Disusun oleh : Nadya Muwaffaqoh Luthfiyah 19/446053/PT/08307 Kelompok XIX
Asisten : Mutsaqoful Fikri
LABORATORIUM ILMU TERNAK UNGGAS
DEPARTEMEN PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2020 PENDAHULUAN Unggas adalah jenis hewan ternak keluarga burung yang telah didomestikasikan dan dimanfaatkan daging dan telurnya oleh manusia. Menurut Lidyawati et al. (2018) unggas merupakan salah satu jenis ternak yang dipelihara untuk menghasilkan daging dan telur. Menurut Ismudiono et al. (2010), reproduksi atau perkembangbiakan merupakan proses pembentukan individu baru. Pada unggas alat kelamin mengalami pertumbuhan yang kurang sempurna jika dibandingkan dengan golongan mamalia, hal ini disebabkan karena pada alat kelamin ayam hanya berkembang dibagian dalamnya saja. Bagian kelamin luar unggas praktis tidak terdapat pertumbuhan secara khusus namun bergabung dengan organ lainnya yaitu alat perkemihan dan pencernaan. Menurut Achamu dan Muharlein (2011), terdapat dua testis sebagai penghasil atau sumber spermatozoid letaknya terdapat pada rongga badan dan tak pernah pada scrotum (kantung testis), kemudian berhubungan dengan tubula seminiferous, vas deferens yang digunakan untuk pnyimpanan, pematangan, dan pengangkutan sperma sebelum ejakulasi lalu alat kopulasi jantan yang biasa disebut papillae. Achamu dan Muharlein (2011) menyatakan bahwa organ reproduksi betina maupun jantan pada awal pertumbuhan memiliki dua gonad. Namun, pada keadaan normal, reproduksi ayam betina hanya berrkembang bagian kiri saja sedangkan bagian kanan mengalami rudimenter. Selanjutnya alat reproduksi betina berkembang menjadi primer yaitu ovarium dan sekunder yaitu oviduct dengan oviduct berisi bagian bagian lainnya yaitu infundibulum, magnus, isthmus, uterus, dan vagina. Tujuan dilakukannya praktikum reproduksi pada unggas adalah untuk mengetahui organ reproduksi pada ayam. Manfaat dari praktikum sistem reproduksi unggas adalah praktikan dapat mengetahui fungsi organ reproduksi pada ayam. MATERI DAN METODE Materi Alat. Alat yang digunakan pada praktikum sistem reproduksi ayam adalah scalpel, kamera, gunting bedah, plastik bening 1x1 m, trashbag, dan kain lap. Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum sistem reproduksi ayam yaitu ayam layer afkir dan ayam jantan yang disembelih tetapi masih utuh organ pencernaan dan reproduksinya. Metode Metode yang digunakan pada praktikum sistem reproduksi ayam adalah menonton video pembelajaran melalui platform Youtube dengan cara mengamati organ pencernaan ayam untuk mengetahui perbedaan dan fungsi dari masing-masing organ tersebut. PEMBAHASAN Sistem Reproduksi Jantan
Gambar 1. Sistem reproduksi ayam jantan
Organ reproduksi jantan terdiri dari sepasang testis, epididymis, ductus deferens, dan alat kopulasi yang terletak di kloaka. Testis Testis merupakan organ kelamin jantan yang terdiri dari tubuli seminiferi. Fungsi testis adalah untuk menghasilkan hormone kelamin jantan yaitu androgenal sel gamet jantan yang disebut sperma, selain itu pada testis terdapat jaringan interstitial (sel Leydig) yang berfungsi untuk menghasilkan hormone androgen, testosterone, dan steroid. Pada testis ayam memiliki bentuk seperti biji buncis berwarna putih agak kekuningan yang dilapisi oleh dua lapisan tunica albuginea. Besar testis dipengaruhi oleh umur, strain, musim, dan pakan, sehingga dapat mempengaruhi kinerja organ reproduksi jantan dan banyak sedikitnya sperma yang diproduksi. Menurut Yunanta (2004), testis terletak dibelakang paru-paru bagian depan dari ginjal tepatnya pada rongga badan sekitar tulang belakang yang melekat dibagian dorsal dari rongga abdomen dan dibatasi oleh ligamentum mesorchium serta berdekatan dengan aorta dan vena cava. Testis terdiri dari tubuli seminiferi (85%-95% dari volume testis) pada bagian dalam tempat terjadinya spermatogenesis. Struktur histologi tubulus seminiferous akan berubah cepat sesuai dengan