Anda di halaman 1dari 17

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Whole mount berasal dari kata whole (keseluruhan; utuh tanpa

pengirisan) dan mount (gunung; tutup) yang artinya seluruh spesimen utuh

ditutup atau ditetesi dengan medium penutup. Metode ini digunakan untuk

membuat preparat organisme utuh yang nantinya akan diamati di bawah

mikroskop tanpa adanya pengirisan. Organisme tersebut harus berukuran kecil

sehingga dapat termuat pada gelas benda, sedangkan organisme yang berukuran

agak besar dapat dilakukan pemangkasan agar menjadi lebih rapi dan berukuran

lebih kecil.

Tipe telur aves memiliki yolk yang banyak, kandungan yolk berfungsi

untuk menyediakan cadangan makanan bagi perkembangan embrio kebutuhan

mineral seperti kalsium pada embrio dapat di serap dari cangkang telur. Ovum

pada aves merupakan bulatan yolk dengan bioplasma dan intinya, sedangkan

telur yang terdiri dari cangkang telur, albumin dan yolk. Ovum merupaka suatu

sel berukuran sangat besar, hal ini disebabkan kandungan yolk yang besar pula.

Tipe telur aves adalah telolechital dan megalecithal, hal ini disebabkan

oleh volume yolk yang hampir mengisi seluruh bagian ovum. Tipe pembalahan

pada aves merupakan merupakan perubahan meroblastik atau meroblastik

diskodialhal ini karenakan bagian yang membelah berbeentuk seperti cawan

diskus. Telur bangsa burung dilengkapi dengan yolk yang banyak untuk

mengantisipasi kebutuhan bahan makanan embrio yang secara keselurahan

harus di penuhi oleh telur.


B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada praktikum ini adalah bagaimana membuat

preparat utuh dari embrio ayam?

C. Tujuan Praktikum

Tujuan pada praktikum ini adalah untuk mengetahui cara membuat

preparat utuh dari embrio ayam

D. Manfaat Praktikum

Manfaat pada praktikum ini adalah dapat membuat preparat utuh dari

embrio ayam

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Pengertian Fertilisasi

Fertilsasi adalah persentase telur yang memperlihatkan adanya

perkembangan embrio tanpa memperhatikan telur tersebut, menetas atau tidak

dari sejumlah telur yang dieramkan. Metode yang paling tepat untuk

menentukan telur yang tertunas adalah dengan cara memecahkan telur tersebut,

baru kemudian mengujinya. Cara yang dilakuka untuk menentukan fertilisasi

telur adalah dengan peneropongan atau candling. Peneropongan telur tetas

biasanya dilakukan pada hari ke-4 atau ke-7 dan ke-18. Fertilisasi telur ayam

yang telah diinseminasi sekitar 60-70%. Daya tetas dipengaruhi oleh

penyimpanan telur, faktor genetik, suhu dan kelembaban, musim, nomor induk,

kebersihan telur, ukuran telur dan nutrisi (Harsadi, 2016)

B. Embrio dan Embriologi

Embrio merupakan suatu tingkat perkembangan atau kehidupan awal

individu, yang dimulai sejak terjadinya pembuahan sampai sebelum dicapainya

suatu bentuk, struktur maupun fungsi yang sudah tetap, seperti pada orang

tuanya. Embriologi berarti cabang biologi yang mempelajari pertumbuhan dan

perkembangan tingkat awal individu, dalam lingkaran perkembangannya, yang

dimulai dari sel telur tunggal yang telah dibuahi, ke arah susunan yang jauh lebih

kompleks dan ke arah kehidupan bebas seperti induknya pengukuran tubuh

embrio ayam (Soeminto, 2011)

C. Pengukuran Tubuh Embrio Ayam


Pengukuran tubuh embrio ayam meliputi bobot embrio, panjang badan,

leher, sayap, kaki, paruh dan lingkar kepala. Embrio yang telah diawetkan

dalam formalin kemudian diambil, dikeringkan terlebih dahulu menggunakan

tissue kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital, sellanjutnya

dilakukan pengukuran panjang badan, panjang leher, panjang sayap, panjang

kaki, panjang paruh, dan lingkar kepala. Pengukuran menggunakan alat bantu

benang agar dapat mengikuti lekukan tubuh embrio dengan mudah, setrtelah itu

diukur menggunakan jangka sorong, namun sebelumnya benang di rentangkan

di kertas ditandai agar lebih mudah dalam pengukuran (Sari, 2013)

