Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM

Disusun oleh :
Nadya Muwaffaqoh Luthfiyah
19/446053/PT/08307
Kelompok XXX

Asisten: Shoniya Octarya

LABORATORIUM TEKNOLOGI MAKANAN TERNAK


DEPARTEMEN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
BAB I
PRINSIP KERJA

Penetapan Kadar Bahan Kering


Prinsip kerja pada penetapan kadar bahan kering yaitu, air dalam
suatu bahan pakan akan menguap seluruhnya apabila dipanaskan pada suhu
105 sampai 110°C dengan tekanan udara bebas. Alat yang digunakan pada
penetapan kadar bahan kering adalah silica disk, silica gel, desikator, tang
penjepit, oven pengering, timbangan analitik dan timbangan digital. Koran
berfungsi sebagai wadah dari sampel yang diujikan sehingga sampel tidak
akan tumpah dan terbuang saat pengujian dilakukan. Silica disk berfungsi
sebagai wadah sampel sedangkan silica gel berfungsi untuk menyerap uap
air saat sampel diletakan dalam desikator. Desikator berfungsi untuk
mencegah kontaminan air dan untuk mencegah air dari udara masuk ke
dalam sampel. Tang penjepit berfungsi untuk memindahkan alat secara
aseptis. Oven pengering berfungsi untuk mengurangi kadar air sampel.
Timbangan analitik berfungsi untuk menimbang sampel dengan akurat
dengan ketelitian 1 mg, dan timbangan digital yang berfungsi sebagai alat
ukur untuk mengukur berat masa benda atau zat dengan tampilan digital.
Bahan yang digunakan adalah pakan segar dicacah untuk
memudahkan proses pengeringan dan koran sebagai wadah dari bahan
pakan. Pengeringan dengan oven dilakukan dua kali, yang pertama dengan
suhu 550C selama dua sampai tiga hari dengan tujuan untuk
menghilangankan kadar air bebas dan air terikat. Bahan pakan dalam kondisi
dry weight digrinding untuk memperkecil partikel. Pengeringan dengan oven
yang kedua dilakukan dengan suhu 100˚C selama 8 sampai 24 jam untuk
menghilangkan kadar air terkonjugasi. Rumus penetapan kadar bahan
kering,
( B−C ) x 100 %
KA1 = DMDW = 100% - KA2
A
( Y −Z ) x 100 %
KA2 = KAtotal = KA1 + (KA2 x DW)
X
DW = 100% - KA1 BK = 100% - KAtotal
Keterangan :
A = bobot bahan pakan as fed
B = bobot bahan pakan dan koran (sebelum dioven 55°C)
C = bobot bahan pakan dan koran (setelah dioven 55°C)
X = bobot cuplikan pakan (gram)
Y = bobot cuplikan dan silica disk (sebelum dioven 105 - 110°C)
Z = bobot cuplikan dan silica disk (setelah dioven 105 – 110°C)
Penetapan Kadar Bahan Organik
Prinsip kerja pada penetapan kadar bahan organik yaitu semua bahan
pakan bila dibakar pada suhu 550 sampai 600°C selama beberapa waktu
maka semua zat organiknya akan terbakar sempurna menghasilkan oksida
yang menguap yaitu berupa CO2, H2O, dan gas-gas lain, sedangkan yang
tertinggal tidak menguap adalah oksida mineral atau abu. Alat yang
digunakan pada pengujian kadar bahan organik silica disk sebagai wadah
sampel, desikator untuk menghindari kontaminan air, tanur sebagai alat
pembakaran, tang penjepit untuk menjepit sampel secara aseptis, timbangan
analitik untuk menimbang sampel. Bahan yang digunakan adalah cuplikan
sampel seberat satu gram.
Pembakaran menggunakan tanur dengan suhu 550 sampai 600°C
selama dua jam bertujuan untuk mendapatkan bahan organik. Proses
pembakaran ini akan mengakibatkan zat organik dari bahan pakan menguap
sehingga menghasilkan oksida yang menguap berupa CO 2, H2O, dan gas-
gas lain, sedangkan yang tertinggal hanya abu. Mekanisme kerja tanur
dilakukan proses selama dua jam, setengah jam pertama tanur
berkonsentarasi menaikan suhunya kemudian satu jam setengah dilakukan
proses untuk pembakaran lalu tanur dimatikan dan dibuka setelah satu hari.
Sampel didiamkan selama 24 jam setelah ditanur untuk menghindari cidera
pada pengujian karena suhu yang sangat tinggi didalam tanur. Sampel yang
sudah dikeluarkan dari tanur lalu didinginkan dalam desikator ½ jam untuk
mencegah air dari udara masuk kedalam sampel. Rumus penetapan kadar
bahan organik,
(z−x )
Kadar Abu =
y
× 100%
BO = 100% - Kadar Abu
Keterangan:
x = bobot silica disk kosong
y = bobot cuplikan pakan sebelum ditanur
z = bobot cuplikan pakan + silica disk setelah ditanur
Penetapan Kadar Protein Kasar