perkembangan umur (isnaeni, et al, 2010). Karena testis menjadi tempat terjadinya spermatogenesis maka suhu testes akan menyesuaikan dengan kondisi yang terjadi saat proses spermatogenesis yaitu sekitar 41-43˚C. Menurut Waty et al. (2017), fungsi testis terbagi atas dua yaitu sebagai hormone seks jantan (androgen) dan menghasilkan gamet jantan atau yang kita sebut sperma. Testis memiliki berat mencapai 15-20 gram pada ayam jantan besar dan ayam jantan tipe petelur sekitar 8-12 gram. Faktor yang dapat mempengaruhi organ reproduksi jantan adalah umur, jenis ternak, Kesehatan ternak, dan musim, umur dapat mempengaruhi organ reproduksi jantan karena apabila ayam semakin tua maka organ reproduksi pada ayam tersebut akan semakin berat. Jenis ternak mempenagruhi organ reproduksi jantan karena jika terdapat dua jenis ternak yang berbeda, seperti ayam dan kalkun maka keduanya akan memiliki oragan reproduksi yang berbeda. Kesehatan ternak dapat mempengaruhi organ reproduksi jantan karena jika Kesehatan ternak terganggu maka kecepatan pertumbuhan organ reproduksi jantan tersebut akan berkurang. Musim dapat mempengaruhi organ reproduksi jantan karena pada saat musim kawin, bagian kiri pada testis akan menjadi lebih besar dibandingkan dengan bagian kanan testis. Menurut Waty et al (2017), perbedaan ukuran testis dapat dipengaruhi oleh kinerja organ reproduksi jantan dan banyak sedikitnya sperma yang diproduksi. Menurut Yuwanta (2004), besar kecilnya ukuran testis tergantung pada beberapa faktor, salah satunya adalah faktor pakan, karena kekurangan pakan akan menyebabkan kematian embrio, gangguan alat reproduksi, keterlambatan pendewasaan kelamin, dan juga dapat menurunkan jumlah spermatozoa. Faktor testosteron juga mempengaruhi ukuran testis, peningkatan testosteron menyebabkan peningkatan proses spermatogenesis, yang berakibat pada peningkatan bobot testes. Pada ayam peningkatan hormon testosteron yang sejalan dengan peningkatan berat testes, mulai terjadi saat mereka berumur 20 minggu, dan mencapai berat maksimal antara 30-34 minggu (Isnaeni dkk., 2010). Faktor lainnya adalah jumlah sel spermatogenik yang dihasilkan dari proses spermatogenesis dan sel sertoli yang berhubungan dengan diameter dan tebal lapisan tubulus seminiferus. Semakin banyak sel spermatogenik dan sel sertoli yang terdapat di dalam tubulus seminiferus maka akan mempengaruhi diameter dan tebal tubulus seminiferus yang juga akan mempengaruhi berat dan ukuran testis (Waty dkk., 2017) Ductus deferens Ductus deferens merupakan organ yang diigunakan untuk pnyimpanan, pmatangan, dan pengangkutan sperma sebelum ejakulasi. Ductus deferens berjumlah sepasang , pada ayam jantan muda tampak lurus dan pada ayam jantan tua tampak berkelok-kelok dan bermuara pada kloaka tepatnya di proctodenium. Ductus deferens dibagi menjadi dua bagian yaitu, bagian atas yang menjadi muara sperma dari testis, dan bagian bawah yang merupakan perpanjangan saluran epididymis (saluran deferens). Menurut Afiati et al. (2013), Ductus deferens ayam jantan berjumlah sepasang dan terletak menuju ke arah caudal, menyilang ureter, dan bermuara pada kloaka sebelah lateral urodeum. Menurut Rusli (2019), ductus deferens adalah saluran yang melekat di sepanjang medio ventral ginjal dan terletak kuat secara zig–zag pararel dengan ureter Ductus deferens berfungsi untuk tempat pengangkutan sperma, pematangan sperma dan penyimpanan sperma. Menurut Rusli (2019) fungsi ductus deferens adalah sebagai alat transportasi semen menuju kloaka dan penyimpanan sementara semen sebelum diejakulasikan. Perbedaan ukuran ductus deferens berpengaruh pada banyaknya spermatozoa yang mengalir menuju papillae. Schmidt et al., (2015) menyatakan bahwa efek dari perbedaan organ reproduksi ductus deferens adalah pada perbedaan tingkat pemasakan dan penyimpanan sel sperma. Semakin berat dan panjang ductus deferens maka tingkat pemasakan sel sperma semakin