Anda di halaman 1dari 7

SIWAB

Bila ditinjau dari sumber asalnya, bahan pangan terdiri atas pangan nabati (asal tumbuhan)
dan pangan hewani (asal ternak dan ikan). Berdasarkan data tahun 2009-2014, konsumsi daging
ruminansia meningkat sebesar 18,2% dari 4,4 gram/kap/hari pada tahun 2009 menjadi 5,2
gram/kap/hari pada tahun 2014. Dilain pihak dalam kurun waktu yang sama penyediaan daging
sapi lokal rata-rata baru memenuhi 65,24% kebutuhan total nasional. Sehingga kekurangannya
masih dipenuhi dari impor, baik berupa sapi bakalan maupun daging beku.
Menghadapi tantangan tersebut, Pemerintah perlu menyusun program peningkatan produksi
daging sapi/kerbau dalam negeri, menggunakan pendekatan yang lebih banyak mengikutsertakan
peran aktif masyarakat. Mulai tahun 2017, Pemerintah menetapkan Upsus Siwab (upaya khusus
percepatan peningkatan populasi sapi dan kerbau bunting). Dengan upaya khusus ini sapi/kerbau
betina produktif milik peternak dipastikan dikawinkan, baik melalui inseminasi buatan maupun
kawin alam.
Dalam rangka mempercepat pencapaian peningkatan produksi daging di dalam negeri guna
memenuhi permintaan konsumsi masyarakat Indonesia, mengurangi ketergantungan impor
terhadap daging dan ternak bakalan serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha budidaya
ternak ruminansia.
Kementerian Pertanian meluncurkan program Upaya Khusus Percepatan Populasi Sapi dan
Kerbau Bunting (UPSUS SIWAB). Upsus SIWAB mencakup dua program utama yaitu
peningkatan populasi melalui Inseminasi Buatan (IB) dan Intensifikasi Kawin Alam (INKA).
Program tersebut dituangkan dalam peraturan Menteri Pertanian Nomor
48/Permentan/PK.210/10/2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan
Kerbau Bunting yang ditandatangani Menteri Pertanian pada tanggal 3 Oktober 2016.
Upaya ini dilakukan sebagai wujud komitmen pemerintah dalam mengejar swasembada daging
yang ditargetkan Presiden Joko Widodo tercapai pada 2026 mendatang serta mewujudkan
Indonesia yang mandiri dalam pemenuhan pangan asal hewan, dan sekaligus meningkatkan
kesejahteraan peternak rakyat.

1. Intensifikasi Kawin Alam (INKA)


Intensifikasi Kawin Alam (INKA) adalah upaya peningkatan populasi ternak sapi/kerbau
yang dilakukan melalui pemakaian dan distribusi pejantan unggul tereleksi yaitu berdasarkan
penilaian performance tubuh dan kualitas semen, berumur lebih dari dua tahun dan bebas dari
penyakit reproduksi. Sedangkan Untuk seleksi betina/induk diharapkan memiliki deskriptif
sebagai berikut: induk yang dapat beranak setiap tahun, skor kondisi tubuh 5-7, badan tegap,
sehat dan tidak cacat, tulang pinggul dan ambing besar, lubang pusar agak dalam dan Tinggi
gumba > 135 cm dengan bobot badan > 300 kg.
2. Inseminasi Buatan (IB)
Inseminasi Buatan (IB) merupakan salah satu pilihan yang tepat yang dapat diandalkan dalam
memperbanyak populasi ternak. IB adalah teknik memasukan mani atau semen ke dalam alat
reproduksi ternak betina sehat untuk dapat membuahi sel telur dengan mengunakan alat
inseminasi.
IB sangat dianjurkan ada beberapa tujuan yang dapat dicapai adalah : Untuk memperbaiki mutu
ternak yang dihasilakn, sebab bibit berasal dari pejantan yang unggul atau pilihan; Lebih efisien
karena tidak mengharuskan pejantan unggul dibawa ke tempat betina, cukup semennya saja;
Dapat meningkatkan angka kelahiran denga cepat dan teratur; dan Mencegah terjadinya
penularan atau penyebaran penyakit kelamin.
Selain itu jika dibandingkan dengan cara Intensifikasi Kawin Alam (INKA) banyak
keuntungan yang akan diperoleh peternak apabila mengunakan cara IB adalah : Menghemat
biaya pemeliharaan ternak jantan; Dapat mengatur kelahiran ternak dengan baik; Mencegah
terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (in breeding); Dengan peralatan dn teknologi yang
baik, sperma dapat disimpan dalam waktu yang lama; Semen beku dapat dipakai untuk beberapa
tahun kemudian walaupun pejantan telah mati; Menghindari kecelakaan yang sedang terjadi saat
perkawinan akibat dari fisik pejantan terlalu besar; Menghindari ternak dari penularan penyakit
akibat hubungan kelamin.
Kendati IB sangat menguntungkan dalam pengembangbiakan ternak namun tidak menutup
kemungkinan beberapa diantaranya terjadi juga kegagalan atau kwalitas dan prosentase
kebuntingan tidak sesuai yang diharapakan.
Untuk itu perlu diketahui beberapa faktor penyebab rendahnya prosentase kebuntingan.
Diantaranya adalah : Fertilisasi dan kwalitas mani beku yang jelek/rendah; Inseminator
kurang/tidak terampil; Petani/peternak kurang atau tidak terampil medeteksi birahi; Pelaporan
yang terlambat atau pelayanan inseminator yang lamban; dan Kemungkinan ada gangguan
reproduksi ternak betina. Dari sekian faktor penyebab tersebut yang paling penting adalah
mendeteksi birahi.
Pelaksanaan IB dipisahkan berdasarkan sistem pemeliharaan, yaitu intensif (ternak dipelihara
di dalam kandang dan seluruh kebutuhan ternak disediakan), semi intensif (ternak dipelihara di
dalam kandang tetapi pada siang hari digembalakan), dan ekstensif (ternak dipelihara tidak di
dalam kandang dan biasanya digembalakan). Sistem intensif dan semi intensif diberlakukan IB
secara normal yaitu dilaksanakan di kandang jepit yang disiapkan peternak baik secara individu
maupun kelompok.
Ada tiga prinsip manajemen perkawinan yaitu : perkawinan intensif (kandang individu);
perkawinan semi intensif (kandang kelompok/umbaran) dan perkawinan extensif (padang
pengembalaan.