Prinsip kerja dari penetapan protein kasar yaitu dengan menghitung
jumlah nitrogen yang terdapat pada bahan pakan tersebut. Asam sulfat pekat
dengan dengan katalisator Kjeltab dapat memecah ikatan N organik menjadi
(NH4)2SO4 kecuali katan N=N, NO, dan NO2. (NH4)2SO4 dalam suasana basa
akan melepaskan NH3 yang dititrasi dengan HCl 0,1 N. Penetapan kadar
protein kasar dengan metode Kjeldahl melalui tiga tahap yaitu destruksi,
destilasi, dan titrasi. Tahap pertama yaitu destruksi, adanya H 2SO4 yang akan
membentuk reaksi N organik + H 2SO4 (NH4)2SO4 +H2O + NO2 + NO3. Alat
yang digunakan antara lain adalah timbangan analitik untuk menimbang
sampel, tabung Kjeltec sebagai wadah sampel saat proses destruksi, kompor
penangas untuk memanaskan sampel dan destruktor yang berfungsi untuk
mendestruksi sampel. Bagian pada alat destruktor antara lain, kran pendingin
utnuk mengalirkan gas-gas yang tidak terdestruksi, blower lemari asam dan
exhaust fan yang berfungsi untuk mengantisipasi kebocoran agar tidak lepas
ke ruangan. Reagen yang digunakan adalah tablet Kjeltab, terdiri dari
selenium yang berfungsi untuk memisahkan ikatan N organik serta K 2SO4
berfungsi meningkatkan titik didih H 2SO4. Tablet Kjelteb berfungsi sebagai
katalisator, digunakan ¼ bagian agar hemat. Penggunaan kertas saring
bebas lemak digunakan agar tidak ada lemak yang ikut terhidrolisis saat
proses destruksi. Destruksi dilakukan selama satu jam pada suhu 420 °C (titik
didih larutan asam) sampai larutan berwarna jernih. Reaksi kimia yang terjadi
pada proses destruksi adalah sebagai berikut:
N organik+H2SO4→(NH4)2SO4+H2O+NO3+NO2
Tahap kedua yaitu destilasi, dimana terjadi pelepasan senyawa NH 3
dari (NH4)2SO4 dengan bantuan NaOH dan ditangkap oleh H 3BO3 membentuk
(NH4)3BO3 sehingga diperoleh reaksi (NH4)2SO4 + 2NaOH 2NH 4OH +
Na2SO4. Alat yang digunakan meliputi erlenmeyer sebagai tempat sampel dan
destilator sebagai alat destilasi. Bagian alat pada destilator antara lain, tuas
dispensing untuk mengalirkan NaOH menuju tabung Kjeltec dan tuas steam
untuk mengalirkan uap ke kondensor agar terjadi kondensasi. Bahan yang
digunakan yaitu indikator mix yang terdiri dari bromkresol green sebagai
indikator warna basa, methyl red sebagai indikator warna asam dan methanol
sebagai pelarut polar. Terdapat pula akuades sebanyak 25 ml untuk
melarutkan campuran larutan pada erlenmeyer, H 3BO3 untuk menangkap
NH3, dan NaOH untuk melepas NH 3 pada larutan hasil destruksi. Destilasi
dapat dihentikan Ketika destilat telah mencapai 200 ml dan berwarna hijau.
Reaksi proses destilasi adalah sebagai berikut:
(NH4)2SO4+2NaOH→2NH4OH+Na2SO4
2NH3 2 H2O
3NH3+H3BO3→(NH4)3BO3
Tahap ketiga yaitu titrasi, untuk mengetahui jumlah N yang telah
terdestilasi. Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl. Alat yang digunakan
antara lain erlenmeyer untuk tempat sampel, dan buret statif untuk titrasi.
Bahan yang digunakan adalah HCl 0,1 N sebagai titran. Saat titrasi sampel
pada enlemeyer digoyang-goyangkan agar homogen. Titrasi berlangsung
hingga terjadi perubahan warna dari hijau menjadi perak untuk mengetahui
bahwa HCl 0,1 N telah menangkap NH 3. Reaksi kimia proses titrasi adalah
sebagai berikut:
(NH4)3BO3+HCl→3NH4Cl+H3BO3
Kadar protein kasar dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
( X−Y ) xNx 0,014 x 6,25
Kadar PK (%) = x 100 %
Z
Keterangan :
X = jumlah titrasi sampel (ml)
Y = jumlah titrasi blanko (ml)
Z = bobot sampel (ml)
N = normalitas HCl
6,25 = rata-rata N dalam protein
Penetapan Kadar Serat Kasar
Prinsip kerja pada penetapan kadar derat kasar yaitu, semua senyawa
organik kecuali serat kasar akan larut bila direbus dalam H 2SO4 1,25% (0,255
N) dan dalam NaOH 1,25% (0,313 N) yang berurutan masing-masing selama
30 menit. Hilangnya bobot setelah dibakar 550 sampai 600°C adalah serat
kasar. Alat yang digunakan meliputi beaker glass 600 ml sebagai wadah
sampel, kompor pemanas untuk proses perebusan, saringan linen digunakan
untuk menyaring setelah perebusan asam, glasswool dan crucible digunakan
untuk menyaring setelah perebusan dengan basa. Cawan porselin untuk
