Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU TERNAK UNGGAS


SISTEM REPRODUKSI TERNAK UNGGAS

Disusun oleh :
Nadya Muwaffaqoh Luthfiyah
19/446053/PT/08307
Kelompok XIX

Asisten : Mutsaqoful Fikri

LABORATORIUM ILMU TERNAK UNGGAS


DEPARTEMEN PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2020
PENDAHULUAN
Unggas adalah jenis hewan ternak keluarga burung yang telah
didomestikasikan dan dimanfaatkan daging dan telurnya oleh manusia.
Menurut Lidyawati et al. (2018) unggas merupakan salah satu jenis ternak
yang dipelihara untuk menghasilkan daging dan telur.
Menurut Ismudiono et al. (2010), reproduksi atau
perkembangbiakan merupakan proses pembentukan individu baru. Pada
unggas alat kelamin mengalami pertumbuhan yang kurang sempurna jika
dibandingkan dengan golongan mamalia, hal ini disebabkan karena pada
alat kelamin ayam hanya berkembang dibagian dalamnya saja. Bagian
kelamin luar unggas praktis tidak terdapat pertumbuhan secara khusus
namun bergabung dengan organ lainnya yaitu alat perkemihan dan
pencernaan.
Menurut Achamu dan Muharlein (2011), terdapat dua testis sebagai
penghasil atau sumber spermatozoid letaknya terdapat pada rongga
badan dan tak pernah pada scrotum (kantung testis), kemudian
berhubungan dengan tubula seminiferous, vas deferens yang digunakan
untuk pnyimpanan, pematangan, dan pengangkutan sperma sebelum
ejakulasi lalu alat kopulasi jantan yang biasa disebut papillae. Achamu
dan Muharlein (2011) menyatakan bahwa organ reproduksi betina
maupun jantan pada awal pertumbuhan memiliki dua gonad. Namun,
pada keadaan normal, reproduksi ayam betina hanya berrkembang
bagian kiri saja sedangkan bagian kanan mengalami rudimenter.
Selanjutnya alat reproduksi betina berkembang menjadi primer yaitu
ovarium dan sekunder yaitu oviduct dengan oviduct berisi bagian bagian
lainnya yaitu infundibulum, magnus, isthmus, uterus, dan vagina.
Tujuan dilakukannya praktikum reproduksi pada unggas adalah
untuk mengetahui organ reproduksi pada ayam. Manfaat dari praktikum
sistem reproduksi unggas adalah praktikan dapat mengetahui fungsi
organ reproduksi pada ayam.
MATERI DAN METODE
Materi
Alat. Alat yang digunakan pada praktikum sistem reproduksi ayam
adalah scalpel, kamera, gunting bedah, plastik bening 1x1 m, trashbag,
dan kain lap.
Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum sistem reproduksi
ayam yaitu ayam layer afkir dan ayam jantan yang disembelih tetapi masih
utuh organ pencernaan dan reproduksinya.
Metode
Metode yang digunakan pada praktikum sistem reproduksi ayam
adalah menonton video pembelajaran melalui platform Youtube dengan
cara mengamati organ pencernaan ayam untuk mengetahui perbedaan
dan fungsi dari masing-masing organ tersebut.
PEMBAHASAN
Sistem Reproduksi Jantan

Gambar 1. Sistem reproduksi ayam jantan


Organ reproduksi jantan terdiri dari sepasang testis, epididymis,
ductus deferens, dan alat kopulasi yang terletak di kloaka.
Testis
Testis merupakan organ kelamin jantan yang terdiri dari tubuli
seminiferi. Fungsi testis adalah untuk menghasilkan hormone kelamin
jantan yaitu androgenal sel gamet jantan yang disebut sperma, selain itu
pada testis terdapat jaringan interstitial (sel Leydig) yang berfungsi untuk
menghasilkan hormone androgen, testosterone, dan steroid. Pada testis
ayam memiliki bentuk seperti biji buncis berwarna putih agak kekuningan
yang dilapisi oleh dua lapisan tunica albuginea. Besar testis dipengaruhi
oleh umur, strain, musim, dan pakan, sehingga dapat mempengaruhi
kinerja organ reproduksi jantan dan banyak sedikitnya sperma yang
diproduksi.
Menurut Yunanta (2004), testis terletak dibelakang paru-paru
bagian depan dari ginjal tepatnya pada rongga badan sekitar tulang
belakang yang melekat dibagian dorsal dari rongga abdomen dan dibatasi
oleh ligamentum mesorchium serta berdekatan dengan aorta dan vena
cava. Testis terdiri dari tubuli seminiferi (85%-95% dari volume testis)
pada bagian dalam tempat terjadinya spermatogenesis. Struktur histologi
tubulus seminiferous akan berubah cepat sesuai dengan perkembangan
umur (isnaeni, et al, 2010). Karena testis menjadi tempat terjadinya
spermatogenesis maka suhu testes akan menyesuaikan dengan kondisi
yang terjadi saat proses spermatogenesis yaitu sekitar 41-43˚C.