baik dan penyimpanan sel sperma akan semakin banyak. Faktor yang dapat mempengaruhi organ reproduksi jantan adalah umur, jenis ternak, Kesehatan ternak, dan musim, umur dapat mempengaruhi organ reproduksi jantan karena apabila ayam semakin tua maka organ reproduksi pada ayam tersebut akan semakin berat. Jenis ternak mempenagruhi organ reproduksi jantan karena jika terdapat dua jenis ternak yang berbeda, seperti ayam dan kalkun maka keduanya akan memiliki oragan reproduksi yang berbeda. Kesehatan ternak dapat mempengaruhi organ reproduksi jantan karena jika Kesehatan ternak terganggu maka kecepatan pertumbuhan organ reproduksi jantan tersebut akan berkurang. Musim dapat mempengaruhi organ reproduksi jantan karena pada saat musim kawin, bagian kiri pada testis akan menjadi lebih besar dibandingkan dengan bagian kanan testis. Menurut Muharlein et al. (2017), ukuran organ reproduksi ayam jantan dipengaruhi oleh umur, strain, musim, dan pakan. Alat Kopulasi Alat kopulasi pada ayam atau yang biasa disebut papillae merupakan rudimental alat kopulasi jantan yang terletak didinding dorsal cloaca. Pada itik, alat kopulasi ini berbentuk spiral dan memiliki Panjang 12-18 cm. menurut Rusli (2009), alat kopulatori pada kalkun dan ayam terdiri dari dua papila (phallus) dan organ kopulatori rudimenter yang terletak pada lubang kloaka. Organ tersebut cukup berkembang dengan baik dan dapat ereksi secara alami pada bebek dan angsa tetapi tidak pada kalkun dan ayam. Unggas jantan tidak memiliki kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap, akan tetapi semen unggas dari ductus deferens sudah diencerkan dengan cairan dari badan-badan vaskuler yang terletak dekat ujung posterior ductus deferens. Menurut Yekti (2017), alat kopulasi pada ayam jantan berupa papillae (penis) yang mengalami rudimenter, kecuali pada itik berbentuk spiral yang panjangnya 12-18 cm. Papillae berfungsi untuk mengeluarkan sperma, sebagai penetrasi pada ayam betina dan untuk memproduksi cairan transparan yang bercampur dengan sperma pada saat kopulasi. Menurut Bahmid (2015), papillae akan menghasilkan cairan putih saat terjadi kopulasi. Perbedaan ukuran papillae dapat mempengaruhi fisologis papillae dalam penetrasi dan produksi cairan transparan akan terganggu. Menurut Rirgiyensi et al. (2014), dampak yang terjadi apabila ukuran papillae berbeda yaitu dapat menyebabkan penurunan kualitas pada sperma dan penurunan konsentrasi sperma Faktor yang dapat mempengaruhi organ reproduksi jantan adalah umur, jenis ternak, Kesehatan ternak, dan musim, umur dapat mempengaruhi organ reproduksi jantan karena apabila ayam semakin tua maka organ reproduksi pada ayam tersebut akan semakin berat. Jenis ternak mempenagruhi organ reproduksi jantan karena jika terdapat dua jenis ternak yang berbeda, seperti ayam dan kalkun maka keduanya akan memiliki oragan reproduksi yang berbeda. Kesehatan ternak dapat mempengaruhi organ reproduksi jantan karena jika Kesehatan ternak terganggu maka kecepatan pertumbuhan organ reproduksi jantan tersebut akan berkurang. Musim dapat mempengaruhi organ reproduksi jantan karena pada saat musim kawin, bagian kiri pada testis akan menjadi lebih besar dibandingkan dengan bagian kanan testis. . Menurut Muharlein et al. (2017), ukuran organ reproduksi ayam jantan dipengaruhi oleh umur, strain, musim, dan pakan. Sistem Reproduksi Betina
Gambar 2. Sistem reproduksi ayam betina
