Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR TEKNOLOGI TELUR

PENGAMATAN FOAMING, PERHITUNGAN BERAT DAPAT


DIMAKAN, dan PENGARUH PERNYIMPANAN

Oleh:

Budiono

(361541333018)

Putri Rizkianni

(361541333025)

Indah Ning Tiara

(361541333017)

Khairul Anisa

(361541333009)

Yoga Hadi K.

(361541333006)

PROGRAM STUDI D4 TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL


TERNAK
POLITEKNIK NEGERI BANYUWANGI
2016

I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Telur merupakan sumber protein hewani yang biasa dikonsumsi oleh
masyarakat. Dari sebutir telur didapatkan gizi yang cukup sempurna karena
mengandung zat-zat gizi yang lengkap dan mudah dicerna. Oleh karenanya, telur
merupakan bahan pangan yang sangat baik untuk anak-anak yang sedang tumbuh
dan memerlukan protein dan mineral dalam jumlah banyak. (Sudaryani, 2003) Telur
memiliki sifat-sifat fisiko kimia yang sangat berguna dalam pengolahan pangan.
Sifat-sifat tersebut meliputi daya busa, emulsi, koagulasi dan warna. Dalam proses
pengolahan pangan kemampuan membentuk busa (daya busa atau daya buih) sangat
penting dalam pembuatan film yang stabil untuk mengikat gas, misalnya dalam
pengolahan whipped topping dan angel cake. (Sudaryani, 2003)
Banyak jenis telur unggas yang dapat kita jumpai di sekitar kita. Menurut
Wirakusumah (2005), secara umum ada 4 macam telur ungas yang paling sering
dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu :
a

Telur ayam

ras, umumnya berwarna putih atau putih kecoklatan,

dengan berat berkisar antara 36 37 gram per butir.


Telur ayam negeri/ras, umumnya berwarna cokelat pastel hingga

cokelat merah, dengan berat berkisar antara 50 60 gram per butir.


Telur itik/bebek, umumnya berwarna biru kehijauan, dengan berat
berkisar antara 60 70 gram per butir. Ukurannya lebih besar dari telur

ayam, dan mempunyai bau yang lebih amis dan rasanya lebih kuat.
Telur burung puyuh, umumnya berwarna putih bertotol-totol cokelat
kehitaman, dengan berat 10 gram per butir.

Telur memiliki sifat-sifat fisiko kimia yang sangat berguna dalam


pengolahan pangan. Sifat-sifat tersebut meliputi daya busa, emulsi, koagulasi dan
warna. Dalam proses pengolahan pangan kemampuan membentuk busa (daya busa
atau daya buih) sangat penting dalam pembuatan film yang stabil untuk mengikat
gas, misalnya dalam pengolahan whipped topping dan angel cake. (Sutrisno, 2009)
Daya buih merupakan ukuran kemampuan putih telur untuk membentuk buih
jika dikocok dan biasanya dinyatakan dalam persen terhadap putih telur. Protein

putih telur yang memiliki peranan penting dalam pembentukan buih diantaranya
ovalbumin, ovomucin, globulin, ovotransferin, lysozime dan ovomucoid. (Stadelman
dan Cotterill, 1995) Busa merupakan dispersi koloid dari fase gas dalam fase cair,
yang dapat terbentuk pada saat telur dikocok. Mekanisme terbentuknya busa telur
adalah terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul protein sehingga rantai protein
menjadi lebih panjang. Kemudian udara masuk diantara molekul-molekul yang
terbuka rantainya dan tertahan sehingga terjadi pengembangan volume. Busa
dibentuk oleh beberapa protein dalam putih telur yang mempunyai kemampuan dan
fungsi yang berbeda-beda. Ovomucin mampu membentuk lapisan atau film yang
tidak larut dalam air dan dapat menstabilkan busa yang terbentuk. Glubulin
mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kekentalan dan menurunkan
kecenderungan pemisahan cairan dari gelembung udara. Disamping itu, globulin juga
dapat menurunkan tegangan permukaan, sehingga membantu tahapan pembentukan
busa. Untuk membentuk gelembung udara yang kecil, banyak dan lembut diperlukan
tegangan permukaan yang rendah. Ovalbumin adalah protein yang dapat membantu
membentuk busa yang kuat. (Winarno & Koswara, 2002)
1.2. Tujuan
Adapun Tujuan dari praktikum telur ini antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.