kondensasi saat perebusan, tang penjepit untuk memindahkan alat secara
aseptis, desikator untuk mencegah kontaminasi air, oven untuk mengurangi
kadar air sampel, tanur untuk menghilangkan seluruh bahan organik dalam
sampel, timbangan analitik untuk menimbang sampel, dan pompa vacuum
untuk membantu proses penyaringan agar lebih cepat dan efektif.
Bahan yang digunakan antara lain cuplikan bahan pakan satu gram,
H2SO4 1,25% 200 ml untuk melarutkan karbohidrat dan protein, NaOH 1,25%
200 ml untuk saponifikasi lemak, dan ethil alkohol 95% untuk melarutkan sisa
lemak. Perebusan pada langkah kerja bertujuan untuk mempercepat reaksi.
sampel didihkan dengan H2SO4 selama 30 menit dan dihitung saat sampel
yang dipanaskan sudah mulai mendidih, hal ini untuk menghidrolisis
karbohidrat nonstruktural dan protein. Sampel didihkan lagi menggunakan
NaOH selama 30 menit untuk penyabunan. Sampel di bilas dengan air panas
dan 15 ml etil alkohol 95% yang terdiri dari khloroform dan ethanol dengan
perbandingan 2:1 yang berfungsi untuk memastikan tidak ada lemak. Sampel
dibakar bersama dengan crucible di dalam tanur pada suhu 550 sampai
600°C hingga berwarna putih seluruhnya agar sampel bebas karbon. Rumus
penetapan kadar ekstrak eter sebagai berikut,
Kadar Serat Kasar = X – Z × 100%
Y
Keterangan:
X = bobot sampel setelah dioven 105 - 110°C
Y = bobot sampel awal (gram)
Z = bobot sisa pembakaran tanur 550 - 600°C
Penetapan Kadar Ekstrak Eter
Prinsip kerja pada penetapan kadar ekstrak eter ditetapkan oleh
Soxhlet yaitu, lemak dapat diekstraksi menggunakan eter atau zat pelarut
lemak (pelarut nonpolar) lainnya kemudian eter diuapkan dan lemak dapat
diketahui beratnya. Pengujian penetapan kadar ekstrak eter dilakukan
dengan metode Kamal. Metode Kamal digunakan karena lebih efisien dan
murah.
Alat yang digunakan yaitu seperangkat alat Soxhlet untuk ekstraksi
eter yang terdiri dari kondensor untuk mengubah petroleum benzine dari fase
gas ke cair, labu penampung untuk menampung lemak yang jatuh dari
tabung ekstraktor, tabung ekstraktor sebagai tempat untuk mengekstraksi
eter, selang sifon sebagai sirkulasi petroleum benzine, dan kompor penangas
sebagai alat pemanas pada saat perebusan. Oven digunakan untuk
mengurangi kadar air sampel, desikator untuk mengurangi kontaminasi air,
tang penjepit untuk memindahkan alat secara aseptis, dan timbangan analitik
untuk menimbang sampel. Bahan yang digunakan yaitu cuplikan bahan
pakan 0,7 gr sebagai obyek, petroleum benzine atau eter sebagai zat pelarut
(non polar) yang dapat digunakan kembali dan kertas saring bebas lemak
untuk membungkus sampel agar terhindar dari lemak kertas yang ikut
terekstraksi sehingga menggaggu penentuan kadar ekstrak eter.
Bahan yang digunakan adalah cuplikan sampel 0,7 gram, petroleum
benzine, dan kertas saring bebas lemak. Petroleum benzene berfungsi untuk
melarutkan lemak. Petroleum benzine digunakan karena memiliki titik didih
yang rendah, merupakan pelarut non polar, dan masa penggunaannya bisa
sampai 5 kali (reusable). Kertas saring bebas lemak digunakan agar lemak
yang terekstraksi dari sampel bahan murni atau tidak ada campuran dari
lemak yang ada di kertas. Sampel dimasukkan pada desikator dalam
keadaan panas karena kertas dikhawatirkan menyerap kontaminasi
disekitarnya, walaupun sudah didalam desikator tetap dapat terkontaminasi,
jadi saat penimbangan bobot sampel langsung dicatat setelah muncul tanda
bintang pada timbangan analitik. Sampel dimasukkan kedalam tabung
Soxhlet dengan rapi agar rata dan masuk semua sampel. Keran jangan
langsung dimatikan setelah 16 jam karena petroleum benzine masih
menguap. Tabung ekstraktor sebagai wadah sampel saat proses ekstraksi
berlangsung. Sampel diangin-anginkan sekitar 10 sampai 12 menit untuk
menghilangkan petroleum benzene sebelum dimasukkan ke oven karena
petroleum benzine mudah terbakar. Sampel ditandai dengan pensil karena
dalam pulpen mengandung lemak yang dikhawatirkan tanda akan
menghilang saat sampel diekstraksi. Rumus penetapan kadar esktrak eter,
X – Z × 100%
Y
X = bobot sampel + kertas saring bebas lemak setelah oven 105 - 110°C
(sebelum diekstraksi)
