Anda di halaman 1dari 15

UJI KUALITAS SEMEN BEKU

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bioteknologi merupakan proses pengolahan bahan baku yang memanfaatkan makhluk
hidup sebagai agen biologi untuk menghasilkan barang dan jasa. Penerapan Bioteknologi
mencakup bidang yang sangat luas, namun secara garis besar penerapan bioteknologi
dikelompokkan pada beberapa bidang. bidang tersebut yaitu bidang pangan, bidang pertanian,
bidang peternakan dan bidang kedokteran.
Bioteknologi peternakan yang ada saat ini merupakan efek dari kemajuan ilmu
pengetahun yang ada. Banyak hal yang membuat bioteknologi lahir, diantaranya adalah semakin
besar tuntutan untuk mencapai target yang diinginkan dengan proses yang lebih cepat dan
terobosan yang inovatif yang bisa menguntungkan bagi umat manusia. Bioteknologi juga
memiliki peran penting dalam ilmu pengetahuan dewasa ini, bioteknologi sendiri mengalami
berbagai pembaruan dari bioteknologi yang bersifat tradisional kearah bioteknologi yang
modern.
Perkembangan teknologi di bidang peternakan yang nyata manfaatnya bagi masyarakat
peternak Indonesia adalah Inseminasi Buatan pada sapi. Dengan inseminasi (IB) peternak sudah
bisa menentukan jenis sapi yang akan mereka kembangkan, seperti simmental, limousine,
Charolise, FH, Ongole, Brahman atau Peranakan ongole. Manfaat inseminasi buatan (artificial
insemination) ini diantaranya efisiensi waktu, efisiensi biaya, dan memperbaiki kualitas sapi.
Pada dasarnya teknik inseminasi hanyalah satu, yakni menghantarkan semen ke dalam rahim
induk sapi betina. Semen yang mengandung sel sperma jantan harus dihantarkan melewati cervix
induk sapi betina.
1
Salah satu faktor yang utama dari inseminasi buatan adalah kualitas semen. Semen yang
digunakan harus berkualitas baik, maka sebul semen digunakan pada inseminasi buatan harus
diperiksa terlebih dahulu kualitas dan kuantitasnya. Evaluasi atau pemeriksaan semen merupakan
suatu tindakan yang perlu dilakukan untuk melihat kuantitas (jumlah) dan kualitas semen.
Pemeriksaan semen dibagi menjadi dua kelompok, yaitu pemeriksaan secara makroskopik dan
pemerik-saan mikroskopik. Pemeriksaan makroskopik yaitu pemeriksaan semen secara garis

besar tanpa memerlukan alat bantu yang rumit, sedangkan pemeriksaan mikroskopik bertujuan
melihat kondisi semen lebih dalam lagi serta memerlukan alat bantu yang cukup lengkap.
Deteksi estrus yang tepat merupakan faktor yang penting dalam program perkawinan agar
fertilisasi dapat dilakukan pada saat yang tepat. Siklus estrus yang normal pada sapi berulang
secara regular dan disertai munculnya gejala visual. Namun kenyataannya sering dijumpai ternak
sapi dengan siklus estrus yang tidak normal (panjang) dan adanya ovulasi yang tidak disertai
munculnya gejala visual.
Siklus yang tidak normal mengindikasikan terjadi gangguan proses reproduksi termasuk
gangguan hormonal yang menyertai proses reproduksi tersebut. Siklus yang tidak normal dan
yang tidak dapat terdeteksi secara visual juga akan menyulitkan baik program inseminasi
maupun perkawinan secara alami, dan mengakibatkan keberhasilan yang rendah. Oleh karena
itu, dibutuhkan metode untuk mengetahui siklus estrus yang tidak normal dan tidak terdeteksi
secara visual. Salah satu metode tersebut yaitu dengan mempelajari histologi sel epitel dinding
vagina (vagina smear). Pengamatan histologi sel epitel dinding vagina merupakan parameter
yang akurat untuk mendeteksi estrus pada ternak. Perubahan morfologi sel epitel dinding vagina
dipengaruhi oleh hormon.
B. Tujuan Praktikum
1. Memahami cara evaluasi semen ternak.
2. Mengetahui cara evaluasi semen ternak.
3. Menjelaskan tahapan dan fungsi evaluasi semen ternak.
4. Memahami cara melakukan vagina smear.
5. Mengetahui tahapan proses vagina smear.
6. Menjelaskan tahapan dan fungsi vagina smear
C. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Bioteknologi Peternakan dilaksankan pada hari Jumat 6 Juni 2014, pukul
14.15 - 15.00 WIB bertempat di Laboratorium Ilmu Pengolahan Hasil Ternak Jurusan Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Spermatozoa
Spermatozoa adalah sel kecambah yang mana setelah masak kemudian bergerak melalui
epidydimis, yang mampu membuahi ovum setelah terjadinya kapasitasi pada hewan betina.
Spermatozoa itu menjadi aktif bergerak setelah menyentuh bahan-bahan yang disekresikan oleh
kelenjar-kelenjar aksesoris (ampula, kelenjar vesicularis, kelenjar prostate, dan kelenjar
cowperi). Meskipun demikian, banyak diantara spermatozoa tersebut mengalami degenerasi dan
diserap kembali oleh sel-sel epithelium epididimis dan vas deferens dan banyak pula ynag
disekresikan dalam urin (Frandson, 2002).
Spermatozoa merupakan sel yang sangat terspesialisasi dan padat yang tidak lagi
mengalami

