinis penyakit
("shedders").
Beberapa patogen bakteri resisten terhadap antibiotik dalam cairan semen
atau dapat menghindari pengaruhnya dengan membentuk bio-films;
Telah terjadi penurunan kesuburan pada sapi perah dan kuda yang terkait
dengan peningkatan AI;
Fokus pada individu tertentu dapat menyebabkan hilangnya variasi genetik.

C. Semen

Menurut Inounu (2014: 201-209) mengatakan bahwa Inseminasi Buatan


(IB) adalah penempatan semen pada saluran reproduksi secara buatan. Semen
yang ditempatkan dapat berupa semen beku maupun semen segar. Namun semen
yang umum digunakan pada program IB adalah semen beku. Hal ini dilakukan
untuk memperluas jangkauan distribusi semen, disamping untuk memperpanjang
umur penyimpanan semen tersebut. Kualitas semen beku diatur oleh Peraturan
Menteri Pertanian No: 07/Permentan/OT.140/1/2008 (Permentan 2008) yang
mengatur bahwa semen beku tersebut harus berasal dari ternak unggul yang
terseleksi, bebas dari penyakit menular khususnya penyakit reproduksi, dikemas
dalam straw berukuran 0,25 ml, konsentrasi sperma 25 juta/straw, ditempatkan
pada container yang berisi liquid nitrogen (LN2) yang merendam straw secara
penuh dan motilitas setelah thawing >40% (Inounu, 2014: 201-209).

5
Pada pembuahan dengan IB, umumnya digunakan semen beku. Semen
beku ini biasanya motilitasnya rendah sehingga perlu waktu yang tepat untuk
dapat mencapai sel telur. Rendahnya motilitas sperma ini disebabkan adanya
perubahan suhu (cold shock) saat memproses semen segar menjadi semen beku
dan pada saat mencairkannya kembali (thawing) (Inounu, 2014: 201-209).
Pada kondisi IB untuk tujuan komersial (kambing perah, domba pedaging)
maka pemanfaatan semen beku yang telah diproduksi oleh balai-balai inseminasi
buatan sangat disarankan. Namun, pada kondisi dimana pejantan unggul tersedia
pelaksanaan IB dengan semen segar sangat dianjurkan, karena tingkat
keberhasilannya lebih tinggi (Inounu, 2014: 201-209).

D. Penampungan Semen

Pejantan sapi muda pertama kali dapat ditampung pada umur 12 bulan,
domba, kambing dan babi adalah 7 bulan sedangkan kuda 24 bulan (Ax et al.,
2008 dalam Kusumawati dan Leondro, 2014: 12).
Penampungan semen terdapat 3 metode yaitu :
1. Massage (Pemijatan/pengurutan)
2. Vagina Buatan
3. Elektro ejaculator.
Metode massage digunakan pada unggas, babi dan lainnya, vagina buatan
digunakan untuk penampungan semen ternak secara rutin sedangkan elektro
ejakulator digunakan untuk hewan langka atau ternak yang tidak dapat ditampung
menggunakan vagina buatan karena kecelakaan misalnya (Kusumawati dan
Leondro, 2014: 12).
Secara rutin pejantan sapi dapat ditampung setiap hari senin, rabu dan
jumat, akan tetapi untuk menghasilkan kualitas yang baik dapat dilakukan
seminggu dua kali rata-rata total spermatozoa yang didapatkan adalah 8-16 bilion.
Rata-rata per minggu dihasilkan 30 bilion spermatozoa (Kusumawati dan
Leondro, 2014: 12).
Sebelum penampungan semen lokasi tempat penampungan dibersihkan
dengan desinfektan, ternak dimandikan dan bagian prenulum prepution