Menurut Waty et al. (2017), fungsi testis terbagi atas dua yaitu
sebagai hormone seks jantan (androgen) dan menghasilkan gamet jantan
atau yang kita sebut sperma. Testis memiliki berat mencapai 15-20 gram
pada ayam jantan besar dan ayam jantan tipe petelur sekitar 8-12 gram.
Faktor yang dapat mempengaruhi organ reproduksi jantan adalah
umur, jenis ternak, Kesehatan ternak, dan musim, umur dapat
mempengaruhi organ reproduksi jantan karena apabila ayam semakin tua
maka organ reproduksi pada ayam tersebut akan semakin berat. Jenis
ternak mempenagruhi organ reproduksi jantan karena jika terdapat dua
jenis ternak yang berbeda, seperti ayam dan kalkun maka keduanya akan
memiliki oragan reproduksi yang berbeda. Kesehatan ternak dapat
mempengaruhi organ reproduksi jantan karena jika Kesehatan ternak
terganggu maka kecepatan pertumbuhan organ reproduksi jantan tersebut
akan berkurang. Musim dapat mempengaruhi organ reproduksi jantan
karena pada saat musim kawin, bagian kiri pada testis akan menjadi lebih
besar dibandingkan dengan bagian kanan testis.
Menurut Waty et al (2017), perbedaan ukuran testis dapat
dipengaruhi oleh kinerja organ reproduksi jantan dan banyak sedikitnya
sperma yang diproduksi. Menurut Yuwanta (2004), besar kecilnya ukuran
testis tergantung pada beberapa faktor, salah satunya adalah faktor
pakan, karena kekurangan pakan akan menyebabkan kematian embrio,
gangguan alat reproduksi, keterlambatan pendewasaan kelamin, dan juga
dapat menurunkan jumlah spermatozoa. Faktor testosteron juga
mempengaruhi ukuran testis, peningkatan testosteron menyebabkan
peningkatan proses spermatogenesis, yang berakibat pada peningkatan
bobot testes. Pada ayam peningkatan hormon testosteron yang sejalan
dengan peningkatan berat testes, mulai terjadi saat mereka berumur 20
minggu, dan mencapai berat maksimal antara 30-34 minggu (Isnaeni dkk.,
2010). Faktor lainnya adalah jumlah sel spermatogenik yang dihasilkan
dari proses spermatogenesis dan sel sertoli yang berhubungan dengan
diameter dan tebal lapisan tubulus seminiferus. Semakin banyak sel
spermatogenik dan sel sertoli yang terdapat di dalam tubulus seminiferus
maka akan mempengaruhi diameter dan tebal tubulus seminiferus yang
juga akan mempengaruhi berat dan ukuran testis (Waty dkk., 2017)
Ductus deferens
Ductus deferens merupakan organ yang diigunakan untuk
pnyimpanan, pmatangan, dan pengangkutan sperma sebelum ejakulasi.
Ductus deferens berjumlah sepasang , pada ayam jantan muda tampak
lurus dan pada ayam jantan tua tampak berkelok-kelok dan bermuara
pada kloaka tepatnya di proctodenium. Ductus deferens dibagi menjadi
dua bagian yaitu, bagian atas yang menjadi muara sperma dari testis, dan
bagian bawah yang merupakan perpanjangan saluran epididymis (saluran
deferens). Menurut Afiati et al. (2013), Ductus deferens ayam jantan
berjumlah sepasang dan terletak menuju ke arah caudal, menyilang
ureter, dan bermuara pada kloaka sebelah lateral urodeum. Menurut Rusli
(2019), ductus deferens adalah saluran yang melekat di sepanjang medio
ventral ginjal dan terletak kuat secara zig–zag pararel dengan ureter
Ductus deferens berfungsi untuk tempat pengangkutan sperma,
pematangan sperma dan penyimpanan sperma. Menurut Rusli (2019)
fungsi ductus deferens adalah sebagai alat transportasi semen menuju
kloaka dan penyimpanan sementara semen sebelum diejakulasikan.
Perbedaan ukuran ductus deferens berpengaruh pada banyaknya
spermatozoa yang mengalir menuju papillae. Schmidt et al., (2015)
menyatakan bahwa efek dari perbedaan organ reproduksi ductus
deferens adalah pada perbedaan tingkat pemasakan dan penyimpanan
sel sperma. Semakin berat dan panjang ductus deferens maka tingkat
pemasakan sel sperma semakin baik dan penyimpanan sel sperma akan
semakin banyak.