pembelahan

atau

pertumbuhan.

Berasal

dari

gonosit

yang

menjadi

spermatogonium,spermatosit primer dan sekunder dan selanjut nya berubah menjadi spermatid
dan akhir nya berubah menjadi spermatozoa. Spermatozoa terdiri atas dua bagian fungsional
yang penting yaitu kepala dan ekor ( Hafez, 2000).
Spermatogenesis adalah gametogenesis pada hewan jantan. Sel-sel prmodial diploid di
dalam testis membelah mitose berkali-kali dan membentuk spermatogonium. Selama
pertumbuhannnya sel ini membentuk sel spermatosit primer (diploid) yang kemudian membelah
secara meiosis. Hasilnya berupa dua buah sel spermatosit sekunder yang masing-masing haploid.
Sel-sel ini mengalami meiosis II dan menghasilkan empat spermatid haploid (Suryo, 2004).

4
Semen beku adalah semen yang telah diencerkan dan selanjutnya dibekukan pada suhu
tertentu yang bertujuan untuk menghambat aktifitas dan metabolisme spermatozoa. Keuntungan
semen beku adalah semen yang berasal dari pejantan unggul dapat dipakai secara efisien
sepanjang tahun, dapat mengatasi hambatan waktu dan jarak, memungkinkan perkawinan
selektif dengan pejantan unggul untuk wilayah yang luas, biaya pengangkutan relatif murah.
Sedangkan beberapa kerugian dari semen beku adalah biaya produksi dan penyimpanan yang
cukup tinggi, dari beberapa pejantan 10-20% menghasilkan semen yang tidak tahan terhadap
pembekuan serta dapat berpotensi menyebarluaskan penyakit-penyakit bakterial dan viral
(Partodihardjo, 1982).
B. Evaluasi Semen
Penampungan semen secara rutin pada ternak bergantung pada cara merangsang pejantan
untuk diejakulasi dalam vagina buatan. Tempat penampungan semen harus dilapisi atau
dibungkus untuk mencegah rusaknya spermatozoa karena pengaruh dingin. Setelah ditampung,
semen dievaluasi pergerakan dan jumlah spermatozoa dan kemudian diencerkan. Jumlah
pengenceran bergantung pada spesies ternak. Volume yang diinseminasikan juga bervariasi
antarspesies (Wodzickaetal., 1991).
Semen sapi biasanya berwarna keputih-putihan meskipun ada beberapa sapi jantan
yang semennya berwarna kuning. Kepekatan semen bervariasi tergantung dari konsentrasi
spermatozoa. Panjang spermatozoa sapi 68 m, terdiri dari panjang kepala sekitar 8-10 m,
ekor 50 m dan badan 8-10 m. Evaluasi semen meliputi pengamatan secara umum, yaitu
gambaran keseluruhan semen (makroskopis), volume, warna, dan konsistensi. Selain itu perlu
dilakukan pemeriksaan secara lebih mendetail (mikroskopis), meliputi morfologi sel sperma,
konsentrasi, motilitas dan persentase sperma hidup
(Salisbury dan Van Demark, 1978).
Penilaian semen secara mikroskopis meliputi gerakan massa, gerakan individu
(motilitas), konsentrasi dan abnormalitas spermatozoa. Gerakan masa semen kambing nampak
lebih cepat , tebal dan hitam dibandingkan dengan gerakan masa semen sapi maupun domba.
Semen yang bagus, pada pengamatan dibawah mikroskop, akan memberikan tampilan kumpulan
sperma bergerak bergerombol dalam jumlah besar sehingga membentuk gelombang atau awan
yang bergerak meberikan gambaran tentang kualitas semen dalam empat kategori (Toelihere,
1985).
C. Motilitas Sperma