6
dibersihkan, hal ini penting sebab apabila terdapat penyakit menular akan
ditularkan ke banyak betina, atau bila tercampur dengan semen akan
menyebabkan kerusakan semen dengan banyaknya mikroba di dalam semen
(Kusumawati dan Leondro, 2014: 12).
Sebelum dilakukan penampungan pejantan dilakukan fals mounting 3-5 kali
yang bertujuan untuk meningkatkan libidonya. Vagina buatan yang telah
dipersiapkan sesuai dengan suhu badan dan telah diberi vaselin dibagian ujung
karetnya, dengan menggunakan sudut kemiringan 45 dan ujungnya terdapat
tabung reaksi yang telah ditutup bahan gelap agar semen yang dihasilkan tidak
terkena sinar matahari langsung. Semen yang dihasilkan dilakukan uji kualitas
semen, pengenceran dan pembekuan sehingga dapat digunakan untuk IB
(Kusumawati dan Leondro, 2014: 12).
Semen digunakan baik segera setelah pengumpulan (fresh) misalnya
kalkun dan manusia; setelah penyimpanan pada suhu berkurang (stored)
misalnya kuda, babi, anjing; atau setelah pembekuan dan pencairan
(crypreservation) misalnya, sapi jantan (Manafi, 2011: 5).

E. Prosedur Inseminasi Buatan

Kegiatan inseminasi buatan meliputi pemilihan ternak betina, sinkronisasi


berahi, deteksi berahi, pelaksanaan puasa dari pakan dan air pada ternak betina,
serta pelaksanaan IB itu sendiri yang dapat dilihat pada Tabel 1 (Inounu, 2014:
201-209).

Tabel 1. Kegiatan mulai dari pemilihan betina sampai dengan pelaksanaan IB.
Hari ke- Kegiatan Catatan
0 Pemeriksaan betina-betina yang siap Berikan pakan tambahan
untuk di-IB: Betina ini harus tidak untuk meningkatkan kualitas
bunting; kondisi tubuh baik (SKT sel telur pada betina-betina
3); mempunyai riwayat reproduksi terpilih.
yang baik (kalau ada catatan siklus
berahi; sifat keindukan yang baik, dan
lain-lain).
1 Pemasangan spons hormone/CIDR ke
dalam saluran vagina biarkan selama
14 hari.

7
14 (11:00 Pelepasan spons hormone/CIDR serta IB secara intrauterine
malam) injeksi PMSG 15 i.u/kg bobot hidup. memerlukan waktu antara 3-
5 menit/ekor atau sekitar 10-
15 ekor/jam.
15-16 Pemeriksaan ternak yang memberikan Ternak betina yang tidak
respon positif terhadap perlakukan menunjukkan gejala berahi
hormonal. Ternak-ternak yang tidak dapat juga disertakan untuk
menunjukkan gejala berahi di-IB, namun keberhasilan-
dipisahkan. Untuk ini diperlukan nya meragukan.
pejantan pengganggu (teaser ram).
16 (10:00 Puasakan betina, bebas dari pakan dan Hal ini perlu untuk memberi
pagi) air mulai pukul 10 pagi (sekitar 20 ruang di abdomen bagi alat
jam). laparoscopy pada saat
pelaksanaan IB.
17 (07:00 Pelaksanaan IB intrauterine dapat Upayakan dilakukan sekitar
pagi) juga intracervix. 60 jam setelah pelepasan
spons/CIDR
Keterangan: SKT: Skor kondisi tubuh; IU: International unit; PMSG: Pregnant
mare serum gonadotropin; CIDR: Controlled internal drug release.
Sumber: Inounu et al. (1998) yang dimodifikasi

F. Pemilihan Ternak Betina

Ternak yang dipilih adalah betina yang sehat, siklus berahi normal dan tidak
bunting. Penelitian terhadap dua kondisi tubuh (skala 1-5) yang berbeda terhadap
sinkronisasi berahi membuktikan bahwa pada betina-betina dengan kondisi tubuh
yang kurus lebih rendah responnya dibanding pada betina dengan kondisi tubuh
sedang (Pryce et al. 2001; Dechow et al. 2002; Lents et al. 2008; De Santiago-
Miramontes et al. 2009; Vecchi et al. 2010; Vatankhah et al. 2012 dalam Inounu,
2014: 201-209).

