Oleh:
Budiono
(361541333018)
Putri Rizkianni
(361541333025)
(361541333017)
Khairul Anisa
(361541333009)
Yoga Hadi K.
(361541333006)
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Telur merupakan sumber protein hewani yang biasa dikonsumsi oleh
masyarakat. Dari sebutir telur didapatkan gizi yang cukup sempurna karena
mengandung zat-zat gizi yang lengkap dan mudah dicerna. Oleh karenanya, telur
merupakan bahan pangan yang sangat baik untuk anak-anak yang sedang tumbuh
dan memerlukan protein dan mineral dalam jumlah banyak. (Sudaryani, 2003) Telur
memiliki sifat-sifat fisiko kimia yang sangat berguna dalam pengolahan pangan.
Sifat-sifat tersebut meliputi daya busa, emulsi, koagulasi dan warna. Dalam proses
pengolahan pangan kemampuan membentuk busa (daya busa atau daya buih) sangat
penting dalam pembuatan film yang stabil untuk mengikat gas, misalnya dalam
pengolahan whipped topping dan angel cake. (Sudaryani, 2003)
Banyak jenis telur unggas yang dapat kita jumpai di sekitar kita. Menurut
Wirakusumah (2005), secara umum ada 4 macam telur ungas yang paling sering
dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu :
a
Telur ayam
ayam, dan mempunyai bau yang lebih amis dan rasanya lebih kuat.
Telur burung puyuh, umumnya berwarna putih bertotol-totol cokelat
kehitaman, dengan berat 10 gram per butir.
putih telur yang memiliki peranan penting dalam pembentukan buih diantaranya
ovalbumin, ovomucin, globulin, ovotransferin, lysozime dan ovomucoid. (Stadelman
dan Cotterill, 1995) Busa merupakan dispersi koloid dari fase gas dalam fase cair,
yang dapat terbentuk pada saat telur dikocok. Mekanisme terbentuknya busa telur
adalah terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul protein sehingga rantai protein
menjadi lebih panjang. Kemudian udara masuk diantara molekul-molekul yang
terbuka rantainya dan tertahan sehingga terjadi pengembangan volume. Busa
dibentuk oleh beberapa protein dalam putih telur yang mempunyai kemampuan dan
fungsi yang berbeda-beda. Ovomucin mampu membentuk lapisan atau film yang
tidak larut dalam air dan dapat menstabilkan busa yang terbentuk. Glubulin
mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kekentalan dan menurunkan
kecenderungan pemisahan cairan dari gelembung udara. Disamping itu, globulin juga
dapat menurunkan tegangan permukaan, sehingga membantu tahapan pembentukan
busa. Untuk membentuk gelembung udara yang kecil, banyak dan lembut diperlukan
tegangan permukaan yang rendah. Ovalbumin adalah protein yang dapat membantu
membentuk busa yang kuat. (Winarno & Koswara, 2002)
1.2. Tujuan
Adapun Tujuan dari praktikum telur ini antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
II
MATERI DAN METODE
2.1. MATERI
a. Bahan:
3 Butir
3 Butir
3 butir
3 butir
secukupnya
jangka sorong
timbangan digital
pisau
sendok
Kertas pH
Kertas millimeter
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
8 buah
1 lembar
b. Alat:
Penggaris
Gelas ukur
Kompor
Panci
Mangkok
Plastik
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
20 buah
2.2. METODE
Telur Ayam Ras, Telur Ayam Buras, Telur Itik, Telur Puyuh (b)
Menghitung % BDD
III
5.1. HASIL
Jeni
s
telu
r
Volu
me
sebel
um
dikoc
ok
(ml)
Tel
ur
Aya
m
Ras
A=
40
B= 40
Ratarata=
40
Tel
ur
Aya
m
Bur
as
Tel
ur
Itik
A=
20
B= 30
Ratarata=
25
A=
35
B= 35
Rata-
Vol
um
e
ses
uda
h
dik
oco
k
(ml
)
A=
250
B=
300
Rat
arata
=
275
A=
150
B=
200
Rat
arata
=
175
A=
100
B=
100
Da
ya
bu
sa
(m
l)
%
T
i
r
i
s
a
n
b
u
i
h
Vol
um
e
tiri
san
Kea
stab
ilan
0.1
%
0.1
%
0.1
%
6.8
75
2.8
6
A=
1
B=
1
Rat
arata
=1
A=
1
B=
1
Rat
arata
=1
A=
1
B=
1
0
.