Motilitas merupakan salah satu kriteria penentu kualitas semen yang dilihat dari
banyaknya spermatozoa yang motil progresif dibandingkan dengan seluruh spermatozoa yang
ada dalam satu pandang mikroskop. Menurut Evans dan Maxwell (1987) terdapat tiga tipe
pergerakan spermatozoa yaitu pergerakan progresif (maju ke depan), pergerakan rotasi (gerakan
berputar) dan osilator atau konvulsif tanpa pergerakan ke depan atau perpindahan posisi. Skala
prosentase pergerakan dari 0 sampai 100 atau 0 sampai 10 merupakan penilaian standar untuk
mencapai tujuan bersama.
Tabel 1. Penilaian Gerakan Massa Sperma
Kriteria Nilai
Tanda
Pengamatan
Terlihat gelombang-gelombang besar, banyak,
Sangat
Baik

gelap, tebal dan aktif bagaikan gumpalan awan


4

+++

hitam dekat waktu hujan yang bergerak cepat


berpindah-pindah tempat.
Terlihat gelombang kecil, tipis, jarang, kurang

Baik

++

jelas dan bergerak lamban.


Jika tidak terlihat gelombang melainkan hanya

Lumayan

+
N/0

gerakan-gerakan individu aktif progresif.


Bila hanya sedikit atau tidak ada gerakan

Buruk
1
(Neospermia)
Sumber : Toelihere, 1985

individual

Penentuan kualitas semen berdasarkan motilitas spermatozoa dengan nilai 0 sampai 5 yakni:
(0) spermatozoa imotil atau tidak bergerak; (1) gerakan berputar ditempat; (2) gerakan berayun
atau melingkar, kurang dari 50% bergerak progresif; (3) antara 50 - 80% spermatozoa bergerak
progresif; (4) pergerakan progresif yang gesit dengan 90% sperma motil dan nilai (5) gerakan
sangat progresif menunjukkan 100% motil aktif (Toelihere, 1981).

D. Abnormalitas Sperma
Aplikasi teknologi IB memerlukan semen berkualitas baik, terutama motilitas tinggi, dan
abnormalitas rendah dengan konsentrasi cukup. Parameter-parameter tersebut sangat penting
dalam menentukan fertilitas pejantan, sehingga diperhitungkan dalam pembuatan semen cair dan
beku untuk program IB. Dimensi (ukuran) spermatozoa bisa menjadi salah satu parameter dalam