G. Sikronasi Berahi

Untuk mendapatkan berahi yang seragam pada waktu yang dikehendaki


dapat dilakukan sinkronisasi berahi. Metode sinkronisasi ada beberapa macam,
mulai dari yang sangat sederhana sampai penggunaan hormon. Metode
sinkronisasi yang paling sederhana adalah dengan pola perubahaan ekspose ternak
pada cahaya, karena berahi pada ternak dipengaruhi oleh panjangnya waktu siang
hari. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan pencampuran pejantan secara tiba-
tiba. Betina yang dipisahkan dari pejantan dan kemudian secara tiba-tiba

8
dicampurkan dengan pejantan, hal ini dapat merangsang betina untuk berahi (buck
effect). Namun, diantara sekian banyak metode sinkronisasi berahi yang paling
mudah dilaksanakan dan telah banyak dilaporkan kesuksesannya adalah
sinkronisasi dengan memanfaatkan hormon (Whitley & Jackson 2004 dalam
Inounu, 2014: 201-209).
Sinkronisasi berahi yang paling umum dilakukan di Indonesia adalah
dengan perlakuan hormon. Secara umum, penggunaan hormon ada dua yaitu
penggunaan hormon progesteron dan prostaglandin (Whitley & Jackson 2004
dalam Inounu, 2014: 201-209). Penggunaan hormon progesteron yang tersedia
secara komersial adalah dalam bentuk spons progestagen. Hormon ini
diformulasikan untuk penyerentakan berahi pada kambing dan domba, termasuk
yang mengandung fluorogestone acetat (FGA; Cronogest 45) dan metil asetoksi
progesteron (MAP; Repromap) (Inounu, 2014: 201-209).
Ada pula yang berbentuk controlled internal drug-releasing device (CIDR)
berupa progesteron yang dimasukkan ke dalam silicon intravaginal yang
berbentuk seperti huruf T. CIDR ini dimasukkan ke dalam saluran vagina dan
didiamkan selama 14-15 hari. Seperti halnya pada penggunaan spons progestagen,
pada penggunaan CIDR ini juga diikuti dengan pemberian hormon gonadotropin
(PMSG). Untuk lebih mematangkan lagi sel telur agar siap dibuahi, maka ternak
dapat disuntik hormon LH pada saat awal terdeteksinya berahi (Inounu, 2014:
201-209).
Metode sinkronisasi disarankan menggunakan metode sinkronisasi yang
telah terbukti tingkat keberhasilannya tinggi, seperti menggunakan spons
progestagen atupun CIDR, yang diiringi dengan pemberian PMSG/FSH agar
variasi waktu berahinya lebih kecil (Inounu, 2014: 201-209).
Sukses IB juga tergantung pada deposito air mani di saluran reproduksi
betina di sekitar waktu ovulasi. Seperti manusia, beberapa hewan domestik
berkembang biak sepanjang tahun, misalnya sapi dan babi, tetapi yang lain
menunjukkan periode tertentu aktivitas reproduksi yang dikenal sebagai musim
kawin, misalnya domba dan kuda. Mulainya musim kawin dikendalikan oleh
penyinaran. Kedua pola perilaku reproduksi yang ditandai dengan gelombang

9
aktivitas ovarium, yang berpuncak pada ovulasi. Namun, dalam beberapa ovulasi
spesies lain terjadi sebagai respons terhadap stimulus kawin, misalnya, kucing,
kelinci dan unta. Pada spesies berovulasi secara spontan, ovulasi terjadi pada
beberapa waktu selama atau segera setelah berahi, yang merupakan periode waktu
ketika betina yang menerima pejantan. Karena hasil yang sukses untuk IB
tergantung pada deposisi spermatozoa yang pas dengan waktu relatif dari ovulasi.
Deteksi berahi sangat penting jika betina tersebut akan diinseminasi pada waktu
yang tepat. Pejantan dari spesies yang sama tentu saja sangat baik dalam
mendeteksi betina berahi, tapi karena banyak unit peternakan yang mempraktikan
IB tidak memiliki hewan jantan di sekitarnya, adalah penting bahwa personil
peternakan menjadi baik mengenali perilaku oestrous (Manafi, 2011: 6).