D. Peningkatan Kebutuhan Perkembangan Embrio

Perkembangan embrio membutuhkan peningkatan nutrisi, oksigen, serta

pembuangan zat-zat sisa metabolime sel. Peningkatan kebutuhan tersebut tidak

bisa dipenuhi secara difusi , sehingga dibutuhkan sistem baru untuk menjamin

kelangsungan hidup dan proses perkembangan embrio. Hal pertama yang

terjadi adalah diferensiasi sel-sel mesenkhimal (hemangioblast) menjadi sel

endothel sehingga terbentuk pembuluh darah baru secara denovo. Peristiwa ini

disebut vaskulogenesis (Rahayu, 2011)

E. Enzim yang Mengevaluasi Perkembangan Embrio

Tiga enzim utama yang dapat diukur untuk mengevaluasi perkembangan

emrbio ayam seperti 5nucleotidase (5NT), cholineesterase (ChE) dan

alkalinephosphatase (ALP). Abnormalitas perkembangan embrio ayam akan

terjadi apabila kadar ke tiga ensim tersebut menurun karena pemaparan


teratogen Ayam yang terpapar karbofuran sangat potensial membentuk residu

pada kuning telur (yolk sac), sedang kuning telur sangat dibutuhkan embrio

sebagai sumber nutrisi dalam proses perkembangan. Residu karbofuran dalam

kuning telur akan mengganggu tumbuh kembang embrio ayam yang dapat

berakibat pada abnormalitas perkembangan. Pembentukan vesikel otak embrio

ayam sangat diperlukan keberadaan ChE sebagai regulasi pertumbuhan dan

fungsi morfogenetik. Pembentukan ChE terhambat akibat zat cholinotoxic

seperti insektisida karbofuran, maka akan terjadi hambatan pembentukan

vesikel otak. Hambatan pembentukan vesikel otak pada masa embrional akan

berdampak pada kelainan struktur dan fungsi otak saat dewasa kelak (Luqman,

2007)

F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fertilisasi Telur

Faktor-faktor yang mempengaruhi fertilisasi telur adalah rasio jantan dan

betina, pakan induk, umur pejantan yang dugunakan dan umur telur, jumlah

induk yang dikawini oleh satu pejantan dan umur induk. Selain itu, hubungan

temperatur lingkungan yang semakin meningkat antara lain temperatur atmosfir

disinyalir dapat menyebabkan penurunan fertilisasi atau sebaliknya. Selain itu,

fertilisasi juga di pengaruhi oleh beberapa faktor lain, antara lain iklim, bangsa

atau variates ayam, sistem perkawinan, pakan, kesehatan, umur induk,

pengelolalan telur sebelum masuk tetas termasuk pemilihan bobot telur tetas

dan penyimpanan telur tetas dan pengelolaan telur selama penetasan

(Paputungan, dkk, 2017)


III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 12 Oktober 2019, pukul

17.30 WITA-Selesai. Bertempat di Laboratorium Unit Zoologi, Jurusan Biologi,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Halu Oleo,

Kendari.

B. Alat Praktikum

Alat yang digunakan pada praktikum ini tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Alat dan Kegunaan


No Nama Bahan Kegunaan
1 2 3
1. Cawan petri Untuk meletakkan embrio ayam
2. Mikroskop Untuk mengamati preparat embrio ayam
3. Pipet tetes Untuk mengambil larutan
4. Pingset ujung runcing dan Untuk memecahkan cangkang telur ayam
ujung lurus
5. Stopwatch Untuk mengukur waktu pemberian larutan
6. Kaca objek Untuk meletakan objek pengamatan
7. Kaca penutup Untuk menutup objek pengamatan pada kaca
objek
8. Kertas label Untuk melabeli objek pengamatan
9. Kamera Untuk mendokumentasikan hasil
pengamatan
10. Alat tulis Untuk mencatat hasil pengamatan

C. Bahan Praktikum

Bahan yang digunakan pada praktikum ini tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Bahan dan Kegunaan


