I.
JUDUL
MEKANISME PENGAMBILAN DAN PENYIMPANAN
SEMEN SAPI SERTA TEKNIK INSEMINASI BUATAN PADA
SAPI DI BIB (BADAN INSEMINASI BUATAN) UNGARAN
II.
LATAR BELAKANG
Inseminasi
Buatan
(IB)
merupakan
teknik
perkawinan
dengan
memasukkan semen segar atau semen beku ke dalam saluran kelamin sapi betina
dengan menggunakan suatu alat yang dibuat oleh manusia. Hal ini bertujuan
untuk perbaikan mutu genetik ternak, menghindari penyebaran penyakit kelamin,
meningkatkan jumlah keturunan dari pejantan unggul dengan inseminasi ke
banyak betina dan meningkatkan kesejahteraan peternak (Ihsan, 1997; Blakely
and Bade, 1998; Ax, Dally, Didion, Lenz, Love, Varner and Hafez, 2000;
Pangestu, 2002 ; Aminasari, 2009). Inseminasi Buatan merupakan salah satu
program yang digalakkan oleh pemerintah guna memperbaiki mutu genetik dan
produktivitas ternak sapi yang ada di Indonesia. Melalui teknologi IB potensi sapi
pejantan unggul dapat dioptimalkan. Kualitas semen mempunyai peranan penting
dalam IB, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan dengan teliti dan hati-hati
(Anonimus, 2005). Motilitas merupakan kriteria yang paling banyak digunakan
untuk evaluasi semen. Hasil penelitian Pena, Barrio, Quintela dan Herradon
(1998); Tsuzuki, Duran, Sawamizu, Ashizawa dan Fujihara (2000); Kreplin (2002)
dalam skripsi Aminasari tahun 2009
beberapa faktor fisiologi, antara lain: umur pejantan, sifat genetik, suhu dan
musim, frekuensi ejakulasi dan makanan. Percobaan Tanabe dan Salisbury (1981)
yang disitasi oleh Susilawati, dkk (1993) melaporkan bahwa pejantan yang
berumur 2 sampai 7 tahun dapat menghasilkan semen terbaik dengan angka
kebuntingan yang tinggi pada betina yang dikawini dibanding dengan pejantan
umur diluar interval tersebut. Faktor umur merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kualitas semen segar, namun demikian belum banyak informasi
tentang pengaruh umur terhadap kualitas semen beku, sehingga diperlukan
pengkajian lebih lanjut.
Seekor sapi betina terlahir dengan potensi folikel yang membawa oosit
kira-kira sebanyak 150.000. Proses perkembangan folikel (folikulogenesis) mulai
berjalan semenjak betina tersebut mengalami dewasa kelamin (pubertas) hingga
terjadi ovulasi yang menghasilkan satu oosit fungsional pada setiap siklusnya.
Sementara selama kehidupan seekor sapi rata-rata hanya dapat melahirkan anak
tidak lebih dari 10 ekor. Demikian halnya dengan potensi seekor sapi jantan yang
mulai mampu menghasilkan sperma semenjak memasuki dewasa kelamin sampai
menjelang kematian. Pada setiap ejakulasi dihasilkan sebanyak sekitar 2x109
sperma per mililiter, sementara seekor sapi jantan dapat mengalami ejakulasi yang
sehat sebanyak dua kali dalam seminggu. Perkembangan bioteknologi yang sangat
pesat menuntut pemikiran dalam upaya optimalisasi fungsi fisiologis pada sapi
jantan dan betina. Dalam hal ini akan diketahui bagaimana pengaruh teknik
inseminasi buatan terhadap proses proses fisiologi pada sapi jantan dan betina.
(Wahyuni, 2013)
III.
RUMUSAN MASALAH
Kualitas semen mempunyai peranan penting dalam proses inseminasi
buatan, sehingga perlu diketahui bagaimana proses pengambilan semen dari sapi
jantan. Kualitas semen dapat dipengaruhi oleh proses penyimpanan semen yang
biasanya disimpan dengan cara pembekuan. Oleh karenanya, perlu dilakukan
observasi mengenai proses penyimpanan semen sapi. Proses inseminasi buatan
pada sapi juga perlu dikaji melalui observasi agar dapat diketahui bagaimana
proses kebuntingan pada sapi dapat terjadi ditinjau dari faktor fisiologis yang
berkaitan.
IV.