Untuk mengetahui volume buih putih pada telur


Untuk mengetahui karakteristik dan kandungan pada putih telur.
Untuk mengetahui pengaruh penyimpanan terhadap daya buih telur
Untuk mengetahui pengaruh metode pengocokan terhadap daya buih telur
Untuk menghitung berat dapat dimakan pada telur

II
MATERI DAN METODE
2.1. MATERI
a. Bahan:

Telur Ayam Buras


Telur Ayam Ras
Telur Itik
Telur Puyuh
Air

3 Butir
3 Butir
3 butir
3 butir
secukupnya

jangka sorong
timbangan digital
pisau
sendok
Kertas pH
Kertas millimeter

1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
8 buah
1 lembar

b. Alat:

Penggaris
Gelas ukur
Kompor
Panci
Mangkok
Plastik

1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
20 buah

2.2. METODE

Telur Ayam Ras, Telur Ayam Buras, Telur Itik, Telur Puyuh (b)

Memisahkan putih dan kuning telur

Mengukur derajat keasaman


putih dan kuning telur dengan pH stick
Mengukur volume putih telur

Mengukur volume setelah dikocok dan mengukur pH deng

2. Praktikum Pengamatan Penghitungan Berat Dapat Dimakan


Telur Ayam Ras, Telur Ayam Buras, Telur Itik, Telur Puyuh @2 butit (c,d,e)

Menghitung daya busa

Menimbang berat utuh

Memisahkan kulit dan isinya

Menimbang kulit dan isinya

Menghitung % BDD

III

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. HASIL

Hasil Pengamatan Daya Busa Telur

Jeni
s
telu
r

Volu
me
sebel
um
dikoc
ok
(ml)

Tel
ur
Aya
m
Ras

A=
40
B= 40
Ratarata=
40

Tel
ur
Aya
m
Bur
as

Tel
ur
Itik

A=
20
B= 30
Ratarata=
25

A=
35
B= 35
Rata-

Vol
um
e
ses
uda
h
dik
oco
k
(ml
)
A=
250
B=
300
Rat
arata
=
275
A=
150
B=
200
Rat
arata
=
175
A=
100
B=
100

Da
ya
bu
sa
(m
l)

%
T
i
r
i
s
a
n
b
u
i
h

Vol
um
e
tiri
san

Kea
stab
ilan

0.1
%

0.1
%

0.1
%

6.8
75

2.8
6

A=
1
B=
1
Rat
arata
=1

A=
1
B=
1
Rat
arata
=1

A=
1
B=
1

0
.
3
6
%

0
.
5
7
%

1
%


rata=
35

Rat
arata
=
100

Rat
arata
=1

A=
10
B= 10
Ratarata=
10

Tel
ur
Puy
uh

J
e
n
i
s
t
e
l
u
r
T
e
l
u
r
a
y
a
m
b
u
r
a
s
T
e

20

`1.
3

A=
1
B=
1
Rat
arata
=1

Pengamatan Penghitungan Berat Dapat Dimakan


Berat
Berat
Berat
%
utuh
kulit
isi (gr)
BDD
telur
(gr)
(gr)

A= 45
B = 45
ratarata=
45

A=5
B = 10
ratarata=
5,43

A =40
B = 40
ratarata =
40

A = 50

A=5

A = 40

5
%

Rat

A=
88
B=
88

88

A=
80

84

0.9
5%

l
u
r
a
y
a
m
r
a
s
T
e
l
u
r
i
t
i
k
T
e
l
u
r
p
u
y
u
h

B = 45
ratarata=
67.5

B=5
ratarata= 2

B = 40
ratarata=
40

A = 60
B = 75
ratarata=
67.5

A = 10
B = 10
ratarata=
10

A = 45
B = 60
ratarata=
52.5

A = 10
B = 10
ratarata=
10

A=8
B=9
ratarata=
8.5

A = 0.1
B = 0.1
ratarata=
0.1

B=
88

A=
75
B=
80

77.

