Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Reproduksi menggambarkan pembuatan telur, sperma, dan proses-proses
yang menyertainya sampai pembuahan. Sistem reproduksi adalah sistem yang
berperan dalam menghasilkan gamet fungsional dalam tubuh. Sistem reproduksi
terdiri dari organ reproduksi primer atau gonad (testis pada jantan dan ovarium
pada betina) yang mensekresikan hormon dan menghasilkan gamet (sperma dan
ovum). Selain itu, juga terdapat organ reproduksi sekunder berupa kelenjar dan
saluran-saluran reproduksi (Haviz, 2013).
Ilmu Reproduksi adalah ilmu tentang perkembangbiakan, yang merupakan
mata kuliah wajib bagi mahasiswa Fakultas Peternakan dan Kedokteran hewan.
Hal ini karena ilmu reproduksi mendasari dari inti ilmu di bidang peternakan dan
kedokteran hewan yaitu permasalahan penbibitan ternak yang diawali bidang
reproduksi dan pemuliaan ternak. Ruang lingkup ilmu reproduksi mulai dari
pembelahan sel gamet yaitu spermatogenesis yaitu proses pembentukan
spermatozoa dan oogenesis yaitu pembentukan ovum. Pada proses pembentukan
sel gamet tersebut terdapat pembelahan mitosis dan meiosis. Proses pembelahan
sel secara mitosis dan meiosis (Yekti et al., 2017).
Reproduksi pada hewan dapat terjadi secara seksual maupun aseksual.
Konsep reproduksi aseksual tidak dapat didefinisikan dengan tepat (karena terlalu
banyak variasi), tetapi jelas bahwa proses ini tidak berkaitan dengan proses
pembentukan gamet. Reproduksi aseksual dapat berlangsung dengan cara
pembelahan, fragmentasi atau budding (Isnaeni, 2006).
Inseminasi Buatan (IB) adalah suatu bioteknologi reproduksi yang secara
luas telah dikenal di dunia yang menggunakan teknologi koleksi semen, prosesing
dan menempelkan spermatozoa pada alat reproduksi betina untuk memfertilisasi
oosit. Sehingga dapat dikatakan suatu baypass penempatan semen tanpa
terjadinya perkawinan secara alam. Kekuatan IB adalah sebagai pendorong secara
komersial untuk menyebarkan bibit unggul yang mempunyai prestasi genetik
yang baik ke peternak atau industri peternakan dengan harga yang terjangkau.
Sifat-sifat genetik penting tergantung pada spesies misalnya sapi potong pada
tingkat produksi otot, susu, kemampuan kerja dan konformasi tubuh yang benar
(Susilawati, 2013).
Inseminasi buatan (IB) adalah penempatan semen secara manual di saluran
reproduksi betina, selain dengan metode perkawinan alami yang merupakan salah
satu kelompok teknologi yang dikenal sebagai "teknologi reproduksi terbantu"
(ART), di mana keturunan dihasilkan oleh memfasilitasi pertemuan gamet
(spermatozoa dan oosit). IB sejauh ini merupakan metode pembiakan sapi perah
yang paling intensif. Di negara maju, kemajuan inseminasi buatan telah
berdampak besar pada program perbaikan ternak. IB mempercepat kemajuan
genetik, mengurangi risiko penularan penyakit dan memperluas jumlah hewan
yang dapat dikembangbiakkan dari induk yang lebih unggul. Penerimaan
teknologi IB di seluruh dunia memberikan dorongan untuk mengembangkan
teknologi lain, seperti kriopreservasi dan seksisasi sperma, pengaturan siklus

1
estrus, panen embrio, pembekuan, pembiakan dan transfer serta cloning (Patel et
al., 2017).
I.2 Tujuan
Untuk mengetahui apa itu inseminasi buatan, bagaimana sejarah
inseminasi buatan, faktor apa saja yang mempengaruhi inseminasi buatan,
bagaimana teknik pelaksanaan inseminasi buatan dan apa saja kelebihan serta
kekurangan dari inseminasi buataan.
I.3 Manfaat
Pemahaman tentang inseminasi buatan termasuk pelaksanaan dan metode
yang digunakan sehingga praktikan dapat melakukan inseminasi buatan dengan
baik dan benar.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian dan Sejarah Inseminasi Buatan