No Nama Alat Kegunaan
1 2 3
1. Telur ayam (Gallus gallus Sebagai bahan yang akan diamati
domesticus)

Tabel 2.lanjutan
1 2 3
3. Tissue Untuk membersihkan alat yang digunakan
4. NaCl 0,9% Untuk mencuci embrio
5. Bouin Untuk mengawetkan larutan
6. Eosin-Y Untuk memberi warna pada preparat embrio
7. Hematoksilin Untuk memberi warna pada preparat embrio
8. Toluol Untuk menjernihkan sampel
9. Aquades Untuk mencuci preparat embrio
10. Canada balsam Untuk merekatkan preparat embrio dengan
kaca objek dan kaca menutup
11. Alkohol 70%, 80%, 90% Untuk mengawetkan bahan yang akan diamati
dan 100%

D. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut

1. Pewarnaan Hematoksilin

a. Membuat lingkaran pada telur

b. Menusuk bagian telur yang tumpul

c. Menghisap cairan disekitar embrio

d. Menggunting membrane vitaline

e. Mencuci embrio dengan NaCl 0,9%

f. Mengfiksasi selama 10 menit menggunakan larutan bouin

g. Washing selama 15 menit menggunakan alkohol 70%

h. Hidrasi menggunakan:

- Alkohol 60% selama 5 menit

- Alkohol 50% selama 5 menit

- Alkohol 40% selama 5 menit

- Alkohol 30% selama 5 menit

- Aquades selama 5 menit

i. Pewarnaan menggunakan Hematoksilin selama 20 hitungan


j. Washing menggunakan air mengalir selama 10 menit

k. Dehidrasi menggunakan:

- Aquades selama 5 menit

- Alkohol 30% selama 5 menit

- Alkohol 40% selama 5 menit

- Alkohol 50% selama 5 menit

- Alkohol 60% selama 5 menit

- Alkohol 70% selama 5 menit

- Alkohol 80% selama 5 menit

- Alkohol 90% selama 5 menit

- Alkohol 96% selama 5 menit

- Alkohol 60% selama 5 menit

- Alkohol 50% selama 5 menit

- Alkohol 40% selama 5 menit

- Alkohol absolut selama 5 menit

l. Clearing menggunakan Toluol dan Xilol

m. Mounting menggunakan Canada balsam

n. Mengamati dibawah mikroskop

2. Pewarnaan Eosin-Y

a. Membuat lingkaran pada telur

b.Menusuk bagian telur yang tumpul

c. Menghisap cairan disekitar embrio

d.Menggunting membrane vitaline


e. Mencuci embrio dengan NaCl 0,9%

f. Mengfiksasi selama 10 menit menggunakan larutan bouin

g.Washing menggunakan alkohol 70% selama 15 menit

h.Pewarnaan menggunakan Eosin-Y selama 2 menit

i. Washing menggunakan air mengalir selama 15 menit

j. Dehidrasi menggunakan:

- Alkohol 70% selama 5 menit

- Alkohol 80% selama 5 menit

- Alkohol 90% selama 5 menit

- Alkohol 96% selama 5 menit

k.Clearing menggunakan Toluol

l. Mounting menggunakan Canada balsam

m. Mengamati dibawah mikroskop


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil pengamatan

Hasil pengamatan pada praktikum ini dapat dilihat pada tabel 3 dan 4.