TUJUAN
Kegiatan observasi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses
MANFAAT
Hasil observasi ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Reproduksi Sapi Jantan
Secara anatomik, alat kelamin jantan dapat dibagi menjadi 3 bagian besar,
yaitu :
1. Kelenjar benih testis
2. Saluran reproduksi vas eferens, epididimis, vas deferens, uretra, serta
kelenjar mani (kel.vesikularis, kel.prostat, kelenjar bulbouretralis/cowper)
3. Alat kelamin luar penis dan skrotum
Testis
Gonad yang sepasang dan berada dalam scrotum ini memiliki kapsul yang
terdiri dari dua lapisan yaitu tunica vaginalis dan tunica albuginea. Testis
dilekatkan lewat tunica vaginalis oleh suatu ligament (selaput jaringan ikat rapat)
ke dasar skrotum. Kedalaman testis terbagi atas kurang lebih 250 kamar bentuk
pyramid yang puncaknya berada di mediastinum. Kamar kamar tersebut disebut
lobula testis, dipisahkan satu sama lain dengan sekat jaringan ikat septula testis.
Dalam tiap lobules testis terdapat 1 3 tubuli seminiferi (saluran penghasil mani).
Dalam Tubulus seminiferi terdapat sel germintiv yang disebut spermatogonia. Sel
sel ini berada di dasar tubulus. Dengan jaringan interstitial dibatasi oleh lamina
basalis. Lamina basalis terdiri dari lapisan tipis di dasar epital germinal,
mengandung butiran halus dan jaringan serat halus. Spermatogonia berproliferasi
terus menerus membentuk sel spermatogenik : spermatosit, spermatid,
spermatozoa. Sel sertoli terletak diantara spermatogonia, tegak pada lamina
basalis, dan puncaknya mencapai lumen. Fungsi ser sertoli melindungi dan
memberi nutrisi sel sel spermatogenilk, fagositosis (memakan sel sel
spermtogenik yang abnormal atau sisa spermatid), menggetahkan lender yang ikut
membina plasma semen dan menggetahkan estrogen, menggetahkan androgen
binding protein (ABP) untuk mengikat androgen dari sel leydig.
pembentukan
dan
pemasakan
spermatozoa
seminiferus tersusun dari jaringan ikat dan jaringan epitelium germinal (jaringan
epitelium benih) yang berfungsi pada saat spermatogenesis. Pintalan-pintalan
tubulus seminiferus terdapat di dalam ruang-ruang testis (lobulus testis). Satu
testis umumnya mengandung sekitar 250 lobulus testis. Tubulus seminiferus
terdiri dari sejumlah besar sel epitel germinal (sel epitel benih) yang disebut
spermatogonia (spermatogonium = tunggal). Spermatogonia terletak di dua
sampai tiga lapisan luar sel-sel epitel tubulus seminiferus. Spermatogonia terusmenerus membelah untuk memperbanyak diri, sebagian dari spermatogonia
berdiferensiasi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu untuk membentuk
sperma.
Pada tubulus seminiferus terdapat sel-sel induk spermatozoa atau
spermatogonium, sel Sertoli, dan sel Leydig. Sel Sertoli berfungsi memberi
makan spermatozoa sedangkan sel Leydig yang terdapat di antara tubulus
seminiferus berfungsi menghasilkan testosteron.
Proses spermatogenesis dapat dibagi dalam 3 tahap yaitu :
1.
Spermatositogenesis
Merupakan spermatogonia yang mengalami mitosis berkali-kali yang
akan menjadi spermatosit primer. Spermatogonia merupakan struktur primitif
dan dapat melakukan reproduksi (membelah) dengan cara mitosis.
Spermatogonia ini mendapatkan nutrisi dari sel-sel sertoli dan berkembang
menjadi spermatosit primer. Spermatogonia yang bersifat diploid (2n),
berkumpul di tepi membran epitel germinal yang disebut spermatogonia tipe
A. Spermatogonia tipe A membelah secara mitosis menjadi spermatogonia
tipe B. Kemudian, setelah beberapa kali membelah, sel-sel ini akhirnya
menjadi spermatosit primer yang masih bersifat diploid. Spermatosit primer
mengandung kromosom diploid (2n) pada inti selnya dan mengalami meiosis.
Satu spermatosit akan menghasilkan dua sel anak, yaitu spermatosit sekunder.