II.1.1 Pengertian
Inseminasi Buatan (IB) merupakan cara yang tepat untuk mendeposisikan
spermatozoa (sel-sel sperma) ke dalam organ reproduksi betina dengan
menggunakan teknik inseminasi buatan untuk meningkatkan mutu genetik ternak.
Inseminasi buatan (IB) atau kawin buatan (artificial breeding), sering pula disebut
“kawin suntik”. Inseminasi buatan didefinisikan sebagai suatu proses pemasukan
atau deposisi sperma atau air mani (semen) ke dalam saluran organ (alat) kelamin
betina pada saat berahi (estrus) dengan menggunakan alat buatan manusia dan
dilakukan oleh manusia (Ismaya, 2014).
II.1.2 Sejarah
Inseminasi buatan (IB), seperti yang dilakukan oleh lebah dan banyak
serangga terbang lainnya, telah memainkan peran penting dalam reproduksi
tanaman untuk waktu yang sangat lama. Penggunaan IB pada hewan adalah
penemuan manusia yang lebih baru. Kisah tidak berdokumen pada orang Arab
yang memperoleh sperma dari kuda yang dikawinkan milik kelompok-kelompok
yang bersaing dan menggunakan sperma untuk menginseminasi kuda-kuda
mereka sendiri. Namun, kisah kami dimulai dengan catatan sejarah, di mana fakta
tersedia untuk mencatat prestasi yang patut dicata (Foote, 2002).
Sebagian besar pengembangan IB terjadi sebelum tahun 1980-an ketika
jaringan elektronik menjadi tersedia, sehingga referensi sebelumnya disertakan.
Perkembangan yang membuat bioteknologi IB hewan yang paling penting
diterapkan sampai saat ini termasuk metode peningkatan manajemen pejantan dan
pengumpulan semen, evaluasi, pelestarian, dan inseminasi. Deteksi estrus yang
terkontrol dari siklus estrus pada betina juga penting. Perkembangan IB adalah
kisah luar biasa dari pekerja tak kenal lelah yang didedikasikan untuk mengejar
pengetahuan, untuk menggantikan fiksi dengan fakta, dan penerapannya (Foote,
2002).
Leeuwenhoek (1678) dan asistennya, adalah orang pertama yang melihat
sperma yang mereka sebut “animalcules.” Leeuwenhoek tidak memiliki
pendidikan formal tingkat lanjut, jadi dia tidak mempelajari bahasa Latin. Namun,
ia adalah individu yang cerdas dan cakap yang melapisi lensa dengan sangat tepat
(masih dengan 270 perbesaran) bahwa sperma terlihat. Makalahnya yang
diterbitkan (Leeuwenhoek, 1678) membuat kagum, dan mungkin geli, raja
berkuasa di Inggris, yang secara teratur membaca makalah yang diserahkan
kepada Royal Society, di mana makalah Leeuwenhoek diterbitkan lished. Satu
abad berlalu sebelum inseminasi pertama yang sukses dilakukan oleh Spallanzani
(1784) dalam seekor anjing, yang mempunyai tiga anak anjing pada 62 hari
kemudian (Foote, 2002).
Spallanzani awalnya dilatih untuk menjadi pendeta, tetapi ia memiliki minat
besar dalam sejarah alam dan mengejar yang terakhir. Dia adalah seorang profesor
sejarah alam di Pavia pada usia 25 tahun. Dia mengumpulkan, menganalisis, dan
mengklasifikasikan sejumlah besar kupu-kupu, kerang, dan hewan laut dan darat

3
lainnya. Tempat tinggalnya dibanjiri banyak koleksi, ke kekhawatiran kerabat
yang tinggal di sana. Tetapi ia menggunakan ini untuk analisis objektif yang
komparatif untuk mencari tahu banyak tentang fisiologi hewan dan karakteristik
kebugaran. 100 tahun yang lain berlalu sebelum Heape (1897) dan yang lainnya.
Di beberapa negara dilaporkan bahwa IB telah digunakan dalam studi terisolasi
dengan kelinci, anjing, dan kuda. Heape adalah seorang ahli biologi reproduksi
yang luar biasa, membangun banyak dasar untuk hubungan antara musim dan
reproduksi. Hal ini menyebabkan Cambridge menjadi pusat dunia untuk studi
reproduktif (Foote, 2002).