Pada awal pertumbuhan embrio terdapat dua gonad pada betina maupun jantan. Dalam keadaan normal pada ayam betina alat reproduksi hanya berkembang yang disebelah kiri, sedangkan yang bagian kanan akan mengalami persisten atau rudimental. Menurut Ismudiono (2010), unggas betina secara normal hanya memiliki ovari dan oviduk sebelah kiri yang berkembang secara sempurna karena pengaruh produksi substansi inhibiting dari ductus mulleri pada ovarium menyebabkan ductus sebelah kanan mengalami regresi sedangkan sebelah kiri tidak. Hal ini karena ovarium dan saluran sebelah kiri mempunyai sejumlah besar reseptor estrogen sehingga lebih responsive terhadap estrogen disbanding sebelah kanan. Nampak bahwa estrogen ditekan oleh aksi negatif Mullerian inhibiting substance. Sistem reproduksi betina dibagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder. Bagian sistem reproduksi primer terdiri dari ovarium, atau indung telur dan bagian sistem reproduksi sekunder yaitu oviduct (yang terdiri dari infundibulum, magnum, isthmus, dan uterus) kemudian dilanjut dengan vagina dan kloaka sebagai tempat keluarnya telur. Ovarium (Organ Primer) Ovarium merupakan organ primer pada sistem reproduksi ayam betina yang berfungsi sebagai tempat produksi, perkembangan dan pemasakan sel telur. Ovarium berbentuk seperti anggur dan terletak pada rongga perut yang berdekatan dengan ginjal sebelah kiri dan digantung oleh ligamentum meso ovarium yang terletak di ujung cranial ginjal dan agak kekiri dari garis tengah sublumbal cavum abdominalis. Fungsi avarium selain penghasil sel telur juga menghasilkan hormone-hormone steroid. Ovarium dapat menghasilkan telur sebanyak 12.000 buah walaupun telur yang dapat masak hanya beberapa buah saja. Folikel ovum dapat masak pada 9-10 hari sebelum ovulasi. Menurut Ismudiono (2010), Ovum unggas kaya akan kuning telur atau yolk dibandingkan dengan putih telurnya. Folikel unggas tidak mempunyai antrum atau cairan folikuler. Ovum mengisi penuh kantong folikuler. Folikuler dibatasi oleh sel sel granulose, teka interna dan externa seperti pada mamalia. Ovarium ayam dan unggas pada umumnya sangat besar dan berbentuk bulatan – bulatan yang berkelompok serta berwarna kuning yang disebut folikel. Setiap folikel terdiri dari ovum yang relatif besar karena terbungkus kantong kuning telur sebagai bahan makanan embrio. Ovum tersebut nantinya akan mengalami ovulasi menuju saluran telur (oviduct) dan ikut membentuk proses terjadinya telur serta dapat terjadi fertilisasi bila ada sel mani. Ovarium berfungsi sebagai tempat produksi, perkembangan dan pemasakan sel telur (ovum) serta menghasilkan hormone estrogen. Menurut Salang et al (2015), ovarium berfungsi sebagi penghasil folikel, tempat sintesis hormone steroid seksual, gametosis dan perkembangan serta pemasakan folikel. Menurut Salang et al (2015), Panjang dan berat ovarium dan ovum pada ayam layer adalah 5-7 cm dan berat 27-36 gram. Efek dari perbedaan tingkat organ reproduksi adalah pada produksivitas induk. Semakin berat ovarium maka tingkat produksivitas induk akan semakin tinggi dalam memproduksi telur. Perbedaan Panjang dan berat organ reproduksi ovarium dipengaruhi oleh beberapa factor. Menurut Putranto (2011), factor yang mempengaruhi panjang dan berat organ reproduksi ovarium adalah jumlah protein dan asambenzoat dalam ransum unggas. Semakin tinggi konsumsi ransum yang mengandung protein tinggi maka semakin tinggi tingkat produksivitas ovum, sehingga dapat mempengaruhi berat dan Panjang ovarium. Ovulasi adalah proses yang terjadi apabila sel telur telah masak dan dikeluarkan dari ovarium dan masuk ke tuba falopi untuk dibuahi. Ovulasi terjadi karena stigma robek dan robeknya stigma didukung oleh hormone LH. Menurut Ismudiono (2010), ovulasi merupakan proses lepasnya sel telur dari ovarium menuju tuba falopi. Ovulasi terjadi karena sobeknya bagian stigma yaitu bagian tipis yang tidak banyak mengandung kapiler darah. Secara normal ovulasi pada ayam terjadi 7-74 menit dengan rataan 30 menit setelah bertelur. Pada unggas waktu berteelur hanya terjadi pasda saat siang hari selama masih ada sinar matahari dan tidak akan bertelur setelah jam 4 sore. Masa dimana bertelur pada saat siang hari dinamakan open period (lamanya antara 8-10 jam). Cahaya menjadi faktor yang sangat penting pada proses ovulasi karena terjadinya ovulasi membutuhkan rangsangan dari cahaya. Mula- mula rangsangan cahaya masuk ditangkap