A=
90
B=
80

85

PENYIMPANAN 1 MINGGU PADA SUHU DINGIN

Jen
is
telu
r

V
o
l
u
m

Hasil Pengamatan Daya Busa Telur

V
o
l
u
m

D
ay
a
bu
sa

V
o
l
u
m

%
T
i
r

Ke
ast
abil
an

s
e
b
e
l
u
m

s
e
s
u
d
a
h

d
i
k
o
c
o
k

d
i
k
o
c
o
k

(
m
l
)

(
m
l
)

e
t
i
r
i
s
a
n

(m
l)

Tel
ur
Aya
m
Ras
Tel
ur
Aya
m
Bur
as
Tel
ur
Itik

Tel
ur
Puy
uh

i
s
a
n
b
u
i
h

4
0

2
7
5

36

2
0

4
0

1
5

1
7
5

40

1
0
0

40

2
0

0
.
3
6
%
0
.
5
7
%

0.1
%

0.1
%

1
%

0.1
%

5
%

0.9
5%

J
e
n
i
s
t
e
l
u
r
T
e
l
u
r
a
y
a
m
b
u
r
a
s
T
e
l
u
r
a
y
a
m
r
a
s
T
e

Pengamatan Penghitungan Berat Dapat Dimakan


Berat
utuh
telur
(gr)

Berat
kulit
(gr)

Berat
isi (gr)

%
BDD

Rat

70

10

60

85.7

85.

40

10

35

87.5

87.

80

10

75

93.75

93.

l
u
r
i
t
i
k
T
e
l
u
r
p
u
y
u
h

10

0.2

80

80

PENYIMPANAN 1 MINGGU PADA SUHU RUANG

Jeni

Hasil Pengamatan Daya Busa Telur

Da

ke

ya

ast

telu

bu

abi

sa

lan

(m

l)

Aya

13

ur
Itik

0.

2
0

4
0

0.1
%

4
%

0
.
1

0.9
9%

0
.

Bur
as
Tel

3.

ur

Ras
Tel
Aya

Tel
ur

0.1
%

Tel

ur
Puy

1
5

%
0

uh

0.9
5%

Pengamatan Penghitungan Berat Dapat Dimakan


Berat

Berat

utuh

kulit

telur

(gr)

(gr)

Berat

isi (gr)

BDD

Rat

92.3

s
t
e
l
u

r
T

65

10

60

92.

l
u
r
a
y
a
m
b
u
r
a

s
T

45

40

88.8

88.

l
u
r
a
y
a
m
r
a

s
T

75

65

86.7

86.

l
u
r
i
t
i

k
T
e
l
u
r
p
u
y
u
h

10

0.2

80

80

3.2. PEMBAHASAN

a. Pengamatan daya buih telur

Pada praktikum pengamatan daya buih telur sampel yang digunakan

adalah telur ayam ras, ayam buras, itik dan puyuh. Masing-masing telur dihitung
volume sebelum dikocok , volume sesudah dikocok , daya busa , volume tirisan, %
tirisan buih, dan kestabilan. Dari pengamatan putih buih telur membentuk Struktur
buih yang stabil umumnya dihasilkan dari putih telur yang mempunyai elastisitas
tinggi, sebaliknya volume buih yang tinggi diperoleh dari putih telur dengan
elastisitas rendah. Elastisitas akan hilang jika putih telur terlalu banyak dikocok atau
diregangkan seluas mungkin (Stadelman dan Cotterill, 1995).

Pada pengamatan volume buih sesudah dikocok (ml) telur ayam buras
memiliki volume paling banyak dalam pembentukan buih (275 ml) ayam buras (175
ml) itik (100 ml) dan yang terkecil adalah telur puyuh 10 (ml) . banyaknya volume
buih pada putih telur sesudah proses pengocokan dapat dipengaruhi oleh jenis telur,
pH, lama penyimpanan dan berat volume albumin telur (Tarwotjo, C. Soejoeti.
1998).

Kemampuan membentuk buih diukur berdasar kenaikan volume, pada

pembentukan awal gas menjadi suatu protein yang terdispersi (Kinsella, 1976). Telur
yang baik mempunyai daya buih sebesar 6 sampai 8 kali dari volume awal putih
telur (Budiman dan Rukmiasih, 2007).