II.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inseminasi Buatan


Sejumlah faktor dilaporkan mempengaruhi keberhasilan IB termasuk
nutrisi, musim kawin, kondisi lingkungan, paritas, berkembang biak, pertanian,
kedalaman deposisi air mani, komposisi extender dan pengobatan hormon
(Arrebola et al., 2012).
Keberhasilan Inseminasi Buatan dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu: (1)
Kualitas semennya (2) Manusianya (Inseminator dan peternaknya) adalah hal
ketepatan waktu IB dan penempatan semen (deposisi semen) (3) Fisiologi
betinanya (Kusumawati dan Leondro, 2014):
1. Kualitas Semen
Parameter kualitas semen yang terpenting adalah konsentrasi dan motilitas
progressifnya atau total spermatozoa yang bergerak kedepan karena hanya
spermatozoa yang progressif saja yang mampu untuk melakukan fertilisasi.
Quality control dengan uji kualitas semen perlu dilakukan secara periodik seiring
dengan cek volume nitrogen cair, sebab satu kali saja volume nitrogen cair sampai
di posisi setelah berdirinya straw saja dapat berakibat kematian spermatozoa.
Kualitas semen harus tetap terjaga, oleh sebab itu semen beku harus selalu
terendam di dalam nitrogen cair, sekali saja tidak terendam maka spermatozoa
beku tidak dapat hidup setelah dithawing. Dalam kondisi tersebut maka volume
nitrogen cair perlu di kontrol agar semen beku tetap terendam. Apabila di suatu
daerah tidak dapat secara kontinyu tersedia nitrogen cair maka sebaiknya tidak
menggunakan semen beku untuk Inseminasi Buatan, tetapi kawin alam dengan
menggunakan pejantan unggul atau menggunakan semen cair.
2. Inseminator
Yang dimaksud manusianya adalah Inseminator dan peternaknya.
Inseminator menentukan keberhasilan inseminasi buatan terutama di dalam (1)
Teknik Thawing semen beku (2) Deposisi semen (3) ketepatan waktu IB.
Efek dari thawing sama dengan saat proses pembekuan terhadap kualitas
semen, apabila salah dalam thawingnya maka membran spermatozoa akan rusak,
proses thawing adalah suatu proses keluarnya intra celluler cryoprotektan (Misal
Gliserol) dari dalam sel dan digantikan lagi dengan air. Thawing dapat dilakukan
dengan air es, air kran maupun air hangat. Pada proses thawing perlu dilakukan
peningkatan suhu yang perlahan, bila menggunakan air es maka proses thawing
lebih lama, sedangkan bila menggunakan air hangat hanya beberapa detik.
Deposisi semen juga berpengaruh terhadap keberhasilan semen, semakin
dalam penempatan semen di dalam organ reproduksi, maka peluang untuk