Proses dari pembentukan spermatogonium dari sel PGC terjadi sebelum
kelahiran individu, kemudian spermatoganium tipe A terus membelah dan
berkembang sampai tahap spermatoganium tipe B sampai pada masa sebelum
masuk masa pubertas dan spermatogonium tipe B berkembang spermatosit
setelah memasuki masa pubertas.
2.
Meiosis
Spermatosit primer menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin
banyak dan segera mengalami meiosis I menghasilkan spermatosit sekunder
yang n kromosom (haploid). Spermatosit sekunder kemudian membelah lagi
secara meiosis II membentuk empat buah spermatid yang haploid juga.
Sitokenesis pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih yang
lengkap terpisah, tapi masih berhubungan lewat suatu jembatan (Interceluler
bridge). Dibandingkan dengan spermatosit I, spermatosit II memiliki inti
yang gelap.
3.
Spermiogenesis
Merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang meliputi 4
fase yaitu fase golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase pematangan. Pada fase
golgi butir-butirr praakrosom muncul pada gelembung golgi yang selanjutnya
bergabung membentuk butir akrosom tunggal dalam gelembung akrosom. Selama
fase tutup (tudung) kedua butir akrosom dan gelembung bergerak ke arah kutub
anterior inti. Disini, butir-butir akrosom tumbuh dan menutup hampir dua pertiga
bagian anterior inti sebagai tutup kepala. Pada fase akrosom sebagian besar
akrosom tetap terletak pada anterior inti sedangkan sisa akrosom menyebar
kedalam tudung kepala. Selanjutnya fase pematangan , baik inti maupun seluruh
spermatid mengambil bentuk memanjang. Setelah ekor terbentuk sempurna,
badan residu, yang terdiri dari kelebihan sitoplasma mengandung sedikit
paraplasma serta organel terpisah dari spermatozoa dan tigh junction atau barier
terputus. Hasil akhir berupa empat spermatozoa (sperma) masak. Ketika spermatid
dibentuk pertama kali, spermatid memiliki bentuk seperti sel-sel epitel. Namun,
setelah spermatid mulai memanjang menjadi sperma, akan terlihat bentuk yang
terdiri dari kepala dan ekor. (Syifak, 2013)
Mekanisme Ereksi
pemasukan
darah
penambahan
lebih
besar
daripada
tekanan
dalam
penis.
pengeluaarn
yang
Faktor-faktor
yang
bahwa,
frekuensi
ejakulasi memengaruhi
sertoli akan menghasilkan hormon inhibin untuk memberi umpan balik kepada
hipofisis agar menghentikan sekresi FSH dan LH ( Anonim B, 2009 ).
Spermatozoa akan keluar melalui uretra bersama-sama dengan cairan yang
dihasilkan oleh kelenjar vesikula seminalis, kelenjar prostat dan kelenjar cowper.
Spermatozoa bersama cairan dari kelenjar-kelenjar tersebut dikenal sebagai semen
atau air mani. Pada waktu ejakulasi, seorang laki-laki dapat mengeluarkan 300
400 juta sel spermatozoa ( Anonim B, 2009 ).
Hormon pada Alat Genital Jantan
Proses spermatogenesis distimulasi oleh sejumlah hormon, yaitu
testoteron, LH (Luteinizing Hormone), FSH (Follicle Stimulating Hormone),
estrogen dan hormon pertumbuhan ( Anonim A, 2009 ).
1.
Testoteron
Testoteron disekresi oleh sel-sel Leydig yang terdapat di antara tubulus
seminiferus. Hormon ini penting bagi tahap pembelahan sel-sel germinal untuk
membentuk sperma, terutama pembelahan meiosis untuk membentuk spermatosit
sekunder ( Anonim A, 2009 ).
2.
LH (Luteinizing Hormone)
LH disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. LH berfungsi menstimulasi
Estrogen
Estrogen dibentuk oleh sel-sel sertoli ketika distimulasi oleh FSH. Sel-sel
sertoli juga mensekresi suatu protein pengikat androgen yang mengikat testoteron
dan estrogen serta membawa keduanya ke dalam cairan pada tubulus seminiferus.
Kedua hormon ini tersedia untuk pematangan sperma ( Anonim A, 2009 ).
5.