Pada pengamatan daya busa, putih telur ayam buras mempunyai daya
busa yang paling banyak antara jenis telur lainnya dan yang terkecil adalah
telur puyuh., hal ini sesuai dengan pendapat literatur. Menurut Muchtadi, dkk
(2010) bahwa Telur ayam buras dan telur ayam ras memiliki daya busa yang
paling tinggi, apabila putih telur dikocok, maka gelembung udara akan
terperangkap dalam albumen cair dan membentuk busa. Semakin udara yang
terperangkap busa yang terbentuk akan semakin kaku dan kehilangan sifat
aslinya. Kestabilan buih ditentukan oleh kandungan ovomucin (salah satu
komponen putih telur).

Volume tirisan pada putih telur pada umumnya memiliki hasil yang

sama (1%) hal ini disebabkan karena pengocokan selama 5 menit menyebabkan
albumin telur membentuk busa secara keseluruhan , Busa yang merupakan dispersi
koloid dari fase gas dalam fase cair, yang dapat terbentuk pada saat telur dikocok.

Mekanisme terbentuknya busa telur adalah terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul


protein sehingga rantai protein menjadi lebih panjang. Kemudian udara masuk
diantara molekul-molekul yang terbuka rantainya dan tertahan sehingga terjadi
pengembangan volume Daya buih yang merupakan ukuran kemampuan putih telur
untuk membentuk buih jika dikocok dapat dinyatakan dalam persen terhadap putih
telur. Protein putih telur yang memiliki peranan penting dalam pembentukan buih
diantaranya ovalbumin, ovomucin, globulin, ovotransferin, lysozime dan ovomucoid.
(Stadelman dan Cotterill, 1995)

Pada % tirisan buih telur puyuh memiliki jumlah tirisan paling banyak
(5%) kemudian telur itik (1%), telur ayam buras (0,57%) dan yang terakhir adalah
telur ayam ras (0.36%) hal tersebut dapat terjadi dikarenakan telur puyuh dan telur
itik mempunyai kekentalan yang lebih dibandingkan dengan telur ayam ras dan
buras, sehingga dalam pembentukan busa telur puyuh dan telur itik lebih lambat dari
telur ayam ras dan ayam buras. Selain hal tersebut kandungan ovalbumin pada telur
ayam ras dan telur ayam buras lebih banyak dibandingkan telur itik dan puyuh,
sehingga busa yang terbentukpun lebih banyak Busa yang dibentuk oleh beberapa
protein dalam putih telur yang mempunyai kemampuan dan fungsi yang berbedabeda. Ovomucin mampu membentuk lapisan atau film yang tidak larut dalam air dan
dapat menstabilkan busa yang terbentuk. Glubulin mempunyai kemampuan untuk
meningkatkan kekentalan dan menurunkan kecenderungan pemisahan cairan dari
gelembung udara. Disamping itu, globulin juga dapat menurunkan tegangan
permukaan, sehingga membantu tahapan pembentukan busa. Untuk membentuk
gelembung udara yang kecil, banyak dan lembut diperlukan tegangan permukaan
yang rendah. Ovalbumin adalah protein yang dapat membantu membentuk busa yang
kuat. (Winarno & Koswara, 2002)

Pada pengamatan Kestabilan daya buih telur yang telah dilakukan.


Telur puyuh memiliki kestabilan paling tinggi yaitu 0.95% sedangkan untuk telur
ayam ras, buras, dan itik masing-masing adalah 0.1% Volume dan kestabilan busa
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur, suhu, kualitas telur, pH, lama
pengocokan dan ada tidaknya bahan lain yang ditambahkan. Pengocokan yang
dilakukan lebih dari 6 menit tidak akan menambahn volume busa, melainkan akan
memperkecil ukuran gelembung udara. Ovalbumin dapat membentuk udara paling
baik pada pH 3,7 sampai 4,0, sedangkan protein yang lain dapat membentuk busa

paling baik pada pH 6,5 - 9,5. (Sutrisno, 2009) Faktor yang mempengaruhi volume
dan kestabilan buih adalah umur telur. Semakin lama umur telur, maka volume dan
kestabilan buih putih telur ayam semakin menurun. Suhu telur juga mempengaruhi
kemampuan putih telur dalam pembentukan buih. Telur yang disimpan pada suhu
ruang mempunyai kemampuan membentuk buih dan tekstur lebih baik daripada
telur yang disimpan pada refrigerator karena putih telur menjadi terlalu kental
sehingga lebih sulit untuk dibuat buih. (Davis, 2002) Stabilitas buih menunjukkan
kemampuan dari buih yang dibentuk untuk bertahan dalam waktu tertentu. Indikator
kestabilan buih adalah besarnya tirisan buih selama waktu tertentu dan dinyatakan
dalam bobot, volume, atau derajat pencairan buih. Tirisan yang banyak menyatakan
kestabilan buihnya rendah (Stadelman dan Cotterill, 1973). Tirisan buih terjadi
karena ikatan antara udara dengan protein putih telur yang kurang kokoh, sehingga
setelah didiamkan beberapa saat akan terbentuk tirisan buih (Rhodes et. al.,1960).