3
6
%
0
.
5
7
%
1
%
rata=
35
Rat
arata
=
100
Rat
arata
=1
A=
10
B= 10
Ratarata=
10
Tel
ur
Puy
uh
J
e
n
i
s
t
e
l
u
r
T
e
l
u
r
a
y
a
m
b
u
r
a
s
T
e
20
`1.
3
A=
1
B=
1
Rat
arata
=1
A= 45
B = 45
ratarata=
45
A=5
B = 10
ratarata=
5,43
A =40
B = 40
ratarata =
40
A = 50
A=5
A = 40
5
%
Rat
A=
88
B=
88
88
A=
80
84
0.9
5%
l
u
r
a
y
a
m
r
a
s
T
e
l
u
r
i
t
i
k
T
e
l
u
r
p
u
y
u
h
B = 45
ratarata=
67.5
B=5
ratarata= 2
B = 40
ratarata=
40
A = 60
B = 75
ratarata=
67.5
A = 10
B = 10
ratarata=
10
A = 45
B = 60
ratarata=
52.5
A = 10
B = 10
ratarata=
10
A=8
B=9
ratarata=
8.5
A = 0.1
B = 0.1
ratarata=
0.1
B=
88
A=
75
B=
80
77.
A=
90
B=
80
85
Jen
is
telu
r
V
o
l
u
m
V
o
l
u
m
D
ay
a
bu
sa
V
o
l
u
m
%
T
i
r
Ke
ast
abil
an
s
e
b
e
l
u
m
s
e
s
u
d
a
h
d
i
k
o
c
o
k
d
i
k
o
c
o
k
(
m
l
)
(
m
l
)
e
t
i
r
i
s
a
n
(m
l)
Tel
ur
Aya
m
Ras
Tel
ur
Aya
m
Bur
as
Tel
ur
Itik
Tel
ur
Puy
uh
i
s
a
n
b
u
i
h
4
0
2
7
5
36
2
0
4
0
1
5
1
7
5
40
1
0
0
40
2
0
0
.
3
6
%
0
.
5
7
%
0.1
%
0.1
%
1
%
0.1
%
5
%
0.9
5%
J
e
n
i
s
t
e
l
u
r
T
e
l
u
r
a
y
a
m
b
u
r
a
s
T
e
l
u
r
a
y
a
m
r
a
s
T
e
Berat
kulit
(gr)
Berat
isi (gr)
%
BDD
Rat
70
10
60
85.7
85.
40
10
35
87.5
87.
80
10
75
93.75
93.
l
u
r
i
t
i
k
T
e
l
u
r
p
u
y
u
h
10
0.2
80
80
Jeni
Da
ke
ya
ast
telu
bu
abi
sa
lan
(m
l)
Aya
13
ur
Itik
0.
2
0
4
0
0.1
%
4
%
0
.
1
0.9
9%
0
.
Bur
as
Tel
3.
ur
Ras
Tel
Aya
Tel
ur
0.1
%
Tel
ur
Puy
1
5
%
0
uh
0.9
5%
Berat
utuh
kulit
telur
(gr)
(gr)
Berat
isi (gr)
BDD
Rat
92.3
s
t
e
l
u
r
T
65
10
60
92.
l
u
r
a
y
a
m
b
u
r
a
s
T
45
40
88.8
88.
l
u
r
a
y
a
m
r
a
s
T
75
65
86.7
86.
l
u
r
i
t
i
k
T
e
l
u
r
p
u
y
u
h
10
0.2
80
80
3.2. PEMBAHASAN
adalah telur ayam ras, ayam buras, itik dan puyuh. Masing-masing telur dihitung
volume sebelum dikocok , volume sesudah dikocok , daya busa , volume tirisan, %
tirisan buih, dan kestabilan. Dari pengamatan putih buih telur membentuk Struktur
buih yang stabil umumnya dihasilkan dari putih telur yang mempunyai elastisitas
tinggi, sebaliknya volume buih yang tinggi diperoleh dari putih telur dengan
elastisitas rendah. Elastisitas akan hilang jika putih telur terlalu banyak dikocok atau
diregangkan seluas mungkin (Stadelman dan Cotterill, 1995).