Faktor yang dapat mempengaruhi organ reproduksi jantan adalah umur,
jenis ternak, Kesehatan ternak, dan musim, umur dapat mempengaruhi
organ reproduksi jantan karena apabila ayam semakin tua maka organ
reproduksi pada ayam tersebut akan semakin berat. Jenis ternak
mempenagruhi organ reproduksi jantan karena jika terdapat dua jenis
ternak yang berbeda, seperti ayam dan kalkun maka keduanya akan
memiliki oragan reproduksi yang berbeda. Kesehatan ternak dapat
mempengaruhi organ reproduksi jantan karena jika Kesehatan ternak
terganggu maka kecepatan pertumbuhan organ reproduksi jantan tersebut
akan berkurang. Musim dapat mempengaruhi organ reproduksi jantan
karena pada saat musim kawin, bagian kiri pada testis akan menjadi lebih
besar dibandingkan dengan bagian kanan testis. Menurut Muharlein et al.
(2017), ukuran organ reproduksi ayam jantan dipengaruhi oleh umur,
strain, musim, dan pakan.
Alat Kopulasi
Alat kopulasi pada ayam atau yang biasa disebut papillae
merupakan rudimental alat kopulasi jantan yang terletak didinding dorsal
cloaca. Pada itik, alat kopulasi ini berbentuk spiral dan memiliki Panjang
12-18 cm. menurut Rusli (2009), alat kopulatori pada kalkun dan ayam
terdiri dari dua papila (phallus) dan organ kopulatori rudimenter yang
terletak pada lubang kloaka. Organ tersebut cukup berkembang dengan
baik dan dapat ereksi secara alami pada bebek dan angsa tetapi tidak
pada kalkun dan ayam. Unggas jantan tidak memiliki kelenjar-kelenjar
kelamin pelengkap, akan tetapi semen unggas dari ductus deferens sudah
diencerkan dengan cairan dari badan-badan vaskuler yang terletak dekat
ujung posterior ductus deferens. Menurut Yekti (2017), alat kopulasi pada
ayam jantan berupa papillae (penis) yang mengalami rudimenter, kecuali
pada itik berbentuk spiral yang panjangnya 12-18 cm.
Papillae berfungsi untuk mengeluarkan sperma, sebagai penetrasi
pada ayam betina dan untuk memproduksi cairan transparan yang
bercampur dengan sperma pada saat kopulasi. Menurut Bahmid (2015),
papillae akan menghasilkan cairan putih saat terjadi kopulasi. Perbedaan
ukuran papillae dapat mempengaruhi fisologis papillae dalam penetrasi
dan produksi cairan transparan akan terganggu. Menurut Rirgiyensi et al.
(2014), dampak yang terjadi apabila ukuran papillae berbeda yaitu dapat
menyebabkan penurunan kualitas pada sperma dan penurunan
konsentrasi sperma
Faktor yang dapat mempengaruhi organ reproduksi jantan adalah
umur, jenis ternak, Kesehatan ternak, dan musim, umur dapat
mempengaruhi organ reproduksi jantan karena apabila ayam semakin tua
maka organ reproduksi pada ayam tersebut akan semakin berat. Jenis
ternak mempenagruhi organ reproduksi jantan karena jika terdapat dua
jenis ternak yang berbeda, seperti ayam dan kalkun maka keduanya akan
memiliki oragan reproduksi yang berbeda. Kesehatan ternak dapat
mempengaruhi organ reproduksi jantan karena jika Kesehatan ternak
terganggu maka kecepatan pertumbuhan organ reproduksi jantan tersebut
akan berkurang. Musim dapat mempengaruhi organ reproduksi jantan
karena pada saat musim kawin, bagian kiri pada testis akan menjadi lebih
besar dibandingkan dengan bagian kanan testis. . Menurut Muharlein et
al. (2017), ukuran organ reproduksi ayam jantan dipengaruhi oleh umur,
strain, musim, dan pakan.
Sistem Reproduksi Betina

Gambar 2. Sistem reproduksi ayam betina


Pada awal pertumbuhan embrio terdapat dua gonad pada betina
maupun jantan. Dalam keadaan normal pada ayam betina alat reproduksi
hanya berkembang yang disebelah kiri, sedangkan yang bagian kanan
akan mengalami persisten atau rudimental. Menurut Ismudiono (2010),
unggas betina secara normal hanya memiliki ovari dan oviduk sebelah kiri
yang berkembang secara sempurna karena pengaruh produksi substansi
inhibiting dari ductus mulleri pada ovarium menyebabkan ductus sebelah
kanan mengalami regresi sedangkan sebelah kiri tidak. Hal ini karena
ovarium dan saluran sebelah kiri mempunyai sejumlah besar reseptor
estrogen sehingga lebih responsive terhadap estrogen disbanding sebelah
kanan. Nampak bahwa estrogen ditekan oleh aksi negatif Mullerian
inhibiting substance.