Hormon Pertumbuhan
Hormon pertumbuhan diperlukan untuk mengatur fungsi metabolisme
Sel Leydig
Fungsi sel leidig menghasilkan hormon testosteron yang berfungsi :
mengatur
aktivitas
Memelihara
Bersama
kelenjar
tanda
dengan
khas
hormon
assesorius,
jantan
FSH
terutama
(secondary
dan
Hiphofisa
kelenjar
sex
prostat.
characteristics)
mengatur
aktivitas
menentukan
jumlah
pengenceran semen.
Konsentrasi spermatozoa
dilakukan
akan
mempengaruhi
kualitas
dan
kuantitas
semen
.Penampungan yang dilakukan satu sampai dua kali seminggu akan menjaga
kualitas
dan
kuantitas
semen
serta
kondisi
pejantan
tetap
baik.
(Partodihardjo,1980).
Ke dalam kandang penampungan diikatkan seekor sapi betina sebagai
hewan pemancing . Dapat juga dipakai sapi jantan kebiri atau jantan yang
pendiam . Yang paling baik adalah sapi betina yang sedang berahi . Bagian
belakang dari hewan pemancing sekitar pangkal ekor harus dibersihkan dari
kotoran - kotoran yang menempel.
Perawatan hewan yang akan ditampung
Pejantan harus selalu dalam keadaan bersih, dimandikan setiap harisupaya
terhindar dari penyakit dan lalat-lalat yang ada di sekitarnya . Harus disemprot
dengan anti septik, misalnya Lysol, savlon Persediaan air minum harus selalu ada
dan setiap hari harus diganti dengan air bersih . Pemberian makanan dilakukan
dua kali dalam sehari, pagi dan siang . Rumput yang diberikan harus masih segar
clan sudah dicacah supaya tidak ada yang terbuang. Biasanya yang diberikan
adalah rumput raja atau rumput gajah. Pemberian konsentrat atau makanan
penguat juga dilakukan dua kali dalam sehari . Pemberian konsentrat biasanya
lebih didahulukan dari pada pemberian rumput .
Cara penampungan semen
Untuk mendapatkan semen yang kualitas clan kuantitasnya lebih baik,
perlu dibuat rangsangan pada sapi jantan yang akan ditampung dengan melakukan
pengekangan terhadap pejantan, dengan jalan membawa pejantan itu mendekati
hewan pemancing lalu membawanya pergi lagi . Membiarkan pejantan itu
kanan,
memegang
vagina
buatan
pada
tangan
kanan
dan
Semen
Lendir yang keluar dari genitalia jantan waktu ejakulasi disebut
semen(mani). Semen terdiri dari bagian padat dan bagian cair. Bagian padat
adalah spermatozoa, bagian cair disebut plasma semen (air mani). Spermatozoa
dihasilkan testis, plasma semen dihasilkan ampulia vas deferens, dan kelenjarkelenjar prostat, vesicula seminalis, Cowper dan Littre. Semen yang keluar dari
penis biasanya dalam 4 fraksi :
1. Fraksi pre-ejakulasi
Fraksi pre-ejakulasi berasal dari kelenjar Cowper dan Littre. Ini dapat
keluar dari penis jauh sebelum ejakulasi berlangsung dan berfungsi untuk
melicinkan urethra dan untuk melicinkan vagina waktu coitus. Volumenya kurang
lebih 0,2 ml.
2. Fraksi awal
Fraksi awal semata-mata hanya lendir, berasal ari prosat. Lendir ini
mengandung berbagai zat untuk memelihara spermatozoa ketika berada di luar
tubuh jantan. Volumenya kira-kira 0,5 ml.
3. Fraksi utama
Fraksi utama terdiri dari lendir dan sebagian terbesar spermatozoa yang
dikeluarkan dari simpanannya dalam epididimis. Volumenya kurang lebih 2,0 ml.
4. Fraksi akhir
Fraksi akhir lendir mengandung sedikit spermatozoa, yang biasanya
nonmotil (tak bergerak). Lendir fraksi utama dan akhir berasal dari vesicula
seminalis, yang fungsinya juga untuk memelihara spermatozoa ketika berada di
luar tubuh jantan. Volumenya kurang lebih 0,5 ml.
Volume normal semen sekali ejakulasi sekitar 2,0 sampai 3,0 ml. Ada juga
yang sampai 4,5 ml. Jika volume kurang dari 1 ml, ada kemungkinan tak beresnya
prostat dan vesicula seminalis yang merupakan penghasil utama plasma semen.