Tabel 3. Hasil Pengamatan Whole Mount Embrio Ayam Pewarnaan Eosin-Y


No. /Gambar Pengamatan Gambar Literatur Keterangan
1. Hari 5
1. Kepala (Caput)
2. Otak (Cerebellum)
3. Bakal mata
4 (Oculus)
4. Bakal Jantung
5 (Cor)
5. Bakal sayap
6 (Cornu)
//// 6. Bakal kaki
(Davey, 2007) (Pedes)
2. Hari 6
1 1. Kepala (Caput)
2 2. Otak (Cerebellum)
3. Bakal Mata
3 (Oculus)
4 4. Bakal paruh
5. Bakal sayap
5 (Cornu)
6 6. Bakal Kaki
(Hamburger, 2006) (Pedes)
Tabel 4. Hasil Pengamatan Whole Mount Embrio Ayam Pewarnaan Hemaktosilin
No. Gambar Pengamatan Gambar Literatur Keterangan
1. Hari 5
1 1. Kepala (Caput)
2 2. Otak (Cerebelum)
3. Bakal Mata
3 (Oculus)
4 4. Bakal ruas tulang
belakang
5
(Notocord)
6 5. Bakal sayap
(Cornu)
(Davey, 2007) 6. Bakal Kaki
(Pedes)
Hari 6
2. 1 1. Kepala (Caput)
2 2. Otak (Cerebelum)
3. Bakal mata
3 (Oculus)
4. Bakal ruas tulang
4 belakang
5 (Notocord)
6 5. Bakal paruh
7 6. Bakal sayap
(Davey, 2007) (Cornu)
7. Bakal kaki (Pedes)

B. Pembahasan

Whole mount artinya seluruh spesimen tubuh ditutup atau ditetesi dengan

medium penutup. Metode ini dih gunakan untuk membuat preparat organisme utuh

yang nantinya akan diamati dibawah mikroskop tanpa adanya pengirisan.


Organisme tersebut harus berukuran kecil sehingga dapat termuat pada gelas benda,

sedangkan organisme yang berukuran besar dapat dilakukan pemangkasan agar

menjadi lebih rapi dan berukuran lebih kecil.

Praktikum ini dilakukan dengan menggunakan telur ayam yang berumur 5

dan 6 hari yang telah dierami. Alasan digunakan telur yang berumur 5 dan 6 hari

karena pada umur ini organ-organ sudah terbentuk jelas seperti kepala (caput), otak

(cerebellum), bakal mata (oculus), bakal jantung (cor), bakal sayap dan bakal kaki

(pedes). Telur ayam ini digunakan untuk mengamati dan mengidentifikasi tahap

perkembangan bentuk dan struktur embrionya, yang dilakukan dengan cara

memisahkan embrio dari putih telur (albumin) dan kuning telurnya (yolk) yang

kemudian diletakkan di cawan petri yang berbeda.

Embrio ayam yang diberi pewarna Eosin-Y dan Hematoksilin yang

ditelah dipisahkan antara putih telur (albumin) dan kuning telurnya (yolk),

kemudian dicuci menggunakan NaCl 0,9%, agar embrio dapat mempertahankan

strukturnya pada saat sudah diluar telur. Langkah selanjutnya menggunakan larutan

bouin untuk melakukan fiksasi (pengawetan) selama 10 menit. Tujuannya agar

mencegah kerusakan jaringan yang disebabkan adanya mikroorganisme seperti

bakteri ataupun kerusakan dari enzim yang terdapat pada jaringan itu sendiri

(autolisis). Tahap berikutnya adalah washing (pencucian) menggunakan alkohol

70% selama 15 menit. Pewarna hematoksilin setalah dilakukan washing terlebih

dahulu di hidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat dari konsentrasi tinggi

ke konsentarsi rendah, agar alkohol dapat keluar secara perlahan-lahan dari dalam

jaringan, sedangkan pewarna Eosin-Y tidak dilakukan hidrasi. Kemudian tahap


pewarnaan menggunakan pewarna Eosin-Y dan Hematoksilin selama 2 menit.

Pewarna Eosin-Y menyebabkan spesimen (embrio) yang diamati menjadi warna

merah terang, sedangkan hematoksikin spesimen menajdi warna cokelat gelap. Hal

ini disebabkan sifat hematoksilin lebih pekat dan konsentrasinya lebih keras atau

terlalu tinggi dibandingkan eosin, sehingga pula pada tahap clearing digunakan 2

larutan, yaitu toluol dan xylol. Kemudian di cuci lagi menggunakan air mengalir

selama 15 menit. Tahap berikutnya dehidrasi (proses penarikan air dalam jaringan)

menggunakan alkohol bertingkat dimulai dari 70%, 80%, 90%, 96% dalam selang

waktu 5 menit. Tujuannya agar proses penarikan air dari dalam jaringan dapat

berlangsung dengan cepat dan hasilnya pun lebih maksimal.