4
terjadinya kebuntingan semakin tinggi, akan tetapi harus diyakinkan bahwa ternak
tersebut belum bunting.
Ketepatan waktu IB adalah saat menjelang ovulasi, yaitu kalau pada sapi
apabila menunjukkan tanda-tanda berahi pagi hari maka di IB saat sore,
sedangkan bila tanda-tanda berahi sore hari maka pelaksanaan IB pagi hari
berikutnya. Pelaksanaan IB seyogyanya tidak dilakukan pada siang hari, karena
lendir cervix mengental pada siang hari, sedangkan pada pagi, sore maupun
malam lendir cervix menjadi encer, hal tersebut juga berdampak pada
keberhasilan IB saat siang yang lebih rendah dari pada saat pagi, sore atau malam.
Selain inseminator yang berperanan di dalam keberhasilan Inseminasi Buatan,
maka peternak harus mempunyai ketrampilan di dalam mengidentifikasi berahi.
Hal ini sangat menentukan ketepatan IB, Sehingga apabila peternak semakin
sering melakukan pengamatan berahi maka keberhasilan IB semakin baik.
3. Fisiologi Betina
Keberhasilan dari IB salah satunya yang terpenting adalah kondisi fisiologi
sapi betinanya. Kondisi fisiologi ini dipengaruhi oleh faktor genetik dan
lingkungan.
a. Faktor genetik
Faktor genetik ini bervariasi di antara bangsa dan individunya, hal ini
berhubungan juga dengan ketahanan di daerah tropis. Ternak lokal
mempunyai adaptasi yang lebih baik dibandingkan ternak dari daerah sub
tropis, hal ini akan berdampak pada reproduksinya, karena keberhasilan
reproduksi ditentukan oleh fisiologi reproduksinya yaitu dipengaruhi kondisi
hormonal dan neuro hormonalnya. Sebagai contoh adalah keturunan F2 dari
sapi Limousin dan Simental, juga sapi Brahman Cross ex import sebagaian
besar adalah sub fertil (S/C nya tinggi).
b. Faktor Lingkungan
Lingkungan yang mendukung berdampak langsung pada ternaknya dan
secara tidak langsung kepada pakannya, sehingga untuk daerah yang sejuk
dan subur akan lebih mendukung keberhasilan reproduksinya, dibandingkan
di daerah yang panas. Berdasar pada kedua faktor di atas, maka perlu diatur
pemilihan bangsa di suatu lokasi berdasarkan kondisi alamnya, misalnya
ternak lokal dapat di-tempatkan di lokasi yang panas dan tandus, sedangkan
sapi yang berasal dari sub tropis sesuai di daerah yang sejuk dan subur, oleh
sebab itu perlu difahami beberapa jenis ternak yang berasal dari sub tropis
dan tropis yang cocok di lingkungan tersebut.
Pengaruh lingkungan dapat dibedakan menjadi 2 yaitu (1) lingkungan
yang tidak dapat dikendalikan oleh manusia yaitu suhu, iklim, cuaca, hujan
dll (2). Sedangkan yang dapat dikendalikan oleh manusia adalah manajemen
pemeliharaan yaitu perkandangan, sistem peneliharaan, kualitas dan kuantitas
pakan yang diberikan oleh pemilik, pengendalian penyakit dan sistem
perkawinannya.
c. Anatomi reproduksi dan kondisi hormonnya normal.
Anatomi reproduksi ternak sangat menentukan atas keberhasilan IB, pada
ternak yang anatomi reproduksinya tidak normal pada umumnya tidak dapat
bunting. Cara yang sederhana yang dapat digunakan untuk menentukan

5
normal tidaknya anatomi reproduksinya dengan memilih induk yang telah
mampu bunting bila digunakan sebagai bibit, karena induk yang telah mampu
bunting berarti anatomi dan hormonnya dalam keadaan normal.
d. Body condition score (BCS)
Body Condition Score (BCS) dapat digunakan untuk mengukur kondisi
suatu ternak, yaitu termasuk dalam kategori kurus, sedang atau gemuk
(kelebihan berat badan). Apabila BCS menggunakan Score 1-5, maka kondisi
yang baik untuk bibit adalah 2-4 yaitu dalam kondisi berat badan yang sedang
umumnya fisiologinya normal, ternak yang terlalu kurus atau kegemukan
umumnya akan kesulitan dalam bereproduksi.
e. Ektoparasit dan endoparasit
Ektoparasit adalah parasit yang ada di bagian kulit ternak, misalnya
caplak, kudis, kutu dll, sedangkan Endoparasit yang umum pada ternak
adalah cacing. Ternak yang terkena ektoparasit dan atau endoparasit akan
terganggu reproduksinya karena ternak mengalami stress. Gejala ini paling
sering tampak adalah silent heat (tidak muncul tanda-tanda berahi), tidak
ovulasi atau terjadinya kematian embrio, hal ini dapat dibuktikan bahwa
setelah sapi mengalami hal tersebut ditas dan diberi obat cacing dan
dibersihkan kulitnya dari ektoparasit maka tampak tanda-tanda berahinya.