Keadan fisik semen yang baru di ejakulasi adalah kental. Tapi sekitar 15
menit kemudian akan mengalami pengenceran, disebut likuifaksi, oleh seminin
(enzim lysis) yang dihasilkan prostat.
Kandungan semen
Zat yang terkandung dalam semen antara lain :
1. Fruktosa, dihasilkan vesicula seminalis, berada dalam plasma semen.
Berfungsi untuk sumber energi bagi spermatozoa dalam bergerak.
2. Asam sitrat, spermin, seminin, enzim posfatase asam, glukorunidase,
lisozim dan amilase. Semua dihasilkan oleh prostat. Asam sitrat diduga
berfungi untuk menggumpalkan semen setelah ejakulasi. Spermin
untuk memberi bau khas, seminnin untuk merombak (lysis) sehingga
sperma mengencer, dan juga untuk mengencerkan lendir cerviz betina,
sedangkan enzim-enzim lain berperan dalam memelihara atau memberi
nutrisi bagi spermatozoa di luar tubuh jantan.
3. Prosaglandin, dihasilkan vesicula seminalis dan prostat. Berperan
untuk melancarkan pengangkutan spermatozoa dalam saluran kelamin
jantan dan betina diantaranya dengan mengurangi gerakan uterus,
merangsang kontraksi otot polos saluran kelamin jantan waktu
ejakulasi, dan juga untuk vasodilatasi (mengembangkan pembuluh
darah).
4. Elektrolit, terutama Na, K, Zn, Mg. dihasilkan prostat dan vesicular
seminalis. Untuk memelihara pH plasma semen.
5. Enzim pembuahan : hyaluronidase, neuroaminidase, protease, mirip
tripsin, protease seperti kimotripsin.
6. Inhibitor, dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar kelamin jantan dan
terkandung dalam plasma semen
7. Hormone : testosterone, FSH dan LH
8. Zat organis lain, seperti asam amino, protein dan lemak.
Analisa semen
Paling baik semen diperiksa selambatnya satu jam sesudah ejakulasi. Jika
sampel masih dipakai lebih dari 4 jam setelah ejakulasi, agar disimpan dalam
lemari es, dan untuk memeriksanya kembali harus ditaruh dahulu dalam suhu
kamar.
Yang perlu dianalisa secara rutin adalah ;
1. Bau
Sperma normal memiliki bau yang khas, tajam dan tidak busuk. Bau
itu berasal dari oksidasi spermin yang dihasilkan prostat. Jika taka da
bau khas mani, prostat tak aktif atau ada gangguan.
2. Warna
Warna normal serma adalah seperti lem kanji atau putih kelabu. Jika
agak lama abstinensi kekuningan. Jika putih atau kuning tandanya
banyak lekosit yang mungkin oleh adanya infeksi genitalis. Beberapa
macam obat seperti antibiotika dapat mewarnai semen.
3. Volume
Rata-rata volume sperma dapat digolongkan atas :
Aspermia
: 0 ml
Hypospermia
: < 1 ml
Normospermia
: 1-6 ml
Hyperspermia
: > 6 ml
Rata-rata volume ejakulasi adalah 2,5-3,5 ml.
4. Koagulasi
Semen normal setelah ejakulasi segera menggumpal. Jika langsung
encer ketika ditampung berarti ada gangguan pada vesicular seminalis
atau ductus ejakulatoris.
5. Likuifaksi
Likuifaksi atau pengenceran terjadi pada semen normal 15-20 menit
post ejakulasi. Kalau semen tak mengencer, ini berarti ada gangguan
pada prostat yang menghasilkan zat pengencer (seminin). Biasanya
orang ini kurang fertile (subfertil).
6. Viskositas
Kekentalan semen diperiksa dengan alat yang disebut viscometer.
Secara sederhana dapat dilakukan dengan jalan mencelupkan batang
kaca ke objek yang sudah ditetesi semen, diangkat pelan, diukur tinggi
benang yang terjadi Antara batang kaca dan objek sampai batang
putus. Viskositas normal jika panjang benag 3-5 cm. Jika semen terlalu
kental (>5 cm) berarti kurang enzim likuifaksi dari prostat. Terlalu
encer (< 3cm), karena zat koagulasi yang dihasilkan vesicula seminalis
terlalu sedikit, atau enzim pengenceran dari prostat terlalu banyak.
