Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU TERNAK UNGGAS


“Struktur dan Morfologi Telur Unggas”

DISUSUN OLEH :
NAMA : MUKTI ARDIYANTO
NIM : D1A020116
KELOMPOK : 6B
ASISTEN : NOVITA SALWA AZ ZAHRO

LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK UNGGAS


FAKULTAS PETERNAKAN
UNVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2022
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain
daging, ikan dan susu. Umumnya telur yang dikonsumsi berasal dari jenis-jenis
burung, seperti ayam, bebek, dan angsa, akan tetapi telur-telur yang lebih kecil
seperti telur ikan kadang juga digunakan sebagai campuran dalam hidangan.
Selain itu dikonsumsi pula telur juga berukuran besar seperti telur burung unta
ataupun sedang, misalnya telur penyu.
Morfologi telur adalah peragaan luar telur yang dapat diamati secara
inderawi, terutama secara visual, dan meliputi bentuk butir, ukuran butir, warna
kulit dan penampakan kulit luar pada umumnya yang terdapat pada telur utuh.
Struktur morfologi telur sangat penting diketahui baik sebagai penciri jenis telur
unggas maupun dalam kaitannya dengan proses sortasi telur. Pengkelasan mutu
(grading) telur dan standardisasi telur utuh serta dengan kriteria penyimpangan
atau cacat telur.
Telur ayam dan telur unggas pada umumnya mempunyai bentuk khas yang
disebut bulatan telur, yaitu bentuk bulat agak lonjong, dengan dua ujung
berbeda yaitu ada ujung tumpul dan ujung runcing. Dari ujung tumpul diameter
telur membesar ke arah diameter maksimum dekat ujung tumpul lalu
mengerucut ke arah ujung runcing. Bentuk telur utuh demikian merupakan
bentuk telur ideal yang disebut bentuk bulat telur.
Ukuran telur, yang dapat dinyatakan sebagai berat per butir berbeda
menurut jenis unggasnya. Telur ayam ras petelur berukuran besar, yaitu antara
40- 60 gram per butir, umunya mencapai 1,5 kali berat telur ayam buras yang
beratnya atara 35-40 gram per butir. Berat jenis ayam buras berat telurnya dapat
mencapai 60 gram per butir. Berat telur ayam ras petelur hampir sama dengan
telur bebek, namun telur bebek dapat mencapai 80 gram per butir. Telur punyuh
hanya seperlima dari telur ayam ras petelur, yaitu sekitar 10 gram perbutir, telur
merpati 17 gram per butir.
Warna alami kulit telur juga berbeda murut jenis telur, karenanya warna
kulit telu, dapat digunakan sebagai salah satu tanda pengenal jenis telur yang
diandalkan. Telur ayam buras umumnya berwarna putih, namun ada pula yang
warna coklat. Warna telur bebek juga bervariasi, telur bebek jawa berwarna
hijau kebiruan, bebk bali telurnya berwarna biru keputih-putihan, dan telur
bebek Alabio berwarna biru pucat.
Struktur anatomi telur ialah susunan bagian-bagian yang terdapat pada
keseluruhan butir telur dari lapisan paling luar sampai bagian paling dalam butir
telur. Bila pengamatan morfologi dilakukan terhadap butir telur utuh, maka
pengamatan struktur anatomi telur diamati pada telur utuh dan terutama sekali
pada telur dipecah. Pengamatan struktur anatomi telur utuh dilakukan dengan
cara peneropongan menggunakan peralatan peneropongan telur, sedangkan
pengamatan terhadap telur pecah dilakukan secara visual dan juga
menggunakan berbagai alat ukur.
1.2. Tujuan
1. Mengetahui struktur telur
2. Mengetahui bentuk-bentuk telur
3. Mengetahui kualitas kerabang telur
4. Mengetaui bobot telur
1.3. Waktu dan Tempat
Praktikum Ilmu Ternak Unggas acara “Struktur dan Morfologi Telur
Unggas” dilaksanakan pada Rabu, 30 Maret 2022 pukul 14.50 - selesai di
Laboratorium Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal
Soedirman, Purwokerto.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bentuk telur berbagai jenis unggas pada umumnya memiliki bentuk oval
atau lonjong. Bentuk telur ini secara umum dikarenakan faktor genetis
(ketrunan). Setiap induk bertelur berurutan dengan bentuk yang sama yaitu
bulat, panjang, dan lonjong. Bentuk telur lainnya yaitu mempunyai ukuran yang
beragam. Telur ayam horn memiliki ukuran yang lebih besar dari telur ayam
kampung. Berbeda halnya dengan telur puyuh yang memiliki ukuran yang lebih
kecil dibandingkan dengan jenis telur unggas lainnya. Meskipun telur unggas
memiliki ukuran yang beragam, namun semua jenis telur unggas mempunyai
struktur telur yang sama (Saraswati, 2012).
Telur terdiri atas enam bagian penting, yaitu kerabang telur (shell),
selaput kerabang (shell membrane), putih telur (albumen), kuning telur (yolk), tali
kuning telur (chazale), dan sel benih (germinal disc). Struktur telur terdiri atas
empat bagian penting, yaitu selaput membran, kerabang (shell), putih telur
(albumen), dan kuning telur (yolk). Umumnya semua jenis telur unggas dan
hewan lain yang berkembangbiak dengan cara bertelur mempunyai struktur
telur yang sama. Secara ringkas, struktur telur pada umumnya terdiri dari
kerabang (kulit telur) ±10%, putih telur (albumen) ±60%, dan kuning telur (yolk)
±30% (Hartono dan Isman, 2010).
Kualitas telur ditentukan oleh dua faktor yaitu kualitas luarnya berupa
kulit cangkang dan isi telur. Faktor luar meliputi bentuk, warna, tekstur,
keutuhan, dan kebersihan kulit. Faktor isi telur meliputi kekentalan putih telur,
warna serta posisi kuning telur, dan ada tidaknya noda-noda pada putih dan
kuning telur. Kualitas bagian luar tidak banyak mempengaruhi kualitas dalamnya,
jika telur tersebut dalam kondisi baru maka dapat dikonsumsi langsung. Kualitas
telur bagian dalam juga tidak menjadi masalah. Tetapi jika telur tersebut akan
disimpan dalam jangka waktu yang lama, maka kualitas kulit telur perlu
diperhatikan (Haryoto, 2002).
Telur yang disimpan dalam jangka waktu lebih dari 2 minggu diruangan
terbuka umumnya dapat mengalami kerusakan. Kerusakan awal yang akan
dialami telur yaitu berupa kerusakan alami (pecah, retak). Kerusakan lainnya
adalah akibat udara dalam isi telur keluar sehingga derajat keasaman naik. Sebab
lain adalah karena keluarnya uap air dari dalam telur yang menyebabkan
penurunan berat telur serta putih telur menjadi encer sehingga kesegaran telur
merosot. Kerusakan telur dapat pula disebabkan oleh masuknya mikroba ke
dalam telur (Ginting, 2007).
III. MATERI DAN METODE
3.1. Materi
3.1.1. Alat
1. Pisau
2. Kalkulator
3. Plastik
4. Tissue
5. Kantong kresek kecil
6. Mikrometer sekrup
7. Jangka sorong
3.1.2. Bahan
1. Berbagai telur unggas
3.2. Metode
3.2.1. Struktur Telur