menilai kualitas semen terkait dengan abnormalitas (morfologi) dan efek dari teknik pengolahan
spermatozoa (Yudi et al., 2010).
Menurut Chenoweth (2005) yang menyatakan bahwa abnormalitas spermatozoa terbagi
dalam dua katagori, yakni berdasarkan sekuen proses pembentukan spermatozoa (primer dan
sekunder) dan berdasarkan dampaknya bagi fertilitas. Katagori kerusakan spermatozoa bersifat
primer adalah yang terjadi pada saat spermatogenesis, sedangkan sekunder jika kejadiannya
setelah spermiasi. Pengelompokkan kelainan mayor dan minor didasarkan pada dampaknya
terhadap fertilitas jantan tersebut.
Morfologi kepala yang dominan mempengaruhi fertilitas adalah kepalaberbentuk pear
shaped. Spermatozoa dengan abnormalitas bagian kepala akan menghasilkan embrio berkualitas
rendah dan mudah berdegenerasi, atau tidak mampu memfertilisasi ovum. Spermatozoa dengan
abnormalitas kepala dapat menyebabkan kelainan pada hasil fertilisasi, misalnya gangguan
kondensasi DNA, kelainan pembentukan pronukleus, dan gangguan perkembangan embrio
(Saacke, 2008).
E. Life and dead
Penentuan spermatozoa hidup dilakukan dengan menggunakan metode pewarnaan eosin.
Spermatozoa yang dikategorikan hidup adalah spermatozoa yang tidak menyerap zat warna
sehingga pada bagian kepala spermatozoa tidak terwarnai (putih), sedangkan spermatozoa yang
dikategorikan mati adalah spermatozoa yang menyerap zat warna sehingga pada bagian
kepalanya akan berwarna merah. Persentase hidup spermatozoa ditentukan berdasarkan
perbandingan antara jumlah spermatozoa hidup dengan jumlah total spermatozoa yang dihitung
(Steel danTorrie, 1995).
Semen terdiri dari sel-sel spermatozoa atau sperma yang bersuspensi didalam suatu
cairan semigelatinouse yang disebut plasma sperma. Sperma secara esensial terdiri dari kepala
yang membawa materi herediter paternal dan ekor yang mengandung sarana penggerak.
Permukaan sperma dibungkus oleh suatu membrane lipoprotein yang apabila sel tersebut mati
permeabilitas membrannya meninggi terutama di daerah pangkal kepala. Hal ini merupakan
dasar pewarnaan semen yang dapat membedakan sperma yang hidup dan yang mati pada
umumnya sperma sangant aktif dan tahan hidup lama pada pH 7.0 (Toelihere, 1981).
Spermatozoa yang mati akan menyerap warna dan berwarna gelap, sedangkan yang hidup
mempunyai warna yang transparan, saat diberi pewarnaan eosin negrosin. Hal ini terjadi karena
membran plasma masih berfungsi baik. Membran plasma utuh mutlak harus dimiliki oleh
spermatozoa agar dapat memfertilisasi oosit, karena selain berfungsi melindungi secara fisik

organel-organel sel, membran plasma juga mengatur keluar masuknya zat-zat makanan serta
keseimbangan elektrolit intra dan ekstraseluler. Apabila membran plasma rusak maka proses
metabolisme sel akan terganggu dan berakibat kematian sperma (Sugiarti et al., 2004).
Pemeriksaan secara umum diantaranya volume, warna, dan konsistensi (derajat
kekentalan). Volume semen yang dipancarkan setiap individu berbeda-beda bergantung pada
bangsa, ukuran badan, umur, frekuensi penampungan, makanan, kondisi kesehatan, dan tingkat
libido. Setiap jenis ternak mempunyai warna yang tidak sama. Warna semen bergantung pada
konsentrasi spermatozoa yang terkandung di dalam semen tersebut. Semakin keruh warna suatu
semen menandakan konsentrasi sperma yang terkandung semakin banyak. Warna ini disebabkan
adanya riboflavin. Semen yang baik mempunyai kekentalan seperti air susu, sedangkan semen
yang jelek menyerupai air kelapa (Zumrotun et al., 2006).