Sistem reproduksi betina dibagi menjadi dua yaitu primer dan
sekunder. Bagian sistem reproduksi primer terdiri dari ovarium, atau
indung telur dan bagian sistem reproduksi sekunder yaitu oviduct (yang
terdiri dari infundibulum, magnum, isthmus, dan uterus) kemudian dilanjut
dengan vagina dan kloaka sebagai tempat keluarnya telur.
Ovarium (Organ Primer)
Ovarium merupakan organ primer pada sistem reproduksi ayam
betina yang berfungsi sebagai tempat produksi, perkembangan dan
pemasakan sel telur. Ovarium berbentuk seperti anggur dan terletak pada
rongga perut yang berdekatan dengan ginjal sebelah kiri dan digantung
oleh ligamentum meso ovarium yang terletak di ujung cranial ginjal dan
agak kekiri dari garis tengah sublumbal cavum abdominalis. Fungsi
avarium selain penghasil sel telur juga menghasilkan hormone-hormone
steroid. Ovarium dapat menghasilkan telur sebanyak 12.000 buah
walaupun telur yang dapat masak hanya beberapa buah saja. Folikel
ovum dapat masak pada 9-10 hari sebelum ovulasi.
Menurut Ismudiono (2010), Ovum unggas kaya akan kuning telur
atau yolk dibandingkan dengan putih telurnya. Folikel unggas tidak
mempunyai antrum atau cairan folikuler. Ovum mengisi penuh kantong
folikuler. Folikuler dibatasi oleh sel sel granulose, teka interna dan externa
seperti pada mamalia. Ovarium ayam dan unggas pada umumnya sangat
besar dan berbentuk bulatan – bulatan yang berkelompok serta berwarna
kuning yang disebut folikel. Setiap folikel terdiri dari ovum yang relatif
besar karena terbungkus kantong kuning telur sebagai bahan makanan
embrio. Ovum tersebut nantinya akan mengalami ovulasi menuju saluran
telur (oviduct) dan ikut membentuk proses terjadinya telur serta dapat
terjadi fertilisasi bila ada sel mani.
Ovarium berfungsi sebagai tempat produksi, perkembangan dan
pemasakan sel telur (ovum) serta menghasilkan hormone estrogen.
Menurut Salang et al (2015), ovarium berfungsi sebagi penghasil folikel,
tempat sintesis hormone steroid seksual, gametosis dan perkembangan
serta pemasakan folikel.
Menurut Salang et al (2015), Panjang dan berat ovarium dan ovum
pada ayam layer adalah 5-7 cm dan berat 27-36 gram. Efek dari
perbedaan tingkat organ reproduksi adalah pada produksivitas induk.
Semakin berat ovarium maka tingkat produksivitas induk akan semakin
tinggi dalam memproduksi telur. Perbedaan Panjang dan berat organ
reproduksi ovarium dipengaruhi oleh beberapa factor. Menurut Putranto
(2011), factor yang mempengaruhi panjang dan berat organ reproduksi
ovarium adalah jumlah protein dan asambenzoat dalam ransum unggas.
Semakin tinggi konsumsi ransum yang mengandung protein tinggi maka
semakin tinggi tingkat produksivitas ovum, sehingga dapat mempengaruhi
berat dan Panjang ovarium.
Ovulasi adalah proses yang terjadi apabila sel telur telah masak
dan dikeluarkan dari ovarium dan masuk ke tuba falopi untuk dibuahi.
Ovulasi terjadi karena stigma robek dan robeknya stigma didukung oleh
hormone LH. Menurut Ismudiono (2010), ovulasi merupakan proses
lepasnya sel telur dari ovarium menuju tuba falopi. Ovulasi terjadi karena
sobeknya bagian stigma yaitu bagian tipis yang tidak banyak mengandung
kapiler darah. Secara normal ovulasi pada ayam terjadi 7-74 menit
dengan rataan 30 menit setelah bertelur. Pada unggas waktu berteelur
hanya terjadi pasda saat siang hari selama masih ada sinar matahari dan
tidak akan bertelur setelah jam 4 sore. Masa dimana bertelur pada saat
siang hari dinamakan open period (lamanya antara 8-10 jam).
Cahaya menjadi faktor yang sangat penting pada proses ovulasi
karena terjadinya ovulasi membutuhkan rangsangan dari cahaya. Mula-
mula rangsangan cahaya masuk ditangkap oleh mata lalu diteruskan ke
hipiotalamus dan hipofisis. Setelah itu barulah dapat menghasilkan
hormone LH (luteinizing hormone) dan FSH (follicle stimulating hormone).