Y = bobot sampel
Z = bobot sampel + kertas saring bebas lemak setelah oven 105 - 110°C
(setelah diekstraksi)
Penetapan Kadar ETN
Prinsip kerja pada penetapan kadar ETN yaitu, untuk mendapatkan
persentase ekstrak tanpa nitrogen maka dilakukan dengan mencari nilai
persentase kadar serat kasar dalam BK, protein kasar dalam BK, ekstrak eter
dalam BK, dan bahan organik dalam BK dari suatu bahan pakan. Hasil dari
penjumlahannya kemudian di kurang dengan 100% sehingga dapat
dihasilkan kadar ETN tersebut sedangkan dalam bentuk as fed
membutuhkan data kadar air (%). ETN adalah senyawa organik
(monosakarida, disakarida, dan polisakarida) yang larut didalam perebusan
asam dan basa lemah masing-masing 30 menit. ETN merupakan karbohidrat
mudah larut terutama padi, yang memiliki kecernaan tinggi. ETN berkebalikan
dengan serat kasar yang sulit larut bahkan dalam perebusan asam dan basa.
Rumus penetapan kadar ETN sebagai berikut,
ETN (BK) = 100% - [SK%(BK) + EE%(BK) + PK%(BK) + ABU% (BK)]
ETN = 100% - (AIR + SK% + EE% + PK% + ABU%)
ETN (BK) = ekstrak tanpa nitrogen dalam bahan kering
ETN (as fed) = ektrak tanpa nitrogen dalam bahan segar
SK% = presentase serat kasar
EE% = presentase ekstrak eter atau lemak kasar
PK% = presentase protein kasar
Abu% = presentase abu
Penetapan Kadar TDN
TDN (Total Digestible Nutrien) merupakan jumlah nutrien yang dapat
dicerna ternak. TDN dapat digunakan untuk menghitung energi, yaitu dengan
dua cara secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat
dilakukan dengan In sacco, In vivo, dan in vitro. Secara tidak langsung
dilakukan dengan tabel persamaan regresi. Untuk menentukan TDN melalui
persamaan regresi, pertama menentukan jenis ternak, kemudian menentukan
kelas bahan pakan yang digunakan dilihat dari kandungan SK yang diketahui.
Selanjutnya yaitu menentukan komposisi kimia bahan pakan berdasarkan
analisis proksimat. Kemudian dihitung sesuai rumus dalam tabel persamaan
regresi. Penetapan kadar TDN secara tidak langsung dapat dilakukan
dengan menggunakan rumus regresi. Rumus regresi yang digunakan untuk
ternak sapi dengan bahan pakan kelas 4 yaitu:
% TDN = -202,686 – 1,357(CF) + 1,280(EE) + 1,611(NFE) + 2,347(Pr) +
0,046(CF)2 + 0,647(EE)2 + 0,041(CF)(NFE) – 0,081(EE)(NFE) + 0,553(EE)
(Pr) – 0,046(EE)2(Pr)
CF = crude fiber (serat kasar)
EE = ether extract (ekstrak ether)
NFE = nitrogen free extract (bahan ekstrak tanpa nitrogen)
Pr = protein kasar
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Proksimat
Analisis proksimat dibagi menjadi enam fraksi nutrient yaitu kadar air,
abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa
nitrogen Hasil analisa biasa disajikan sebagai nilai kadar dalam satuan
persen. Mc Donald et al. (1995) menyatakan bahwa analisis proksimat
menggolongkan komponen yang ada pada bahan pakan berdasarkan
komposisi kimia dan fungsinya yaitu air (moisture), abu (ash), protein kasar
(crude protein), lemak kasar (ether extract), dan bahan ekstrak tanpa nitrogen
(nitrogen free extract). Berikut ini adalah tabel hasil perhitungan analisis
proksimat,
Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat
Parameter Hasil
Bahan Kering 86,06%
Bahan Organik 93,51%
Protein Kasar 8,87%
Serat Kasar 14,06%
Ekstrak Eter 4,73%
ETN 65,83%
TDN 51,61%
Berdasarkan tabel data di atas dapat diketahui bahwa hasil analisis
proksimat bahan kering (DM%) adalah 86,06%, bahan organik sebesar
9,51%, protein kasar sebesar 8,87%, serat kasar sebesar 14,06%, ekstrak
eter sebesar 4,73%, ETN sebesar 65,83 %, dan TDN sebesar 51,61%. dari
hasil tebel tersebut dapat diketahui bahwa bahan pakan berada pada kelas
empat yaitu sumber energi. Pakan sumber energi memiliki kandungan protein
kasar < 20%, serat kasar < 18%. Suprijatna (2005) menyatakan bahwa
bahan pakan sumber energi mengandung karbohidrat relatif lebih tinggi
dibandingkan zat – zat makanan lainnya. Kandungan protein sekitar 10%.
Bahan pakan sumber energi bukan merupakan sumber zat makanan tetapi
energi yang dihasilkan dari proses metabolis zat makanan organik yang
terdiri karbohidrat, lemak dan protein. Hasil praktikum sudah sesuai dengan
literatur.