oleh mata lalu diteruskan ke hipiotalamus dan hipofisis. Setelah itu barulah dapat menghasilkan hormone LH (luteinizing hormone) dan FSH (follicle stimulating hormone). LH kemudian akan merangsang ovulasi dan memelihara corpus luteum, sedangkan FSH akan menstimulasi pertumbuhan folikel. Folikel yang dihasilkan FSH yang nantinya akan menjadi ovum dan akan dilepaskan oleh ovarium ke tuba falopi sehingga dapat terjadi proses ovulasi. Menurut ismudiono (2010), cahaya dari luar yang diterima oleh retina akan menjadi suatu rangsanagan cahaya menuju tractus retino hipotalamus. Selanjutnya rangsangan cahaya tersebut diteruskan kebadan saraf di dorsal chiasma optikum yang disebut nucleus suprachiasmatika. Rangsanagan cahaya diteruskan oleh serabut saraf menuju kornua lateralis di medulla spinalis diteruskan menuju ganglion cervikalis superior kemudian melalui sistem serabut saraf simpratis menuju glandula pinealis yang menghasilkan hormon melatonin. Cahaya dapat menurunkan aktifitas sintesis hormon melantonin, sedangkan hormon melatonin dapat menghambat aktivitas kelenjar hipofisa anterior dan menimbulkan hambatan bagi pengeluaran lutenizing hormon releasing hormon (LHRH) pada hibotalamus. Penurunan hormone melatonim justru memacu hormon reproduksi menjadi aktif sehingga perkembangan alat reproduksi lebih cepat terjadi. Menurut Solang(2011), Cahaya yang diterima mata akan akan menimbulkan reaksi di hipotalamus dan menggertak hipotalamus untuk mensekresikan hormonnya. Menurut Ora (2015), Kronologi terjadinya ovulasi yaitu rangsangan cahaya masuk dan ditangkap oleh mata lalu masuk ke hipotalamus dan ke hipofisis dan menghasilkan hormon LH (Luteinzing Hormone) dan FSH (Follicle Stimulating Hormone). Hormon LH berfungsi untuk ovulasi, sedangkan hormon FSH berfungsi dalam pembentukan folikel. Solang (2011) menyatakan cahaya mempunyai dua fungsi dalam pengaturan musim reproduksi, yaitu sebagai isyarat yang memepengaruhi irama endogen biologi dan sebagai perangsang berbagai proses dalam sistem neuroendokrin, seperti gametogenesis, ovulasi, fungsi organ kelamin sekunder, dan perilaku yang menyebabkan kawin. Cahaya turut berpengaruh pada status kedewasaan seksual unggas. Menurut Yuwanta (2004) menyatakan ayam merupakan hewan yang sangat peka terhadap cahaya, hal ini disebabkan cahaya merupakan faktor primordial bagi sekresi hormon, khususnya hormon-hormon reproduksi. Hormon reproduksi yang berperan dalam sistem reproduksi ayam diantara-nya adalah FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone) yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis. Pelepasan FSH dan LH oleh kelenjar hipofisis distimulasi oleh GnRH (Gonadotrophin Releasing Hormone) yang disekresikan oleh hipotalamus. FSH merupakan hormon yang menstimulasi pemasakan ovarium sedangkan LH menginduksi ovulasi ovum yang telah masak (Solang, 2011). Vitelogenesis merupakan penyusunan lemak yang akan dikirim oleh darah menuju ovarium sebagai dasar proses folikelgenesis. Menurut Kasiyati (2018), vitelogenesis merupakan proses dimana nutrisis kuning telur yang dibutuhkan disimpan kedalam oosit yang sedang tumbuh, yang pada akhirnya menghasilkan telur. Oviduct (Organ Sekunder) Oviduct merupakan serangkaian saluran reproduksi yang mana setiap bagian mempunyai fungsi yang spesifik. Panjang dan berat oviduct dipengaruhi oleh umur, jenis dan kondisi fisiologis unggas. Oviduct terbagi menjadi enam bagian yaitu infundibulum, magnum, isthmus, uterus, vagina, dan kloaka. Menurut Hartanto (2010), oviduct merupakan saluran tempat disekresikannya albumen, membrane kerabang dan pembentukan kerabang. Menurut Greenacre dan Morishita (2014), oviduct terdiri dari infundibulum, magnum, isthmus, uterus, vagina, dan koaka. Infundibulum Infundibulum merupakan bagian oviduct yang letaknya bagian ujung dan dekat dengan ovarium. Infundibulum adalah tempat fertilisasi/ pembuahan pada ovum. Bagian ujung infundibulum