Perkawinan intensif/ perkawinan kandang individu, untuk perkawinan pada kandang ini
ternak secara individu dalam keadaan terikat. Kandang individu terdiri dari sekat-sekat
sebagai pembatas kandang sehingga ternak yang lainnya tidak menggangu. Perkawinan pada
model ini yang perlu diperhatikan adalah pengamatan masa birahi pada ternak induk.
Pengamatan ini dapat dilakukan pada waktu pagi atau sore hari. Pada ternak yang mengalami
masa birahi akan memberikan isyarat tanda-tanda birahi, setelah 6-12 jam ternak induk
mengalami tanda-tanda birahi baru dapat dikawinkan.
Perkawinan mengunakan kandang kelompok/umbaran/ semi intensif ada beberapa tahapan
proses manajemen yang harus dilakukan peternak diataranya : Ternak induk yang akan
dikawinkan harus memenuhi persyaratan 40 hari setelah melahirkan; Ternak pejantan dan
induk dikumpulkan dalam satu kandang selama 2 bulan sehingga perkawinan akan terjadi
pada semua ternak induk; ternak jantan harus mampu mengawini 10 ekor induk; setelah 2
bulan dalamkandang bersama harus dilakukan pemeriksaan kebuntingan dengan mengunakan
metoda palpasi rectal yang dilakukan oleh petugas; berdasarkan hasli pemeriksaan induk yang
bunting kemudian dipisahkan dari kandang kumpul, ke tempat kandang bunting dan yang
belum bunting dimasukkan kembali dalam kandang kumpul untuk dikawinkan kembali
dengan ternak pejantan.
Perkawinan pada padang pengembalaan/ ekstensif dapat menerapkan manajemen perkawinan
sebagai berikut : Perbandingan jumlah pejantan dan induk adalah 3ekor jantan dengan 100
ekor induk. Tenak jantan dan induk dibiarkan lepas di padang pengembalaan dengan
melakukan pengamatan masa birahi pada induk betina, jika ditemukan induk yang birahi agar
segera dipisahkan, dan ditempatkan sapi induk dikandang terpisah untuk dikawinkan. Setelah
dua hari induk yang telah dikawinkan dapat dilepaskan kembali di padang pengembalaan.

Dasar Pelaksanaan Kegiatan Upsus Siwab :


Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/PK.210/10/2016, tentang Upaya Khusus
Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting. Selain itu, untuk mengawal
operasionalisasinya di lapangan
Kepmentan Nomor 656/Kpts/OT.050/10/2016, tentang Kelompok Kerja Upaya Khusus
Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 8932/Kpts/OT.050/F/12/2016, tentang Sekretariat
Kelompok Kerja Upus Siwab
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 8933/Kpts/OT.050/F/12/2016, tentang Tim Supervisi
Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting
DIPA Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2017 Nomor
018.06.1.238776

Inseminasi Buatan memasukkan mani atau semen ke dalam alat reproduksi ternak betina
sehat untuk dapat membuahi sel telur dengan menggunakan alat inseminasi.
Inseminator adalah petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan keterampilan khusus
untuk melakukan IB.
Asisten Teknis Reproduksi, yang selanjutnya disebut ATR, adalah petugas yang telah dididik
dan lulus dalam latihan keterampilan dasar manajemen reproduksi.
Petugas Pemeriksa Kebuntingan, yang selanjutnya disebut Petugas PKb, adalah petugas yang
telah dididik dan lulus dalam latihan keterampilan khusus untuk melakukan pemeriksaan
kebuntingan.
Akseptor adalah ternak sapi/kerbau betina produktif yang dimanfaatkan untuk inseminasi
buatan dan kawin alam
Akseptor yang di IB adalah jumlah ternak sapi/kerbau betina produktif yang telah
diinseminasi buatan