Formulasi Ransum
Least Cost Ratio Menggunakan MS Excel
Ransum merupakan campuran jenis pakan yang diberikan kepada
ternak untuk sehari semalam umur hidupnya untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi bagi tubuh. Ransum yang sempurna harus mengandung zat-zat gizi
yang seimbang, disukai ternak dan dalam bentuk yang mudah dicerna oleh
saluran pencernaan. Hidayat dan Mukhlash (2015) menyatakan bahwa LCR
adalah suatu teknik untuk menentukan kombinasi terbaik diantara pakan
yang tersedia, yang mempunyai mempunyai kandungan nutrisi dan harga
yang berbeda, dalam rangka untuk mendapatkan ransum dengan harga
serendah mungkin. Hasil formulasi ransum menggunakan LCR dapat dilihat
pada tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2. Formulasi Ransum
Bahan pakan Proporsi Komposisi (%)
(%)
BK Abu PK SK EE ETN
Brachiaria 35% 25.00 11.50 8.30 35.50 2.80 44.80
brizantha
Bekatul 40% 86.00 9.00 14.00 6.00 12.40 58.60
Dedak Padi 35% 86.00 16.30 7.60 27.80 3.70 44.70
Molases 2% 70.89 4.00 4.00 1.00 0.10 90.90
Jerami Padi 3% 24.40 14.50 8.20 31.70 1.44 44.20
Kering
Wheat 3% 0.00 4.90 13.20 7.70 52.30 16.4
Pollard
Tongkol 2% 88.48 1.23 4.60 46.90 2.38 33.36
Jagung
Total 100 65.00 10.60 12.00 16.70 9.50 51.30
Brachiaria brizantha. Brachiaria brizantha dipilih dalam pembuatan
ransum karena kandungan nutrisi yang tinggi seperti protein kasar, abu,
lemak dan ETN. Brachiaria brizantha termasuk dalam kelas satu yaitu hijauan
kering dan jerami. Sigalingging (2015) menyatakan bahwa rumput Brachiaria
brizantha mempunyai nilai gizi yang berdasarkan bahan keringnya, yaitu
protein kasar 9,72 %, serat kasar 21,54 % BETN 43,56 %, lemak 1,94 %, dan
abu 18,43 %. Antinutrien pada Brachiaria brizantha adalah saponin.
Berdasarkan hasil praktikum, kandungan nutrisi yang dimiliki oleh Brachiaria
brizantha tidak berbeda jauh dengan literatur.
Bekatul. Bekatul dipilih karena memiliki kandungan gizi yang baik,
memiliki sumber energi, protein, karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin
walaupun mempunyai serat kasar yang tinggi. Bekatul termasuk dalam kelas
empat yaitu sumber energi. Supartini dan Fitasari (2011) menyatakan bahwa
kandungan nutrisi yang terdapat pada bekatul berkualitas baik antara lain
protein kasar 9 sampai 12%, pati 15 sampai 35%, lemak 8 sampai 2%, dan
serat kasar 8 sampai 11%. Anti nutrisi pada bekatul yaitu pythat yang
menyebabkan terbatasnya penggunaan P dan Ca dalam bekatul.
Berdasarkan hasil praktikum, kandungan nutrisi yang dimiliki oleh bekatul
tidak berbeda jauh dari literatur.
Dedak padi. Dedak padi dipilih sebagai penyusunan ransum karena
memiliki kandungan gizi yang tinggi, harganya relatif murah, mudah diperoleh
dan penggunannya tidak bersaing dengan manusia. Dedak padi termasuk
dalam kelas empat yaitu sumber energi. Wizan dan Muiz (2012) menyatakan
bahwa nutrien yang terdapat di dedak padi yang berkualitas baik antara lain
komposisi kimia bededak padi cukup tinggi yaitu protein 11,3 sampai 14,4%,
lemak 15,0 sampai 19,7%, serat kasar 7,0 sampai 11,4%, karbohidrat 34,1
sampai 52,3% dan abu 6,6 sampai 9,9%. Arwinsyah (2018) menyatakan
bahwa dedak padi memiliki zat anti nutrisi inhibitor tripsin dan asam fitat.
Berdasarkan hasil praktikum, kandungan nutrisi yang dimiliki oleh dedak padi
tidak berbeda jauh dari literatur.
Molasses. Molasses dipilih karena merupakan sumber energi dan
mineral yang baik jika digunakan sebagai suplemen pakan ternak. Molases
juga digunakan untuk meningkatkan palatabilitas pakan, aktivitas mikroba
rumen, sintesis protein mikroba dan menurunkan jumlah unsur debu dalam
pakan kering. Molases termasuk dalam kelas empat yaitu sumber energi.
Larangahan et al. (2017) menyatakan bahwa kandungan nutrisi molasses
yaitu kadar air 23%, bahan kering 77%, protein kasar 4,2%, lemak kasar
0,2%, serat kasar 7,7%, Ca 0,84%, P 0,09%, BETN 57,1%, abu 0,2%. Syukur
(2018) menyatakan bahwa jika penggunaan molasses lebih dari 5 % akan
berdampak negatif, yaitu berkurangnya peningkatan bobot badan karena
energi pakan yang dihasilkan terlalu tinggi. Berdasarkan hasil praktikum,
kandungan nutrisi yang dimiliki oleh molasses tidak berbeda jauh dari
literatur.
Jerami padi kering. Jerami padi kering dipilih karena mempunyai
karakteristik kandungan protein kasar rendah serta serat kasar yang tinggi
antara lain selulosa, hemiselulosa, lignin dan silika. Jerami padi kering
termasuk dalam kelas satu yaitu hijauan kering dan jerami. Suningsih dan
Wasie (2018) menyatakan bahwa, kandungan nutrisi pada jerami padi secara
rinci sebagai berikut: kadar abu 19,06%, Protein kasar 6,44%, Serat kasar
29,16%, Lemak Kasar 1,13%, Ca 0,03%, P 0,48%. Kandungan anti nutrisi
pada jerami padi kering adalah oksalat. Berdasarkan hasil praktikum,
kandungan nutrisi yang dimiliki oleh jerami padi kering tidak berbeda jauh dari
literatur.
Wheat pollard. Wheat pollard dipilih karena mengandung bahan
kering dan ETN yang tinggi. Wheat pollard termasuk dalam kelas empat yaitu
sumber energi. Kurniawati et al. (2018) menyatakan bahwa kandungan nutrisi
pollard adalah BK 86%, abu 5,2%, lemak 3,5%, SK 15,7%, BETN 51,9% dan
PK 12,9%. Yanuartono et al. (2017) menyatakan bahwa kandungan anti
nutrisi wheat pollard adalah fitase. Berdasarkan hasil praktikum,
kandungan nutrisi yang dimiliki oleh wheat pollard tidak berbeda jauh dari
literatur.
Tongkol jagung. Tongkol jagung menjadi pilihan dalam penyusunan
ransum karena potensial, murah, mudah diperoleh dan tidak bersaing dengan
manusia serta memiliki kandungan gizi untuk hidup pokok, pertumbuhan dan
produksi. Ariyanti (2015) menyatakan bahwa kandungan nutrisi tongkol
jagung terdiri dari bahan kering 90,0%, protein kasar 2,8%, lemak kasar
0,7%, abu 1,5%, serat kasar 32,7%, dinding sel 80%, lignin 6,0% dan ADF
32%. Kandungan anti nutrisi tongkol jagung adalah tannin. Berdasarkan hasil
praktikum, kandungan nutrisi yang dimiliki oleh tongkol jagung tidak berbeda
jauh dari literatur.

Analisis Ekonomi Ransum


Analisis ekonomi ransum ini menggunakan sapi yang memiliki bobot
badan sebesar 250 kg. Kebutuhan BK pakan sebesar 3% dan BK ransum
sebesar 65%. Tabel analisis ekonomi ransum dapat dilihat pada tabel berikut,
Tabel 3. Analisis Ekonomi Ransum
Indikator Hasil
Bobot awal 250 kg
Harga beli bobot hidup Rp 11.750.000,00
Kebutuhan BK 7,5 kg/hari (DM)
Ransum perhari (kg) 11,5 kg/hari (as fed)
Harga ransum per hari (kg) Rp 23.000,00
Lama pemeliharaan 60 hari
Harga ransum selama Rp 1.380.000,00
pemeliharaan
ADG 60 kg
Bobot akhir 310 kg
Harga jual sapi Rp 14.570.000
Laba Rp 1.440.000,00
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sapi memiliki bobot
badan awal sebesar 250 kg, saat dibeli dengan harga Rp.11.750.000 dan
akan dipelihara selama 60 hari. ternak tersebut memiliki kebutuhan BK
sebesar 7.5 kg perhari (DM). Ransum perhari yang dikonsumsi ternak
sebesar 11.5 kg dengan harga ransum 1 kg/ hari sebesar Rp.23.000
sehingga didapat harga ransum selama pemeliharaan sebesar Rp.1.380.000.
Bobot akhir yang didapat dari pemeliharaan sebesar 310 kg karna diketahui
ADG selama pemeliharaan sebanyak 60 kg sehingga harga jual menjadi
Rp.14.570.000 dengan 1 kg perdaging adalah Rp.47.000. akhirnya, didapat
keuntungan dari usaha penggemukan sebanyak Rp.1.440.000 dari hasil
harga jual sapi dikurangi dengan harga beli sapi dan ditambah dengan biaya
yang dikeluarkan untuk pemberian ransum. Asnidar dan Asrida (2017)
menyatakan bahwa laba merupakan pengurangan total pendapatan dengan
total pengeluaran pada usaha dimana total pendapatan yang diterima lebih
dari total biaya yang dikeluarkan. Hasil praktikum telah sesuai dengan
literatur.

Aplikasi Beef- Upp


Aplikasi Beef- upp merupakan aplikasi yang digunakan untuk
membuat formulasi ransum dengan kandungan nutrient yang sesuai dengan
yang kita inginkan serta dapat menginput harga bahan pakan. Aplikasi ini
sangat berguna untuk peternak yang ingin menghitung ransum karena sangat
praktis dan mudah. Berikut dibawah ini kekurangan dan kelebihan dari
aplikasi Bef-upp.
Kelebihan Aplikasi Beef-Upp. Kelebihan aplikasi Beef-Upp
dibandingkan LCR yaitu mudah dalam mengoperasikannya. Beberapa bahan
pakan sudah tersedia dengan kandungan nutriennya. Apabila bahan pakan
yang dipilih tidak sesuai dari kadar normal pada aplikasi dapat terlihat dengan
munculnya font berwarna merah. Lebih praktis karena data yang dimasukkan
hanya kebutuhan PK dan ME sesuai tujuan pemeliharaan. Ukuran
aplikasinya juga kecil sehingga tidak membebani perangkat elektronik.
Kekurangan Aplikasi Beef-Upp. Kekurangan aplikasi Beef-Upp
dibandingkan dengan LCR yaitu tidak dapat menginput bahan pakan
tambahan. Pemilihan bahan pakan masih terbatas. Ransum bukan harga
yang paling murah. Aplikasi semacam ini juga mudah terkena eror ketika
digunakan. Selain itu, hasil yang didapatkan kurang akurat.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa, proksimat bahan pakan meliputi fisik kimia bahan pakan yaitu, bahan
kering (DM%) sebesar 86.06%, bahan organik sebesar 6.48%, protein kasar
sebesar 8.87%, serat kasar sebesar 14.06%, ekstrak eter sebesar 4.73%,
ETN sebesar 65.83 %, dan TDN sebesar 51.61% yang dari semua itu
merupakan kandungan dari bahan pakan kelas empat yaitu sumber energi.
Formulasi ransum yang telah dibuat menggunakan LCR terdiri atas 35%
Brachiaria brizantha, 40% bekatul, 35% dedak padi, 2% molasses, 3% jerami
padi kering, 3% wheat pollard, dan 2% tongkol jagung. Pada analisis ekonomi
ransum didapat bahwa, keuntungan yang didapat dari usaha penggemukan
sebanyak Rp.1.440.000 dari hasil harga jual sapi dikurangi dengan harga beli
sapi dan ditambah dengan biaya yang dikeluarkan untuk pemberian ransum.
Pada aplikasi beef-upp diketahui bahwa kelebihan beef-upp adalah Bahan
pakan yang tidak sesuai dengan kadar normal maka font pada aplikasi akan
berwarna merah, bahan pakan sudah tersedia sekaligus dengan kandungan
nutriennya, dan penggunannya lebih praktis disbanding dengan LCR karena
data yang dimasukkan hanya kebutuhan PK dan ME sesuai dengan tujuan
pemeliharaan. Kekurangan beef-upp, Pemilihan bahan pakan yang untuk
formulasi masih terbatas, Tidak dapat menginput bahan pakan tambahan,
Ransum bukan harga yang paling murah.

Saran
Semoga praktikum kedepannya bisa lebih baik lagi. Saran saya untuk
praktikum online tidak ada. Namun, saya berharap agar pandemik ini dapat
segera mereda sehingga praktikum dapat dilakukan secara offline. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Afrizal, R. Sutrisna, dan Muhtarudin. 2014. Potensi hijauan sebagai pakan
ruminansia dikecamatan bumi agung kabupaten lampung timur.
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. 2(2): 93-100.
Ariyanti, Y. D. 2015. Kandungan bahan organik dan protein kasar tongkol
jagung (Zea mays) yang dinokulasi dengan fungi Trichoderma sp.
pada lama inkubasi yang berbeda. Skripsi Fakultas Peternakan
Universitas Udayana. Makassar.
Arwinsyah. 2018. Efek penggunaan bioaktivator pada tongkol jagung sebagai
pakan komplit terhadap performans dan kecernaan domba jantan
lokal. Tesis. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Asnidar, A., dan Asrida, A. 2017. Analisis kelayakan usaha home industry
kerupuk opak di Desa Paloh Meunasah Dayah Kecamatan Muara
Satu Kabupaten Aceh Utara. Jurnal Sains Pertanian. 1(2): 39-47.

Hidayat, S., I. Mukhlish. 2015. Rancangan bangun dan implementasi sistem


pendukung keputusan berbasis web untuk menemukan formulasi
ransum pakan ternak. Jurnal Sains dan Seni ITS. 4(2):43-48.
Kurniawati, R., C. M. S. Lestari, danE. Purbowati. 2018. Pengaruh perbedaan
sumber energi pakan (jagung dan pollard) terhadap respon fisiologis
terhadap kelinci New Zealand White betina. Jurnal Peternakan
Indonesia. 20(1):1-7.
Larangahen, A., B. Bagen, M. R. Imbar, dan H. Liwe. 2017. Pengaruh
penambahan molasses terhadap kualitas fisik dan kimia silase kulit
pisang sepatu. Jurnal Zootek. 37(1):156-166.
Mc Donald, P., RA. Edwards. JFG Greenhalgh, and CA. Morgan.
1995. Animal Nutrition Prentice Hall. Prentice Hall Publisher. New
Jersey.
Putra, Y. dan S. Hartati. 2017. Optimalisasi waktu dan biaya menggunakan
metode least cost ratio pada proyek peningkatan jalan lingkar kota
dumai. Jurnal Saintis. 17(1):100-117.
Sigalingging, I. R. R. R. R. M. 2015. Kandungan protein kasar dan klorofil
daun rumput Brachiaria brizhanta yang diberi pupuk hijau cair yang
berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Udayana.
Makassar.
Syukur. 2018. Pengaruh lama penyimpanan terhadap kandungan protein
kasar dan lemak kasar pakan komlit yang diramu secara as fed.
Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.
Suningsih N. dan W. Ibrahim. 2018. Kualitas nutrisi amoniasi dan jerami padi
(oryza sativa) fermentasi pada berbagai penambahan starter.
Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Jambi.
Supartini, N. dan E. Fitasari. 2011. Penggunaan bekatul fermentasi
(Aspergillus niger) dalam pakan terhadap karakteristik organ dalam
ayam pedaging. Buana Sains. 11(2):127-136.
Suprijatna, E. U, Atmomarsono. R, Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak
Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Wizan dan H. Muiz. 2012. Pemberian dedak padi yang difermentasi dengan
Bacillus amyloliquefaciens sebagai pengganti ransum komersil ayam
ras petelur. Jurnal Peternakan Indonesia. 14(2):398-403.
Yanuartono, A. Nururrozi, dan S. Indarjulianto. 2017. Fitat dan fitase: dampak
pada hewan ternak. Jurnal Ilmu Ilmu Peternakan. 26(3):59-78.
LAMPIRAN

1. Perhitungan Analisis Proksimat


2. Summary LCR
3. Perhitungan Analisis Ekonomi Ransum
Seorang peternak mengusahakan penggemukan ternak, Salah
satu sapi potongnya berbobot 250 kg dengan Harga Rp. 47.000 perkg
hidup. Kebutuhan BK pakan sebesar 3% dan BK ransum sebesar 50%
{diketahui dari hasil LCR}. Target PBBH 1 kg/hari dengan lama
pemeliharaan selama 60 hari. Dengan demikian, pertambahan bobot
bakalan diperkirakan sebesar 60 kg. Jika bobot awal sapi 250 Kg, maka
berapa untung rugi pemeliharaan selama 2 bulan
Indikator Data Perhitungan Hasil
Bobot badan awal 250/kg 250/kg
Harga beli bobot Rp. 47.000/kg Bobot badan awal x Rp.11.750.000
hidup harga beli bobot
hidup/kg
= 250 ×47.000=
11.750.000
Kebutuhan BK 3% Kebutuhan BK X 7,5 kg/hari
BB awal (DM)
3% × 250= 7.5

Ransum perhari BK ransum 100 11,5 kg/hari


×hasil
65% BK ransum (asfed)
(diketahui dari kebutuhan BK
hasil LCR) perhari
100
×7.5= 11.5
65

Harga ransum Ransum per hari Rp. 23.000


perhari
dalam as fed x
harga ransum
11.5× 2000= 30.000
Lama 60 hari 60 hari
pemerliharaan
Harga ransum Harga ransum/harix Rp. 1.380.000
selama
lama pemeliharaan
pemeliharaan
23.000× 60=
1.380.000
Target PBBH 1kg/hari Lama PBBH X lama 60 kg
pemeliharaan
1kg× 60= 60 kg
Bobot Akhir BB awal + target 310 kg
PBBH
=250+ 60kg= 310kg
Harga Jual Sapi Rp. 47.000/kg Harga jual sapi x Rp.14.570.000
bobot akhir
47.000× 310=
14.570.000
Laba Harga jual sapi- Rp. 1.440.000
(harga
beli sapi + harga
ransum selama
pemeliharaan)
14.570.000-
(11.750.000+
1.380.000)
=14.570.000-
13.550.000
=1.440.000

Anda mungkin juga menyukai