II.3 Teknik Pelaksanaan Inseminasi Buatan


1. Rectovaginal
Pada sapi adalah dengan metode rectovaginal yaitu tangan dimasukkan
kedalam rectum kemudian memegang bagian cervix yang paling mudah
diidentifikasi karena mempunyai anatomi keras, kemudian insemination gun
dimasukkan melalui vulva, ke vagina hingga ke bagian cervix (Kusumawati dan
Leondro, 2014).
2. Insemination transcervical
Deposisi transcervical dari semen ke dalam tubuh uterus. Teknik ini
digantikan dengan inseminasi vagina asli atau dangkal yang dilakukan pada tahun
1940-an karena metode intrauterine terbukti lebih efisien dan menghasilkan
kesuburan yang lebih tinggi. Inseminasi Buatan transervikal melibatkan teknik ini
fiksasi cervikal per rektum untuk memudahkan penetrasi lebih mudah pada cincin
cervix dengan perangkat Cassou stainless steel (Marin, 2012).
3. Intraperitoneal insemination
Teknik inseminasi lainnya seperti inseminasi intraperitoneal, di mana semen
dideposisikan langsung ke dalam rongga perut, telah digunakan untuk menyelidiki
kemungkinan inseminasi selain intra-Cervical Artificial Insemination. Teknik ini
tidak pernah digunakan dalam industri Inseminasi Buatan karena transportasi
sperma yang tidak efektif ke saluran telur, mengurangi kesuburan dan kesulitan
prosedur bila dibandingkan dengan intra-Cervical Artificial Insemination (Marin,
2012).
4. Intrauterine insemination
Metode IB intrauterine dilakukan dengan menggunakan peralatan yang relatif
mahal yaitu dengan menggunakan alat laparoscopy. Penempatan semen secara IB
intrauterine yang terbaik adalah di sekitar sepertiga dari ujung uterine. Hal ini

6
untuk memberi kesempatan kepada spermatozoa untuk berkapasitasi agar dapat
membuahisel telur yang dilontarkan oleh ovari (Susilawati et al., 2016).
II.4 Kelebihan dan Kekurangan Inseminasi Buatan
Keuntungan IB antara lain peningkatan mutu genetik yang lebih cepat
karena menggunakan semen dari pejantan unggul, dapat menghemat biaya
pemeliharaan pejantan lain dan penularan penyakit kelamin dari ternak yang
diinseminasi dapat dibatasi atau dicegah. Manfaat Inseminasi Buatan (Artificial
Insemination) ini diantaranya (Yusuf, 2016):
1. Efisiensi Waktu, dimana untuk mengawinkan sapi peternak tidak perlu lagi
mencari sapi pejantan (bull), mereka cukup menghubungi Inseminator di
daerah mereka dan menentukan jenis bibit (semen) yang diinginkan.
2. Efisiensi biaya, dengan adanya Inseminasi Buatan peternak tidak perlu lagi
memelihara sapi pejantan, sehingga biaya pemeliharaan hanya dikeluarkan
untuk memelihara indukan saja.
3. Memperbaiki kualitas sapi, dengan adanya inseminasi buatan sapi lokal
sekalipun dapat menghasilkan anak sapi unggul seperti Simmental,
Limousine dan Charolise.
Kelebihan dan kekurangan dari inseminasi buatan yaitu (Warmadewi, 2014):
Kelebihan:
1. Memanfaatkan semaksimal mungkin daya guna seekor pejantan yang
mempunyai mutu genetik unggul. Daya guna seekor pejantan yang
genetiknya ungguk dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. Contoh : pada
perkawinan alam seekor pejantan hanya bisa melayani 50 sampai 70 ekor sapi
betina dalam waktu satu tahun. Dengan IB, seekor pejantan dapat melayani
5000 sampai 10.000 ekor sapi betina per tahun. Beberapa pejantan unggul
malah telah menghasilkan 100.000 sampai 200.000 anak selama masa
hidupnya.
2. Menghemat biaya pemeliharaan pejantan.
3. IB memungkinkan peninggian potensi seleksi sebagai salah satu cara
perbaikan mutu ternak.
4. Mencegah penularan penyakit.
5. Memperpendek calving interval dan terjadi penurunan jumlah betina yang
kawin berulang.
6. IB memungkinkan perkawinan antara hewan-hewan yang sangat berbeda
ukuran besarnya tanpa menimbulkan cedera atau kerugian pada betina
maupun pejantan.
7. IB dapat memperpanjang waktu pemakaian pejantan-pejantan yang karena
sebab fisik tidak sanggup berkopulasi secara normal. IB dapat meneruskan
pemakaian pejantan-pejantan tua atau impoten.
8. Secara eksperimental, IB dapat dipakai untuk menghasilkan hybrid atau
persilangan antara jenis-jenis hewan yang tidak kawin secara sukarela
9. IB dapat merangsang minat yang lebih tinggi dalam beternak dan praktek
manajemen yang lebih baik.
10. IB memungkinkan perkawinan antara hewan atau ternak yang terpisah dalam
waktu dan tempat.