F. Vagina Smear
Berdasarkan dari penampakan gejalanya ternak betina yang mengalami siklus birahi
terdapat empat periode yaitu, proestrus, estrus, metestrus, diestrus. Proestrus merupakan periode
persiapan birahi. Proestrus berlangsung cukup sngkat antara 2-3 hari. Estrus atau birahi
merupakan periode yang terpenting dalam siklus birahi ternak betina. Rata-rata lama estrus pada
sapi antara 15-18 jam. Metestrus merupakan periode kelanjutan dari estrus yang berlangsung
antara 6-7 hari. Diestrus merupakan periode terlama dalam satu siklus estrus pada sapi
berlangsung 9-10 hari (Riyanto, 2002).
Ternak-ternak betina menjadi birahi pada interval waktu yang teratur, namun berbeda dari
spesies satu dengan yang lain. Interval waktu tersebut mulai dari permulaan periode estrus yang
pertama sampai ke periode estrus berikutnya disebut siklus estrus. Ini dikontrol secara langsung
oleh hormon dari ovari dan secara tidak langsung oleh hormon dari Adenohypophisis dari
kelenjar pituitary. Pola dasar siklus ini adalah sama tetapi terdapat perbedaan antar spesies dalam
hal beberapa bagian siklus. Siklus birahi dibagi menjadi beberapa fase yang dapat dibedakan
dengan jelas yang disebut proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus (Frandson,1992).
Siklus birahi ternak betina terbagi menjadi 4 fase yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan
diestrus. Proestrus ditandai dengan pertumbuhan folikel tersier menjadi folikel de Graff.
Kelenjar endometrium memanjang serviksnya mulai merelax dan lumen serviksnya mulai

memproduksi lendir. Estrus ditandai dengan adanya kopulasi, ovum telah masak dan dinding
folikel menjadi tipis serta terjadi ovulasi (pecahnya dinding folikel dan keluarnya ovum dari
folikel). Metestrus ditandai dengan pembentukan corpus nemorrhogicum di tempat folikel de
Graff, cerviks telah menutup, kelenjar kental diskereksikan oleh cerviks untuk menutup lubang
cervix. Diestrus ditandai dengan kebuntingan dan adanya sel-sel kuning (luteum) di bawah
lapisan hemoragik (Partodiharjo, 1980).
Birahi selama bunting merupakan hal yang biasa pada semua mamalia laboratorium,
penangkaran sepanjang masa bunting dapat terjadi pada hewan-hewan tersebut. Tidak jarang
beberapa hewan laboratorium dan mungkin juga beberapa hewan domestikasi yang lebih besar
mengalami ovulasi. Selama masa bunting , superfetasi telah tercatat pada tikus, mencit, kelinci,
sapi dan domba. Dua parturisi terjadi beberapa hari atau beberapa minggu setelah kelahiran yang
pertama dan menghasilkan keturunan yang lain hormonal, metabolisme, dan keturunan,
sedangkan faktor eksternal adalah faktor lingkungan (Feradis, 2010).
Pengamatan histologi sel epitel dinding vagina merupakanparameter yang akurat untuk
mendeteksi estrus pada ternak. Perubahanmorfologi sel epitel dinding vagina dipengaruhi oleh
hormon. Pada faseluteal, sel epitel dari dinding vagina akan didominasi oleh sel parabasal
sedangkan memasuki fase estrus sel epitel berubah menjadi selsuperfisial dan sel tanduk yang
menandakan hewan dalam keadaanpuncak estrus (Nalley et al., 2011). Pada fase estrus, hormon
estrogenakan meningkatkan keaktifan dinding uterus, menyebabkan hipersekresidan keratinisasi
sel-sel epitel uterus dan vagina sehingga sel yang terikut dalam ulasan adalah sel-sel superfisial
(Najamudin et al., 2010).
Waktu estrus terjadi kornifikasipenuh dan sel superfisial mendominasigambaran preparat
apus, sementara selparabasal dan intermedier tidak ditemukan.Pada fase diestrus, proporsi sel
superfisial menurun menjadi sekitar 20% dan sel intermedierdan parabasal mulai ditemukan lagi
(Beimborn et al., 2003). Persentase jenis sel superfisial danintermedier yang cendenrung
meningkat padafase proestrus, estrus dan menurun pada fasesetelah estrus (luteal) seiring dengan
kecenderungan perubahan estradiol pada kambing bligon ini menunjukkan kemiripan dengan
perubahan sel apus vagina pada colloredpeccary yang meningkat sejak empat harisebelum estrus
dan menurun kembali setelah estrus seiring dengan perubahan hormonestradiol di dalam darah
(Mayor et al., 2007). Gambaran gabungan persentase sel superfisialdan intermedier pada fase

estrus yang secaranyata lebih tinggi dibandingkan dengangambaran pada fase luteal (diestrus)
jugaditemukan pada babi miniatur yucantan(Rodgers et al., 1993).