Telur mentah secara hati-hati dipecahkan dan isinya dituang ke dalam cawan petri

Bagian-bagiannya diamati

Hasil digambar pada buku laporan

3.2.2. Bentuk Telur

Diameter panjang dan diameter lebar berbagai telur unggas diukur

Indeks telur dihitung

Bentuk telur diklasifikasikan

Bentuk telur digambar


3.2.3. Kualitas Kerabang Telur
Warna kerabang berbagai telur unggas diamati

Ketebalan kerabang diukur dan dihitung

Tekstur kerabang telur diamati

Kebersihan telur diamati

Hasil dari pengamatan ditulis

3.2.4. Bobot Telur

Dipersiapkan alat dan bahan yang digunakan


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
2.
3.
4.
4.1. Hasil
4.1.1. Struktur Telur
1. Albumen
2. Calaza
3. Membran vitalin
4. Yolk
5. Germinal disk

4.1.2. Morfologi Telur


1) Ukur dan hitung indeks telur pada masing-masing jenis telur dibawah
ini, dan kelompokkan telur berdasarkan bentuknya.
Jenis Telur Diameter Lebar (mm) Diameter Panjang
(mm)
Telur ayam 46,05 59,92
Telur itik 45,79 56,52
Telur puyuh 25,48 32,06
diameter lebar
Rumus Indeks Telur = x 100%
diameter panjang
a) Indeks telur ayam
46,05
X 100% = 76,85%
59,92
b) Indeks telur bebek
45,79
X 100% = 80,87%
56,52
c) Indeks telur puyuh
25,48
X 100% =79,47
32,06
2) Hasil pengukuran ketebalan kerabang telur menggunakan mikrometer.
Bagian Ketebalan
Kerabang bagian Tengah 0,46 mm
Kerabang bagian Tumpul 0,6 mm
Kerabang bagian Lancip 0,12 mm