7
11. IB sangat berguna untuk digunakan pada betina-betina yang berada dalam
keadaan estrus dan berovulasi tetapi tidak mau berdiri untuk dinaiki pejantan.
Kekurangan:
1. Apabila prosedur IB tidak dilakukan secara baik, akan mengakibatkan efisiensi
reproduksi yang rendah.
2. Kemungkinan besar IB dapat merupakan alat penyebar abnormalitas genetik
pada ternak.
3. Bisa menyebabkan terjadinya inbreeding apabila persediaan pejantan unggul
sangat terbatas, sehingga peternak tidak dapat memilih pejantan yang
dikehendaki.
4. IB masih diragukan manfaatnya dalam mengatasi semua infeksi atau
abnormalitas saluran kelamin betina, kalaupun ada jarang terjadi, inseminasi
intrauterine pada sapi yang bunting dapat menyebabkan abortus, IB tidak dapat
digunakan dengan baik pada semua jenis hewan.
Kelemahan dari IB jika tidak dikelola dengan baik adalah (Susilawati, 2013):
1. Bila seleksi pejantan salah maka bisa menyebarkan sifat jelek.
2. Membutuhkan keterampilan yang tinggi, penyimpanan selama transportasi
dan inseminator.
3. Bisa menghilangkan sifat bangsa lokal dalam waktu yang cepat.

II. 5. Prosedur Inseminasi Buatan


Tanda-tanda berahi pada kambing sulit diamati karena tidak
mengeluarkan suara gaduh, sehingga deteksi berahi untuk kambing yang
paling tepat adalah dengan menggunakan pengusik pejantan. Teknik IB
menggunakan trancervical, sehingga menggunakan spikulum, pada
kambing lokal umumnya menggunakan spikulum manusia sehingga
kesulitan menemukan bagian cervix, sehingga dihutuhkan spikulum yang
dapat mencapai cervix (Susilawati, 2013)
Menurut Kusumawati dan Leondro (2014) Tahapan inseminasi yaitu
1. Persiapkan semua peralatan untuk inseminasi buatan
2. Ikat dengan kuat kambing yang sedang estrus
3. Ambil straw yang berisi semen beku dari container nitrogen cair.
4. Masukkan straw kedalam air kran selama 10 detik
5. Ambil dan bersihkan dengan menggunakan tissue
6. Masukkan ke dalam insemination gun
7. Potong bagian ujung penutup
8. Masukkan plastic sheet ke dalam insemination gun
9. Angkat kambing sehingga inseminator mudah untuk lakukan inseminasi
buatan.
10. Masukkan spikulum ke dalam vulva dan buka bagian vaginanya dan cari
posisi cervix.
11. Masukkan insemination gun yang telah dipasang straw, ke dalam vagina
sampai masuk kedalam cervix.
12. Keluarkan semen pada posisi cervix
13. Tarik insemination gun