LH kemudian akan merangsang ovulasi dan memelihara corpus luteum,
sedangkan FSH akan menstimulasi pertumbuhan folikel. Folikel yang
dihasilkan FSH yang nantinya akan menjadi ovum dan akan dilepaskan
oleh ovarium ke tuba falopi sehingga dapat terjadi proses ovulasi.
Menurut ismudiono (2010), cahaya dari luar yang diterima oleh
retina akan menjadi suatu rangsanagan cahaya menuju tractus retino
hipotalamus. Selanjutnya rangsangan cahaya tersebut diteruskan
kebadan saraf di dorsal chiasma optikum yang disebut nucleus
suprachiasmatika. Rangsanagan cahaya diteruskan oleh serabut saraf
menuju kornua lateralis di medulla spinalis diteruskan menuju ganglion
cervikalis superior kemudian melalui sistem serabut saraf simpratis
menuju glandula pinealis yang menghasilkan hormon melatonin. Cahaya
dapat menurunkan aktifitas sintesis hormon melantonin, sedangkan
hormon melatonin dapat menghambat aktivitas kelenjar hipofisa anterior
dan menimbulkan hambatan bagi pengeluaran lutenizing hormon
releasing hormon (LHRH) pada hibotalamus. Penurunan hormone
melatonim justru memacu hormon reproduksi menjadi aktif sehingga
perkembangan alat reproduksi lebih cepat terjadi.
Menurut Solang(2011), Cahaya yang diterima mata akan akan
menimbulkan reaksi di hipotalamus dan menggertak hipotalamus untuk
mensekresikan hormonnya. Menurut Ora (2015), Kronologi terjadinya
ovulasi yaitu rangsangan cahaya masuk dan ditangkap oleh mata lalu
masuk ke hipotalamus dan ke hipofisis dan menghasilkan hormon LH
(Luteinzing Hormone) dan FSH (Follicle Stimulating Hormone). Hormon
LH berfungsi untuk ovulasi, sedangkan hormon FSH berfungsi dalam
pembentukan folikel. Solang (2011) menyatakan cahaya mempunyai dua
fungsi dalam pengaturan musim reproduksi, yaitu sebagai isyarat yang
memepengaruhi irama endogen biologi dan sebagai perangsang berbagai
proses dalam sistem neuroendokrin, seperti gametogenesis, ovulasi,
fungsi organ kelamin sekunder, dan perilaku yang menyebabkan kawin.
Cahaya turut berpengaruh pada status kedewasaan seksual unggas.
Menurut Yuwanta (2004) menyatakan ayam merupakan hewan yang
sangat peka terhadap cahaya, hal ini disebabkan cahaya merupakan
faktor primordial bagi sekresi hormon, khususnya hormon-hormon
reproduksi. Hormon reproduksi yang berperan dalam sistem reproduksi
ayam diantara-nya adalah FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH
(Luteinizing Hormone) yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis.
Pelepasan FSH dan LH oleh kelenjar hipofisis distimulasi oleh GnRH
(Gonadotrophin Releasing Hormone) yang disekresikan oleh hipotalamus.
FSH merupakan hormon yang menstimulasi pemasakan ovarium
sedangkan LH menginduksi ovulasi ovum yang telah masak (Solang,
2011).
Vitelogenesis merupakan penyusunan lemak yang akan dikirim
oleh darah menuju ovarium sebagai dasar proses folikelgenesis. Menurut
Kasiyati (2018), vitelogenesis merupakan proses dimana nutrisis kuning
telur yang dibutuhkan disimpan kedalam oosit yang sedang tumbuh, yang
pada akhirnya menghasilkan telur.
Oviduct (Organ Sekunder)
Oviduct merupakan serangkaian saluran reproduksi yang mana
setiap bagian mempunyai fungsi yang spesifik. Panjang dan berat oviduct
dipengaruhi oleh umur, jenis dan kondisi fisiologis unggas. Oviduct terbagi
menjadi enam bagian yaitu infundibulum, magnum, isthmus, uterus,
vagina, dan kloaka. Menurut Hartanto (2010), oviduct merupakan saluran
tempat disekresikannya albumen, membrane kerabang dan pembentukan
kerabang. Menurut Greenacre dan Morishita (2014), oviduct terdiri dari
infundibulum, magnum, isthmus, uterus, vagina, dan koaka.
Infundibulum
Infundibulum merupakan bagian oviduct yang letaknya bagian
ujung dan dekat dengan ovarium. Infundibulum adalah tempat fertilisasi/
pembuahan pada ovum. Bagian ujung infundibulum terdapat fimbra.
Fimbra merupakan selaput tipis berbentuk corong yang berfungsi untuk
menangkap ovum.