b. pengamatan perhitungan berat dapat dimakan

Dari hasil percobaan. Didapatkan data bahwa persen BDD terbesar

terdapat pada telur ayam buras kemudian disusul oleh telur ayam ras, lalu telur itik,
kemudian telur puyuh Berat dapat dimakan pada telur adalah berat telur yang sudah
tanpa kulit/cangkang telur. . Persen BDD bisa dihitung dengan rumus :

berat setelah dipisah


100
berat utuh
Pada pengamatan BDD pada telur di minggu pertama didapatkan hasil

berat dapat dimakan pada telur ayam buras (88%) ayam ras (84%) itik
(77.5%) dan puyuh (85%). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa telur
tersebut tidak memenuhi standart telur yang baik. Menurut soewarno (2007)
telur dengan kualitas yang baik berat dapat dimakan 89%. Dari hasil
pengamatan telur berada pada hasil dibawah standart hal ini dapat disebabkan
oleh penurunan kualitas telur yang diakibatkan oleh umur telur. Kecacatan
pada telur dan factor lainnya. Bagian telur yang dapat dimakan adalah
albumin dan yolk sedangkan yang tidak dapat dimakan adalah bagian
cangkang. Masing masing mempunyai persentase berat yang berbeda yaitu
kulit telur 11%, putih telur 58% dan kuning telur 31%. (Soewarno T.,2015)

Pada penyimpanan 1 minggu disuhu ruang dan suhu dingin standart


kualitas telur yang dapat dimakan hanya ada pada telur ayam buras pada suhu
ruang dan telur itik pada suhu dingin. Sedangkan telur lainnya berada
dibawah standart. Hal ini dapat disbabakan oleh beberapa factor diantaranya
adalah lama penyimpanan telur dan suhu yang digunakan dapat merusak isi
telur sehingga mengurangi berat telur dari beberapa penelitian yang dilakukan
oleh ahli misalnya haryono (1996) Muhammad rasyaf (1991) dan Antonius
riyanto (2001), dinyatakan bahwa kerusakan isi telur disebabkan karena
adanya cO2 yang terkandung didalamnya sudah banyak yang keluar yang
menyebabkan derajat keasaman meningkat. Penguapan yang terjadi juga
membuat bobot telur menyusut dan putih telur menjadi lebih encer.
Masuknya mikroba kedalam telur melalui pori pori telur juga akan merusak
isi telur yang mengakibatkan berkurangnya isi berat telur (Akoso 2000)

C. pengaruh penyimpanan telur pada suhu ruang dan suhu dingin


terhadap daya buih telur

Telur yang telah mengalami penyimpanan berpengaruh terhadap daya


buih yang dihasilkan, pada praktikum yang telah dilakukan telur yang telah
mengalami penyimpanan selama 1 minggu di suhu ruang dan suhu dingin
pada umumnya mengalami penurunan volume buih hal ini dapat disebabkan
oleh pengaruh penyimpanan, bedanya metode yang digunakan, serta
perubahan komposisi telur yang dapat mengakibatkan kestabilan buih telur
menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat litelatur yang mengatakan bahwa
Umur Telur berpengaruh terdadap volume buih. Telur akan mengalami
beberapa

perubahan

selama

penyimpanan

antara

lain

penguapan

karbondioksida dan air, perubahan pH serta perubahan struktur serabut


protein. Penyimpanan berakibat pada peningkatan pH dari putih telur.
Semakin meningkat umur telur, maka stabilitas buih putih telur semakin
menurun (Romanoff dan Romanoff, 1963). Penyimpanan telur selama 5 dan
10 hari, hasil dari penelitian Silversides dan Budgell (2004) menyebabkan
penurunan bobot telur dan tinggi putih telur, tetapi meningkatkan pH putih
telur dan volume buih putih telur. Menurut Rosidah (2006).