8
BAB III
MATERI DAN METODE

III.1 Materi
III.1.1 Alat
a. Container 1 buah
b. Ember 1 buah
c. Insemination gun 1 buah
d. Pinset 1 buah
e. Straw cutter 1 buah
f. Termometer 1 buah
III.1.2.1 Bahan
a. Air hangat 1 gelas
b. Gloves 1 pasang
c. Plastic sheath IB 1 buah
d. Sabun 1 botol
e. Straw 1 buah
f. Tissue 1 pack

III.2 Metode
a. Sebelum melaksanakan prosedur IB maka semen harus dicairkan (thawing)
terlebih dahulu dengan mengeluarkan semen beku dari nitrogen cair dan
memasukkannya dalam air.
b. Setelah di-thawing, straw dikeluarkan dari air kemudian dikeringkan dengan
tissu.
c. Kemudian straw dimasukkan dalam gun, dan ujung yang mencuat dipotong
dengan menggunakan gunting bersih.
d. Setelah itu plastic sheath dimasukkan pada gun yang sudah berisi straw.
e. Sapi dipersiapkan (dimasukkan) dalam kandang jepit, ekor diikat.
f. Memakai sarung tangan (glove) pada tangan yang akan dimasukkan ke dalam
rektum.
g. Tangan dimasukkan ke rectum, hingga dapat menjangkau dan memegang leher
rahim (cervix), apabila dalam rectum banyak kotoran harus dikeluarkan lebih
dahulu.
h. Semen disuntikkan/disemprotkan pada badan uterus. Setelah semua prosedur
tersebut dilaksanakan maka keluarkanlah gun dari uterus dan cervix dengan
perlahan-lahan.

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil

Gambar 4.1 Alat-Alat Inseminasi Buatan

Gambar 4.2 Proses Inseminasi Buatan

10
IV.2. Pembahasan
Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah upaya memasukkan
semen atau mani ke dalam saluran reproduksi hewan betina yang sedang birahi
dengan bantuan inseminator agar hewan bunting. Pada praktikum ini, alat dan
bahan yang digunakan Gloves, Insemination gun, Container, Plastic sheath IB,
Tissu 1 pack, Ember, Pinset, Straw, Straw cutter, Termometer, Air hangat dan
Sabun.
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam inseminasi buatan yaitu
melakukan thawing pada straw akan tetapi straw yang digunakan pada praktikum
kali ini kosong sehingga thawing pada straw tidak dilakukan. Selanjutnya,
memakai gloves pada tangan kiri kemudian diberi air sabun agar mudah masuk
kedalam saluran reproduksi sapi betina lalu tangan dimasukkan secara perlahan ke
dalam rectum sapi. Selanjutnya, bersihkan rektum dari feses hal ini dilakukan agar
memudahkan dalam menemukan cervix. Setelah memastikan rectum bersih dari
feses, perlahan-lahan goyangkan tangan sampai mendapatkan posisi dari cincin
cervix kemudian genggam. Setelah itu, masukkan gun ke dalam vagina lalu
arahkan ke cicin cervix. Setelah gun masuk, dorong secara perlahan hingga masuk
ke corpus uteri. Semprotkan semen kemudian tarik gun secara perlahan hingga
keluar dari vagina.
Kendala yang dialami pada praktikum ini yaitu sulitnya menemukan letak
dari servix serta sulitnya untuk memasukkan gun ke dalam saluran reproduksi sapi
betina. Hal ini dikarenakan kurangnya pengalaman dan perlunya pemahaman
anatomi yang lebih mendalam lagi dari praktikan.