Pengamatan pada embrio ayam berumur 5 hari dan 6 hari yang diberi

pewarna Eosin-Y dan Hematoksilin teramati bentuk embrio serta organ-organnya sama

dan tampak jelas, sehingga terlihat kepala (caput), otak (cerebellum), bakal mata

(oculus), bakal jantung (cor), bakal sayap dan bakal kaki (pedes). Perbedaan ukuran

tampak terlihat pada tubuh embrio, hal ini sebabkan pemberian warna yang berbeda,

yaitu Eosin-Y dan Hematoksilin. Pewararna hematoksilin menyebakan embrio menjadi

menyusup atau mengecil dan warnanya menjadi cokelat gelap, sedangkan pewarna

Eosin-Y ukuran embrionya lebih besar dan warnanya merah terang. Hal ini dikarenakan

sifat hematoksilin lebih pekat dan konsentrasinya lebih keras atau terlalu tinggi

dibandingkan eosin. Bakal jantung ini (cor) akan berkembang menjadi organ yaitu

jantung yang akan bertugas sebagai pembawa nutrisi dan oksigen yang

dibutuhkan oleh organ-organ yang lain ketika embrio sudah menjadi ayam.

Sedangkan bakal pembuluh darah akan menjadi jaringan yang akan mengalirkan

darah keseluruh tubuh embrio. Perkembangan embrio yang sudah lengkap


menyebabkan peranan embrio semakin meningkat, sehingga semakin besar

embrio maka semakin besar pula kebutuhannya dan ekskresi yang dihasilkan.

Perkembangan embrio tak terlepas dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan, dalam hal ini faktor suhu. Sesuai dengan pernyataan dari Oluyeni

dan Roberts yang termuat dalam skripsi IPB, bahwa suhu yang baik bagi

perkembangan embrio adalah 37,2-29,4˚C. Artinya kemampuan amnion untuk

melindungi sel telur berkisar pada suhu tersebut. Jika suhu berada dibawah atau

diatas suhu normal, maka amnion tidak dapat bekerja sesuai dengan fungsinya.

Akbiatnya membran amnion dapat rusak dan ditembus oleh organisme, patogen,

sehingga besar kemungkinan embrio tidak dapat berkembang bahkan mengalami

kematian.

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan pada praktikum ini adalah embrio pada hari ke-5 dan ke

-6, mengalami perkembangan yang signifikan, terlihat jelas organ-organ yang

sudah terbentuk dimulai dari kepala (caput), otak (cerebellum), bakal mata (oculus),

bakal jantung (cor), bakal sayap dan bakal kaki (pedes). Pewarna Eosin-Y

menyebabkan embrio berwarna merah terang, sedangkan pewarna Hematoksilin tubuh

embrio menjadi cokelat gelap.


B. Saran

Saran yang dapat disampaikan pada praktikum ini adalah perlunya

penyediaan tempat sampah dalam laboratorium. Untuk praktikan diharapkan

melakukan praktikum dengan baik dan mendengarkan saran dari asisten.


DAFTAR PUSTAKA

Harsadi., Paulus., 2016, Deteksi Embrio Ayam Berdasarkan Citra Grayscale


Menggunakan K-Mens AutomaticTheres Holding, Jurnal Ilmiah Sinus,
2(2): 5
Luqman, E., 2007, Peranan CholineEsterase (ChE) pada Pembentukan Vesikel
Otak Embrio Ayam yang terpapar Insektisida Karbofuran, Jurnal Media
Kedokteran Hewan, 23(3): 146
Rahayu, I.D., 2011, Hambatan EGCG terhadap Ekspresi VEGF dan VE-Chaderin
Embrio Ayam, Jurnal Exp. Life Sci, 1(2):56
Sari, D.M., 2013 Perkembangan Embrio dan Daya Tetas Serta Viabilitas Anak
Ayam Arab dari Umur Induk yang Berbeda, Skripsi, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor
Soeminto, S, U., 2011, Embriologi Hewan, Modul, Fakultas Biologi Unseod,
Purwokerto.
Paputungan, S., dkk., 2017, Pengaruh Bobot Telur Tetas Itik Terhadap
Perkembangan Embrio Fertilisasi dan Bobot Tetas, Jurnal Zootek, 37(1):
112

Anda mungkin juga menyukai