H. Deteksi Berahi

Segera setelah dilakukan pencabutan spons/CIDR, deteksi berahi dilakukan


dengan menggunakan pejantan yang telah divasektomi (teaser ram). Pejantan ini
akan mencari betina-betina yang berahi dengan cepat. Biasanya betina yang berahi
akan mengibasngibaskan ekornya dan membiarkan pejantan untuk menaikinya.
Betina yang terdeteksi berahinya segera dipisahkan dan dicatat waktu berahinya.
Deteksi berahi sebaiknya dilakukan setiap enam jam sekali (Inounu, 2014: 201-
209).
Dilaporkan bahwa keberadaan pejantan secara kontinyu dalam satu kandang
segera setelah betina-betina ini dilakukan pencabutan spons/CIDR mampu
mempercepat terjadinya berahi, namun tidak mempengaruhi jumlah sel telur yang
diovulasikan (Romano et al. 2001). Ovulasi terjadi antara 70-80 jam setelah
pencabutan norgestomet dan selanjutnya penyuntikan PMSG menurunkan
tenggang waktu antara pencabutan norgestomet dengan waktu terjadinya ovulasi
(Cardwell et al. 1998). Dengan demikian, pelaksanaan IB yang tepat dapat
dilakukan antara 70 jam setelah pencabutan spons/CIDR dan <70 jam apabila
diberi perlakuan injeksi hormon gonadotropin (PMSG/FSH). Hal yang sama
dilaporkan pula oleh Inounu et al. (1998) dalam (Inounu, 2014: 201-209).

10
I. Pelaksanaan Inseminasi Buatan

Teknik atau metode Inseminasi Buatan ada 2 macam yaitu rektovaginal dan
transservikal. Pada sapi adalah dengan metode rektovaginal yaitu tangan
dimasukkan kedalam rektum kemudian memegang bagian servik yang paling
mudah diidentifikasi karena mempunyai anatomi keras, kemudian insemination
gun dimasukkan melalui vulva, ke vagina hingga ke bagian servik. Sedangkan
pada babi, kambing dan domba adalah dengan metode transservikal. Pada
kambing dan domba dapat menggunakan spikulum untuk melihat posisi servik,
kemudian insemination gun dimasukkan hingga mencapai servik, sedangkan pada
babi menggunakan cattether dan dimasukkan hingga kedalam uterus
(Kusumawati dan Leondro, 2014: 15).
Ada dua metodologi IB yang dapat dilakukan, yaitu IB secara intracervix
dan intrauterine. Metode IB intracervix, pengerjaannya relatif lebih sederhana,
alat-alat yang digunakan juga lebih sederhana. Sedangkan metode IB intrauterine
dilakukan dengan menggunakan peralatan yang relatif mahal yaitu dengan
menggunakan alat laparoscopy. Tahapan kegiatan inseminasi buatan secara
intrauterine dapat dilihat di Tabel 2. Tahapan ini digunakan untuk pelaksanaan IB
pada skala masal (60 ekor/hari) dengan jumlah tenaga kerja minimal lima orang
(Inounu, 2014: 201-209).
Tabel 2. Tahapan pelaksanaan kegiatan IB intrauterine dan tenaga yang
dibutuhkan.

Sumber: Inounu et al. (1998) yang dimodifikasi.

11
J. Pencairan Semen Beku

Untuk pelaksanaan IB pada ternak domba dan kambing, semen yang paling
umum digunakan berupa semen beku. Pencairan semen beku (thawing) akan
berpengaruh terhadap suksesnya suatu program IB. Suhu 50C dapat digunakan
untuk pencairan tanpa mengurangi motilitas sperma atau integritas membran
dibandingkan dengan pencairan pada suhu yang lebih tinggi (Inounu, 2014: 201-
209).

K. Metode Inseminasi Buatan

Ada perbedaan antara spesies di lokasi dalam deposisi semen saat kawin
alami. Pada ruminansia dan primata, semen disimpan dalam vagina sedangkan
pada babi, anjing, unta dan kuda, deposisi semen adalah intrauterine (Manafi,
2011: 7). Keberhasilan inseminasi buatan dengan metode IB intracervix lebih
rendah dibandingkan dengan hasil yang didapat dengan menggunakan metode IB
intrauterine. Penempatan semen secara IB intrauterine yang terbaik adalah di
sekitar sepertiga dari ujung uterine. Hal ini untuk memberi kesempatan kepada
spermatozoa untuk berkapasitasi agar dapat membuahi sel telur yang dilontarkan
oleh ovari. Tingkat keberhasilan IB intrauterine telah banyak dilaporkan, untuk
itu sangat dianjurkan untuk mengunakan metode ini pada suatu program IB
(Inounu, 2014: 201-209).