Rumus Ketebalan Kerabang =


0,46+0,6+ 0,12
= 0,39
3
4.2. Pembahasan
4.2.1. Struktur Telur
Telur terdiri dari enam bagian yang penting yaitu kerabang telur (shell)
selaput kerabang telur (shell membranes), putih telur (albumin), kuning telur
(yolk), tali kuning telur (chalazae), dan sel benih (germinal disc). Hal tersebut
sesuai dengan SNI 01-3926-2006 bahwa telur terdiri dari 3 komponen utama
yaitu kulit telur, putih telur (albumin) dan kuning telur. Warna kerabang (kulit
telur) dibedakan menjadi dua yaitu warna putih dan warna coklat. Berat telur
ayam ras dikelompokkan atas 4 yaitu ekstra besar (>60 g), besar (56-60 g),
sedang (51-55 g), kecil (46-50 g) dan ekstra kecil (<46 g).
Putih telur terdiri atas empat lapisan yaitu lapisan putih telur bagian luar
(20%) terdiri dari cairan kental, lapisan tipis bagian dalam (30%) merupakan
lapisan yang lebih encer dan lapisan tebal putih telur (50%). Khalazifera
berbentuk serat-serat musin yang terjalin seperti anyaman tali dan membatasi
antara putih telur dan kuning telur berfungsi untuk menahan kuning telur agar
tetap pada tempatnya. Putih telur bersifat lebih alkalis dengan pH sekitar 7,6. Hal
tersebut sesuai dengan Nugraha (2012) bahwa komponen utama dari putih telur
adalah protein, sedangkan lemak terdapat dalam jumlah kecil. Protein putih telur
utama terdiri dari ovalbumin, conalbumin, ovomucoid, lizozime, dan glubolin.
Senyama anti mikroba yang terdapat pada telur adalah lizozime, conalbumin,
dan ovoinhibitor yang berfungsi untuk membantu memperlambat proses
kerusakan telur.
Kerabang telur merupakan bagian terluar yang membungkus isi telur dan
berfungsi mengurangi kerusakan fisik maupun biologis, serta dilengkapi dengan
pori-pori kerabang yang berguna untuk pertukaran gas dari dalam dan luar
kerabang telur. Hal tersebut sesuai dengan Suprijatna (2005) bahwa ada empat
bagian yang membentuk kerabang telur, yaitu (a) kutikula, lapisan tipis sekali (3-
10 mikron) dan tidak mempunyai pori-pori, tetapi sifatnya dapat dilalui gas; (b)
lapisan bunga karang (spongy/calcareous layer) terdiri dari protein serabut yang
berbentuk anyaman dan lapisan kapur (CaCO3; Ca(PO4)2, MgCO3, Mg3(PO4)2;
(c) lapisan mamalia (mammilary layer), sangat tipis, tebalnya 1/3 lapisan seluruh
kerabang telur; dan (d) lapisan membran, terdiri dari 2 lapisan yang
menyelubungi seluruh telur, tebalnya sekitar 65 mikron, semakin ke arah tumpul,
semakin tebal.
4.2.2. Bentuk Telur
Bentuk telur yang baik adalah proporsional, tidak benjol, tidak terlalu
lonjong, dan juga tidak terlalu bulat. Hal tersebut sesuai dengan Azizah et al.
(2012) bahwa bentuk telur yang paling baik adalah oval. Telur dengan bentuk
proporsional yaitu telur yang memiliki indeks telur yang ideal 70-75%. Bentuk
telur tidak terlalu lonjong berarti telur tersebut tidak berbentuk biconical. Telur
berbentuk biconical ditandai dengan kedua sisi yang runcing seperti kerucut
sehingga terlihat lonjong. Telur tidak terlalu bulat artinya telur tersebut bukan
berbentuk spherical karena bentuk spherical adalah bentuk telur yang hampir
bulat.
Telur dengan bentuk oval memudahkan pada saat transportasi dan
penyimpanan karena telur dengan bentuk oval tidak mudah pecah ataupun retak
saat ditempatkan pada egg tray meskipun egg tray tersebut ditumpuk dan