Pada pengamatan volume buih sesudah dikocok (ml) telur ayam buras
memiliki volume paling banyak dalam pembentukan buih (275 ml) ayam buras (175
ml) itik (100 ml) dan yang terkecil adalah telur puyuh 10 (ml) . banyaknya volume
buih pada putih telur sesudah proses pengocokan dapat dipengaruhi oleh jenis telur,
pH, lama penyimpanan dan berat volume albumin telur (Tarwotjo, C. Soejoeti.
1998).
pembentukan awal gas menjadi suatu protein yang terdispersi (Kinsella, 1976). Telur
yang baik mempunyai daya buih sebesar 6 sampai 8 kali dari volume awal putih
telur (Budiman dan Rukmiasih, 2007).
Pada pengamatan daya busa, putih telur ayam buras mempunyai daya
busa yang paling banyak antara jenis telur lainnya dan yang terkecil adalah
telur puyuh., hal ini sesuai dengan pendapat literatur. Menurut Muchtadi, dkk
(2010) bahwa Telur ayam buras dan telur ayam ras memiliki daya busa yang
paling tinggi, apabila putih telur dikocok, maka gelembung udara akan
terperangkap dalam albumen cair dan membentuk busa. Semakin udara yang
terperangkap busa yang terbentuk akan semakin kaku dan kehilangan sifat
aslinya. Kestabilan buih ditentukan oleh kandungan ovomucin (salah satu
komponen putih telur).
Volume tirisan pada putih telur pada umumnya memiliki hasil yang
sama (1%) hal ini disebabkan karena pengocokan selama 5 menit menyebabkan
albumin telur membentuk busa secara keseluruhan , Busa yang merupakan dispersi
koloid dari fase gas dalam fase cair, yang dapat terbentuk pada saat telur dikocok.
Pada % tirisan buih telur puyuh memiliki jumlah tirisan paling banyak
(5%) kemudian telur itik (1%), telur ayam buras (0,57%) dan yang terakhir adalah
telur ayam ras (0.36%) hal tersebut dapat terjadi dikarenakan telur puyuh dan telur
itik mempunyai kekentalan yang lebih dibandingkan dengan telur ayam ras dan
buras, sehingga dalam pembentukan busa telur puyuh dan telur itik lebih lambat dari
telur ayam ras dan ayam buras. Selain hal tersebut kandungan ovalbumin pada telur
ayam ras dan telur ayam buras lebih banyak dibandingkan telur itik dan puyuh,
sehingga busa yang terbentukpun lebih banyak Busa yang dibentuk oleh beberapa
protein dalam putih telur yang mempunyai kemampuan dan fungsi yang berbedabeda. Ovomucin mampu membentuk lapisan atau film yang tidak larut dalam air dan
dapat menstabilkan busa yang terbentuk. Glubulin mempunyai kemampuan untuk
meningkatkan kekentalan dan menurunkan kecenderungan pemisahan cairan dari
gelembung udara. Disamping itu, globulin juga dapat menurunkan tegangan
permukaan, sehingga membantu tahapan pembentukan busa. Untuk membentuk
gelembung udara yang kecil, banyak dan lembut diperlukan tegangan permukaan
yang rendah. Ovalbumin adalah protein yang dapat membantu membentuk busa yang
kuat. (Winarno & Koswara, 2002)
paling baik pada pH 6,5 - 9,5. (Sutrisno, 2009) Faktor yang mempengaruhi volume
dan kestabilan buih adalah umur telur. Semakin lama umur telur, maka volume dan
kestabilan buih putih telur ayam semakin menurun. Suhu telur juga mempengaruhi
kemampuan putih telur dalam pembentukan buih. Telur yang disimpan pada suhu
ruang mempunyai kemampuan membentuk buih dan tekstur lebih baik daripada
telur yang disimpan pada refrigerator karena putih telur menjadi terlalu kental
sehingga lebih sulit untuk dibuat buih. (Davis, 2002) Stabilitas buih menunjukkan
kemampuan dari buih yang dibentuk untuk bertahan dalam waktu tertentu. Indikator
kestabilan buih adalah besarnya tirisan buih selama waktu tertentu dan dinyatakan
dalam bobot, volume, atau derajat pencairan buih. Tirisan yang banyak menyatakan
kestabilan buihnya rendah (Stadelman dan Cotterill, 1973). Tirisan buih terjadi
karena ikatan antara udara dengan protein putih telur yang kurang kokoh, sehingga
setelah didiamkan beberapa saat akan terbentuk tirisan buih (Rhodes et. al.,1960).