Menurut Yekti et al (2017), infundibulum merupakan bagian teratas
oviduct dan mempunyai Panjang sekitar 9 cm. infundibulum berbentuk
corong/ fimbrae. Bagian leher infundibulum merupakan tempat
penyimpanan sperma yang terjadi pada saat kopulasi hingga fertilisasi.
Menurut Horhurow (2012), infundibulum befungsi untuk mengkap yolk
yang telah mengalami ovulasi.
Fimbrae berfungsi sebagai penangkap ovum yang telah masak.
Menurut Ismudiono (2010), funnel atau infundibulum berperan dalam
penangkapan kuning telur atau yolk setelah yolk diovulasikan.
Infundibulum terdiri dari fimbrae yang berfungsi untuk mengkap ovum
yang diovulasikan,jika mekanisme ini gagal maka ovum tersebut akan
jatuh ke rongga abdomen dan akhirnya di absorbs.
Magnum
Magnum merupakan bagian terpanjang pada oviduct. Perbatasan
antara magnum dan infundibulum disebut cripte. Fungsi cripte adalah
sebagai terminal akhir spermatozoa sebelum terjadi pembuahan.
Sedangkan fungsi magnum sendiri adalah untuk mensekresikan albumin
(putih telur) dan untuk menghasilkan challazae.
Menurut ismudiono, magnum merupakan bagian terpanjang
oviduct, yaitu kira-kira 40 cm dengan berat 29 gram, berwarna putih
dengan dinding tebal mengandung glandula yang mensekresikan albumin.
Magnum adalah kelenjar terbesar yang mempunyai dua tipe kelenjar yaitu
tubuler dan uniseluler atau epithelia. Kelenjar tubuler bertanggung jawab
untuk ovotransferin atau conalbumin dan ovomucoid. Kelenjar epitel
mengsintesa avidin. Dibagian ini telur mengalami albuminasi pada ovum,
yaitu proses pembentukan putih telur. Didaerah ini pula terjadi
penambahan natrium, kalsium, dan magnesium. Proses albuminasi
membutuhkan waktu sekitar 2,5-5 jam
Challazae merupakan benang sprintel yang digunakan untuk
mempertahankan yod agar tetap ditengah telur. Menurut Thohari (2018),
chalazae berfungsi untuk mengikat kuning telur agar tetap ditengah
tenagh telur. Challaze yang lemah menyebabkan kuning telur posisinya
tidka stabil, sehingga apabila telur bergoyang-goyang maka kuning telur
akan ikut bergerak dengan bebas.
Isthmus
Isthmus merupakan bagian oviduct yang digunakan untuk
mensekresikan kerabang tipis/ membrane sel dan menjadi penghubung
antara magnum dan uterus. isthmus yang berdekatan pada magnum
memiliki ciri yaitu berwarna putih. Sedangkan empat cm terakhir menuju
uterus berwarna kemerahan karena banyak mengandung pembuluh
darah.
Menurut Yuwanta (2004), isthmus merupakan bagian yang
menghubungkan anatar magnum dan uterus yang mempunyai Panjang
sekitar 12 cm. antara magnum dan isthmus terlihat garis pemisah yang
jelas melingkari ductus dan Nampak dari luar disebut penghubung
magnum- isthmus, bagian ini berciri-ciri berwarna putih dan 4 cm terakhir
berwarna kemerahan karena banyak mengandung pembuluh darah.
Isthmus mensekresikan kerabang lunak atau membrane cangkang telur
(inner dan outher shell membrane). Yang konstiten dasarnya adalah
ovokeratin. Proses terbentuknya selaput tipis ini memakan waktu kurang
lebih selama 1 jam. Menurut Suprijatna (2005), isthmus adalah tempat
pembentukan kerabang tipis, kandungan pada masa pembentukan
kerabang tipis tidak secara lengkap mengisi membrane kerabang.
Didalam isthmus juga disekresikan air kedalam albumin.
Uterus
Uterus merupakan bagian oviduct yang paling luas dan berdinding
tipis, serta terdapat lapisan mukosa didalmnya. Oviduct berfungsi untuk
membentuk kerabang atau cangkang telur. Menurut kurnia, uterus
merupakan bagian yang paling luas dari oviduct. Uterus memiliki Panjang
sekitar 12 cm, berdinding tipis serta meiliki banyak sekali lipatan mukosa
didalamnya. Akhir batas uterus ditandai dengan adanya musculus spincter
yaitu otot yang melingkar seperti cincin dan terlihat lebih tebal dibanding
bagian lainnya. Dikelenjar ini akan terjadi proses pembentukan selapur
telur keras (cangkang keras) yang mengandung kalsium karbonat. Epitel
kelenjar kerabang mensekresikan porfirin yang menyebabkan perbedaan
warna telur pada beberapa spesies unggas.