A.
1.
a.
b.
c.
d.
2.
a.
b.
c.
d.
B.
1.
a.
b.
c.
d.
2.
a.
b.
c.
d.
C.
1.
a.
b.

BAB III. MATERI DAN METODE


Motilitas Sperma
Materi
Semen kambing PE
Object glass
Dec glass
Mikroskop
Metode
Straw semen kambing PE dikeluarkan dari kontainer kemudian di tawing selama 30 detik.
Ujung straw dipotong 5 cm untuk mengeluarkan semen.
Tuangkan semen ke object glass kemudian ditutup dengan deck glass.
Amati dengan mikroskop pergerakannya dengan mikroskop.
Abnormalitas Sperma
Materi
Semen kambing PE
Object glass
Deck glass
Mikroskop
Metode
Straw semen kambing PE dikeluarkan dari kontainer kemudian di tawing selama 30 detik.
Ujung straw dipotong 5 cm untuk mengeluarkan semen.
Tuangkan semen ke object glass kemudian ditutup dengan deck glass.
Amati dengan mikroskop pergerakannya dengan mikroskop.
Life and dead
Materi
Semen kambing PE

12
Object glass
c. Deck glass
d. Mikroskop
e. Pewarna semen eosin-negrosin
2. Metode
a. Straw semen kambing PE dikeluarkan dari kontainer kemudian di tawing selama 30 detik.
b. Ujung straw dipotong 5 cm untuk mengeluarkan semen.
c. Tuangkan semen ke object glass kemudian oleskan pewarna eosin-negrosin, goreskan satu arah.
d. Amati dengan perubahan warnanya dengan mikroskop.
D. Vagina Smear
1. Materi
a. Preparat awetan vagina smear

2. Metode
a. Pengamatan dilakukan pada preparat awetan kemudian dianalisis dan dicari jenis sel epitelnya.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Motilitas Sperma
1. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Motilitas Sperma
Gambar

Keterangan
Pergeraka sperma

Gambar 1. Motilitas sperma


Sumber : Laporan sementara Praktikum Bioteknologi Peternakan 2014
2. Pembahasan
Motilitas adalah pergerakan sperma kedepan. Motilitas digunakan dalam penentuan
kualitas sperma. Ha ini dikarenakan pergerakan sperma sangat dibutuhkan dalam proses
inseminasi buatan.pergerakan yang telah diamati menunjukkan pergerakan dengan gelombang
besar. Hal tersebut menunjukkan kualitas semen beku tersebut berkualitas baik. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Toelihere (1985) terlihat gelombang-gelombang besar, banyak, gelap,
tebal dan aktif bagaikan gumpalan awan hitam dekat waktu hujan yang bergerak cepat
berpindah-pindah tempat
B. Abnormalitas Sperma
1. Pembasan
14
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada saat praktikum terlihat bahwa bagian
kepala spermatozoa terdapat akrosom yang berfungsi menghasilkan enzim yaitu hyaluronidase,
akrosom yang melapisi kepala spermatozoa yang berfungsi untuk menembus dinding corona
radiata. Hal ini sesuai dengan pendapat Villee et al. (1999) bahwa pada kepala sperma bagian
depan terdapat akrosom yang mengandung enzim yang berperan dalam menembus membran sel
telur. Bagian tengah dari kepala sperma terdapat nukleus yang berfungsi sebagai pembawa DNA
atau informasi genetik.
Sitoplasma yang terdapat pada bagian kepala sperma berada pada bagian luar nukleus
yang berfungsi sebagai pelindung nukleus, transfer ke inti sel, dan sebagai sumber nutrisi atau
energi bagi sperma. Nukleus merupakan inti sel yang dilapisi oleh sitoplasma. Nukleus
berfungsi untuk membawa materi genetik.