terdapat fimbra. Fimbra merupakan selaput tipis berbentuk corong yang berfungsi untuk menangkap ovum. Menurut Yekti et al (2017), infundibulum merupakan bagian teratas oviduct dan mempunyai Panjang sekitar 9 cm. infundibulum berbentuk corong/ fimbrae. Bagian leher infundibulum merupakan tempat penyimpanan sperma yang terjadi pada saat kopulasi hingga fertilisasi. Menurut Horhurow (2012), infundibulum befungsi untuk mengkap yolk yang telah mengalami ovulasi. Fimbrae berfungsi sebagai penangkap ovum yang telah masak. Menurut Ismudiono (2010), funnel atau infundibulum berperan dalam penangkapan kuning telur atau yolk setelah yolk diovulasikan. Infundibulum terdiri dari fimbrae yang berfungsi untuk mengkap ovum yang diovulasikan,jika mekanisme ini gagal maka ovum tersebut akan jatuh ke rongga abdomen dan akhirnya di absorbs. Magnum Magnum merupakan bagian terpanjang pada oviduct. Perbatasan antara magnum dan infundibulum disebut cripte. Fungsi cripte adalah sebagai terminal akhir spermatozoa sebelum terjadi pembuahan. Sedangkan fungsi magnum sendiri adalah untuk mensekresikan albumin (putih telur) dan untuk menghasilkan challazae. Menurut ismudiono, magnum merupakan bagian terpanjang oviduct, yaitu kira-kira 40 cm dengan berat 29 gram, berwarna putih dengan dinding tebal mengandung glandula yang mensekresikan albumin. Magnum adalah kelenjar terbesar yang mempunyai dua tipe kelenjar yaitu tubuler dan uniseluler atau epithelia. Kelenjar tubuler bertanggung jawab untuk ovotransferin atau conalbumin dan ovomucoid. Kelenjar epitel mengsintesa avidin. Dibagian ini telur mengalami albuminasi pada ovum, yaitu proses pembentukan putih telur. Didaerah ini pula terjadi penambahan natrium, kalsium, dan magnesium. Proses albuminasi membutuhkan waktu sekitar 2,5-5 jam Challazae merupakan benang sprintel yang digunakan untuk mempertahankan yod agar tetap ditengah telur. Menurut Thohari (2018), chalazae berfungsi untuk mengikat kuning telur agar tetap ditengah tenagh telur. Challaze yang lemah menyebabkan kuning telur posisinya tidka stabil, sehingga apabila telur bergoyang-goyang maka kuning telur akan ikut bergerak dengan bebas. Isthmus Isthmus merupakan bagian oviduct yang digunakan untuk mensekresikan kerabang tipis/ membrane sel dan menjadi penghubung antara magnum dan uterus. isthmus yang berdekatan pada magnum memiliki ciri yaitu berwarna putih. Sedangkan empat cm terakhir menuju uterus berwarna kemerahan karena banyak mengandung pembuluh darah. Menurut Yuwanta (2004), isthmus merupakan bagian yang menghubungkan anatar magnum dan uterus yang mempunyai Panjang sekitar 12 cm. antara magnum dan isthmus terlihat garis pemisah yang jelas melingkari ductus dan Nampak dari luar disebut penghubung magnum- isthmus, bagian ini berciri-ciri berwarna putih dan 4 cm terakhir berwarna kemerahan karena banyak mengandung pembuluh darah. Isthmus mensekresikan kerabang lunak atau membrane cangkang telur (inner dan outher shell membrane). Yang konstiten dasarnya adalah ovokeratin. Proses terbentuknya selaput tipis ini memakan waktu kurang lebih selama 1 jam. Menurut Suprijatna (2005), isthmus adalah tempat pembentukan kerabang tipis, kandungan pada masa pembentukan kerabang tipis tidak secara lengkap mengisi membrane kerabang. Didalam isthmus juga disekresikan air kedalam albumin. Uterus Uterus merupakan bagian oviduct yang paling luas dan berdinding tipis, serta terdapat lapisan mukosa didalmnya. Oviduct berfungsi untuk membentuk kerabang atau cangkang telur. Menurut kurnia, uterus merupakan bagian yang paling luas dari oviduct. Uterus memiliki Panjang sekitar 12 cm, berdinding tipis serta meiliki banyak sekali lipatan mukosa didalamnya. Akhir batas uterus ditandai dengan adanya musculus spincter yaitu otot yang melingkar seperti cincin dan terlihat lebih tebal dibanding bagian lainnya. Dikelenjar ini akan terjadi proses pembentukan selapur telur keras (cangkang keras) yang