Pada pengamatan penyimpanan menggunakan 2 metode yaitu


penyimpanan pada suhu ruang dan penyimpanan pada suhu dingin. Dari data
keduanya didapatkan hasil yang berbeda. Dimana telur yang disimpan pada
suhu dingin pada umumnya memiliki daya buih yang lebih sedikit, suhu
penyimpanan berpengaruh terhadap daya buih telur Kondisi lingkungan
terutama suhu memiliki pengaruh pada putih telur. Pengocokan telur pada
suhu 10-25 oC tidak mempengaruhi pembentukan buih. Pengocokan pada
suhu ruang 20-28oC lebih mudah menghasilkan buih daripada yang
dilakukan pada suhu rendah (Winarno dan Koswara, 2002).

Dari hasil pengamatan Penyimpanan berpengaruh terhadap volume


buih serta kestabilan buih yang dihasilkan, Faktor-faktor yang mempengaruhi
buih putih telur adalah lapisan putih telur, umur telur, pengocokan, pH putih
telur, suhu, penambahan bahan lain dan protein putih telur. Ramanoff dan
Ramanoff (1963) menyatakan bahwa umur telur mempengaruhi daya dan
kestabilan buih putih telur. Volume buih putih telur segar sebesar 350%,
sedangkan volume buih putih telur yang disimpan hingga 14 hari akan
meningkat menjadi 425%. Daya buih meningkat seiring dengan pertambahan
umur telur sampai pH optimum pembentukan buih, kemudian daya buih akan
mengalami penurunan. Hubungan antara umur dan kestabilan buih putih telur
menunjukkan bahwa semakin tua umur telur, kestabilan buih semakin
menurun.

Semakin lama waktu penyimpanan telur, mutu telur akan semakin menurun
karena terjadinya perubahan sifat fisik telur yang dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan tempat telur berada. Menurut Romanoff dan Rumanoff (1963),
perubahan perubahan yang terjadi selama penyimpanan telur adalah
perubahan bobot, perubahan internal telur, perubahan fisikokimia telur dan
perubahan yang disebabkan oleh mikrobia.

D. Pengaruh metode pengocokan terhadap daya buih telur

metode pengocokan merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi

karakteristik buih putih telur. Pada pengamatan daya buih telur dilakukan
menggunakan 2 metode pengocokan, yaitu pengocokan manual menggunakan alat

pengocok dan menggunakan mixer. Dari kedua

metode tersebut pada metode

pengocokan menggunakan pengocokan manual memilki daya busa yang lebih


banyak hal tersebut dikarenakan waktu yang digunkan pada pengocokan manual
lebih lama selain itu telur yang digunakan pada proses pengocokan manual lebih
segar, Gerakan pengocokan dan sejenisnya akan mempengaruhi pengikatan udara
dalam buih. Pengocokan dengan menggunakan pengocok elektrik ternyata
memerlukan waktu yang lebih singkat untuk membentuk buih putih telur.
Penambahan waktu pengocokan akan meningkatkan volume buih dan memperkecil
di/ameter gelembung buih tetapi tidak memperbaiki volume cakes (Stadelman dan
Cotterill, 1995). Pengaruh Metode Pengocokan Peningkatan waktu pengocokan akan
memperbaiki seluruh volume buih putih telur tetapi tidak meningkatkan volume dari
buih tersebut Homogenisasi Mengurangi waktu pengocokan dan volume yang dibuat
dari putih telur homogenisasi Stadelman dan Cotterill (1995).

IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini yaitu :


Daya buih atau foam merupakan ukuran kemampuan putih telur untuk

membentuk buih jika dikocok.


Mekanisme terbentuknya busa telur adalah terbukanya ikatan-ikatan dalam
molekul protein sehingga rantai protein menjadi lebih panjang. Kemudian
udara masuk diantara molekul-molekul yang terbuka rantainya dan tertahan

sehingga terjadi pengembangan volume.


banyaknya volume buih pada putih telur sesudah proses pengocokan dapat
dipengaruhi oleh jenis telur, pH, lama penyimpanan dan berat volume

albumin telur
Faktor yang mempengaruhi volume dan kestabilan buih adalah umur telur.
Semakin lama umur telur, maka volume dan kestabilan buih putih telur

semakin menurun
Suhu telur juga mempengaruhi kemampuan putih telur dalam pembentukan
buih. Telur yang disimpan pada suhu ruang mempunyai kemampuan
membentuk buih dan tekstur lebih baik daripada telur yang disimpan pada
refrigerator karena putih telur menjadi terlalu kental sehingga lebih sulit

untuk dibuat buih.