7. pH
semen diteteskan dengan batang kaca pada kertas pH. pH normal ialah
7,2-7,8 pH. Jika lebih dari 8 maka menunjukkan adanya radang akut
kelenjar kelamin atau epididymis. pH < 7,2 menunjukkan adanya
penyakit kronis pada kelenjar atau epididymis. Jika pH rendah sekali
menunjukkan adanya gangguan atau aplasia pada vesicular seminalis
atau ductus ejakulatoris.
8. Kecepatan
Untuk mengukur kecepatan
spermatozoa
dipakai kaca
objek
harus
dapat
menyediakan
nutrisi
bagi
kebutuhan
spermatozoa
selama
TKT
HMT
KK
3.87
2.17
1.56
20
6.4
500.000
50
100
2.42
1.48
1
20
6.4
500.000
50
100
20
100
C. Ovulasi
Sistem reproduksi betina mengalami suatu daur, yang berulang secara
berkala dan teratur. Lama daur pembiakan itu berbeda dari antara mamalia satu
dengan yang lain. Ada yang beberapa hari, ada yang beberapa minggu, ada yang
berbulan, ada yang berbulan, ada pula yang sekali setahun. Primata sekitar
sebulan. Mamalia yang hidup bebas, seperti kucing, anjing, harimau, rusa, sekali
setahun saja. Mereka melakukan pembiakan, disebut musim pembiakan. Tapi
kalau sudah jadi hewan piara turun temurun, musim pembiakan tidak jelas lagi
sekali setahun. Kecuali primata, pada umumnya mamalia jantan menyesuaikan
diri dengan daur pembiakan pada betina (Wildan.1994-92).
Marmot
15 hari
21 hari
28 hari
Simpanse
35 hari
Pada mamalia, tak kentara benar pada primata. Ada rasa ingin membiak
(berahi) yang datang secara berkala bagi betinanya, disebut estrus (oestrus).
Karena itu pada kelompok hewan demikian daur pembiakan sama atau serentak
dengan daur estrus (Wildan. 1994).
Seluruh bagian sistem reproduksi mengalami perubahan berkala dalam
daur itu. Prinsipnya menyesuaikan dengan daur yang dialami alat kelamin primer,
yakni ovarium. Pada suatu ketika dalam daur itu ovarium menghasilkan banyak
esterogen, dan ini mempengaruhi saluran serta kelenjar sekunder. Bahkan juga
tabiat atau behavior tubuh betina itu keseluruhan mengalami perubahan berkala,
sesuai dengan perubahan produksi esterogen dalam ovarium (Wildan, 1994).
Fase dalam siklus birahi / Daur estrus
Proestrus ialah periode pertumbuahan periode folikel dan dihasilkannya
banyak esterogen. Esterogen ini merangsang pertumbuahan seluler pada alat
kelamin, terutamanpada vagina dan uterus (Wildan.1994-104).
Estrus
Estrus berasal dari kata yunani yang dalam bahasa inngris berarti gadfly
istilah untuk menyebut orang-orang yang berperilaku mengganggu, barangkali
karena pengaruh libido seksual yang mengusik, mirip dengan sengatan lalat (fly)
yang mengganggu. Seperti yang ditunjukkan oleh sebuatan tersebut, hewan yang
berada di puncak estrus mengalami dorongan yang kuat tetapi singkat untuk
kawin. Hewan seperti ini di sebut sedang bergairah in heat atau sedang estrus.
Sebelum dan sesudah periode estrus yang singkat itu, hewan tidak memiliki
dorongan seksual. Pada tingkat fisik, siklus estrus mempersiapkan saluran
reproduksi betina untuk kopulasi. Pada estrus, tidak terdapat perkembangan
lapisan estrus yang rumit seperti siklus menstruasi. Jika tidak terjadi fertilisasi,
penebalan dinding rahim macam apapun yang disiapkan untuk sel telur yang
terbuahi akan diserap kembali ke dalam tubuh. Peristiwa-peristiwa siklus estrus
dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Pada sejumlah hewan, pelepasan
ovum tergantung pada kopulasi (Fried et al, 1999).
Estrus merupakan klimax fase folikel. Pada masa inilah betina siap
menerima jantan, dan pada saat ini pula terjadi ovulasi (kecuali pada hewan yang
memerlukan rangsangan sexual lebih dahulu untuk terjadinya ovulasi). Waktu ini
betina jadi birahi atau panas (estrus = panas) (Wildan.1994-104).