Berdasarkan pengamatan pada saat praktikum terlihat bahwa bentuk sperma ada yang
normal dan abnormal. Kepala sperma ada yang berukuran besar, terdapat kepala sperma tanpa
ekor, dan kepala sperma berukuran kecil. Hal ini sesuai dengan Yudi et al,. (2010) yang
menyatakan bahwa kelainan pada kepala sperma termasuk pearshaped (pyriform) (kepala
berbentuk buah pear), narrow at the base (tapered) (kepala mengecil di bagian bawah),
undeveloped (tidak berkembang), narrow heads (kepala langsing), macrochephalus (kepala
besar), microchephalus (kepala kecil), double heads (kepala ganda), dan kepala tanpa ekor.
Kelainan pada ekor adalah abaxial (penempelan ekor tidak pada titik tengah dasar kepala),
simple bent (melipat sederhana), under the head (ekor melingkar di bawah kepala), around the
head (ekor melingkari kepala), abnormal midpiece (kelainan pada midpiece), droplet sitoplasma
proksimal dan distal (sisa sitoplasma pada sepanjang midpiece hingga ekor), dan ekor tanpa
kepala.
Abnormalitas morfologi spermatozoa yang ada dapat menurunkan fertilitas pada
pejantan. Kostaman dan Sutama (2004) menyatakan abnormalitas spermatozoa akan memberikan
gambaran tentang adanya penyimpangan morfologi spermatozoa yang mana dapat menurunkan
daya fertilitas spermatozoa ditambahkan Al-Makhzoomi (2005) yang menyatakan bahwa pada
sapi terdapat hubungan antara morfologi spermatozoa dengan tingkat fertilitas. Abnormalitas
morfologi kepala spermatozoa di atas 10% akan menurunkan fertilitas pejantan.
Abnormalitas sperma juga dapat mengganggu proses pembuahan. Sperma yang berbentuk tidak
normal akan sulit menembus dinding sel ovum. Hal ini sesuai dengan Dada et al. (2001) yang
menyatakan abnormalitas spermatozoa akan menyebabkan terjadinya gangguan terhadap proses
pembuahan.
Abnormalitas sperma disebabkan oleh banyak faktor bisa dari suhu dan lingkungan.
Menurut Yudi et al. (2010) menyatakan abnormalitas primer spermatozoa pada banyak kasus
terjadi akibat gangguan termoregulasi dan hormonal di dalam testis yang disebabkan oleh
lingkungan tidak cocok, lemak daerah inguinal dan skrotum, suhu lingkungan yang ekstrim,
trauma dingin, peradangan skrotum dan testis, dermatitis, dan hernia inguinalis. Faktor-faktor
tersebut akan mempengaruhi hormon secara lokal atau sistemik, serta metabolisme
spermatozoadan sel sertoli.
C. Life and Dead
1. Hasil Pengamatan
Tabel 2. Life and Dead
Gambar

Keterangan

2
1. Sperma hidup
1
2. sperma mati
Gambar 2. Life and Dead
Sumber : Laporan sementara Praktikum Bioteknologi Peternakan 2014
2. Pembahasan
Praktikum bioteknologi peternakan life and dead sperma dilakukan dengan mengambil
contoh sperma dari straw yang telah di thawing, kemudian sperma diteteskan pada object glass.
Larutan eosinnigrosin diteteskan menggunakan mikro pipet di atas sperma untuk pewarnaan,
kemudian ditutup dengan de glass untuk selanjutnya dilakukan pengatan dibawah mikroskop.
Sperma yang hidup ditunjukkan dengan sperma yang jernih tidak menyerap warna, tetapi sperma
yang mati akan berwarna lebih gelap karena sperma yang mati akan menyerap warna eosinnigrosin tersebut.
Pengamatan hidup dan mati spermatozoa atau viabilitas dapat dilakukan dengan metode
pewarnaan dengan menggunakan zat warna eosin saja atau kombinasi eosin-nigrosin. Eosin
adalah zat warna khusus untuk spermatozoa, sedangkan nigrosin hanya digunakan untuk
pewarnaan dasar untuk memudahkan melihat perbedaan antara spermatozoa yang berwarna dan
tidak berwarna. Prinsip metode pewarnaan eosin nigrosin adalah terjadinya penyerapan 15 zat
warna eosin pada spermatozoa yang mati pada saat pewarnaan tersebut dilakukan. Hal ini terjadi
karena membran pada spernatozoa yang mati tidak permeabel terhadap zat warna atau memiliki
afinitas yang rendah sehingga menyebabkan spernatozoa yang mati berwarna merah (Toelihere,
1993).