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)


Pedoman Pelaksanaan Operasionalisasi Upsus Siwab 2017 dibuat secara garis
besar dan masih merupakan payung, sehingga diperjelas dengan dilengkapi beberapa pedoman
yang brsifat teknis yang merupakan satu kesatuan dengan Pedoman Pelaksanaan ini. Pedoman
teknis tersebut di atas meliputi :
1. Penetapan Status Reproduksi dan Penanganan Gangguan Reproduksi
2. Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis dan Sarana IB serta Pelaksanaan IB
3. Distribusi dan Ketersediaan Semen Beku, Nitrogen (N2) Cair dan Kontainer
4. Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat
5. Pengendalian Pemotongan Betina Produktif; dan
6. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan

Secara keseluruhan, untuk menjalankan Upsus Siwab 2017 mengacu pada 1 (satu)
Pedoman Pelaksanaan bersama 6 (enam) Pedoman Teknis yang merupakan bagian tidak
terpisahkan. Pedoman Teknis yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Pedoman Teknis Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis dan Sarana IB serta Pelaksanaan
IB. Pedoman teknis ini menjelaskan pelaksanaan IB dengan target 4.000.000 akseptor dan
sapi/kerbau bunting di tahun 2017 sebanyak 3.000.000 ekor.
2. Pedoman Teknis Distribusi dan Ketersediaan Semen Beku, Nitrogen (N2) Cair dan Kontainer.
Pedoman teknis ini menjelaskan ketersediaan semen beku, N2 cair, dan container serta
mengatur tatacara pendistribusiannya ke lokasi pelaksanaan Upsus Siwab ke seluruh
Indonesia.
3. Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Reproduksi menjelaskan penanganan medis
gangguan reproduksi ternak dengan target sebanyak 300.000 ekor yang diharapkan menjadi
sehat kembali dan dapat dilakukan IB dan berhasil bunting.
4. Pedoman Teknis Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat menjelaskan
penyediaan hijauan pakan ternak dan pakan konsentrat untuk memperbaiki kondisi ternak
dengan target 22.500 ekor dari BCS lebih kecil sama dengan (< 2) menjadi lebih besar sama
dengan (> 3) sehingga dapat dilakukan IB dan berhasil bunting.
5. Pedoman Teknis Pengendalian Betina Produktif menjelaskan tentang mekanisme
pengendalian betina produktif dimulai dari hulu sampai hilir pada 40 Kabupaten/Kota. Hasil
yang didapat adalah penurunan pemotongan betina produktif sebesar 20%.
6. Pedoman Teknis Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan menjelaskan tatacara pemantauan
perkembangan capaian kinerja Upsus Siwab secara cepat dan real time menggunakan
intrumen dari modul iSIKHNAS yang diintegrasikan dengan Sistem Monitoring dan
Pelaporan SMS Kementerian Pertanian.

PELAKSANAAN UPSUS SIWAB


Upsus SIWAB merupakan upaya khusus percepatan peningkatan populasi sapi dan kerbau
bunting dan melahirkan dengan baik. Pelaksanaan Upsus SIWAB didasarkan pada populasi Sapi
dan Kerbau betina dewasa saat ini yaitu data populasi betina dewasa umur 2-8 tahun atau sekitar
5,9 Juta ekor dari potensi populasi betina ini makadijadikan target yaitu sekitar 70% atau
diperkirakan targetnya adalah 4 Juta ekor Aseptor (ternak yang akan di IB) dengan kebuntingan
dan kelahiran yang diharapkan adalah 3 Juta ekor atau 73% dari akseptor.
Upaya Khusus Sapi Induk Wajib Bunting (Upsus Siwab) merupakan program yang di
canangkan oleh Kementrian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan dengan dasar hukum Permentan No 48 tahun 2016 [1]. Program ini menjadi prioritas
pembangunan peternakan di Indonesia. Diharapkan dengan adanya program ini akan terjadi
percepatan peningkatan populasi ternak ruminansia besar baik sapi perah, sapi potong maupun
kerbau. Program ini telah berlaku sejak 3 Oktober 2016, semenjak Menteri Pertanian Andi
Amran Sulaiman menandatanganinya di Jakarta.
Upsus Siwab dibebankan pada APBN Kementrian Pertanian, APBD Provinsi dan APBD
Kabupaten Kota. Menurut Dirjen PKH I Ketut Diarmita, pemerintah menyiapkan dana sekitar
Rp. 1,1 Trilyun rupiah untuk program ini [2,3] dengan harapan akan didapatkan sebanyak 3 juta
kebuntingan di tahun 2017.
Untuk mengakselerasi percepatan target pemenuhan populasi sapi potong dalam negeri,
Kementerian Pertanian meluncurkan program Upaya Khusus Percepatan Populasi Sapi dan
Kerbau Bunting (UPSUS SIWAB).

Anda mungkin juga menyukai