mempermudah pada saat pemanenan atau pengambilan telur. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Soekarto (2013) yang menyatakan bahwa telur
berbentuk oval hanya memungkinkan menggelinding pada satu arah, sehingga
dapat diarahkan untuk mempermudah pemanenan telur yang telah terkumpul di
bagian luar kandang dan menjaga keutuhan serta kebersihan telur. Bentuk telur
yang normal yakni lonjong tumpul pada bagian atas dan runcing pada bagian
bawah.
Bentuk telur dipengaruhi oleh faktor genetik. Induk ayam selalu bertelur
dengan urutan bentuk yang sama, yaitu bulat, panjang, dan lonjong. Faktor
genetik berpengaruh terhadap lama periode pertumbuhan ovum sehingga yolk
yang lebih besar akan menghasilkan telur berukuran besar. Telur pertama yang
dihasilkan induk lebih kecil daripada yang dihasilkan berikutnya. Ukuran telur
akan meningkat seiring dengan semakin teraturnya induk bertelur. Hal tersebut
sesuai dengan Suprijatna et al. (2005) bahwa ukuran telur meningkat seiring
dengan meningkatnya kandungan protein pakan. Cuaca juga berpengaruh karena
cuaca panas akan memengaruhi kondisi kandang dan menyebabkan menurunnya
ukuran telur.
4.2.3. Kualitas Kerabang Telur
Kerabang unggas memiliki struktur yang rapuh. Kualitas kerabang telur
terutama ketebalan dipengaruhi oleh pakan, penyakit, umur, suhu, dan stress.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Setiawati et al. (2016) yang menyatakan
bahwa tebal tipisnya kerabang telur dipengaruhi oleh strain ayam, umur induk,
pakan, stres, dan penyakit pada induk. Faktor kerabang yang dipengaruhi oleh
pakan dimana jika pakan mengandung kalsium dan fosfor tinggi maka kerabang
menjadi tebal. Kerabang yang tebal juga bisa dipengaruhi oleh obat extimulan
dimana untuk memperbaiki kualitas telur seperti keranbang karena memiliki
kalsium dan fosfor yang tinggi. Kerabang telur juga dipengaruhi oleh penyakit
seperti ILT (Infectius Laringo Trachealitis), EDS (Egg Drop Syndrom), AI (Afian
Influenza). Umur juga mempengaruhi kerabang telur dimana semakin tua maka
kerabang telur semakin tipis. Suhu mempengaruhi kerabang telur dimana suhu
yang panas maka unggas cenderung lebih suka minum dari pada makan sehingg
kerabang menjadi tipis.
Ukuran telur mempengaruhi warna kerabang adalah suatu hal yang wajar
jika semakin bertambah umur ayam, semakin besar telur yang dihasilkan,
semakin warnanya memudar. Hal ini mungkin disebabkan luas penampang
permukaan kerabang telur yang semakin luas seiring dengan bertambahnya
ukuran isi telur, sedangkan banyaknya atau jumlah pigmen yang diproduksi
hampir sama dari waktu ke waktu selama periode bertelur. Hal tersebut sesuai
dengan Mampioper et al. (2008) bahwa memudarnya warna kerabang telur juga
dapat disebabkann karena suhu lingkungan yang tinggi sehingga ayam menjadi
stress dan dapat diperparah dengan sistem pemeliharaan khususnya kandang
yang tidak mendukung kenyamanan ayam.
Telur yang kerabangnya berbintik-bintik termasuk kategori telur yang
kurang baik. Kejadian pigmentasi yang tidak merata pada kerabang seperti
bercak atau bintik-bintik pigmen mungkin disebabkan ayam mengalami stress.
Kondisi dari kerabang telur merupakan petunjuk yang dapat diandalkan untuk
menilai apakah ayam merasa nyaman atau puas dengan lingkungan tempat