Diestrus
Pada mamalia jika tiada kehamialan ovarium dan alat kelamin tambahan
mengalami perubahan berangsur kembali ke suasana istirahat, tenang yang disebut
diestrus (Wildan.1994-104).
Beberapa daur estrus memiliki masa metestrus atau anestrus. Ini ialah
masa perpanjangan masa diestrus, yang setelah selesai satu daur estrus tak segera
dimulai dengan proestrus baru daur berikut. Masa istirahat atau masa non fertil ini
berlangsung 1-2 hari, berminggu, atau sampai berbulan. Tikus 1-2 hari, dan anjing
40-50 hari.
Siklus menstruasi (siklus estrus) diregulasi oleh hormon hormon yang
diasilkan oleh hopotalamus otak, kelenjar pituitary, dan struktur endoktrin di
ovarium. Hormon pelepas gonadotropin (GnRH) dari hipotalamus otak mungkin
perubahan kondisi vulva (merah, bengkak dan basah), gelisah dan nafsu makan
menurun, menaiki dan diam dinaiki oleh sesama sapi betina. Tidak semua ternak
yang berahi dapat memperlihatkan semua gejala berahi dengan intensitas atau
tingkatan yang sama (Yusuf, 1990 dalam Petrus, 2007).
D. Proses Kebuntingan
Fertilisasi
Proses kebuntingan pada sapi diawali dengan fertilisasi. Fertilisasi
(pembuahan) adalah peristiwa bersatunya antara spermatozoa dengan sel
sperma
spermatozoa atau sel ovum berasal dari dua sel yang berbeda, maka untuk dapat
bertemu dan bersatu kedua unsur tersebut harus melalui perjalanan panjang dan
mengalami proses persiapan serta tempat pertemuan harus memenuhi syarat bagi
sel permatozoa dan sel ovum.
Pembuahan merupakan pengaktifan sel telur dan sel spermatozoa. Tanpa
ransangan sperma sel telur tidak akan mengalami pembelahan (Cleavage) dan
tidak ada perkembangan embriologi. Dalam aspek genetik pembuahan meliputi
pemasukan faktor-faktor hereditas pejantan ke dalam sel telur. Disinilah terdapat
manfaat perkawinan atau inseminasi yaitu untuk menyatukan faktor-faktor
unggul ke dalam satu individu. Pada hampir semua mamalia, pembuahan dimulai
ketika badan kutub pertama disingkirkan, sehingga sperma menembus dan
masuk ke dalam sel telur sewaktu pembelahan reduksi ke dua berlangsung.
Proses pembuahan biasanya terjadi di bagian kaudal ampula atau di
sepertiga atas tuba falopi. Sel telur masuk ke dalam ampula masih dalam
keadaan diselaputi oleh sel-sel granulosa yang dilepaskan oleh folikel de graaf,
sel-sel tersebut adalah sel kumulus ooporus. Dengan demikian masuknya sel
spermatozoa ke dalam sel telur pada saat sel telur menjalani pembelahan reduksi
pertama. jumlah sel spermatozoa yang ditumpahkan kedalam saluran sel kelamin
betina bisa ratusan hingga ribuan juta, tetapi yang berhasil sampai ke tempat
pembuahan relatif sedikit, mungkin tidak sampai lebih dari 1000 sel spermatozoa.
Derajat
merupakan tanda akhir dari peleburan ke dua jenis pronklei jantan dan betina
(singami) dan sekaligus merupakan akhir proses fertilisasi.
Sel telur yang telah dibuahi ini disebut zigot yang segera mengalami
proses pembelahan menjadi embrio. Proses pembuahan ini memerlukan waktu
20-24 jam pada sapi. Untuk masuk kedalam sel telur, sel sperma pertama-tama
harus melewati : sel-sel kumulus oophorus bila masih ada, menembus zona
pellusida, selanjutnya selaput (membrana) vitellin. Sel-sel kumulus dapat dilewati oleh pergerakan sel
memasuki sel telur. Membran plasma sel spermatozoa dan sel telur pecah
kemudiaan bersatu membentuk selubung bersama. Sebagai akibatnya, sperma
memasuki vitellin dan selubung dari sel spermatozoa tersebut bertaut pada
membran vitellin. Pada alternatif lain, membran plasma sel spermatozoa dapat
pecah kemudian kepala sel spermatozoa yang telanjang memasuki sel telur.