D. Vagina Smear
1. Hasil Pengamatan
Tabel 3. Gambar Vagina Smear
NO
1

Gambar Vagina Smear


Gambar 3. Sel parabasal

Keterangan
Sel parabasal

Ciri-ciri : bentuk sel masih


utuh inti sel masih berada di
2

Gambar 4. Sel intermediate

tengah sel.
Sel intermediate
Ciri-ciri: bentuk sel tidak
beraturan tetapi inti sel masih

Gambar 5. Sel Superficial

tetap berada di tengah sel.


Sel Superficial
Ciri-ciri: bentuk sel tidak
beraturan dan inti sel mulai

Gambar 6. Sel Anuclear

berpindah kesamping.
Sel Anuclear
Ciri-ciri: bentuk sel tidak
beraturan

dan

juga tidak

punya inti sel.


Sumber : Laporan Sementara Praktikum Bioteknologi 2014
2. Pembahasan
Ulas vagina (vagina smear) adalah tehnik dalam mengetahui fase birahi dari ternak
betina. Menurut nalley et al (2011) pengamatan histologi sel epitel dinding vagina
merupakanparameter yang akurat untuk mendeteksi estrus pada ternak. Penampakkan sel vagina
disetiap fase siklus birahi memiliki perbedaan seperti yang tampak di dalam tabel. Sel parabasal
biasa terjadi pada fase diestrus dengan ciri-ciri bentuk yang bulat dengan iti sel besar dan terletak
di tengah sel. Sel intermediate terjadi pada fase proestrus dengan ciri-ciri bentuk sel tidak
beraturan tetapi inti sel masih tetap berada di tengah sel. Sel superficial biasa terjadi saat fase
metestrus. Sel tersebut memiliki ciri-ciri bentuk sel tidak beraturan dan inti sel mulai berpindah
kesamping. Sel anuclear terjadi saat estrus dengan ciri-ciri bentuk sel tidak beraturan dan juga
tidak punya inti sel.
Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Najamudin et al (2010) fase diestrus jenis sel
parabasal dengan ciri-ciri sel kecil, bulat dengan inti besar. Proestrus jenis sel intermediet ciriciri sel bulat, lebih besar dari pada selparabasal dengan inti lebih kecil. Metestrus jenis sel
superfisial dengan ciri-ciri sel besar bentuk poligonal intisangat kecil atau tanpa inti. Estrus jenis
sel superfisial/ kornifikasi dengan ciri-ciri sel besar bentuk poligonal intisangat kecil atau tanpa
inti danterjadi karatinisasi.

V. KESIMPULAN DAN SARAN


A. KESIMPULAN
Mortilitas dari semen beku yang diamati menunjukkan kualitas yang baik. Sel sperma
menunjukkan pergerakan maju kedepan yang cukup banyak. Keabnormalitas an sperma bisa di
kerenakan adanya faktor lingkungan , kondisi pejantan dan penanganan saat semen telah diambil.
Kematian sperma dapat diketahui dengan pewarnaan eosin negrosin. Untuk sperma yang mati
akan menyerap warna ungu dan yang masih hidup tidak akan menyerap warna.
Vagina smear adalah teknik dalam menentukan kondisi sapi saat estrus atau tidak.
Setiap fase ada perbedaan sel tersendiri. Sel parabasal terjadi saat diestrus. Sel intermediate
terjadi pada fase proestrus dengan ciri-ciri bentuk sel tidak beraturan tetapi inti sel masih tetap
berada di tengah sel. Sel superficial biasa terjadi saat fase metestrus. Sel tersebut memiliki ciriciri bentuk sel tidak beraturan dan inti sel mulai berpindah kesamping. Sel anuclear terjadi saat
estrus dengan ciri-ciri bentuk sel tidak beraturan dan juga tidak punya inti sel

Anda mungkin juga menyukai