tinggalnya. Hal tersebut sesuai dengan Batkowska et al. (2014) menyatakan
bahwa perubahan atau penurunan kualitas telur sangat kecil terjadi pada telur
yang didapat dari induk yang dipelihara dalam kandang yang dilengkapi berbagai
perlengkapan pemeliharaan daripada induk yang dipelihara dalam kandang
konvensional.
4.2.4. Bobot Telur
Kemampuan metabolisme ayam dipengaruhi oleh kemampuan adaptasi
ayam tersebut terhadap stress. Suhu dan kelembapan lingkungan yang ideal
untuk ayam petelur masing-masing 23-25°C dan 55-65%. Saat suhu lingkungan
terlalu dingin, otak akan merespon dengan meningkatkan metabolisme untuk
menghasilkan panas. Kasus heat stress lebih sering terjadi pada ayam dewasa
karena ayam tersebut lebih banyak menghasilkan panas sehingga lebih mudah
stres. Hal tersebut sesuai dengan Rasyaf (2003) bahwa pada saat suhu
lingkungan terlalu tinggi, konsumsi ransum mengalami penurunan sedangkan
konsumsi air minum meningkat, sehingga terjadi penurunan produktivitas ayam.
Penurunan produktivitas tersebut disebabkan oleh kurang terpenuhinya asupan
nutrisi untuk produksi telur.
Bobot telur tidak terlepas dari pengaruh bobot kuning telur. Persentase
kuning telur sekitar 30-32% dari bobot telur. Bobot kuning telur dipengaruhi oleh
perkembangan ovarium. Ovarium merupakan tempat pembentukan kuning telur.
Hal tersebut sesuai dengan Tugiyanti (2012) bahwa bobot telur akan rendah bila
pembentukan kuning telur kurang sempurna. Selain itu, rendahnya penyerapan
nutrisi menghambat perkembangan ovarium sehingga bobot telur menjadi
kurang optimal.
Bobot telur merupakan ukuran yang sering digunakan dalam memilih
telur tetas karena bobot telur adalah salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap fertilitas, daya tetas, dan bobot tetas sehingga nantinya akan
menentukan kualitas pertumbuhan selanjutnya. Telur dengan bobot rata-rata
atau sedang akan menetas lebih baik daripada telur yang terlalu kecil dan terlalu
besar. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ahyodi et al. (2014) yang
menyatakan bahwa telur yang kecil, rongga udaranya akan terlalu besar sehingga
telur akan cepat (dini) menetas, sebaliknya telur yang terlalu besar menyebabkan
rongga udara relatif terlalu kecil, akibatnya telur akan terlambat menetas. Bobot
telur berkorelasi positif dengan bobot tetas, artinya semakin besar bobot telur,
semakin besar bobot tetasnya
V. PENUTUP
1.
2.
3.
4.
5.
5.1. Kesimpulan
1. Telur terdiri dari 3 komponen utama yaitu kulit telur, putih telur (albumin) dan
kuning telur.
2. Bentuk telur yang baik adalah proporsional, tidak benjol, tidak terlalu lonjong, dan
juga tidak terlalu bulat.
3. Kualitas kerabang telur terutama ketebalan dipengaruhi oleh pakan, penyakit, umur,
suhu, dan stress.
4. Bobot telur merupakan ukuran yang sering digunakan dalam memilih telur tetas
karena bobot telur adalah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap fertilitas,
daya tetas, dan bobot tetas sehingga nantinya akan menentukan kualitas
pertumbuhan selanjutnya.
5.2. Saran
1. Tidak ada
DAFTAR PUSTAKA
Ahyodi, F., K. Nova dan T. Kurtini. 2014. Pengaruh bobot telur terhadap fertilitas, susut
tetas, daya tetas, dan bobot tetas telur kalkun. Jurnal Ilmiah Peternakan
Terpadu. Vol 2 No 1.