terdapat pada telur ayam buras kemudian disusul oleh telur ayam ras, lalu telur itik,
kemudian telur puyuh Berat dapat dimakan pada telur adalah berat telur yang sudah
tanpa kulit/cangkang telur. . Persen BDD bisa dihitung dengan rumus :
berat dapat dimakan pada telur ayam buras (88%) ayam ras (84%) itik
(77.5%) dan puyuh (85%). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa telur
tersebut tidak memenuhi standart telur yang baik. Menurut soewarno (2007)
telur dengan kualitas yang baik berat dapat dimakan 89%. Dari hasil
pengamatan telur berada pada hasil dibawah standart hal ini dapat disebabkan
oleh penurunan kualitas telur yang diakibatkan oleh umur telur. Kecacatan
pada telur dan factor lainnya. Bagian telur yang dapat dimakan adalah
albumin dan yolk sedangkan yang tidak dapat dimakan adalah bagian
cangkang. Masing masing mempunyai persentase berat yang berbeda yaitu
kulit telur 11%, putih telur 58% dan kuning telur 31%. (Soewarno T.,2015)
perubahan
selama
penyimpanan
antara
lain
penguapan
Semakin lama waktu penyimpanan telur, mutu telur akan semakin menurun
karena terjadinya perubahan sifat fisik telur yang dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan tempat telur berada. Menurut Romanoff dan Rumanoff (1963),
perubahan perubahan yang terjadi selama penyimpanan telur adalah
perubahan bobot, perubahan internal telur, perubahan fisikokimia telur dan
perubahan yang disebabkan oleh mikrobia.
karakteristik buih putih telur. Pada pengamatan daya buih telur dilakukan
menggunakan 2 metode pengocokan, yaitu pengocokan manual menggunakan alat
IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
albumin telur
Faktor yang mempengaruhi volume dan kestabilan buih adalah umur telur.
Semakin lama umur telur, maka volume dan kestabilan buih putih telur
semakin menurun
Suhu telur juga mempengaruhi kemampuan putih telur dalam pembentukan
buih. Telur yang disimpan pada suhu ruang mempunyai kemampuan
membentuk buih dan tekstur lebih baik daripada telur yang disimpan pada
refrigerator karena putih telur menjadi terlalu kental sehingga lebih sulit
4.2. Saran
Pada praktikum seharusnya lebih teliti dan hati-hati selama waktu
pelaknaan pengamatan praktek telur ini hal ini dilakukan untuk
meminimalisir kesalahan data dan kesalahan lainnya pada saat praktikum.
Dan sebaiknya saat praktikum dikondisikan agar tidak rame untuk
menciptakan suasana yang kondusif sehingga praktikum dilaksanakan dengan
penuh konsentrasi dan berjalan dengan lancer.
Daftar Pustaka
Davis, C. R. Reeves. 2002. High value opportunities from the chicken egg. A
report for Rural Industries Research and Development Corporation. RIRDC
Publication No. 02/094.
Stadelman, W.J. O.J. Cotterill. 1995. Egg Science and Technology. 4th Ed.
Food Products Press. An Imprint of The Haworth Press, Inc. New York.
Soewarno
T.,2015.Teknologi
Telur.Alfabeta:Bandung
Pengolahan
dan
Penanganan
Romanoff, A. L. And A.J. Romanoff. 1963. The Avian Eggs. John Wiley and
Sons Inc., New York
Tarwotjo, C. Soejoeti. 1998). Daya dan kestabilan buih putih telur itik Tegal
dengan penambahan asam asetat pada umur simpan yang berbeda. Skripsi.
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.