Penguapan yang terjadi juga membuat bobot telur menyusut dan putih telur
menjadi lebih encer. Masuknya mikroba kedalam telur melalui pori pori telur
juga akan merusak isi telur yang mengakibatkan berkurangnya isi berat telur.

4.2. Saran
Pada praktikum seharusnya lebih teliti dan hati-hati selama waktu
pelaknaan pengamatan praktek telur ini hal ini dilakukan untuk
meminimalisir kesalahan data dan kesalahan lainnya pada saat praktikum.
Dan sebaiknya saat praktikum dikondisikan agar tidak rame untuk
menciptakan suasana yang kondusif sehingga praktikum dilaksanakan dengan
penuh konsentrasi dan berjalan dengan lancer.

Daftar Pustaka

Davis, C. R. Reeves. 2002. High value opportunities from the chicken egg. A
report for Rural Industries Research and Development Corporation. RIRDC
Publication No. 02/094.

Koswara. Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Telur. eBookPangan.com

Li-Chan, E . C . Y., W. D. Powrie, dan S. Nakai. 1995. The chemistry of eggs


and egg products. In: Egg Science and Technology, Eds. W. J. Stadelman and
O. J. Cotterill. 4th ed. The Haworth Press, Inc., New York. pp. 105176

Stadelman, W.J. O.J. Cotterill. 1995. Egg Science and Technology. 4th Ed.
Food Products Press. An Imprint of The Haworth Press, Inc. New York.

Akoso, B . T,. 2000. Pelindung masyarakat veteriner dan pengembangan


produk hewani. In rapat koordinasi dan konsultasi penyusunan program
proyek. T.A. 2000. Akoso . 1993

Winarno, F. G. dan S. Koswara. 2002. Telur, Penanganan dan Pengolahannya.


M-BRIO Press, Bogor.

Soewarno
T.,2015.Teknologi
Telur.Alfabeta:Bandung

Rashaf, Muhammad. 1991. Pengolahan produksi telur. Yogyakarta: kanisius

Pengolahan

dan

Penanganan

Rianto, Antonius. 2001 sukseskan menetasakan telur ayam. Jakarta :


adromesdia pustaka

Haryoto. 1996. Pengawetan telur segar. Yogyakarta: kanisius.


Suprati., L. 2002. Pengawetan telur. Telur asin. Tepung telur. Dan telur beku.
Penerbit kanisius. yogyakarta

Sudaryani dan samosir, 1997. Mengatasi permasalahan berternak ayam.


Penebar swadaya. Jakarta.

Nurhartanti, I. F. 2005. Pengaruh Pemberian Zeolit dalam Ransum dan Lama


Penyimpanan Telur Terhadap Kualitas Internal Telur Ayam Strain Lohmann
Brown Fase Produksi.Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung,
Bandar Lampung.

Yuwanta, T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. UGM PRESS: Yogyakata.

Sarwono, B.B. Murtidjo dan A. Daryanto. 1994. Telur, Pengawetan dan


Manfaatnya. Penebar Swadaya: Jakarta.

Romanoff, A. L. And A.J. Romanoff. 1963. The Avian Eggs. John Wiley and
Sons Inc., New York

Mountney, G. I. 1976. Poultry Technology. 2ndEdition. The AVI Publishing


Inc., Westport.

Tarwotjo, C. Soejoeti. 1998). Daya dan kestabilan buih putih telur itik Tegal
dengan penambahan asam asetat pada umur simpan yang berbeda. Skripsi.
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kinsella, 1976. Structure and functionality of Egg Proteins. Dalam : S.


Damodaran dan A. Paraf (Editor). Food Proteins and Their Applications.
Marcel Dekker, Inc., New York. Basel

Budiman dan Rukmiasih, 2007 . Hubungan umur simpan dengan penyusutan


bobot, nilai Haugh Unit, daya dan kestabilan buih putih telur itik Tegal pada
suhu ruang. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogo

Anda mungkin juga menyukai