L. Waktu Pelaksanaan Inseminasi Buatan

Paling efisien pelaksanaan IB adalah sekitar 56-61 jam setelah pencabutan


spons. Selain waktu, ternyata bangsa domba juga menentukan tingkat kesuksesan
IB. Tingkat konsepsi yang lebih baik diperoleh pada ternak domba Chios dan
hasil silangan domba Vlachiki >< Chios bila IB dilaksanakan 48 dan 72 jam
setelahpencabutan spons, sedangkan untuk domba Vlachiki, tingkat konsepsi yang
lebih baik diperoleh bila IB dilaksanakan 48 dan 60 jam setelah pencabutan
(Karagiannidis et al. 2001 dalam Inounu, 2014: 201-209).

12
M. Penggunaan Inseminasi Buatan pada Spesies yang Berbeda

Terlepas dari kenyataan bahwa prinsip-prinsip dasar dari IB adalah sama di


semua spesies, ada variasi yang luas dalam penyerapan bioteknologi ini dalam
spesies yang berbeda.

IB pada sapi

Pada sapi, dosis semen beku yang digunakan paling banyak di Eropa dan
Amerika Utara, karena ada protokol mapan untuk semen banteng kriopreservasi.
dosis Semen biasanya mengandung sekitar 15 juta spermatozoa motil. Di Selandia
Baru, bagaimanapun, dosis semen segar yang digunakan sebagai pengganti,
dengan IB terjadi dalam 24 jamdari koleksi semen (Manafi, 2011: 8).

IB pada babi

Industri IB babi menggunakan semen cair yang telah disimpan selama satu
sampai beberapa hari di 16- 18C. Sebaliknya, IB dengan hasil babi spermatozoa
cryopreserved di tingkat yang jauh lebih rendah dan ukuran lebih kecil daripada
pendingin tempat spermatozoa disimpan, membuat penggunaan dosis sperma
frozen-thawed tidak menarik bagi peternak babi komersial. Pengecualian untuk
aturan ini adalah ketika semen diangkut jarak jauh, yang menciptakan masalah
dalam pengaturan suhu, dan dalam kasus di mana sangat penting bahwa babi
dapat ditunjukkan untuk bebas dari penyakit pada saat pengumpulan air mani.
Kemampuan babi spermatozoa bertahan penyimpanan dingin dengan baik
dikaitkan dengan rendahnya tingkat Spesies Oksigen Reaktif (ROS) dalam air
mani atau ke pemulungan efisien ROS oleh komponenanti-oksidatif dalam
seminal plasma (Manafi, 2011: 8).

IB pada kuda

IB telah meningkat pada kuda dalam 25 tahun terakhir. Awalnya, semen


segar digunakan untuk IB tak lama setelah koleksi semen, tetapi saat ini
penggunaan air mani didinginkan sebagian besar telah diganti semen segar di
Eropa dan Amerika Utara. semen diperpanjang didinginkan sampai sekitar 5C,
dan diangkut dalam wadah terisolasi, bersama-sama dengan kompres dingin.
Kesuburan semen didinginkan dipertahankan selama kurang lebih 24 jam. Dosis
semen beku jarang digunakan, meskipun tren ini dapat berubah dengan
perkembangan protokol pembekuan yang lebih baik. Namun, dengan peningkatan
penggunaan semen didinginkan, penurunan bersamaan di tingkat foaling telah
diamati di beberapa negara, seperti Finlandia dan Swedia, meskipun alasan untuk
penurunan ini jelas kesuburan tidak diketahui. Tidak seperti sapi dan babi hutan,