Pada uterus terjadi tiga proses reproduksi yaitu plumping,
mineralisasi, dan pigmentasi. Proses plumping merupakan proses
penyerapan ar dan pembentukna kerabang. Proses mineralisasi
merupakan proses penambahan mineral agar cangkang telur menjadi
kuat. Terakhir proses pigmentasi yaitu proses pewarnaan kerabang oleh
melanin (putih untuk pewarnaan kerabang telur burung dara), phorpirin
(coklat untuk pewarnaan kerabang telur ayam layer), oophorpirin (variasi
bercak coklat untuk pewarnaan kerabang telur burung puyuh), dan ocean
blue (coklat untuk pewarnaan kerabang telur bebek). Proses pigmentasi
dipengaruhi oleh genetik (pigmentasi). Menurut Yuwanta (2004), terdapat
tiga proses yang terjadi di uterus dan merupakan proses yang sangat
penting sebelum menjadi telur utuh. Proses pertama adalah plumping
yaitu pengurangan kandungan air dan terbentuknya kerabang telur.
Meineralisasi yaitu proses penambahan mineral yaitu kalsium karbonat
dengan adanya ketersediaan ion kalsium dan ion karbonat didalam cairan
uterus. Pigmentasi adalah proses penambahan zat warna pada kerabang
telur sehingga ditemukan telur yang berwarna putih, coklat, bercak coklat,
dan biru, hal ini disabkan oleh zat pewarna.
Vagina
Vagina merupakan tempat telur mengalami ovopisition. Vagina
berfungsi untuk menjadi tempat terbentuknya lapisan kutikula atau lapisan
lilin sebagai pelindung telur serta untuk mengurangi terjadinya penguapan
air pada telur. Cloaca merupakan organ tempat mengeluarkan telur.
Saluran yang menjadi tempat keluarnya telur adalah mealui saluran
proctodeum.
Menurut Horhoruw (2012), vagina adalah tempat dimana telur akan
sementara ditahan sampai bentuknya sempurna. Didalam vagina terjadi
pembentukan kutikula. Telur akan melewati vagina dengan cepat selama
3 menit, kemudian dikeluarkan (oviposition) dan 30 menit setelah
peneluran akan terjadi ovulasi. Menurut Yuwanta (2004), telur yang
berada didalam vagina dilapisi oleh mucus. Mucus ini berfungsi untuk
menyumbat pori-pori kerabang sehingga dapat menghindari pencemaran
bakteri.
Menurut Widyantara et al. (2017), kutikula merupakan lapisan tipiis
yang terdiri dari 90% protein dan sedikit lemak. Kutikula pada kerabang
berfungsi untuk mencegah penetrasi mikroba melalui kerabang telur,
sehingga dapat digunakan menjadi pelindung telur selain itu kutikula dapat
berfungsi untuk mengurangi penguapan air yang telalu cepat, karena jika
semakin tinggi penguapan CO2 dan H2O maka putih telur akan berkurang
tingkat kekentalannya. Pengenceran putih telur ini terjadi karena adanya
perubahan struktur gel akibat kerusakan rasio kimia yang disebabkan
keluarnya air dari jala-jala yang telah dibentuk. Oleh karena itu kutikula
sangat dibutuhkan pada kerabang telur selain untuk melindungi telur, juga
untuk mengurangi penguapan air. Menurut Arifin (2014), cangkang telur
tersusun dari timbunan kalsium karbonat (CaCO3) dalam suatu matriks
protein dan mukopolisakarida. Kutikula merupakan lapisan terakhir dari
cangkang, kutikula merupakan material organik yang berfungsi melindungi
telur dari mikroorganisme patogen dan meminimalkan penguapan air.
KESIMPULAN
Organ reproduksi pada ayam jantan terdiri dari sepasang testis
(testes), vas deferens dan papillae. Organ reproduksi pada ayam betina
terdiri dari organ reproduksi primer yaitu ovarium dan sekunder yaitu
oviduct. Didalam oviduct terdapat organ reproduksi yang lain yaitu
infundibulum, magnus, isthmus, uterus, dan vagina. Fakror yang
mempengaruhi perbedaan ukuran pada sistem organ reproduksi adalah
pakan, kinerja hormone, reproduksi dan umur.
DAFTAR PUSTAKA

Achamu dan Muharlein. 2011. Ilmu Ternak Unggas. Universitas Brawijaya


Press. Malang.
Afiati, F., H. Herdis, dan S. Said. 2013. Pembibitan Ternak dengan
Inseminasi Buatan. Niaga Swadaya. Jakarta.
Arifin, A. Z. 2014. Efek Pengguanaan Tepung Kulit Pisang sebagai
Pengganti Tepung Jagung terhadap Kualitas Eksternal Telur
Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica). Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya. Malang.