Azizah, N. Betty A. N., dan Stevia T. R. 2012.Telur. UNY.Yogyakarta.

Badan Standar Nasional Indonesia nomor 01-3926-2006 Telur Ayam Konsumsi.


BadanStandar Nasional. Jakarta.

Batkowska, J., A. Brodacki dan S. Knaga. 2014. Quality of laying hen eggs during storage
depending on egg weight and type of cage system (conventional vs. furnished
cages). Annals of Animal Science 14(3): 707-719.

Ginting, N. (2007). Teknologi Hasil Ternak. Penuntun Praktikum. Fakultas Pertanian


Universitas Sumatera Utara, Sumatera.

Hartono, dan T. Isman. 2010. Kiat Sukses Menetaskan Telur Ayam. Agromedia Pustaka.
Jakarta.

Haryoto. (2002). Pengawetan Telur Segar. Yogyakarta: KANISIUS (Anggota IKAPI).

Mampioper, A., S. Rumetor dan F. Pattiselanno. 2008. Kualitas telur ayam petelur yang
mendapat ransum perlakuan substitusi jagung dengan tepung singkong. TERNAK
TROPIKA Journal of Tropical Animal Production 9(2): 42-51.

Medion. 2015. Suhu dan kelembaban terkontrol, ayam nyaman.


http://info.medion.co.id/Suhu dan Kelembaban Terkontrol, Ayam Nyaman.
Diakses pada tanggal 20 Juli 2015.

Nugraha, A, I. B. N. Swacita, dan P. G. K. Tono. 2012. Deteksi bakteri salmonella sp dan


pengujian kualitas telur ayam buras. Jurnal Indonesia Medicus Veterinus. 1 (3) :
320 - 329.

Rasyaf, M. 2003. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Saraswati, D. (2012). Uji Bakteri Salmonella sp. Pada Telur Bebek, Telur Puyuh dan Telur
Ayam Kampung yang di Perdagangkan di Pasar Liluwo Kota Gorontalo. Laporan
Penelitian. Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri
Gorontalo.

Setiawati, T., R. Afnan dan N. Ulupi. 2016. Performa produksi dan kualitas telur ayam
petelur pada sistim litter dan cage dengan suhu kandang berbeda. Jurnal Ilmu
Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 4(1): 197-203.

Soeharto, K. (2013). Teknologi Pembelajaran (Pendekatan Sistem, Konsepsi dan Model,


SAP, Evaluasi, Sumber Belajar Media). Surabaya: Surabaya International Club.

Suprijatna, E. U., Atmomarsono dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas.
Penebar Swadaya. Jakarta.

Tugiyanti, E. 2012. Kualitas eksternal telur ayam petelur yang mendapat ransum dengan
penambahan tepung ikan fermentasi menggunakan isolat prosedur antihistamin.
Fakultas Peternakan. Universitas Jendral Soedirman. Purwokerto.

Anda mungkin juga menyukai