11
BAB V
PENUTUP

V.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat dimbil dari laporan diatas yaitu:
1. Inseminasi Buatan (IB) merupakan cara yang tepat untuk mendeposisikan
spermatozoa (sel-sel sperma) ke dalam organ reproduksi betina dengan
menggunakan teknik inseminasi buatan untuk meningkatkan mutu genetik
ternak
2. Sejumlah faktor dilaporkan mempengaruhi keberhasilan IB termasuk nutrisi,
musim kawin, kondisi lingkungan, paritas, berkembang biak, pertanian,
kedalaman deposisi air mani, komposisi extender dan pengobatan hormon.
3. Keuntungan IB antara lain peningkatan mutu genetik yang lebih cepat karena
menggunakan semen dari pejantan unggul, dapat menghemat biaya
pemeliharaan pejantan lain dan penularan penyakit kelamin dari ternak yang
diinseminasi dapat dibatasi atau dicegah.
4. Kekurangan Inseminasi Buatan (IB) yaitu inseminator terlatih, lebih banyak
waktu dan pengawasan kawanan, peralatan steril, fasilitas penanganan khusus

V.2. Saran
Saran untuk praktikum ilmu reproduksi ternak sebaiknya menyediakan
ruangan yang lebih besar agar praktikum lebih efektif dan semoga preparat dan
alat-alat keperluan lab dapat di sediakan di dalam laboratorium.

12
DAFTAR PUSTAKA

Arrebola, F. A., B. Pardo, M. Sanchez, M. D. Lopez and C. C. Perez-Marin. 2012.


Factors influencing the success of an artificial insemination program in
Florida goats. Instituto Nacional de Investigación y Tecnología Agraria y
Alimentaria (INIA). 10(2), 338-344.

Foote, R. H. 2002. The history of artificial insemination: Selected notes and


notables. American Society of Animal Science. NY 14853-4801.

Haviz, M. 2013. Dua sistem tubuh: Endokrin dan Reproduksi. Jurnal Saintek.
Vol. 5. No. 2. Hal: 153-168.

Ismaya. 2014. Bioteknologi Inseminasi Buatan pada Sapi dan Kerbau. Gadjah
Mada University Press: Yogyakarta.

Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius: Yogjakarta.

Kusumawati, E. D. dan Leondro F. 2014. Inseminasi Buatan (IB). Malang Press:


Malang.

Marin, P.C.C. 2012. A Bird’s-Eye View of Veterinary Medicine. InTech: Rijeka.

Patel, Gaurang kumar., Nilufar Haque, Mahesh Madhavatar, Ashvin kumar


Chaudhari, Dhaval kumar Patel, Nikita Bhalakiya, Natvarbhai Jamnesha,
Pankaj Patel and Rajesh Kumar. 2017. Artificial insemination: A tool to
improve livestock productivity. Journal of Pharmacognosy and
Phytochemistry. SP1: 307-313.

Susilawati, Trinil. 2013. Pedoman Inseminasi Buatan Pada Ternak. Universitas


Brawijaya: Malang.

Susilawati T., Nurul Isnaini, Aulia Puspita Anugra Yekti, Ika Nurjanah, Errico
dan Nolasco da costa. 2016. Keberhasilan inseminasi buatan menggunakan
semen beku dan semen cair pada sapi Peranakan Ongole. J. Ilmu-Ilmu
Peternakan. 26 (3): 14 – 19.

Warmadewi, D. A. 2014. Penggunaan Bioteknologi Reproduksi Mutakhir


Inseminasi Buatan (IB) dalam Upaya Meningkatkan Produktivitas Sapi
Bali. Universitas Udayana: Denpasar.

Yekti, A.P.Anugra., Trinil Susilawati, Moh. Nur Ihsan dan Wahjuningsi. 2017.
Ilmu Reproduksi Ternak. Universitas Brawijaya Press: Malang.

13
Yusuf, Muhammad. 2016. Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan (Ib)
Berdasarkan Conception Rate Dan Service Per Conception Di Kabupaten
Polewali Mandar. Uin Alauddin: Makassar.

14
LAMPIRAN

15
16

Anda mungkin juga menyukai