13
yang dipilih untuk kualitas air mani mereka serta potensi jasa genetik mereka
dalam karakteristik produksi (komposisi tubuh, berat badan, produksi susu dll),
pilihan kuda jantan sebagai indukan berkembang biak hanya didasarkan pada
kinerja mereka dalam kompetisi. Dengan demikian, variasi dalam kualitas air
mani ada di antara kuda jantan. variasi ini, ditambah dengan meningkatnya
penggunaan yang lebih luas kuda, mungkin berkontribusi terhadap penurunan
diamati dalam foaling tingkat. Pertimbangan penting lainnya adalah kurangnya
metode standar yang ditetapkan untuk pendinginan dan pembekuan kuda
spermatozoa, untuk konsentrasi sperma dalam dosis inseminasi, atau untuk
pengendalian kualitas baku atau beku / spermatozoa dicairkan. Pilihan kuda jantan
sebagai indukan berkembang biak hanya didasarkan pada kinerja mereka dalam
kompetisi. Dengan demikian, variasi dalam kualitas air mani ada di antara kuda
jantan. variasi ini, ditambah dengan meningkatnya penggunaan yang lebih luas
kuda, mungkin berkontribusi terhadap penurunan diamati dalam foaling tingkat.
Pertimbangan penting lainnya adalah kurangnya metode standar yang ditetapkan
untuk pendinginan dan pembekuan kuda spermatozoa, untuk konsentrasi sperma
dalam dosis inseminasi, atau untuk pengendalian kualitas baku atau beku /
spermatozoa dicairkan. pilihan kuda jantan sebagai indukan berkembang biak
hanya didasarkan pada kinerja mereka dalam kompetisi. Dengan demikian, variasi
dalam kualitas semen ada di antara kuda jantan. variasi ini, ditambah dengan
meningkatnya penggunaan yang lebih luas kuda, mungkin berkontribusi terhadap
penurunan diamati dalam tingkat foaling (Manafi, 2011: 8).

IB pada domba

Ram semen berbeda dari kuda dan babi semen di terdiri dari volume kecil
(beberapa mL) dari seminal plasma mengandung konsentrasi yang sangat tinggi
dari spermatozoa. Di Eropa, penelitian reproduksi ternak cenderung fokus pada
sapi dan babi bukan pada ruminansia kecil, dengan hasil bahwa penanganan
sperma dan kriopreservasi untuk IB kurang (Manafi, 2011: 8).

Dalam buku Inseminasi Buatan (Kusumawati dan Leondro, 2014) juga


dijelaskan tentang Inseminasi Buatan pada berbagai jenis hewan yang dapat
dilihat pada Tabel 3.

14
Tabel 3. Deteksi berahi dan prosedur Inseminasi Buatan (Ax et al, 2008 dalam
Kusumawati dan Leondro, 2014).

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Inseminasi Buatan (IB) adalah penempatan manual semen dalam saluran
reproduksi betina melalui sebuah metode lain selain perkawinan alaminya.
2. Keuntungan Inseminasi Buatan adalah mampu dan telah berhasil untuk
meningkatkan perbaikan mutu genetik ternak, sehingga dalam waktu pendek
dapat menghasilkan anak dengan kualitas baik dalam jumlah yang besar
dengan memanfaatkan pejantan unggul sebanyak-banyaknya. Sedangkan
kerugian dari Inseminasi Buatan adalah fokus pada individu tertentu dapat
menyebabkan hilangnya variasi genetik.
3. Kegiatan inseminasi buatan meliputi pemilihan ternak betina, sinkronisasi
berahi, deteksi berahi, pelaksanaan inseminasi itu sendiri.

16
DAFTAR PUSTAKA

Inounu, Ismeth. 2014. Upaya Meningkatkan Keberhasilan Inseminasi Buatan pada


Ternak Ruminansia Kecil. Wartazoa. Vol. 24. No. 4. Hal. 201-209.

Kusumawati, E.D. dan Leondro, H. 2014. Inseminasi Buatan. Malang: Badan


Penerbit Universitas Kanjuruhan Malang.

Manafi, Milad. 2011. Artificial Insemination in Farm Animals. India: InTech.

17

Anda mungkin juga menyukai