mengandung kalsium karbonat. Epitel kelenjar kerabang mensekresikan porfirin yang menyebabkan perbedaan warna telur pada beberapa spesies unggas. Pada uterus terjadi tiga proses reproduksi yaitu plumping, mineralisasi, dan pigmentasi. Proses plumping merupakan proses penyerapan ar dan pembentukna kerabang. Proses mineralisasi merupakan proses penambahan mineral agar cangkang telur menjadi kuat. Terakhir proses pigmentasi yaitu proses pewarnaan kerabang oleh melanin (putih untuk pewarnaan kerabang telur burung dara), phorpirin (coklat untuk pewarnaan kerabang telur ayam layer), oophorpirin (variasi bercak coklat untuk pewarnaan kerabang telur burung puyuh), dan ocean blue (coklat untuk pewarnaan kerabang telur bebek). Proses pigmentasi dipengaruhi oleh genetik (pigmentasi). Menurut Yuwanta (2004), terdapat tiga proses yang terjadi di uterus dan merupakan proses yang sangat penting sebelum menjadi telur utuh. Proses pertama adalah plumping yaitu pengurangan kandungan air dan terbentuknya kerabang telur. Meineralisasi yaitu proses penambahan mineral yaitu kalsium karbonat dengan adanya ketersediaan ion kalsium dan ion karbonat didalam cairan uterus. Pigmentasi adalah proses penambahan zat warna pada kerabang telur sehingga ditemukan telur yang berwarna putih, coklat, bercak coklat, dan biru, hal ini disabkan oleh zat pewarna. Vagina Vagina merupakan tempat telur mengalami ovopisition. Vagina berfungsi untuk menjadi tempat terbentuknya lapisan kutikula atau lapisan lilin sebagai pelindung telur serta untuk mengurangi terjadinya penguapan air pada telur. Cloaca merupakan organ tempat mengeluarkan telur. Saluran yang menjadi tempat keluarnya telur adalah mealui saluran proctodeum. Menurut Horhoruw (2012), vagina adalah tempat dimana telur akan sementara ditahan sampai bentuknya sempurna. Didalam vagina terjadi pembentukan kutikula. Telur akan melewati vagina dengan cepat selama 3 menit, kemudian dikeluarkan (oviposition) dan 30 menit setelah peneluran akan terjadi ovulasi. Menurut Yuwanta (2004), telur yang berada didalam vagina dilapisi oleh mucus. Mucus ini berfungsi untuk menyumbat pori-pori kerabang sehingga dapat menghindari pencemaran bakteri. Menurut Widyantara et al. (2017), kutikula merupakan lapisan tipiis yang terdiri dari 90% protein dan sedikit lemak. Kutikula pada kerabang berfungsi untuk mencegah penetrasi mikroba melalui kerabang telur, sehingga dapat digunakan menjadi pelindung telur selain itu kutikula dapat berfungsi untuk mengurangi penguapan air yang telalu cepat, karena jika semakin tinggi penguapan CO2 dan H2O maka putih telur akan berkurang tingkat kekentalannya. Pengenceran putih telur ini terjadi karena adanya perubahan struktur gel akibat kerusakan rasio kimia yang disebabkan keluarnya air dari jala-jala yang telah dibentuk. Oleh karena itu kutikula sangat dibutuhkan pada kerabang telur selain untuk melindungi telur, juga untuk mengurangi penguapan air. Menurut Arifin (2014), cangkang telur tersusun dari timbunan kalsium karbonat (CaCO3) dalam suatu matriks protein dan mukopolisakarida. Kutikula merupakan lapisan terakhir dari cangkang, kutikula merupakan material organik yang berfungsi melindungi telur dari mikroorganisme patogen dan meminimalkan penguapan air. KESIMPULAN Organ reproduksi pada ayam jantan terdiri dari sepasang testis (testes), vas deferens dan papillae. Organ reproduksi pada ayam betina terdiri dari organ reproduksi primer yaitu ovarium dan sekunder yaitu oviduct. Didalam oviduct terdapat organ reproduksi yang lain yaitu infundibulum, magnus, isthmus, uterus, dan vagina. Fakror yang mempengaruhi perbedaan ukuran pada sistem organ reproduksi adalah pakan, kinerja hormone, reproduksi dan umur. DAFTAR PUSTAKA
Achamu dan Muharlein. 2011. Ilmu Ternak Unggas. Universitas Brawijaya