Bahmid, N. A. 2015. Studi Morfologi dan Histomorfometrik Testis Ayam
Ketawa Usia 1 Bulan sampai 4 Bulan. Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Hasanuddin. Makasar.
Greenacre, C. B dan T. Y. Morishita. 2014. Backyard Poultry Medicine and
Surgery: A guide for Veterinary Practitioners. Wiley Blackwell
Publisher. New Jersey.
Horhoruw, W.M. 2012. Ukuran saluran reproduksi ayam petelur fase pullet
yang diberi pakan dengan campuran rumput laut (Gracilaria edulis).
Agrinimal. 2 (2): 75-80.
Ismudiono., P. Srianto., H. Anwar., S. P. Madyawati., A. Samik., E. Safitri.
2010. Fisiologi Reproduksi pada Ternak.Airlangga University Press.
Surabaya.
Isnaeni, W., A. Fitriyah, dan N. Setiati. 2010. Pengaruh pemberian omega-
3, omega-6, dan kolesterol sintetis terhadap kualitas reproduksi
burung puyuh jantan. Biosaintifika. 2(1): 40-52.
Kasiyati. 2018. Peran cahaya bagi kehidupan unggas: respons
pertumbuhan dan reproduksi. Buletin Anotomi dan Fisiologi. 3 (1):
116-125.
Lidyawati, A., B. Khopsoh., dan N. Haryuni. 2018. Efek penambhan level
vitamin E dan selenium dalam pakan terhadap performa ayam
petelur yang diinseminasi buatan. Jurnal Ilmiyah Peternakan
Terpadu. 6 (2): 106-110.
Muharlaien, E. Sujdjarwo, A. Hamiati, dan H. P. Setyo. 2017. Ilmu
Produksi Ternak Unggas. UB Press. Malang.
Ora, F. H. 2015. Buku Ajar Struktur dan Komponen Telur. Deepublish.
Yogyakarta.
Putranto, H. D. 2011. Pengaruh suplementasi daun katuk terhadap ukuran
ovarium dan oviduct serta tampilan produksi telur ayam burgo.
Jurnal Sains Peternakan Indonesia. 6 (2): 103-114.
Rahayu, I., Titik, S., dan Hari, S. 2011. Panduan Lengkap Ayam. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Rirgiyensi, C., Y. Sistina, dan F. N. Rachmawati. 2014. Ukuran organ
sistem reproduksi itik jantan yang disuplementasi probiotik MEP+
berbagai dosis selama 30 hari. Scripta Biologica. 1(3): 179-184.
Rusli, S. I. M. 2019. Pengaruh Penambahan Tepung Daun Kelor (Moringa
oleifera) pada Pakan terhadap Kualitas Mikroskopis Spermatozoa
Ayam Kate (Gallus bantam). Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Alauddin. Makassar.
Salang, F., L. Wahyudi, E.d. Quelsoe, dan D.Y. Katili. 2015. Kapasitas
ovarium ayam petelur aktif. Jurnal MIPA. 4(1) : 99-102.
Schmidt, R. E., D. R. Reavill, and D.N. Phalen. 2015. Pathology of Pet
and Aviary Birds. John Wiley and Sons. USA.
Solang, M. 2011. Perkembangan folikel ayam arab (Gallus domesticus)
pradewasa yang dipajankan pada fotoperiode yang berbeda. Jurnal
Saintek. 6(2).
Suprijatna, E., Dulatip Natawihardia. 2005. Pertumbuhan Organ
Reproduksi Ayam Ras Petelur Dan Dampaknya Terhadap
Performans Produksi Telur Akibat Pemberian Ransum Dengan
Taraf Protein Berbeda Saat Periode Pertumbuhan. Fakultas
Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.
Thohari, I. 2018. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Telur.
Universitas Brawijaya Press. Malang.
Waty, M., S. Tana, dan T. R. Saraswati. 2017. Histologis testis pada
keturunan F1 dari induk puyuh (Coturnix coturnix japonica L.) yang
diberi suplemen serbuk kunyit (Curcuma longa L.) dalam pakan.
Bioma: Berkala Ilmiah Biologi. 19(1): 13-17.
Widyantara, P. R. A., G. A. M. Kristina Dewi., dan I. N. T. Ariana. 2017.
Pengaruh lama penyimpanan terhadap kualitas telur konsumsi
ayam kampung dan ayam lohman
Yekti, A. P. A., T. Susilawati, M. N. Ihsan, dan S. Wahjuningsih. 2017.
Fisiologi Reproduksi Ternak (Dasar Manajemen Reproduksi).
Universitas Brawijaya Press. Malang.
Yuriwati, F. N., S.M. Mardiati, dan S. tana. 2016. Perbandingan struktur
histologi magnum pada itik magelang, itik tegal dan itik pengging.
Bulletin Anotomi dan Fisiologi. 24 (1): 76-85.
Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius,Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai