Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN AKHIR

REPRODUKSI TERNAK

Oleh :
Nama : Ira Rahayu
NIM : D0A020030

LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK TERAPAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PETERNAKAN
PURWOKERTO
2021
LEMBAR PENGESAHAN

REPRODUKSI TERNAK

Oleh:
IRA RAHAYU
D0A020030

Koordinator Asisten Asisten Pendamping

Abra Yodha Raya Farashyella Lumintang Ragazasusilo


NIM. D1A018128 NIM. D1A019162
1

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Reproduksi adalah pembentukan individu baru dari individu yang telah ada dan
merupakan ciri khas dari semua organisme hidup. Proses reproduksi tidak diperlukan
untuk kelangsungan hidup organisme, tetapi tanpa reproduksi spesies akan punah. Untuk
terjadinya proses reproduksi seksual, hewan perlu memiliki organ reproduksi yang
mampu menghasilkan gamet.
Unggas merupakan salah satu jenis hewan yang banyak digemari oleh manusia.
Unggas mempunyai berbagai macam jenis yang dapat menarik perhatian manusia untuk
bisa memeliharanya. Selain itu, ada juga yang berusaha untuk dijadikan sebagai hewan
ternak. Unggas berkembang biak dengan bertelur. Telur unggas mirip telur reptil, hanya
cangkangnya lebih keras karena berkapur.
Testes merupakan alat reproduksi primer pada hewan jantan, dan pada hewan
menyusui testes terdapat di dalam kantung di luar tubuh yang disebut scrotum. Saluran-
saluran alat pelengkap merupakan alat reproduksi sekunder yang berasal dari testis
menuju efferentia, epidermis, dan fase diferensial dan penis. Alat kelamin primer,
sekunder, dan pelengkap ketiganya disebut saluran reproduksi jantan.
Fungsi alamiah seekor hewan jantan adalah menghasilkan sel-sel kelamin jantan atau
spermatozoa yang hidup, aktif dan potensial fertil, dan secara sempurna meletakakannya
ke dalam saluran kelamin betina. Inseminasi buatan hanya memodifiser cara dan tempat
peletakan spermatozoa. Semua proses-proses fisiologik dalam tubuh hewan jantan, baik
secara langsung maupun tidak langsung, menunjang produksi dan kelangsungan hidup
spermatozoa. Akan tetapi pusat kegiatan kedua proses ini terletak pada organ reproduksi
hewan jantan itu sendiri.
Organ reproduksi hewan jantan pada umumnya dapat dibagi atas tiga komponen: (a)
organ kelamin primer yaitu gonad jantan, dinamakan testis atau testiculus (jamak: testes
atau testiculae) disebut juga orchis atau didymos (b) sekelompok kelenjar-kelenjar
kelamin pelengkap yaitu kelenjar-kelanjar vesikulares, prostata dan Cowper, dan saluran-
saluran yang terdiri dari epididylis dan vas deferen dan (c) alat kelamin luar atau
kopulatoris yaitu penis. Semua proses fisiologis dalam tubuh ternak jantan, baik secara
2

langsung maupun tidak langsung, menunjang produksi dan kelangsungan hidup


spermatozoa.
Reproduksi hewan betina adalah suatu proses yang kompleks yang melibatkan
seluruh tubuh hewan itu. Sistem reproduksi akan berfungsi bila makhluk hidup khususnya
hewan ternak dalam hal ini sudah memasuki sexual maturity atau dewasa kelamin.
Setelah mengalami dewasa kelamin, alat-alat reproduksinya akan mulai berkembang dan
proses reproduksi dapat berlangsung baik ternak jantan maupun betina. Sistem
reproduksi pada betina terdiri atas ovarium dan sistem duktus. Sistem tersebut tidak
hanya menerima telur-telur yang diovulasikan oleh ovarium dan membawa telur-telur ke
tempat implantasi yaitu uterus, tetapi juga menerima sperma dan membawanya ke
tempat fertilisasi yaitu oviduk.
Anatomi adalah suatu cabang biologi yang berhubungan dengan struktur tubuh pada
makhluk hidup. Fisiologi adalah ilmu yang mempelajari fungsi atau cara kerja masing-
masing bagian tubuh makhluk hidup. Jadi, Anatomi pada organa genetalia maskulina
mamalia adalah bagian-bagian atau struktur organ reproduksi yang ada pada hewan
mamalia jantan. Sedangkan fisiologi organa genetalia maskulina mamalia jantan yaitu
ilmu yang membahas masing-masing fungsi dari setiap organ reproduksi yang ada pada
hewan mamalia.
Fisiologi merupakan salah satu cabang ilmu biologi yang secara umum dapat
didefinisikan sebagai kajian atau telaah tentang fungsi normal dari tubuh yang mencakup
kajian mengenai susunan tubuh, molekul, sel, jaringan, organ maupun sistem organ serta
hubungan di antara sistem-sistem yang terdapat di dalam tubuh. Fisiologi menggunakan
berbagai pendekatan ilmiah untuk mempelajari susunan tubuh secara keseluruhan dalam
menjalankan fungsi fisik dan kimiawinya untuk mendukung kehidupan. Untuk mendalami
fisiologi diperlukan pemahanan tentang bidang-bidang ilmu lain yang terkait seperti
sitologi, anatomi, biokimia, biofisika, genetika, klimatologi serta ilmu-ilmu lain.
3

I.2 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Anatomi Organa Genitalia Maskulina
Unggas
2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Anatomi Organa Genitalia Femina
Unggas
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Fisiologi Organa Genitalia Maskulina
Unggas
4. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Fisiologi Organa Genitalia Femina
Unggas

I.3 Waktu dan Tempat


Praktikum Reproduksi Ternak “Anatomi dan Fisiologi Organa Genitalia Maskulina dan
Femina Unggas” dilaksanakan pada hari Senin, 6 September 2021 pada pukul 17.50 -
selesai secara daring bertempat di Purwokerto Jawa Tengah.
4

II. ISI
II.1 Anatomi Organa Genetalia
II.1.1 Anatomi Organa Genetalia Maskulina Unggas
Alat reproduksi unggas jantan terdiri dari dua bagian yaitu, alat reproduksi
primer dan alat reproduksi sekunder. Hal ini sesuai dengan pendapat Susilowati (2014)
Alat reproduksi primer merupakan alat reproduksi utama karena tanpa adanya alat ini
dengan cara apapun ayam tidak mungkin menghasilkan keturunan. Alat tersebut
dinamakan testis sedangkan alat reproduksi sekunder terdiri dari epididimis, vas
deferens dan penis. Ayam jantan berperan sebagai pejantan yang dalam perkawinan
bertugas menyampaikan sperma kedalam alat reproduksi betina, agar telur yang
dihasilkan oleh ayam betina tersebut menjadi telur yang fertil sehingga dapat
menghasilkan generasi baru apabila ditetaskan. Organ reproduksi ayam jantan terdiri
dari sepasang testis (T), epididimis (Ep), duktus deferens (D.d.) dan organ kopulasi pada
kloaka (Cl).
Sistem reproduksi unggas jantan terdiri dari dua testis bentuknya elips dan
berwarna terang. Menghasilkan sperma yang masing-masing mempunyai sebuah
saluran sperma yang bernama vas defferens serta sebuah kloaka yang menjadi muara
dari sistem reproduksi tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Isnaeni (2017) Alat
reproduksi unggas jantan terdiri atas alat kelamin pokok dan alat kelamin pelengkap.
Alat kelamin pokok adalah organ yang langsung membentuk spermatozoa yaitu testis.
Alat kelamin pelengkap terdiri atas saluran yang menuju kloaka yaitu epididimis, vas
defferens, dan papillae.
Testis pada unggas berbentuk bulat seperti kacang, terletak ventral dari lobus
anterior ginjal. Ukuran testis tidak selalu konstan, karena menjadi besar pada saat
musim kawin. Hal ini sesuai dengan pendapat Ihsan (2010) Bagian kiri sering lebih besar
dari bagian kanan. Pinggir medial testis sedikit konkaf dan mempunyai penjuluran kecil
pipih yang dianggap sama seperti epididimis. Dari situlah keluar saluran vas defferens
yang secara bergelombang-gelombang lateral terhadap ureter masuk ke dalam kloaka.
5

Unggas jantan berbeda dari ternak piaraan lainnya, karena testis tidak turun
dalam skrotum tetapi tetap dalam rongga badan. Testis menghasilkan sperma untuk
membuahi telur yang berasal dari hewan betina. yang berbentuk bulat kacang tersebut
besarnya berbeda-beda menurut umur dan besar unggas. Hal ini sesuai dengan
pendapat Hijriyanto (2017) Permukaan diselaputi oleh suatu jaringan fibrosa yang kuat
yang diteruskan kedalam membentuk kerangka penunjang tenunan .
Testis berjumlah sepasang terletak pada bagian atas di abdominal kearah
punggung pada bagian anterior akhir dari ginjal dan berwarna kuning terang. Berbeda
dengan hewan lainnya, testis unggas tidak terletak di dalam skrotum. Hal ini sesuai
dengan pendapat Hakim (2020) Fungsi testis menghasilkan hormon kelamin jantan
disebut androgen dan sel gamet jantan disebut sperma. Berat dari pasangan sekitar 14
gram, dan masing – masing memiliki berat 7 gram. Testis ayam jantan terletak di rongga
badan dekat tulang belakang, melekat pada bagian dorsal dari rongga abdomen dan
dibatasi oleh ligamentum mesorchium, berdekatan dengan aorta dan vena cavar, atau di
belakang paru-paru bagian depan dari ginjal. Meskipun dekat dengan rongga udara,
temperatur testis selalu 410 C sampai 43O C karena spermatogenesis (pembentukan
sperma) akan terjadi pada temperatur tersebut.
Testis ayam berbentuk biji buah buncis dengan warna putih krem. Testis
terbungkus oleh dua lapisan tipis transparan, lapisan albugin yang lunak. Hal ini sesuai
dengan pendapat Akmal (2014) Bagian dalam dari testis terdiri atas tubuli seminiferi
(85% sampai 95% dari volume testis), yang merupakan tempat terjadinya
spermatogenesis, dan jaringan intertitial yang terdiri atas sel glanduler (sel Leydig)
tempat disekresikannya hormon steroid, androgen, dan testosteron. Besarnya testis
tergantung pada umur, strain, musim, dan pakan.
Pada organa genetalia maskulina unggas terdapat testis yang dibungkus oleh
lapisan yang disebut dengan skrotum. Skrotum atau pembungkus testis pada organa
genetalia maskulina jantan terletak diantara penis dan anus. Skrotum atau pembungkus
penis memiliki beberapa lapisan, yang terdiri dari 5 lapisan. Lapisan-lapisan tersebut
diantaranya yaitu lapisan tunika dartos, tunika albuginea, tunika vaginalis, tunika
pembuluh darah, dan jaringan parenkim. Pernyataan tersebut sebanding dengan
pernyataan (M. Haviz, 2013), bahwa testis memiliki struktur dari luar yang terdiri dari
6

beberapa lapsan. Pertama, yaitu tunika vaginalis yang merupakan membrane serum luar
berlapis dua yang mengelilingi setiap lapis. Kedua, tunika albugenia teedapat didalam
tunika vaginalis dan menonjol kedalam, membagi setiap testis menjadi beberapa ruang
yang disebut lobulus. Ketiga, tubulus seminiferus yang terdapat didalam lobulus.
II.1.2 Anatomi Organa Genetalia Femina Unggas
Organ reproduksi ayam betina terdiri atas ovarium dan oviduk atau saluran
reproduksi yang terdiri atas infundibulum, magnum, uterus, ithmus dan vagina. Ovarium
terletak pada rongga badan sebelah kiri. Saat perkembangan embrio, terdapat dua
ovarium dan pada perkembangan selanjutnya hanya ovarium sebelah kiri yang
berkembang, sedangkan bagian kanan rudimenter. Hal ini sesuai dengan pendapat Rafli
(2018) Ovarium betina biasanya terdiri dari 5 sampai 6 folikel yang sedang berkembang
berwarna kuning besar (yolk) dan terdapat banyak folikel kecil berwarna putih (folikel
belum dewasa).
Ayam betina yang belum dewasa terdapat ovarium dan oviduk yang masih kecil
(belum berkembang). Pada perkembangan folikel-folikel ovarium dirangsang oleh
Hormon FSH (folicle stimulating hormone) dari pituitari anterior. Meningkatnya Hormon
FSH ovarium berkembang dan volume folikel bertambah besar. Hal ini sesuai dengan
pendapat Salang (2015) Ovarium yang mulai berkembang mensekresikan Hormon
Estrogen dan Hormon Progesteron. Meningkatnya Hormon Estrogen menyebabkan
oviduk berkembang, meningkatnya kalsium darah, protein, lemak, vitamin, dan bahan-
bahanlain yang dibutuhkan dalam pembentukan telur.
Oviduk merupakan saluran penghubung antara ovarium dan uterus serta
jumlahnya yang sepasang. Pada unggas, oviduk hanya terdapat satu yang berkembang
baik dan yang satunya mengalami rudimeter (tak berkembang). Bentuknya yaitu panjang
dan berkelok 5 kelok serta merupakan bagian dari ductus muller. Oviduk tersebut terdiri
dari Infundibulum, Magnum, dan Isthmus. Pernyataan tersebut sebanding dengan
pernyataan (Lim, 2013), bahwa secara anatomis, oviduk ayam terdiri dari empat segmen;
Infundibulum (tempat fertilisasi), Magnum (produksi komponen putih telur), Isthmus
(pembentukan shell membran) dan shell gland (pembentukan kulit telur).
Oviduk yaitu saluran tempat disekresikannya albumen (putih telur), membran
kerabang, dan pembentukan kerabang telur. Oviduk memiliki dinding-dinding otot yang
7

hampir selalu bergerak selama pembentukan telur berlangsung dan memilikisistem aliran
darah yang baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Wardhana (2017) Ukuran oviduk
bervariasi tergantung pada tingkat daur reproduksi setiap individu unggas. Perubahan
ukuran ini dipengaruhi oleh tingkat Hormon Gonadotropin yang dikeluarkan oleh pituitari
anterior serta produksi Hormon Estrogen oleh ovarium Oviduk dibagi menjadi 5 bagian
yaitu infundibulum, magnum, isthmus, uterus (kelenjar kerabang), dan vagina.

II.2 Fisiologi Organa Genetalia


II.2.1 Fisiologi Organa Genetalia Maskulina Unggas
Fungsi utama testes adalah memproduksi spermatozoa, seminal plasma dan
hormon testesteron. Hal ini sesuai dengan pendapat Kasiyati (2018) spermatozoa
merupakan sel kelamin jantan yang mutlak diperlukan untuk menghasilkan generasi
baru melalui fungsinya yaitu membuahi ovarium. Seminal plasma merupakan cairan
semen yang berguna untuk media transportasi sehingga memudahkan dalam ejakulasi
waktu perkawinan memberikan pohon spermatozoa baik dalam alat reproduksi jantan
namun setelah berada dalam alat reproduksi. Testosteron merupakan hormon
kejantanan yang berfungsi untuk membantu pembentukan spermatozoa dan
menumbuhkan sifat kelamin jantan. Pada unggas testis tidak seperti hewan lainnya yang
terletak di dalam skrotum.
Testis adalah salah satu organ reproduksi yang terdapat pada hewan jantan.
Testis merupakan alat resproduksi pada hewan jantan yang tergolong kedalam organ
primer. Testis memiliki dua fungsi, yaitu fungsi eksokrin dan endokrin. Fungsi eksokin
berfungsi untuk menghasilkan atau ngeluarkan spermatozoa pada organ reproduksinya.
Sedangkan fungsi endokrin berfungsi untuk mnghasilkan hormone testosterone yang
kemudian diserap oleh tubuh (tidak dikeluarkan). Pernyataan tersebut kurang sesuai
dengan pendapat (Weinbauer, 2010), bahwa testis memiliki fungsi gametogenesis dan
steroidogenesis.
Testis pada oragana genetalia maskulina mamalia jantan memiliki beberapa sel-
sel. Sel-sel tersebut diantaranya yaitu tubulus seminiferus, sel setroli, sel germinal, dan sel
ledyg. Sel-sel tersebut juga memiliki beberapa peranan atau fungi pada masing-masing
sel. Tubulus seminiferus memiliki 85-95%, sel setroli berfungsi untuk memberikan nutrisi
pada spermatozoa, sel germinal berfungsi untuk pembentukkan spermatozoa, dan sel
8

ledyg yang terdiri dari 5-15% yang berfungsi sebagai penghasil hormone estrogen dan
testosterone. Pernyataan tersebut tidak sesuai dengan pernyataan (Farida Hayati et
al.,2012), yang menyatakan bahwa sel ledyg merupakan sel yang berperan dalam sekresi
hormone steroid.
Organ genetalia maskulina pada mamalia juga memiliki beberapa organ, salah
satunya adalah penis. Penis merupakan alat reproduksi pada organ genetalia maskulina
yang berfungsi sebagai alat kopulasi dan tempat keluarnya sperma. Selain berfungsi
sebagai tempat pengeluaran sperma, penis juga berfungsi sebagai tempat saluran kencing
atau urine. Penis juga dibagi menjadi empat bagian, diantaranya yaitu batang penis,
uretra, preputium, dang lend penis. Pernyataan tersebut sebanding dengan pernyataan
(Sanger, 2005), bahwa penis merupakan alat kopulasi hewan jantan yang berfungsi untuk
menyalurkan semen dalam saluran reproduksi betina dan sebagai tempat pengeluaran
urine.
Pada organa genetalia maskulina mamalia juga memeiliki organ yang dinamakan
dengan epididimis. Epididimis merupakan salah satu organ sekunder paa organa genetalia
maskulina mamalia jantan yang memiliki fungsi yang juga sangat penting. Epidididmis
dikatakan merupakan salah satu organ penting, karena epididimis memiliki beberapa
fungsi, diantaranya yaitu sebagai tempat transportasi, konsentrasi, maturasi atau
pendewasaan, serta penyimpanan spermatozoa. Pernyataan tersebut sebanding dengan
pernyataan (Muslim Akmal ett al., 2015), bahwa epididimis merupakan organ yang
berperan penting dalam sistem reproduksi pria dan berfungsi sebagai tempat
transportasi,
pematangan, dan penyimpanan spermatozoa. Spermatozoa yang berasal dari testis
merupakan spermatozoa yang belum matang. Pematangan spermatozoa di dalam
epididimis dibantu dengan adanya sejumlah protein yang disintesis dan disekresikan oleh
epithel epididimis.
Epididimis merupakan salah satu organ pada organa genetalia maskulina mamalia
jantan yang termasuk kedalam golongan organ sekunder. Epididimis tersebut juga dibagi
menjadi beberapa golongan atau bagian, diantaranya yaitu kaput (kepala), korpus
(badan), dan cauda (ekor). Kaput berfungsi sebagai tempat maturasi dan konsentrasi,
korpus berfungsi sebagai alat transportasi spermatozoa, dan kauda yang merupakan
9

tempat penyimpanan spermatozoa sebelum diejakulasi. Pernyataan tersebut sesuai


dengan pernyataan (Cornwall, 2019), yang menyatakan bahwa Berdasarkan perbedaan
histologis dan ultrastruktural, epididimis dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) bagian, yaitu
bagian kaput (kepala), bagian korpus (badan), dan bagian kauda (ekor). Setiap bagian
epididimis mempunyai fungsi yang spesifik., kaput dan korpus epididimis berfungsi
sebagai tempat pematangan awal dan akhir spermatozoa, sedangkan bagian kauda
berfungsi utama sebagai tempat penyimpanan spermatozoa yang matang.
II.2.2 Fisiologi Organa Genetalia Femina Unggas
Ovarium merupakan tempat yang menghasilkan gamet betina (ovum) dan
pembentukan kuning telur. Ovarium pada organa genetalia femina pada unggas sering
disebut juga sebagai folikel. Ovarium pada unggas tersebut juga memiliki dua fungsi,
diantaranya fungsi esokrin dan endokrin. Pada fungsi esokrin yaitu berperan sebagai
penghasil telur/ovum, sedangkan fungsi endokrin yaitu sebagai penghasil hormone
progesteron dan estrogen. Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan (Saleh, 2014),
bahwa ovarium memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai organ eksokrin yang menghasilkan
oosit(sel telur) dan sebagai organ endokrin yang menghasilkan hormone steroid (hormon
estrogen dan progesterone).
Ovarium terdiri dari dua bagian yaitu diantaranya korteks dan medulla. Korteks
dan medulla pada organa genetalia femina tersebut juga memiliki fungsi masing masing.
Pertama yaitu pada korteks yang memiliki fungsi sebagai folikulogenesis atau
pembentukan folikel. Kedua yaitu medulla yang memiliki fungsi sebagai pembentukan
pembuluh darah dan syaraf. Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan (Morrel,
2018), bahwa struktur organ ovarium terdiri atas korteks dan medulla.
Infundibulum terdiri atas corong atau fimbria yang berfungsi menerima telur yang
telah diovulasikan dan bagian kalasiferous yang merupakan tempat terbentuknya kalaza.
Maghnum merupakan bagian oviduk yang terpanjang yang tersusun dari glandula tubuler,
yang berfungsi dalam sintesis dan sekresi putih telur. Isthmus berfungsi mensekresikan
selaput telur atau membran kerabang. Uterus (kelenjar kerabang) disebut juga glandula
kerabang telur. Hal ini sesuai dengan pendapat Irawan (2019) Pada bagian ini terjadi dua
fenomena, yaitu hidratasi putih telur, kemudian terbentuk kerabang telur.
10

Hormon Progesteron yang dihasilkan ovarium berfungsi sebagai releasing factor di


hipotalamus yang menyebabkan sekresi Luteinizing Hormon (LH) dari pituitary anterior.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sari (2021) LH berfungsi merangsang sel-sel granulosa dan
sel-sel techa pada folikel yang masak untuk memproduksi Hormon Estrogen. Kadar
Hormon Estrogen yang tinggi menyebabkab produksi LH semakin tinggi sehingga
menyebabkan terjadinya proses ovulasi pada folikel yang masak.

III. PENUTUP
III.1 Kesimpulan
1. Anatomi merupakan suatu cabang biologi yang mempelajari bagian-bagian tubuh dan
fungsinya.
2. Fisiologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari fungsi-fungsi dari setiap bagian
tubuh makhluk hidup.
3. Organa genetalia maskulina pada unggas jantan terdiri beberapa organ, diantaranya
yaitu testis, epididimis, vas deferens, dan papillae.
4. Organa genetalia femina pada unggas betina terdiri dari beberapa organ, diantaranya
yaitu ovarium, infundibulum, magnum, isthmus, uterus, vagina, dan kloaka.
DAFTAR PUSTAKA

Akmal, Y., & Novelina, S. (2014). Anatomi organ reproduksi jantan. Acta Veterinaria
Indonesiana, 2(2), 74-81.

Cornwall, G.A. (2019). New insights into epididymal biology and function. Human
Reproduction Update, 15(2) pp. 213±227.

Farida Hayati, Sitarina Widyarini, Lukman Hakim, Mgatidjan, dan Mustofa., 2012.
Pengaruh emberian Ekstrak Akar Pasak Bumi Terstandar Terhadap Gambaran
Histopatologik Testis dan Konsentrasi Testosteron Pada Tikus. Jurnal Ilmu
Kefarmasian Indonesia, Vol.10, No.1.

Hakim, L., Nova, K., Santosa, P. E., & Riyanti, R. R. (2020). PENGARUH PERBEDAAN JENIS
KELAMIN TERHADAP FREKUENSI NAFAS, DENYUT JANTUNG, SUHU SHANK, DAN
SUHU REKTAL AYAM KUB. Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan (Journal of
Research and Innovation of Animals), 5(2), 94-98.

Hijriyanto, M. (2017). Pengaruh frekuensi penampungan semen terhadap kualitas


spermatozoa pada ayam bangkok. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner, 1(1).

Ihsan, I. H. M. N. (2010). Ilmu reproduksi ternak dasar. Universitas Brawijaya Press.

Irawan, A. R., Sabdoningrum, E. K., Hidanah, S., Chusniati, S., Madyawati, S. P., &
Tehupuring, B. C. (2019). PEMBERIAN EKSTRAK MENIRAN (Phyllanthus niruri Linn)
TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI INFUNDIBULUM AYAM PETELUR YANG
DIINFEKSI Escherichia coli. Journal of Basic Medical Veteriner, 8(1), 53-60.

Isnaeni, W., Fitriyah, A., & Setyani, N. (2017). STUDI PENGGUNAAN PREKURSOR HORMON
STEROID DALAM PAKAN TERHADAP KUALITAS REPRODUKSI BURUNG PUYUH
JANTAN (COTURNIX COTURNIX JAPONICA). Sainteknol: Jurnal Sains dan
Teknologi, 8(2).

Kasiyati, K. (2018). Peran Cahaya bagi Kehidupan Unggas: Respons Pertumbuhan dan
Reproduksi. Buletin Anatomi dan Fisiologi (Bulletin of Anatomy and
Physiology), 3(1), 116-125.
Lim, C. H., et al. 2013 Avian WNT4 in the Female Reproductive Tracts: Potential Role of
Oviduct Development and Ovarian Carcinogenesist. Plos One, 8(7) : 1-9.

Morel, M.C.G.D. 2008. Equine Reproductive Physiology, Breeding and Study


Management. 3rd ed. CABI, Cambridge, Amerika.

M. Haviz., 2013. Dua Sistem Tubuh; Reproduksi dan Endokrin. Jurnal Sainstek, Vol. V,
No.2.

Muslim Akmal, Dian Masyitah, Hafizuddin, dan Fitriani,. 2015. Epiddimis dan Perannya
Pada Pematangan Spermatozoa. JESBIO,Vol.IV, No.2.

Rafli, F., Tethool, A. N., & Pattiselanno, F. (2018). PENGAMATAN PENDAHULUAN


OVARIUM BANDIKUT (Echymipera kalubu). Jurnal Ilmu Peternakan dan Veteriner
Tropis (Journal of Tropical Animal and Veterinary Science), 8(2), 83-85.

Salang, F. (2015). Kapasitas ovarium ayam petelur aktif. Jurnal MIPA, 4(1), 99-102.

Saleh, D. M., & Mugiyono, S. (2017). Kualitas Spermatozoa Ayam Sentul. In PROSIDING
SEMINAR TEKNOLOGI AGRIBISNIS PETERNAKAN (STAP) FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN (Vol. 5, pp. 109-117).

Sari, S. Y. (2021). Profil Kadar Hormon Fsh (Follicle Stimulating Hormone) Dan Lh


(Luteinizing Hormone) Serum Darah Ayam Ras Petelur Strain Isa Brown Dengan
Frekuensi Bertelur Yang Berbeda (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS
AIRLANGGA).

Senger PL. 2005. Pathways to pregnancy and parturition. 2th ed. Washington. Current
Conception.

Susilowati, T. (2014). Ilmu Reproduksi Ternak. Universitas Brawijaya Press.

Wardhana, A. W. (2017). Anatomi Unggas. Universitas Brawijaya Press.

Weinbauer GF, Luetjens CM, Simoni M, Nieschlag E. 2010. Physiology of testicular


function. Di dalam: Nieschlag E, Behre HM, Nieschlag M, editor. Andrology male
reproductive health and dysfunction. 3rd ed. Berlin Springer-Verlag.
REPRODUKSI TERNAK
“Anatomi dan Fisiologi Organa Genitalia Maskulina Mamalia”

LAPORAN PRAKTIKUM

Oleh :
Nama : Ira Rahayu
NIM : D0A020030
Kelompok : 2G
Asistensi : Farashyella Lumintang Ragazasusilo

LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK TERAPAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PETERNAKAN
PURWOKERTO
2021
1

IV. PENDAHULUAN

IV.1 Latar Belakang


Anatomi adalah suatu cabang biologi yang berhubungan dengan struktur tubuh pada
makhluk hidup. Anatomi pada organa genetalia maskulina mamalia adalah bagian-bagian
atau struktur organ reproduksi yang ada pada hewan mamalia jantan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Wahyuni (2021) Organ reproduksi pada hewan mamalia jantan terbagi
menjadi dua golongan, diantaranya yaitu organ primer dan sekunder. Organ primer adalah
suatu golongan pada organ genetalia maskulina mamalia yang merupakan organ utama.
Organ primer pada organ genetalia maskulina mamalia ada satu, yaitu testis. Testis yaitu
organ genetalia maskulina pada mamalia memiliki dua fungsi yaitu fungsi eksokrin
(penghasil
spermatozoa) dan endokrin (Penghasil testosterone). Kedua, organ sekunder yang
merupakan lain pada reproduksi mamalia, yang terdiri dari retetestis, vas eferens,
epididimis, vas deferens, dan penis.
Fisiologi merupakan salah satu cabang ilmu biologi yang secara umum dapat
didefinisikan sebagai kajian tentang fungsi normal dari tubuh yang mencakup kajian
mengenai susunan tubuh, molekul, sel, jaringan, organ maupun sistem organ serta
hubungan di antara sistem-sistem yang terdapat di dalam tubuh. Fisiologi menggunakan
berbagai pendekatan ilmiah untuk mempelajari susunan tubuh secara keseluruhan dalam
menjalankan fungsi fisik dan kimiawinya untuk mendukung kehidupan. Untuk mendalami
fisiologi diperlukan pemahanan tentang bidang-bidang ilmu lain yang terkait seperti
sitologi, anatomi, biokimia, biofisika, genetika, klimatologi serta ilmu-ilmu lain.
Hewan mamalia merupakan hewan yang termasuk kedalam kelas golongan
vertebrata. Hewan mamalia memiliki beberapa ciri yang dapat membedakannya dengan
golongan hewan lain. Ciri-ciri yang terdapat pada hewan mamalia diantaranya yaitu
memiliki kelenjar susu yang biasa disebut dengan gland mamae, bertulang belakang
(vertebrata), dan biasanya memilik rambut untuk menutupi tubuhnya. Selain itu, hewan
mamalia juga memiliki anggota gerak untuk dapat melakukan aktvitas berjalan,
berenang, atau bahkan melakukan sesuatu. Hewan mamalia dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa ordo, diantaranya ada 12 ordo yang menjadi golongan hewan mamala
tersebut. Ordo-ordo tersebut diantaranya yaitu, ordo marsupialia, ordo insektivora, ordo
2

demoptera, ordo chiroptera, ordo primate, ordo rodenita, ordo carnivore, ordo
laghomorpha, ordo cetacea, ordo proboscidea, ordo perissodactyla, dan ordo
arcyodactyla.
Reproduksi pada hewan mamalia merupakan suatu cara atau proses yang
dilakukan hewan mamalia untuk mempertahankan diri agar tidak punah. Proses
mempertahankan atau pengembangbiakkan tersebut dapat dilakukan melalui beberapa
organ reproduksi. Proses reproduksi terjadi melalui proses bertemunya gamet jantan
(sperma) dengan gamet betina (ovum), kemudian membentuk individu baru yang
disebut dengan fertilisasi yang nantinya akan menghasilkan zigot. Setelah zigot
berkembang menjadi embrio hingga lahir menjadi anakan.
Reproduksi adalah pembentukan individu baru dari individu yang telah ada dan
merupakan ciri khas dari semua organisme hidup. Proses reproduksi tidak diperlukan
untuk kelangsungan hidup organisme, tetapi tanpa reproduksi spesies akan punah. Untuk
terjadinya proses reproduksi seksual, hewan perlu memiliki organ reproduksi yang mampu
menghasilkan gamet.
Fungsi alamiah seekor hewan jantan adalah menghasilkan sel-sel kelamin
jantan atau spermatozoa yang hidup, aktif dan potensial fertil, dan secara
sempurna meletakakannya ke dalam saluran kelamin betina. Inseminasi buatan
hanya memodifiser cara dan tempat peletakan spermatozoa. Semua proses-
proses fisiologi dalam tubuh hewan jantan, baik secara langsung maupun tidak
langsung, menunjang produksi dan kelangsungan hidup spermatozoa. Akan tetapi
pusat kegiatan kedua proses ini terletak pada organ reproduksi hewan jantan itu
sendiri.
Organ reproduksi hewan jantan pada umumnya dapat dibagi atas tiga
komponen: (a) organ kelamin primer yaitu gonad jantan (b) sekelompok kelenjar-
kelenjar kelamin pelengkap yaitu kelenjar-kelanjar vesikulares, prostat dan
Cowper, dan saluran-saluran yang terdiri dari epididylis dan vas deferen dan (c)
alat kelamin luar atau kopulatoris yaitu penis. Semua proses fisiologis dalam tubuh
ternak jantan, baik secara langsung maupun tidak langsung, menunjang produksi
dan kelangsungan hidup spermatozoa.
3

IV.2 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Anatomi Organa Genitalia Maskulina
Mamalia.
2. Mahasiswa dapat menegetahui dan memahami Fisiologi Organa Genitalia Maskulina
Mamalia.

IV.3 Waktu dan Tempat


Praktikum Reproduksi Ternak Acara ke-2 “Anatomi dan Fisiologi Organa
Genitalia Maskulina Mamalia ” dilaksanakan pada hari Senin, 13 September 2021
pada pukul 17.50 - selesai secara daring dengan diskusi melalui wa grup
bertempat di Purwokerto Jawa Tengah.
4

V. ISI

V.1 Anatomi Organa Genetalia Maskulina Unggas


Alat reproduksi maskulina mamalia jantan terdiri dari dua bagian yaitu, alat
reproduksi primer dan alat reproduksi sekunder. Hal ini sesuai dengan pendapat
Susilowati (2014) Alat reproduksi primer merupakan alat reproduksi utama karena
tanpa adanya alat ini dengan cara apapun ternak tidak mungkin menghasilkan
keturunan. Alat tersebut dinamakan testis sedangkan alat reproduksi sekunder
terdiri dari retetestis, vas eferens, epididimis, vas deferens, uretra dan penis.
Pada organa genetalia maskulina mamalia terdapat testis yang dibungkus oleh
lapisan yang disebut dengan skrotum. Skrotum atau pembungkus testis pada
organa
genetalia maskulina jantan terletak diantara penis dan anus. Skrotum atau
pembungkus
penis memiliki beberapa lapisan, yang terdiri dari 5 lapisan. Lapisan-lapisan
tersebut
diantaranya yaitu lapisan tunika dartos, tunika albuginea, tunika vaginalis, tunika
pembuluh darah, dan jaringan parenkim. Pernyataan tersebut sebanding dengan
pernyataan (M. Haviz, 2013), bahwa testis memiliki struktur dari luar yang terdiri
dari
beberapa lapsan. Pertama, yaitu tunika vaginalis yang merupakan membrane
serum luar
berlapis dua yang mengelilingi setiap lapis. Kedua, tunika albugenia teedapat
didalam
tunika vaginalis dan menonjol kedalam, membagi setiap testis menjadi beberapa
ruang
yang disebut lobulus. Ketiga, tubulus seminiferus yang terdapat didalam lobulus.
Testis merupakan organ reproduksi yang berperan dalam menghasilkan
sperma. Testis terdiri dari 900 lilitan tubulus seminiferus yang didalamnya
5

terdapat epitel berfungsi sebagai tempat pembentukan sperma. Dari tubulus


seminiferus, sperma kemudian dialirkan ke dalam epididimis. Saluran epididimis
bermuara ke dalam vas deferens yang mengalami pembesaran pada bagian
ujungnya sebelum memasuki korpus kelenjar prostat. Hal ini sesuai dengan
pendapaat Ernawati(2016) Pembesaran ini disebut ampula vas deferens. Ujung
saluran dari vesikula seminalis yang terletak di samping dari kelenjar prostat
bergabung dengan ampula vas deferens membentuk duktus ejakulatorius. Duktus
prostatikus juga bermuara pada duktus ejakulatorius, yang kemudian lanjut
bersambung dengan uretra pars prostatika. Uretra merupakan ujung yang
menghubungkan testis dengan dunia luar. Pada saluran uretra terdapat mukus
yang berperan sebagai lubrikator yang dihasilkan oleh kelenjar burbouretralis
(kelenjar Cowper). Kelenjar Cowper berada tepat di bawah kelenjar prostat.
Stuktur anatomi testes jika dipotong dari margo anterior ke margo posterior
maka akan terlihat tunica albuginea. Tunica albuginea ini memberi lanjutan-
lanjutan ke dalam parenchim testis, yang disebut septula testis. Hal ini sesuai
dengan pendapat Suciati (2012) Septula testis ini membagi testis menjadi
beberapa lobus testis. Pada daerah dekat margo posterior yang tidak dicapai oleh
septula testis, tersusun atas jaringan ikat fibrosa yang memadat yang disebut
mediastinum testis. Parenkim testis yang terletak dalam lobulus testis terdiri atas
tubulus seminiferus contortus, ini merupakan daerah yang nampak seperti
benang-benang halus yang berkelok-kelok. Tubulus seminiferus yang mendekati
mediastinum testis bergabung membentuk tubukus seminiferi recti.
Spermatogenesis pada mamalia merupakan program perkembangan yang
kompleks. Program tersebut melibatkan perubahan bentuk sel germinal
progenitor diploid menjadi spermatozoa. Hal ini sesuai dengan pendapat (keber
et al., 2013) Spermatogenesis berlangsung di dalam epithelium seminiferus testis
mamalia yang menghasilkan sekitar 256 spermatid (haploid, 1n) yang berasal dari
spermatogonium tipa A1 (diploid, 2n) (Siu & Cheng 2004). Satu spermatogonium
(diploid, 2n) akan menghasilkan delapan spermatid (haploid, 1n) selama
spermatogenesis. Spermatogenesis dimulai ketika spermatogonia mengalami
proliferasi dan diferensiasi menjadi spermatosit primer, yang selanjutnya diikuti
6

oleh meiosis yang menghasilkan round spermatid haploid. Round spermatid


mengalami perubahan morfologi yang dramatis hingga menjadi spermatozoa yang
matang. Spermatozoa pada mamalia akan mengalami diferensiasi ketika mereka
meninggalkan testis.
Epididimis merupakan saluran reproduksi jantan yang terdiri dari tiga bagian
yaitu kaput epididimis, korpus epididimis dan kauda epididimis. Kaput epididimis
merupakan muara dari sejumlah duktus efferentes dan terletak dibagian ujung
dari testes. Hal ini sesuai dengan pendapat Labetubun (2011) Korpus epididimis
merupakan saluran kelanjutan dari kaput yang berada di luar testes, sedangkan
kauda epididimis merupakan kelanjutan dari korpus yang terletak pada bagian
ujung bawah testes. Pada bagian kauda epididimis merupakan tempat
penyimpanan spermatozoa. Konsentrasi spermatozoa didapatkan sangat tinggi
pada bagian tersebut, selain tempatnya yang relative luas juga kondisi pada kauda
epidimis ini optimal untuk mempertahankan kehidupan spermatozoa .
Spermatozoa dihasilkan di dalam tubuli seminiferi atas pengaruh FSH (Follicle
Stimulating Hormone), sedangkan testosteron diproduksi oleh sel-sel interstitiel
yang disebut sebagai sel Leydig oleh pengaruh ICSH (Interstitiil Cell Stimulating
Hormone) . Spermatozoa bergerak dari tubulus seminiferus lewat ductus deferens
menuju kepala. Epididymis merupakan pipa panjang dan berkelak-kelok yang
menghubungkan vasa eferensia pada testis dengan ductus deferens (vas
deferens).

V.2 Fisiologi Organa Genetalia Maskulina Unggas


Testis adalah salah satu organ reproduksi yang terdapat pada hewan jantan. Testis
merupakan alat resproduksi pada hewan jantan yang tergolong kedalam organ primer.
Testis memiliki dua fungsi, yaitu fungsi eksokrin dan endokrin. Fungsi eksokin berfungsi
untuk menghasilkan atau ngeluarkan spermatozoa pada organ reproduksinya. Sedangkan
fungsi endokrin berfungsi untuk mnghasilkan hormone testosterone yang kemudian
diserap oleh tubuh (tidak dikeluarkan). Hal tersebut tidak sesuai dengan pernyataan
pendapat (Weinbauer, 2010), bahwa testis memiliki fungsi gametogenesis dan
steroidogenesis.
7

Testis pada oragana genetalia maskulina mamalia jantan memiliki beberapa sel-sel.
Sel-sel tersebut diantaranya yaitu tubulus seminiferus, sel setroli, sel germinal, dan sel
ledyg. Sel-sel tersebut juga memiliki beberapa peranan atau fungi pada masing-masing
sel. Tubulus seminiferus memiliki 85-95%, sel setroli berfungsi untuk memberikan nutrisi
pada spermatozoa, sel germinal berfungsi untuk pembentukkan spermatozoa, dan sel
ledyg yang terdiri dari 5-15% yang berfungsi sebagai penghasil hormone estrogen dan
testosterone. Hal tersebut tidak sesuai dengan pendapat (Farida Hayati et al.,
2012), yang menyatakan bahwa sel ledyg merupakan sel yang berperan dalam sekresi
hormone steroid.
Organ genetalia maskulina pada mamalia juga memiliki beberapa organ, salah
satunya adalah penis. Penis merupakan alat reproduksi pada organ genetalia maskulina
yang berfungsi sebagai alat kopulasi dan tempat keluarnya sperma. Selain berfungsi
sebagai tempat pengeluaran sperma, penis juga berfungsi sebagai tempat saluran kencing
atau urine. Penis juga dibagi menjadi empat bagian, diantaranya yaitu batang penis,
uretra, preputium, dang lend penis. Hal ini sesuai dengan pendapat
(Sanger, 2015), bahwa penis merupakan alat kopulasi hewan jantan yang berfungsi untuk
menyalurkan semen dalam saluran reproduksi betina dan sebagai tempat pengeluaran
urine.
Tubulus seminiferus, merupakan bagian testis yang berisi sel berlapis kompleks,
bergaris tengah sekitar 150-250 um dan panjang 30-70 cm. Tubulus seminiferus dapat
bercabang berujung buntu. Pada ujung-ujung apikal tiap tubulus, lumen menyempit dan
epitel yang membatasi dengan segera berubah menjadi lapisan selapis kubis yang
mempunyai satu flagela. Segmen yang pendek ini dikenal sebagai tubulus rectus,
menghubungkan tubulus seminiferus dengan saluran-saluran anastomose yang dibatasi
oleh epitel labirin, rete testis. Rete testis yang terdapat daalam jaringan penyambung
mediastinum dihubungkan dengan bagian sefalik epididimis oleh 10-20 ductus efferen,
yang nantinya didistal menyatu pada duktus epididimis.
Epididimis mempunyai fungsi pertama yaitu sebagai sarana transportasi bagi
spermatozoa. Lama perjalanan spermatozoa dalam epididymis pada domba, sapi
dan babi bervariasi, masing-masing adalah dari 13-15, 9-11, dan 9-14 hari.
Beberapa factor yang menunjang perjalanan spermatozoa dalam epididymis, yaitu
8

diantaranya adalah factor tekanan yang diakibatkan oleh produksi spermatozoa


baru dari dalam tubuli seminiferi. Hal ini menyebabkan tekanan pada rete testis,
vasa efferentia dan sampai pada epididymis. Gerakan spermatozoa dapat
ditimbulkan oleh adanya pemijatan pada testis dan epididymis, hal ini dapat juga
terjadi selama ternak memperoleh latihan atau gerak untuk mempertahankan
kondisi tubuh yang baik (exercise). Hal ini sesuai dengan pendapat Herdis (2016)
Pergerakan spermatozoa dibantu oleh adanya ejakulasi. Selama ejakulasi,
kontraksi peristaltic melibatkan otot daging licin epididymis dan tekanan negative
yang ditimbulkan oleh kontraksi vas deferens dan urethra menyebabkan
spermatozoa dapat bergerak secara aktif dari epididymis menuju dalam vas
deferens dan uretra. 
Urethra merupakan saluran tunggal yang membentang dari persambungan
antara ampulla sampai pangkal penis. Fungsi urethra adalah sebagai saluran
kencing dan semen. Selama ejakulasi pada sapid an domba, terjadi pencampuran
yang kompleks antara spermatozoa yang padat dari vas deferens dan epididimis
dengan cairan sekresi dari kelenjar-kelenjar tambahan dalam urethra yang berada
di daerah pelvis menjadi semen. Hal ini sesuai dengan pendapat Feradis (2010)
Urethra adalah saluran dari tempat bermuaranya Ampula ductus deferen sampai
ujung penis. Urethra merupakan saluran urogenitalis yang berfungsi sebagai
tempat lewatnya urine dan semen. Urethra musculanis atau  canalis urogenitalis 
adalah saluran ekskretoris bersama urine dan semen. Urethra membentang dari
daerah pelvis ke penis dan berakhir pada ujung glands sebagai orificium urethrae
extern. Urethra dapat dibedakan atas 3 bagian, yakni bagian pelvis, bulbus
urethralis, dan bagian penis.
9

VI. PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
1. Anatomi adalah suatu cabang biologi yang berhubungan dengan struktur tubuh pada
makhluk hidup. Anatomi pada organa genetalia maskulina mamalia adalah bagian-
bagian atau struktur organ reproduksi yang ada pada hewan mamalia jantan.
2. Fisiologi merupakan salah satu cabang ilmu biologi yang secara umum dapat
didefinisikan sebagai kajian tentang fungsi normal dari tubuh yang mencakup kajian
mengenai susunan tubuh, molekul, sel, jaringan, organ maupun sistem organ serta
hubungan di antara sistem-sistem yang terdapat di dalam tubuh.
DAFTAR PUSTAKA

Ernawati, E., & Nurliani, A. (2016). Efek antioksidan ekstrak etanol bulbus bawang dayak
(Eleutherine Americana Merr.) terhadap struktur mikroanatomi tubulus
seminiferus testis tikus yang dipapar asap rokok. Jurnal Sains dan Terapan
Kimia, 6(2), 93-100.
Farida Hayati, Sitarina Widyarini, Lukman Hakim, Mgatidjan, dan Mustofa., 2012.
Pengaruh pemberian Ekstrak Akar Pasak Bumi Terstandar Terhadap Gambaran
Histopatologik Testis dan Konsentrasi Testosteron Pada Tikus. Jurnal Ilmu
Kefarmasian Indonesia,Vol.10, No.1.
Feradis, 2010. Bioteknologi Reproduksi pada Ternak. Alfabeta. Bandung.
Herdis, H., Darmawan, I. W. A., & Rizal, M. (2016). PENAMBAHAN BEBERAPA JENIS GULA
DAPAT MENINGKATKAN KUALITAS SPERMATOZOA BEKU ASAL EPIDIDIMIS TERNAK
DOMBA (Addition of Various Sugars in Improving Quality of Frozen Thawed
Epididymal Spermatozoa of Ram). Jurnal Kedokteran Hewan-Indonesian Journal of
Veterinary Sciences, 10(2), 200-204.
Keber, R., D. Rozman and S. Horvat. (2013). Sterols in spermatogenesis and sperm
maturation. Journal of Lipid Research, 54:20-33.
M. Haviz., 2013. Dua Sistem Tubuh; Reproduksi dan Endokrin. Jurnal Sainstek, Vol. V, No.2
Labetubun, J., & Siwa, I. P. (2011). Kualitas spermatozoa kauda epididimis sapi Bali
dengan penambahan laktosa atau maltosa yang dipreservasi pada suhu 3-
5oC. Jurnal Veteriner, 12(3), 200-207.
Senger PL. 2005. Pathways to pregnancy and parturition. 2th ed. Washington. Current
Conception.
Suciati, T. (2012). Pengaruh likopen terhadap gambaran tubulus seminiferus dan kualitas
sperma mencit (Mus musculus L) yang terpapar asap rokok. Proceeding Book:
Pertemuan Ilmiah Nasional Perhimpunan Ahli Anatomi Indonesia XIV: Anatomy for
Better quality Life FK Universitas Udayana Denpasar Bali 12-13 Oktober 2012, 1, 1-
695.
Susilowati, T. (2014). Ilmu Reproduksi Ternak. Universitas Brawijaya Press.
Wahyuni, S. (2021). Anatomi Veteriner I: Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi Jantan
dan Ranggah Muncak (Cervidae). Syiah Kuala University Press.
Weinbauer GF, Luetjens CM, Simoni M, Nieschlag E. 2010. Physiology of testicular
function. Di dalam: Nieschlag E, Behre HM, Nieschlag M, editor. Andrology male
reproductive health and dysfunction. 3rd ed. Berlin Springer-Verlag.
REPRODUKSI TERNAK
“Anatomi dan Fisiologi Organa Genitalia Femina Mamalia”

LAPORAN PRAKTIKUM

Oleh :
Nama : Ira Rahayu
NIM : D0A020030
Kelompok : 2G
Asistensi : Farashyella Lumintang Ragazasusilo

LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK TERAPAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PETERNAKAN
PURWOKERTO
2021
1

VII. PENDAHULUAN

VII.1 Latar Belakang


Anatomi adalah suatu cabang biologi yang berhubungan dengan struktur tubuh pada
makhluk hidup. Anatomi pada organa genetalia femina mamalia adalah bagian-bagian
atau struktur organ reproduksi yang ada pada hewan mamalia betina. Organ reproduksi
pada hewan mamalia betina terbagi menjadi dua golongan, diantaranya yaitu organ
primer dan sekunder. Organ primer adalah suatu golongan pada organ genetalia femina
mamalia yang merupakan organ utama. Organ primer pada organ genetalia femina
mamalia ada satu, yaitu ovarium.
Fisiologi merupakan salah satu cabang ilmu biologi yang secara umum dapat
didefinisikan sebagai kajian tentang fungsi normal dari tubuh yang mencakup kajian
mengenai susunan tubuh, molekul, sel, jaringan, organ maupun sistem organ serta
hubungan di antara sistem-sistem yang terdapat di dalam tubuh.
Mamalia adalah suatu kelompok atau golongan hewan yang termasuk hewan
vertebrata atau hewan bertulang belakang. Mamalia memiliki ciri khusus yang dapat
membedakannya dengan hewan golongan lain. Ciri khusus tersebut yaitu mereka
memiliki suatu kelenjar yang disebut dengan kelenjar mamae atau kelenjar penghasil
susu. Nama mamalia tersebut juga diambil dari bahasa latin yaitu “Mammae” yang
memiliki arti “menyusui”. Sebagian besar mammalian menghasilkan keturunannya tetapi
ada juga mamalia yang tergolong monotremata atau bertelur.
Organa genetalia femina mamalia terbagi menjadi dua gologan, yaitu primer dan
sekunder. Organ primer merupakan organ utama yang berperan dalam proses
reproduksi hewan betina mamalia. Organ primer vagina tersebut terdiri dari suatu organ
reproduksi yang sering disebut dengan ovarium. Sedangkan organ sekunder pada organa
genetalia femina mamalia yaitu merupakan organ kedua dalam proses reproduksi
mamalia betina. Organ sekunder yang dimaksud dantaranya yaitu oviduk, uterus,
cerviks, dan vagina.
Reproduksi pada hewan mamalia merupakan suatu cara atau proses yang
dilakukan hewan mamalia untuk mempertahankan diri agar tidak punah. Proses
mempertahankan atau pengembangbiakkan tersebut dapat dilakukan melalui beberapa
organ reproduksi. Proses reproduksi terjadi melalui proses bertemunya gamet jantan
2

(sperma) dengan gamet betina (ovum), kemudian membentuk individu baru yang
disebut dengan fertilisasi yang nantinya akan menghasilkan zigot. Setelah zigot
berkembang menjadi embrio hingga lahir menjadi anakan.
Reproduksi adalah pembentukan individu baru dari individu yang telah ada dan
merupakan ciri khas dari semua organisme hidup. Proses reproduksi tidak diperlukan
untuk kelangsungan hidup organisme, tetapi tanpa reproduksi spesies akan punah. Untuk
terjadinya proses reproduksi seksual, hewan perlu memiliki organ reproduksi yang mampu
menghasilkan gamet.
3

VII.2 Tujuan
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Anatomi Organa Genitalia Femina
Mamalia.
4. Mahasiswa dapat menegetahui dan memahami Fisiologi Organa Genitalia Femina
Mamalia.

VII.3 Waktu dan Tempat


Praktikum Reproduksi Ternak Acara ke-3 “Anatomi dan Fisiologi Organa
Genitalia Femina Mamalia ” dilaksanakan pada hari Senin, 20 September 2021
pada pukul 17.50 - selesai secara daring dengan diskusi melalui wa grup
bertempat di Purwokerto Jawa Tengah.
4

VIII. ISI

VIII.1 Anatomi Organa Genetalia Femina Unggas


Organ primer betina pada mamalia itu sama seperti organ primer pada unggas
yaitu ovarium. Ovarium terdiri dari dua bagian yaitu bagian luar (cortex) dan
bagian dalam (medulla). Bagian luar terdiri dari folikel, pembuluh limfa, stroma,
korpus luteum, dan serabut otot polos. Bagian dalam ovarium terdiir dari
pembuluh darah, pembuluh saraf, jaringan ikat fibrio elastis. Ovarium memiliki
dua fungsi yaitu fungsi eksokrin untuk menghasilkan ovum dan fungsi endokrin
untuk menghasilkan hormon estrogen dan progesteron. Pada ovarium terdapat
tahap falikulogenesis atau proses pembentukan folikel. Folikulogenesis terdiri dari
4 tahap yaitu folikel primer, folikel sekunder, folikel tersier dan folikel the graff.
Proses pematangan oosit menurut Aji (2017) sangat berpengaruh atau
dipengaruhi oleh perkembangan folikel didalam ovarium. Perkembangan folikel
mulai dari folikel primer sampai menjadi folikel de graff yang siap menghasilkan
oosit yang matang dan siap dibuahi oleh spermatozoa.
Ovarium dikelilingi oleh epitel germinal dan dibungkus oleh pembungkus ovarium
yang dinamakan dengan Tunika Albuginea. Ovarium pada setiap jenis mamalia memiliki
berbagai bentuk yang bermacam-macam. Pada mamalia sapi, kambing dan domba
ovariumnya berbentuk seperti biji almond, pada babi bentuk ovariumnya menyerupai
seperti buah anggur, sedangkan pada kuda bentuk ovariumnya seperti sebuah ginjal.
Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan Feradis (2010), bentuk dan ukuran
ovarium berbeda-beda menurut spesies dan fase estrus. Pada sapi dan domba ovarium
berbentuk oval menyerupai buah almond, sedangkan pada kuda berbentuk seperti ginjal
karena ada fossa ovulatoris, suatu legokan pada pinggir ovarium. Pada babi, ovarium
berupa gumpalan anggur, folikel-folikel dan corpora lutea menutupi jaringan-jaringan
ovarial di bawahnya.
Ovarium merupakan salah satu organ terpenting dalam sistem reproduksi hewan
amalia betina. Ovarium terdiri dari dua bagian, diantaranya yaitu korteks dan medulla.
Korteks dapat ditemukan di pembuluh darah, folikel, otot serabut polos, jaringan limfe,
stoma, dan corpus luteum. Sedangkan medulla terdapat didalam pembuluh darah,
jaringan syaraf, dan jaringan ikat fibrioelastis. Pernyataan tersebut cukup sebanding
5

dengan pernyataan Wibawan (2017), bahwa ovarium terdiri dari lapisan korteks
dan medulla. Pada lapisan korteks ditemukan perkembangan folikel dan pada lapisan
medulla terdapat pembuluh darah, jaringan ikat longgar dan saraf.
Estrus merupakan suatu proses perubahan fisiologis yang terjadi secara berkala
pada kebanyakan mamalia betina dari ordo Theria akibat hormon-hormon reproduksi.
Sikluas estrus ini dapat terjadi setelah betina mengalami pematangan seksual dan siap
dikawini oleh ternak jantan. Ketetapan waktu pada saat siklus estrus merupakan hal
yang sangat penting dan sangat mempengaruhi persentase kebuntingan ternak tersebut.
Adapaun siklus estrus pada mamalia betina terbagi menjadi beberapa fase, diantaranya
yaitu fase proestrus, estrus, metestrus, dan disestrus. Pernyataan tersebut sebanding
dengan pernyataan (Indri N, et al.,2015), yang menyatakan bahwa periode estrus
merupakan suatu kondisi saat ternak betina bersedia dikawini ternak jantan. Periode
estrus tersebut merupakan periode yang paling penting dari siklus estrus atau periode
estrus sebagai patokan waktu dalam proses perkawinan terutama yang dilakukan
melalui inseminasi buatan. Ketepatan waktu kawin ini akan mempengaruhi persentase
kebuntingan ternak tersebut. Jika waktu kawin atau periode estrus ini terlewat maka
peternak harus menunggu periode estrus berikutnya. Kondisi tersebut menyebabkan
nilai lambing interval dan days open semakin panjang sehingga efisiensi reproduksi
menjadi rendah.
Siklus estrus pada hewan mamalia seperti sapi juga memiliki tanda-tanda/ciri fisik
yang dialaminya pada saat siklus estrus tersebut. Tanda-tanda tersebut sering dikenal
atau disingkat dengan sebutan 3ABCD. Tanda-tanda tersebut diantaranya yaitu : (1)
Abang, abuh, anget (2) Bengak, bengok (3) Clingkrak, clingkrik (4) Diam ketika dinaiki.
Pernyataan tersebut cukup sebanding dengan pernyataan (Pudji Astuti, 2016), bahwa
Gejala estrus yang dapat diamati pada sapi-sapi betina meliputi perilaku menaiki dan
diam saat dinaiki sesama sapi dara lainnya, sapigelisah, nafsu makan turun, dan
perubahan kondisi vulva meliputi; adanya mukosa vulvamerah (3A: abang, abuh, anget),
keluar leleranlendir jernih, kental, menggantungdari vulva.
Hormon LH juga termasuk kedalam salah satu hormon pada ovarium. Homon LH
memiliki peran dalam proses ovulasi dan perkembangan korpus luteum. Selain hormone
LH, di ovarium juga terdapat hormone yang disebut sebagai hormone FSH. Hormon FSH
6

berfungsi untuk meransang pertumbuhan dan perkembangan folikel. Pernyataan


tersebut cukup sebanding dengan pernyataan (Andaru Rizki, 2019), bahwa hormone
hipofisa
anterior yang jelas berperan dalam mengendalikan siklus birahi adalah FSH dan LH,
semua hormone tersebut adalh bersifat protein. Hormon FSH juga berfungsi untuk
merangsang pertumbuhan folikel ovarium.
Siklus estrus terdiri dari empat bagian yaitu porestrus, estrus, metestrus, dan
diestrus. Pada fase estrus terjadi ovulasi dan pada fase ini juga terjadi puncak birahi pada
hewan betina dan siap menerima hewan jantan untuk kopulasi. Selain fase estrus, hewan
betina tidak mau melayani hewan jantan untuk kopulasi (Huda,N.K.2017). Proestrus
adalah fase persiapan. Fase ini biasanya pendek, gejala yang terlihat berupa perubahan-
perubahan tingkah laku dan perubahan alat kelamin bagian luar. Estrus adalah fase yang
terpenting dalam siklus birahi, karena dalam fase ini hewan betina memperlihatkan gejala
yang khusus untuk tiap-tiap jenis hewan dan dalam fase ini pula hewan betina mau
menerima pejantan untuk kopulasi. Metestrus adalah fase dalam siklus berahi yang
terjadi segera setelah estrus selesai. Diestrus adalah fase dalam siklus berahi yang
ditandai dengan tidak adanya kebuntingan, tidak adanya aktivitas kelamin dan hewan
menjadi tenang.

VIII.2 Fisiologi Organa Genetalia Femina Unggas


Ovarium merupakan satu-satunya organ primer pada organa genetalia femina
mamalina. Ovarium pada organa genetalia femina mamalia memiliki dua fungsi,
yaitu
fungsi eksokrin dan fungsi endokrin. Fungsi eksokrin pada ovarium yaitu
menghasilkan
oosit. Sedangkan fungsi endokrin pada ovarium yaitu menghasilkan satu hormone
steroid (penyusun lemak) yang terdiri dari estrogen dan progesteron. Ovarium
pada
fungsi endokrin juga dapat berfungsi sebagai penghasil hormon peptida (protein)
yang
terdiri dari oksitosin, relaxin, infibrin, dan aktifin. Pernyataan tersebut sesuai
7

dengan
prnyataan (Hamny, 2016) bahwa ovarium mengalamiserangkaian perubahan
morfologi dan fisiologi selamasiklus estrus dan proses reproduksi. Ovarium
mempunyai fungsi
ganda, yaitu sebagai organ eksokrin yang menghasilkan oosit (sel telur) dan
sebagai
organ endokrin yang menghasilkan hormon steroid (estrogen dan progesteron).
Ovarium terletak di dalam kavum abdominalis, menggantung, dan bertaut melalui
mesovarium ke uterus.
Hormon merupakan zat kimia yang diproduksi oleh sistem endokrin dalam tubuh
dan berfungsi untuk membantu mengendalikan hampir semua fungsi tubuh, seperti
pertumbuhan, metabolisme, hingga kerja berbagai sistem organ, termasuk organ
reproduksi. Hormon pada organa genetalia femina mamalia terdiri dari hormone GnRH,
LH, FSH, estrogen, progesterone, dan hormone prostaglandin. Salah satu diantara hormo
tersebut yaitu hormone estrogen, yang berfungsi sebagai perkembangan organ
seksekunder, perkembangan kelenjar mamae, serta menimbulkan kontraksi uterus saat
partus. Hormon estrogen dikatakan memiliki peran penting dalam organa genetalia
femina mamalia, karena hormone tersebut juga dapat berpengaruh dalam siklus estrus.
Penyataan tersebut cukup sesuai dengan pernyataan (Tongku N. Siregar, 2019), bahwa
fungsi utama hormon estrogen adalah untuk merangsang berahi, merangsang timbulnya
sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem saluran ambing betina dan
pertumbuhan ambing.
Vagina merupakan salah satu alat reproduksi paa hewan mamalia betina. Vagina
memiliki beberapa fungsi yang penting dalam sistem reproduksi. Fungsi vagina
diantaranya yaitu untuk menerima alat kopulasi jantan, transport spermatozoa, serta
sebagai tempat penampung spermatozoa pada kawin alam. Pernyataan tersebut cukup
sebanding dengan pernyataan Fauziyah (2018) bahwa vagina adalah bagian saluran
peranakan yang terletak di dalam pelvis di antara uterus (arah kranial) dan vulva (kaudal).
Vagina juga berperan sebagai selaput yang menerima penis hewan jantan pada saat
kopulasi.
Membran mukosa dari vagina adalah epitel squamosa berstrata yang tak berkelenjar.
8

Pada bagian vagina sapi tersebut permukaannya tidak mengalami kornifikasi,


kemungkinan karena rendahnya tingkat sirkulasi estrogen.
Ovarium atau yang lebih dikenal dengan indung telur adalah kelenjar kelamin
yang
dibawa oleh betina. Ovarium merupakan sepasang kelenjar yang terdiri dari ovari
kanan
yang terletak di belakang ginjal kanan dan ovari kiri yang terletak di belakang
ginjal
kiri. Ovarium seekor sapi betina bentuknya menyerupai biji buah almond dengan
berat
rata-rata 10 sampai 20 gram. Hal ini sesuai dengan pendapat Susetyarini (2020)
Ovarium memliki dua fungsi, yaitu fungsi eksokrin dan fungsi endokrin. Fungsi
eksokrin pada ovarium mamalia betina berfungsi untuk menghasilkan oosit. Fungsi
endokrin pada ovarium hewan mamalia betina yaitu untuk menghasilkan satu
hormone steroid (penyusun lemak), yang terdiri dari estrogen dan progesterone.
Hasil praktikum juga menjelaskan bahwa organ sekunder pada mamlia betina
terdiri dari oviduct, uterus, vagina, vulva dan clitoris. Oviduct terdiridari 3 bagian
yaitu infundibulum berfungsi menangkap ovum, ampulla sebagai tempat fertilisasi
dan isthmus sebagai kapasitasi spermatozoa. Uterus terdiri dari tiga bagian
cornoauteri atau tanduk, corpus uteri atau badan Rahim dan cervix uteri (leher
rahim). Vagina berfungsi sebagai alat kopulasi. Organ yang keempat ada vulva dan
terakhir adalah clitoris yang berfungsi sebagai pusat rangsangan. Semua organ
sekunder pada mamalia terdapat di area rongga pinggul. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Afiati, dkk (2013) yang menyatakan bahwa, organ reproduksi
betina yang terletak di dalam cavum pelvis (rongga pinggul) tersebutter diri dari
oviduct, uterus, cervix, vagina dan vulva.
9

IX. PENUTUP
IX.1 Kesimpulan
3. Organ primer merupakan organ utama yang berperan dalam proses
reproduksi hewan betina mamalia. Organ primer vagina tersebut terdiri dari suatu
organ reproduksi yang sering disebut dengan ovarium.
4. Organ sekunder pada organa fenima mamalia yaitu merupakan organ kedua dalam
proses reproduksi mamalia betina. Organ sekunder yang dimaksud dantaranya yaitu
oviduk, uterus, cerviks, dan vagina.
DAFTAR PUSTAKA

Afiati. F., Herdis dan S. Said. 2013. Pembibitan Ternak dengan Inseminasi Buatan. Penebar
Swadaya : Jakarta.

Aji. R.N., Panjono., A. Agus., B.P. Widyobroto., T. Hartatik., I. G. S. Budisatria., Isnamaya.,


dan S. Bintara. 2017. Kinerja Reproduksi Sapi Betina Sumba Ongole yang
diinseminasi dengan Semen Beku Sapi Jantan Belgian Blue. Jurnal Buletin
Peternakan. 41(4) : 379-384.
Andaru Rizki, Pudji Srianto, Endang Suprihati, Trilas Sardjito, Ismudiono, Mohammad
Anam
Arif., 2019. Pengaruh pH Lendir Mukosa Vagina Saat Birahi Terhadap Persentase
Kebuntingan (Conception Rate) pada Sapi Perah di KUD Tani Wilis Kabupaten
Tulungagung dan KSU Tunas Setia Baru Kabupaten Pasuruan. Ovozoa Vol. 8, No. 2
Fauziyah, N., Ati, S., & Jaya, S. T. (2018). Efektivitas Pemberian Susu Kedelai Sejak Usia 6
Minggu Sampai Usia 10 Minngu Terhadap Tingkat Keasamaan (pH) Vagina. Health
Care Media, 3(4), 13-17.
Feradis. 2010. Reproduksi Ternak. Alfabeta. Bandung
Hamny. 2006. Studi Morfologi Organ Reproduksi Kancil (Tragulus javanicus) dengan
Tinjauan Khusus pada Ovarium, PerkembanganFolikel, dan Pematangan Oosit In
Vitro. Tesis. SekolahPascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Huda, N. K. (2017). Pengaruh Ekstrak Sambiloto (Andrographis Paniculata Nees.)
Terhadap Siklus Estrus Mencit (Mus Musculus L. Swiss Webster). Eksakta: Berkala
Ilmiah Bidang Mipa, 18(02), 69-76.
Indri Nurfitriani, Rangga Setiawan,dan Soerpirna., 2015. Karakteristik Vulva dan Sitologi
Sel
Mucus dari Vagina Fase Estrus Pada Domba Lokal. Fakultas Peternakan,
Universitas
Padjajaran. Bandung.
Susetyarini, R. E., Latifa, R., Zaenab, S., & Nurrohman, E. (2020). EMBRIOLOGI DAN
REPRODUKSI HEWAN (Bahasan Reproduksi Hewan) (Vol. 1). UMMPress.
Tengku N. Siregar., 2009. Profil Hormon Estrogen dan Progesteron pada Siklus Birahi
Kambing Lokal. Jurnal Ked.Heirsen, Vol.3,
Pudji Astuti, Claude M.A., Slamet Widyanto, Luthfiralda Sjahfirdi, Hera M., 2016.
Pemanfaatan Electronik Nose Sebagai Sensor Kimiawi Urin Guna Melacak Birahi
Sapi. Jurnal Veteriner, Vol.17, No.4 : 477-483.
Wibawan, W. T. (2012). Manifestasi subklinik Avian Influenza pada unggas: ancaman
kesehatan dan penanggulangannya.
REPRODUKSI TERNAK
" Pengamatan Anatomi dan Fisiologi Uterus Bunting, Menentukan Umur Fetus dan
Deteksi Kebuntingan"

LAPORAN PRAKTIKUM

Oleh :
Nama : Ira Rahayu
NIM : D0A020030
Kelompok : 2G
Asistensi : Farashyella Lumintang Ragazasusilo

LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK TERAPAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PETERNAKAN
PURWOKERTO
2021
1

X. PENDAHULUAN

X.1 Latar Belakang


Kebuntingan merupakan perkembangan pasca fertilisasi menjadi fetus sampai
mengalami proses kelahiran sebagai anakan. Hewan ruminansia merupakan jenis hewan
yang pada umumnya mengalami kebuntingan seperti manusia. Namun, ada sedikit atau
beberapa aspek yang dapat membedakan kebuntingan pada ruminansia dan kehamilan
pada manusia. Pada ruminansia biasanya sering mengalami kebuntingan kembar dan
biasanya berasal dari ovulasi dua oocyt selama siklus estrus yang sama. Penyebab
kebuntingan kembar yaitu Pengaruh lingkungan seprti musim, biasanya dikaitkan dengan
perbaikan makanan. Usia induk, 5-6 tahun kemungkinan kejadian kembar sangat tinggi, 8-
12 tahun kejadian kembar rendah. Perkawinan dini post partus. Pejantan, dan pemberian
FSH.
Periode kebuntingan dibagi menjadi tiga periode diantaranya, periode ovum
merupakan
periode dimana zigot melepaskan zona pellucidanya dan menjadi blastocyst dan
berlangsung sampai dengan pertautanya yang pertama dengan endometrium, dimana
kehidupannya bergantung pada cairan oviduk atau uterin milk. Periode embrio
merupakan waktu dari perkembangan blastocyst sampai pada differensiasi dari system
organ embrio dan pembentukan placenta yang lebih sempurna. Periode pertumbuhan
fetus merupakan
pertumbuhan placenta dan fetus berlangsung sampai kelahiran. Kelahiran (partus) adalah
proses lahir yang dimulai dengan pelunakan dan dilatasi cervix bersamaan dengan
kontraksi uterus dan berakhir ketika fetus dan placentanya dikeluarkan.
Hewan betina pada umumnya memilki waktu tertentu dimana ia mau dan bersedia
menerima penjantan untuk aktivitas kopulasi. Waktu tersebut dikenal sebagai masa birahi
(estrus). Estrus datang secara klinis atau periodik, berlangsung selama waktu tertentu
tergantung pada jenis hewannya. Interval antara timbulnya satu periode birahi ke
permulaan periode berikutnya dikenal sebagai satu siklus birahi.
Sinkronisasi estrus merupakan upaya untuk menyerentakan estrus pada hewan betina
dengan cara memanipulasi hormon reproduksinya agar ternak betina mengalami estrus
secara bersamaan atau pada hari yang relatif sama sekitar 2 hari. Sinkronisasi estrus
2

menggunakan berbagai preparat hormone baik dengan cara memperpanjang atau


memperpendek masa hidup dari Corpus Luteum (CL). Perlakuan hormonal merupakan
kunci dalam memanipulasi proses reproduksi diantaranya timbulnya estrus dan ovulasi.
Salah satu hormon yang umum digunakan adalah PGF2α yang memiliki target sasaran CL
yang berada di ovariu. Fungsi PGF2α adalah meregresi CL sehingga pemberiannya hanya
efektif jika dilakukan pada fase luteal yaitu pada saat corpus luteum telah berfungsi atau
tumbuh maksimal. Efektivitas preparat PGF2α terbukti dapat menimbulkan respon estrus
sebesar 92.3% pada sapi.
Sinkronisasi estrus adalah usaha yang bertujuan untuk mensinkronkan kondisi
reproduksi ternak sapi betina. Sinkronisasi estrus adalah tindakan menimbulkan berahi,
diikuti ovulasi fertil pada sekelompok atau individu ternak dengan tujuan utama untuk
menghasilkan konsepsi atau kebuntingan dalam waktu yang hampir bersamaan. Angka
konsepsi atau kebuntingan yang optimum merupakan tujuan dari aplikasi sinkronisasi
estrus. Ada banyak faktor yang memengaruhi keberhasilan sinkronisasi estrus untuk
mendapatkan angka kebuntingan yang tinggi yang sering ditemui di lapangan seperti
lingkungan, manajemen pemeliharaan (pakan dan kandang), peternak, inseminator, serta
dari ternak itu sendiri. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap angka kebuntingan sapi setelah dilakukan sinkronisasi estrus agar tercapai
angka kebuntingan yang maksimal.
Deteksi kebuntingan dini pada ternak sangat penting bagi sebuah manajemen
reproduksi sebagaimana ditinjau dari segi ekonomi. Mengetahui bahwa ternaknya
bunting atau tidak mempunyai nilai ekonomis yang perlu dipertimbangkan sebagai hal
penting bagi manajemen reproduksi yang harus diterapkan. Pemilihan metode
tergantung pada spesies, umur kebuntingan, biaya, ketepatan dan kecepatan diagnosa.
Pemeriksaan kebuntingan adalah salah satu cara dengan menggunakan metode khusus
untuk menentukan keadaan hewan bunting atau tidak.
3

X.2 Tujuan
5. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Anatomi dan Fisiologi Uterus Bunting.
6. Mahasiswa dapat menegetahui dan memahami Menentukan Umur Kebuntingan.
7. Mahasiswa dapat Mengetahui dan Memahami Deteksi Kebuntingan.

X.3 Waktu dan Tempat


Praktikum Reproduksi Ternak Acara ke-4 " Pengamatan Anatomi dan Fisiologi Uterus
Bunting, Menentukan Umur Fetus dan Deteksi Kebuntingan" dilaksanakan pada hari
Senin, 27 September 2021 pada pukul 17.50 - selesai secara daring dengan diskusi melalui
wa grup bertempat di Kuningan Jawa Barat.
4

XI. ISI

XI.1 Anatomi dan Fisiologi Uterus Bunting


Kebuntingan merupakan rangkaian proses dari fertilisasi hingga partus. Beberapa
faktor mempengaruhi kebuntingan diantaranya faktor induk, faktor fetus, fakor gen, dan
faktor lingkungan (waktu). Faktor induk dapat dilihat melalui dua jenis, yang pertama
adalah umur dan yang kedua adalah spesies. Faktor induk yang pertama, apabila umur
induk muda, maka fetusnya lebih cepat berkembang. Faktor induk yang kedua, apabila
berbeda spesies maka lama kebuntingan akan berbeda. lama kebuntingan setiap spesies
menunjukkan keberagaman. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Utami, dkk (2019),
lama bunting dipengaruhi oleh bangsa, umur, sifat, khusus pewarisan dan jenis kelamin
anak yang dikandung. Pada ternak sapi lama kebuntingan beragam menurut bangsa, jenis
kelamin anak yang dikandung dan beberapa faktor lain.
Lama kebuntingan dapat memberikan data statistik yang sangat vital dalam praktek
peternakan sapi yang dikelola dengan baik. Walaupun lama kebuntingan tampaknya tidak
memiliki arti yang penting jika dilihat sangat kecilnya kisaran variasi di antara hewan dari
suatu bangsa atau strain, namun demikian, lama kebuntingan didapati berada di bawah
kontrol genetik yang kuat. Selain itu, lama kebuntingan dapat pula dimodifikasi oleh
faktor-faktor maternal, fetal, dan lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Yahya
(2017) Periode kebuntingan adalah waktu atau jarak antara perkawinan yang subur
sampai dengan kelahiran normal. Selama periode ini, dengan berkembangnya fetus maka
uterus induk mengalami perubahan anatomi dan fisiologi secara nyata. Lama kebuntingan
penting untuk memprediksi atau memprakirakan kapan seekor induk sapi beranak.
Ada beberapa organ pada ruminansia yang mengalami perubahan pada saat
mengalami
proses kebuntingan. Organ-organ tersebut biasanya meliputi vulva, vagina, serviks,
uterus, dan ovarium. Salah satu dari organ-organ tersbut adalah vulva yang mengalami
perubahan odematus dan vaskularisasi. Odematus merupakan suatu pebengkakan yang
terjadi pada organ vulva pada saat kebuntingan. Vaskularisasi pada saat kebuntingan
pada ternak meningkat, yang dimana vaskularisasi itu artinya sirkulasi darah yang
meningkat. Pernyataan tersebut sebanding dengan pernyataan Zaituni Udin et al. (2016),
5

bahwa estrus atau kebuntingan ditandai dengan adanya perubahan pada organ
reproduksi bagian luar terutama pada vulva memerah dan bengkak serta adanya cairan
kental (mucus) mengalir pada vulva.
Fetus adalah janin yang berkembang setelah fase embrio dan sebelum kelahiran. Hal
ini Sesuai dengan pernyataan Prasojo (2010) bahwa pertumbuhan dan perkembangan
fetus juga dipengaruhi oleh faktor genetik (spesies, bangsa, ukuran tubuh, dan genotip),
faktor lingkungan (induk dan plasenta) serta faktor hormonal. Dalam bahasa Latin, fetus
secara harfiah dapat diartikan "berisi bibit muda, mengandung". Pada manusia, janin
berkembang pada akhir minggu kedelapan kehamilan, sewaktu struktur utama dan sistem
organ terbentuk, hingga kelahiran. Pertumbuhan dan perkembangan fetus terdapat tiga
periode, yaitu periode ovum, periode embrio, dan periode fetus. Periode ovum terjadi
selama 10-15 hari. Periode ovum terbentuk dari tiga lapisan yaitu ectoterm,mesoderm,
dan indoderm. Periode embrio terjadi selama 15-45 hari.
Periode embrio mulai terjadi dari implementasi sampai pembentukan organ dalam.
Selaput ekstra embrional pada embrio ada tiga yaitu amnion, alantois, dan chorion. Hal
tersebut sesuai dengan Yekti (2017) bahwa amnion adalah pembungkus embrio untuk
melindungi embrio dari benturan, alantois yaitu lapisan tengah yang berfungsi memberi
nutrisi dan tempat sisa metabolisme, dan chorion sebagai tempat sirkulasi darah. amnion
muncul pada hari ke 13-16 serta alantois muncul pada hari ke 14 -12 hari. Periode fetus
terjadi 45 hari-partus dan pada masa itu organ dalam dan luar lainnya akan terbentuk.
Embrio diselimuti oleh pembungkus yang terdiri dari dua dinding yaitu amnion dan
chorion. Amnion bersisi cairan bening yang berfungsi untuk melindungi embrio dari
goncangan mekanis, sedangkan allantois merupakan usus belakang embrio yang
berfungsi untuk respirasi. Regresi hormone selama kebuntingan diantaranya ada
progesterone dan estrogen. Progesteron merupakan hormon steroid yang disekresikan
oleh sel korpus luteum, plasenta, dan kelenjar adrenal.
XI.2 Menentukan Umur Kebuntingan
Eksplorasi rektal adalah metoda diagnosa kebuntingan yang dapat dilakukan pada
ternak besar seperti kuda, kerbau dan sapi. Prosedurnya adalah palpasi uterus melalui
dinding rektum untuk meraba pembesaran yang terjadi selama kebuntingan, fetus atau
membran fetus. Hal ini sesuai dengan pendapat Tribudi (2020) Palpasi transrectal pada
6

uterus telah sejak lama dilakukan. Teknik yang dikenal cukup akurat dan cepat ini juga
relative murah. Namun demikian dibutuhkan pengalaman dan training bagi petugas yang
melakukannya, sehingga dapat tepat dalam mendiagnosa. Teknik ini baru dapat dilakukan
pada usia kebuntingan di atas 30 hari.
Ultrasonography merupakan alat yang cukup modern, dapat digunakan untuk
mendeteksi adanya kebuntingan pada ternak secara dini. Hal ini sesuai dengan pendapat
Lindri (2016) Alat ini menggunakan probe untuk mendeteksi adanya perubahan di dalam
rongga abdomen. Alat ini dapat mendeteksi adanya perubahan bentuk dan ukuran dari
cornua uteri. Harga alat ini masih sangat mahal, diperlukan operator yang terlatih untuk
dapat menginterpretasikan gambar yang muncul pada monitor. Ada resiko kehilangan
embrio pada saat pemeriksaan akibat traumatik pada saat memasukkan pobe.
Pemeriksaan kebuntingan menggunakan alat ultrasonografi ini dapat dilakukan pada usia
kebuntingan antara 20 – 22 hari, namun lebih jelas pada usia kebuntingan diatas 30 hari.
Pertumbuhan dan perkembangan fetus terdapat tiga periode, yaitu periode ovum,
periode embrio, dan periode fetus. Periode ovum terjadi selama 10-15 hari. Periode
ovum terbentuk dari tiga lapisan yaitu ectoterm,mesoderm, dan indoderm. Periode
embrio terjadi selama 15-45 hari. Periode embrio mulai terjadi dari implementasi sampai
pembentukan organ dalam. Selaput ekstra embrional pada embrio ada tiga yaitu amnion,
alantois, dan chorion. Hal tersebut sesuai dengan Arif (2014) bahwa amnion adalah
pembungkus embrio untuk melindungi embrio dari benturan, alantois yaitu lapisan
tengah yang berfungsi memberi nutrisi dan tempat sisa metabolisme, dan chorion sebagai
tempat sirkulasi darah. amnion muncul pada hari ke 13-16 serta alantois muncul pada
hari ke 14 -12 hari.
Periode fetus terjadi 45 hari-partus dan pada masa itu organ dalam dan luar lainnya
akan terbentuk. (Aprilia, dkk. 2013) menjelaskan bahwa embrio diselimuti oleh
pembungkus yang terdiri dari dua dinding yaitu amnion dan chorion. Amnion bersisi
cairan bening yang berfungsi untuk melindungi embrio dari goncangan mekanis,
sedangkan allantois merupakan usus belakang embrio yang berfungsi untuk respirasi.
Regresi hormone selama kebuntingan diantaranya ada progesterone dan estrogen.
Progesteron merupakan hormon steroid yang disekresikan oleh sel korpus luteum,
plasenta, dan kelenjar adrenal.
7

XI.3 Deteksi Kebuntingan


Diagnosis kebuntingan dan upaya mengetahui status reproduksi ternak setelah
perkawinan merupakan hal yang sangat tepat dilakukan untuk memperpendek jarak
beranak. Deteksi kebuntingan dini yang akurat dapat meningkatkan efisiensi produksi
pada hewan ternak. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Syafruddin, dkk (2012)
Diagnosis kebuntingan dibutuhkan bila ternak yang diinseminasi tidak bunting, maka
sesungguhnya ternak tersebut dapat dikawinkan kembali pada periode berahi berikutnya
tanpa harus menunggu sampai terlihat indikasi kebuntingan dari luar. Pemeriksaan
kebuntingan dini dan penentuan jumlah anak yang akan dilahirkan memiliki nilai besar
dalam meningkatkan efisiensi reproduksi pada hewan ternak. selanjutnya menjelaskan
bahwa beberapa metode diagnosis kebuntingan yang sering dilakukan pada hewan ternak
meliputi observasi tidak kembali berahi (non-return to estrus) dan ultrasonography.
Deteksi kebuntingan untuk mengetahui ternak tersebut bunting atau tidak setelah
dikawinkan, terutama setelah IB. Deteksi kebuntingan bertujuan agar manajemen ternak
yang diberikan lebih ekonomis dan lebih efisien waktu. Deteksi kebuntingan pada hewan
ternak ruminansia dapat disebut juga dengan deteksi estrus. Pernyataan tersebut sesuai
dengan pernyataan Tarsisius (2014), bahwa Keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) adalah
terjadinya fertilisasi yang diikuti dengan kebuntingan dan partus. Hal ini melibatkan
hubungan yang kompleks antara kualitas semen dan oosit, deteksi estrus, ketepatan
waktu IB, kemampuan inseminator dan peternak. Inseminasi buatan harus dilakukan pada
waktu optimum relatif terhadap ovulasi. Deteksi estrus merupakan suatu faktor penting
penentuan waktu IB.
Deteksi kebuntingan pada hewan ternak dapat dibedakan menjadi beberapa metode.
Salah satunya adalah metode klinis yang terbagi menjadi dua jenis, yakni metode klinis
palpasi rektal dan USG atau ultrasonografi. Metode klinis palpasi rektal dilakukan dengan
meraba uterus atau rahim melalui dinding rektum. Metode palpasi rektal pada umumnya
harus dilakukan pada usian lebih dari 30 hari. Karena apabila kurang dari 30 hari
dikhawatirkan calon fetus akan mengalami keguguran. Pada metode tersebut juga perlu
dilakukan adanya keahlian khusus karena moetode tersebut dikatakan cukup sulit dan
memiliki resiko tinggi apabila dilakukan secara sembarang. Pernyataan tersebut sesuai
8

dengan pernyataan Pemayun (2014), bahwa metode diagnosis yang populer pada sapi
adalahpalpasi rektal. Aplikasi metode ini sulit diterapkan karena butuh keahlian dan
pengalaman yang cukup serta risiko yang ditimbulkan jika dilakukan dengan penanganan
yang kurang baik.
Uji kebuntingan dapat dibagi menjadi tiga jenis, terdiri dari uji kebuntingan punyakoti,
H2SO4, dan tespek. Namun pada uji kebuntingan tespek hanya dapat dilakukan kepada
manusia. Hal tersebut karena tespek dibuat hanya untuk menguji kandungan HCG/Human
Chronik Gonadothrophin yang hanya ada pada manusia (ibu hamil). Sedangkan pada uji
kebuntingan metode punyakoti dapat dilakukan pada hewan ternak yang mengalami
kebuntingan. Metode ini dilakukan pada urine hewan ternak bunting yang didalamnya
mengandung asam absitat (Aba). Aba tersebut bertujuan untuk memperpanjang masa
dormansi inaktif atau masa tidur. Pernyataan tersebut sebanading dengan pernyataan
Fathan (2018) bahwa metode punyakoti dapat digunakan sebagai alat untuk mendeteksi
kebuntingan pada ternak sapi. Hal ini disebabkan karena adanya kandungan Abscisic acid
(ABA) seperti yang dilaporkan oleh bahwa urin sapi bunting mengandung hormon
tanaman yang dikenal sebagai Abscisic acid (ABA).
Adapun hormone-hormone yang berpengaruh pada saat kebuntingan, antaralain
hormone estrogen, progesterone, dan equine chornik gonadotrophin. Hormon-hormon
tersebut tentunya akan memiliki pengaruh masing-masing terhadap kebuntingan. Salah
satu dari ketiga hormone tersebut yaitu hormone estrogen. Hormon estrogen pada saat
fertilisasi akan mengalami peningkatan, saat kebuntingan dia akan menurun. Kemudian
pada saat menjelang partus, estrogen akan kembali mengalami peningkatan. Pernyataan
tersebut sebanding dengan pernyataan Jinorati (2014), bahwa setelah ovulasi, kadar
hormone estrogen menurun drastis, sel-sel pada jaringan sisa ovulasi mengalami luteinasi
oleh LH membentuk korpus luteum yang menghasilkan hormon progesterone. Sekresi LH
yang terus menerus penting untuk mempertahankan CL dan sekresi progesteron untuk
kelanjutan kebuntingan pada sapi.
9

XII. PENUTUP
XII.1 Kesimpulan
1. Kebuntingan adalah serangkaian proses yang dimulai dari terjadinya fertilisasi dan
diakhiri dengan kelahiran. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi lamanya
kebuntingan antaralain yaitu faktor umur induk, faktor fetus, faktor genetic, dan
factor lingkungan.
2. Pemeriksaan kebuntingan menggunakan alat ultrasonografi ini dapat dilakukan pada
usia kebuntingan antara 20 – 22 hari, namun lebih jelas pada usia kebuntingan diatas
30 hari.
3. Deteksi kebuntingan untuk mengetahui ternak tersebut bunting atau tidak setelah
dikawinkan. Deteksi kebuntingan bertujuan agar manajemen ternak yang diberikan
lebih ekonomis dan lebih efisien waktu.
DAFTAR PUSTAKA

APRILIA, W. I. (2013). PERFORMA REPRODUKSI SAPI PERAH PADA UNIT PELAKSANA


TEKNIS DINAS-BALAI PENGEMBANGAN BIBIT PAKAN TERNAK DAN DIAGNOSTIK
KEHEWANAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Doctoral dissertation, Universitas
Gadjah Mada).
Arif, Z., Hartono, M., & Suharyati, S. (2014). Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Angka
Kebuntingan (Conception Rate) pada Sapi Potong Setelah Dilakukan Sinkronisasi
Estrus di Kabupaten Lampung Tengah. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu, 2(2).
Fathan, S., Ilham, F., & Isnwaty, I. (2018). Deteksi dini kebuntingan pada sapi Bali
menggunakan asam sulfat (H2SO4). Jambura Journal of Animal Science, 1(1), 6-
12.Syafruddin, Rusli, Hamdan, Rozlizawaty, S. Rianto Dan S. Hudya. (2012). Akurasi
Metode Observasi Tidak Kembali Berahi (Non-Return To Estrus) Dan
Ultrasonography (Usg) Untuk Diagnosis Kebuntingan Kambing Peranakan
Ettawah. Jurnal Kedokteran Hewan. 6(2):87-91.
Jinorati, K. Y., Suartha, I. N., & Gunata, I. K. (2014) Frekuensi Pulsus Sapi Bali Pada Masa
Kebuntingan Trimester Pertama Di Sentra Pembibitan Sapi Bali, Desa Sobangan,
Mengwi Badung. Buletin Veteriner Udayana Volume, 8(2), 117-121.
Lindri, M. S. (2016). Pola Hormon Progesteron Sapi yang di Inseminasi Buatan dan
Conception Rate pada Sapi Potong Peternakan Rakyat di Kecamatan Gunung
Talang Kabupaten Solok (Doctoral dissertation, Universitas Andalas).
Tribudi, Y. A., Mahmud, A., & Rinanti, R. F. (2020). Hubungan Lama Masa Kering Terhadap
Produksi Susu dan Puncak Laktasi pada Sapi Perah. Jurnal Sains Peternakan, 8(1),
30-37.
Trsisius Considus Tophianong, Agung B, Erif Maha N. 2014. Tinjauan Hasil Inseminasi
Buatan Berdasarkan Anestrus Pasca Inseminasi Pada Peternakan Rakyat Sapi Bali
Di Kabupaten Sikka Nusa Tenggara Timur. Jurnal Sain Veteriner, 32 (01).
Utami,P., Samsudewa,D., dan Lestari,C,M,S. 2019. Pengaruh Perbedaan Sistem
Perkawinan terhadap Lama Bunting dan Litter Size Kelinci New Zealand White.
Jurnal Sain Peternakan Indonesia . 14(1): 70-74.
Pemayun, T. G. O., Trilaksana, I. G. N. B., & Budiasa, M. K. (2014). Waktu inseminasi
buatan yang tepat pada sapi Bali dan kadar progesteron pada sapi bunting. Jurnal
Veteriner, 15(3), 425-430.
Prasojo, G., Arifiantini, I., & Mohamad, K. (2010). Korelasi Antara Lama Kebuntingan,
Bobot Lahir Dan Jenis Kelamin Pedet Hasil Inseminasi Buatan Pada Sapi Bali. Jurnal
Veteriner Maret, 11(1), 41-45.
Yahya, M. I. (2017). Tingkat kejadian gangguan reproduksi ternak sapi perah di Kabupaten
Enrekang. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Yekti, A. P. A, T. Susilawati, M. N. Ihsan, S. Wahjuningsih. 2017. Fisiologi Reproduksi
Ternak. Ub Press. Malang
Zaituni Udin, Ferdinal Rahim, Hendri, Yulia Yelita. 2016. Waktu dan Kemerahan Vulva
Pada Saat Inseminasi Buatan Merupakan Faktor Penentu Angka Kebuntingan Sapi
di Sumatra Barat. Jurnal Veteriner, Vol.17, No.4.

Anda mungkin juga menyukai