Press. Malang. Afiati, F., H. Herdis, dan S. Said. 2013. Pembibitan Ternak dengan Inseminasi Buatan. Niaga Swadaya. Jakarta. Arifin, A. Z. 2014. Efek Pengguanaan Tepung Kulit Pisang sebagai Pengganti Tepung Jagung terhadap Kualitas Eksternal Telur Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica). Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang. Bahmid, N. A. 2015. Studi Morfologi dan Histomorfometrik Testis Ayam Ketawa Usia 1 Bulan sampai 4 Bulan. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Hasanuddin. Makasar. Greenacre, C. B dan T. Y. Morishita. 2014. Backyard Poultry Medicine and Surgery: A guide for Veterinary Practitioners. Wiley Blackwell Publisher. New Jersey. Horhoruw, W.M. 2012. Ukuran saluran reproduksi ayam petelur fase pullet yang diberi pakan dengan campuran rumput laut (Gracilaria edulis). Agrinimal. 2 (2): 75-80. Ismudiono., P. Srianto., H. Anwar., S. P. Madyawati., A. Samik., E. Safitri. 2010. Fisiologi Reproduksi pada Ternak.Airlangga University Press. Surabaya. Isnaeni, W., A. Fitriyah, dan N. Setiati. 2010. Pengaruh pemberian omega- 3, omega-6, dan kolesterol sintetis terhadap kualitas reproduksi burung puyuh jantan. Biosaintifika. 2(1): 40-52. Kasiyati. 2018. Peran cahaya bagi kehidupan unggas: respons pertumbuhan dan reproduksi. Buletin Anotomi dan Fisiologi. 3 (1): 116-125. Lidyawati, A., B. Khopsoh., dan N. Haryuni. 2018. Efek penambhan level vitamin E dan selenium dalam pakan terhadap performa ayam petelur yang diinseminasi buatan. Jurnal Ilmiyah Peternakan Terpadu. 6 (2): 106-110. Muharlaien, E. Sujdjarwo, A. Hamiati, dan H. P. Setyo. 2017. Ilmu Produksi Ternak Unggas. UB Press. Malang. Ora, F. H. 2015. Buku Ajar Struktur dan Komponen Telur. Deepublish. Yogyakarta. Putranto, H. D. 2011. Pengaruh suplementasi daun katuk terhadap ukuran ovarium dan oviduct serta tampilan produksi telur ayam burgo. Jurnal Sains Peternakan Indonesia. 6 (2): 103-114. Rahayu, I., Titik, S., dan Hari, S. 2011. Panduan Lengkap Ayam. Jakarta: Penebar Swadaya. Rirgiyensi, C., Y. Sistina, dan F. N. Rachmawati. 2014. Ukuran organ sistem reproduksi itik jantan yang disuplementasi probiotik MEP+ berbagai dosis selama 30 hari. Scripta Biologica. 1(3): 179-184. Rusli, S. I. M. 2019. Pengaruh Penambahan Tepung Daun Kelor (Moringa oleifera) pada Pakan terhadap Kualitas Mikroskopis Spermatozoa Ayam Kate (Gallus bantam). Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin. Makassar. Salang, F., L. Wahyudi, E.d. Quelsoe, dan D.Y. Katili. 2015. Kapasitas ovarium ayam petelur aktif. Jurnal MIPA. 4(1) : 99-102. Schmidt, R. E., D. R. Reavill, and D.N. Phalen. 2015. Pathology of Pet and Aviary Birds. John Wiley and Sons. USA. Solang, M. 2011. Perkembangan folikel ayam arab (Gallus domesticus) pradewasa yang dipajankan pada fotoperiode yang berbeda. Jurnal Saintek. 6(2). Suprijatna, E., Dulatip Natawihardia. 2005. Pertumbuhan Organ Reproduksi Ayam Ras Petelur Dan Dampaknya Terhadap Performans Produksi Telur Akibat Pemberian Ransum Dengan Taraf Protein Berbeda Saat Periode Pertumbuhan. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang. Thohari, I. 2018. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Telur. Universitas Brawijaya Press. Malang. Waty, M., S. Tana, dan T. R. Saraswati. 2017. Histologis testis pada keturunan F1 dari induk puyuh (Coturnix coturnix japonica L.) yang diberi suplemen serbuk kunyit (Curcuma longa L.) dalam pakan. Bioma: Berkala Ilmiah Biologi. 19(1): 13-17. Widyantara, P. R. A., G. A. M. Kristina Dewi., dan I. N. T. Ariana. 2017. Pengaruh lama penyimpanan terhadap kualitas telur konsumsi ayam kampung dan ayam lohman Yekti, A. P. A., T. Susilawati, M. N. Ihsan, dan S. Wahjuningsih. 2017. Fisiologi Reproduksi Ternak (Dasar Manajemen Reproduksi). Universitas Brawijaya Press. Malang. Yuriwati, F. N., S.M. Mardiati, dan S. tana. 2016. Perbandingan struktur histologi magnum pada itik magelang, itik tegal dan itik pengging. Bulletin Anotomi dan Fisiologi. 24 (1): 76-85. Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius,Yogyakarta.