Bagian akhir proses pembuahan adalah menghilangnya anak-anak inti
berikut selaput-selaputnya, kromosom maternal
bersatu
tertentu
menjadi
satu
kelompok.
Pada
fase
selama
puncak
masuk. Sel spermatozoa yang lainnya secara kebetulan bisa lolos menembus
zona pellusida tidak dapat masuk ke dalam sitoplasma sel telur, karena ada
tahanan dari selaput vitelin. Sel spermatozoa tersebut ditampung dalam tahanan
ruangan perivitelin.
Secara normal hanya satu sel spermatozoa yang memasuki sel telur.
Sering terlihat banyak sel spermatozoa bergerombol di sekeliling zona pellusida,
tetapi hanya satu sel kelamin jantan yang terdapat dalam sel telur. Dari
kenyatan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa zona pellusida dapat menjalani
beberapa
perubahan
sesudah masuknya
Tahapan-tahapan fertilisasi
Kapasitasi spermatozoa dan pematangan spermatozoa
masuk. Hal yang mempengaruhi keberhasilan proses ini adalah kekuatan ekor
sperma (motilitas), dan kombinasi enzim akrosomal.
Bertemunya sperma dan oosit
Apabila sperma telah berhasil menembus zona pelucida, sperma akan
menenempel pada membran oosit. Penempelan ini terjadi pada bagian posterior
(post-acrosomal) di kepala sperma yang mnegandung actin. Molekul sperma yang
berperan dalam proses tersebut adalah berupa glikoprotein, yang terdiri dari
protein fertelin. Protein tersebut berfungsi untuk mengikat membran plasma oosit
(membran fitelin), sehingga akan menginduksi terjadinya fusi.
Implantasi
Implantasi pada mamalia biasanya uterus membentuk suatu reaksi decidua
sebagai respon. Di dalam kejadian ini stroma endometrium, sel fibroblastik
ditransformasikan ke dalam bentuk sel decidua khusus. Sel ini ditandai dengan
penonjolan epithelloid, kehadiran imti poliploid, akumulasi glikogen dan lipid di
dalam sitoplasma, pembentukan banyak lisosom dan terjadi kontak antara sel
dengan suatu hubungan yang kompleks. stroma endometrium ini akan menjadi
edemtus sebab terjadi vasodilatasi dan penambahan permiabilitas pembuluh
kapiler, peningkatan mitosis dan kegiatan metabolisme.
Menurut Partodihardjo (1980), implantasi berlangsung secara bertahap.
Tahap-tahap ini adalah tahap persentuhan embrio dengan endometrium,
terlepasnya zona pelusida, pergeseranatau pembagian tempat dan yang terakhir
ada1ah pertautan antara trofoblas dengan epitel endometrium. Tahap pelepasan
zona pelusida adalah penting karena zona pe1usida merupaluran suatu penghalang
untuk imp1antasi. Terlepasnya zona pelusida ada1ah sebagai aktivitas dari enzim
proteolitik dari airan uterus. Pelepasan zona pelusida terjadi sebelum trofoblas
melekat pada endometrium.
VII.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian ini akan dilaksanankan pada bulan Maret di Balai
Semarang,
Mei 2014
Menyetujui,
Dosen Fisiologi Hewan
DAFTAR PUSTAKA
Aminasari, Pfrina Dwi. 2009. Pengaruh Umur Pejantan Terhadap Kualitas
Semen Beku Sapi Limousin. Malang : Skripsi Jurusan Produksi Ternak
Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya
Arifiantini, R.I. dan T.L. Yusuf.
Dalam Dua Jenis Kemasan Pada Proses Pembekuan Semen Sapi Frisien
Holstein. Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
Fried, George H dan George J. Hademenos. 1999. Scaums Outlines, Biologi edisi
kedua. Jakarta : Erlangga
Kune, Petrus dan Nurcholidah Solihati. 2007. Tampilan Berahi dan Tingkat
Kesuburan Sapi Bali Timo
TERNAK, VOL. 7 NO. 1, 1 5
Gonadotrophin
Prostaglandin (Pgf2)
Releasing
Hormone
(GnRH)
Dan
Aulia.
2013.
Embriologi,
Alat
Perkembangbiakan
Jantan.
Dan