Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM

PRODUKSI TERNAK UNGGAS

“Egg Grading”

Oleh:

Kelas: D
Kelompok: 8

Saskia Ramdhiani P 200110210171


Rahmawati Khoirunnisa 200110210199
Rifdah Yasmin M.A 200110210200
Develin Banne 200110210279
M. Haikal Faiz 200110210290
Zahra Putri P 200110210307

LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK UNGGAS


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2022
DAFTAR ISI

BAB I ....................................................................................................................... 3

PENDAHULUAN ................................................................................................... 3

1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 3

1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................... 4

1.3 Maksud dan Tujuan.................................................................................... 4

BAB II...................................................................................................................... 5

ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR KERJA ....................................................... 5

2.1 Alat ............................................................................................................... 5

2.2 Bahan............................................................................................................ 8

2.3 Prosedur Kerja ............................................................................................ 9

BAB III .................................................................................................................. 14

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 14

3.2 Pembahasan ............................................................................................... 17

3.2.1 Pengamatan Specific Gravity ........................................................... 17

3.2.2 Pengamatan Eksterior ....................................................................... 18

3.2.3 Pengamatan Interior.......................................................................... 22

3.2.4 Pengamatan Tambahan .................................................................... 24

BAB IV .................................................................................................................. 27

PENUTUP ............................................................................................................. 27

4.1 Kesimpulan ................................................................................................ 27

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 28

LAMPIRAN TUGAS ........................................................................................... 31

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Egg grading adalah proses penting dalam industri peternakan telur
untuk menentukan kualitas telur yang dihasilkan. Seiring dengan
meningkatnya permintaan konsumen akan produk yang berkualitas tinggi,
egg grading menjadi semakin penting dalam memastikan bahwa telur yang
dijual memenuhi standar kualitas yang ditetapkan. Egg grading melibatkan
penilaian telur berdasarkan kriteria seperti warna, bentuk, dan ukuran telur,
serta keadaan kulit telur dan isi telur. Telur yang dianggap memenuhi
standar kualitas tertentu diberi label kelas tertentu seperti AA, A, atau B.
Egg grading dilakukan dengan menggunakan teknologi yang telah
terstandarisasi, seperti mesin grading otomatis yang dapat menilai telur
secara cepat dan akurat.
Keuntungan dari egg grading adalah meningkatkan efisiensi produksi
dan mengurangi risiko kerugian akibat telur yang rusak atau cacat. Telur
yang tidak memenuhi standar kualitas tertentu dapat dikelompokkan dan
dijual dengan harga yang lebih rendah. Egg grading juga membantu
peternak untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas telur
dan mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan produksi telur yang
berkualitas. Dalam industri peternakan telur, egg grading memiliki peran
penting dalam memastikan bahwa konsumen mendapatkan telur berkualitas
tinggi dan bahwa peternak dapat memaksimalkan efisiensi produksi mereka.
Oleh karena itu, egg grading merupakan bagian integral dari industri
peternakan telur dan terus berkembang dengan teknologi yang lebih canggih
dan standar kualitas yang lebih ketat.

3
1.2 Identifikasi Masalah
(1) Bagaimana cara mengetahui grade telur berdasarkan pengamatan specific
gravity?
(2) Bagaimana cara mengetahui grade telur berdasarkan pengamatan telur
sebelum dipecahkan?
(3) Bagaimana cara mengetahui grade telur berdasarkan pengamatan telur
setelah dipecahkan?
(4) Bagaimana cara mengetahui grade telur berdasarkan pengamatan
tambahan?

1.3 Maksud dan Tujuan


(1) Mengetahui grade telur berdasarkan pengamatan specific gravity
(2) Mengetahui grade telur berdasarkan pengamatan telur sebelum dipecahkan.
(3) Mengetahui grade telur berdasarkan pengamatan telur setelah dipecahkan.
(4) Mengetahui grade telur berdasarkan pengamatan tambahan.

4
BAB II
ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR KERJA

2.1 Alat
1. Kaca dan baki plastik

2. Pisau

3. Ember

5
4. Hydrometer

5. Egg yolk colour fan

6. Official air cell gauge

7. Jangka sorong

6
8. Kantong plastik

9. Timbangan analitik

10. Spatula

7
11. Electronic digital caliper

2.2 Bahan
1. Telur ayam ras segar

2. Garam

3. Air

8
2.3 Prosedur Kerja
1. Uji Specific Gravity ( SG )

Membuat larutan :

a. Isi ember dengan air sampai ¾-nya

b. Masukkan garam sesuai kebutuhan

c. Ukur berat jenisnya dengan hydrometer sesuai ukuran pada setiap


ember, yaitu 1,075; 1,080; 1,085; 1,090; 1,095; 1,100.

d. Tandai ember sesuai dengan nilai SG-nya.

Pengujian pada telur :

a. Beri tanda/nomor pada setiap telur yang akan diuji.

b. Masukkan masing-masing telur pada keranjang.

c. Masukkan keranjang ke dalam larutan yang telah dibuat (dari yang


terendah berurut sampai tertinggi konsentrasinya) sambil
diperhatikan posisi telur dalam air, tenggelam, melayang atau
mengambang.

d. Catat nomor telur pada tabel sesuai hasil pengamatan (telur yang
mengambang, pada larutan yang mana).

2. Kualitas Telur

a. Pengamatan Kualitas Telur sebelum dipecahkan

No. Pengamatan Prosedur

1. Berat Telur 1. Timbang telur dengan timbangan dalam satuan gram.


2. Konversikan berat dalam gram kepada ons/dozen,
𝐵𝑇 𝑋 12
dengan cara : = … ons/dozen. BT = berat telur
28,349

(gram)

2. Bentuk Telur/ 1. Dengan menggunakan jangka sorong, ukur panjang

9
Shape Index (P) dan lebar (L) telur, tentukan 2 digit dibelakang

(SI) koma.
𝐿
2. Hitung SI, dengan rumus : 𝑃 𝑥 100 = …

3. Tekstur Telur 1. Seluruh permukaan diraba, kemudian tentukan :


Areal kasar/pengapuran tidak merata, bintik-bintik
(Thin Spot) dan keriput
2. Sesuaikan dengan standar penilaian

4. Keutuhan Dengan menggunakan candler:


Telur / Sound 1. Tempatkan telur di atas lubang candler
2. Nyalakan candler
3. Amati kerabang telur, dengan cara memutar telur
di atas lubang cahaya candler, apakah ada
keretakan atau tidak
4. Sesuaikan dengan standar penilaian.

5. Kebersihan 1. Amati seluruh permukaan telur, apakah ada noda atau


Telur kotoran atau tidak
2. Sesuaikan dengan standar penilaian.

6. Rongga Udara a. Kedalaman rongga udara, dengan menggunakan


Telur candler:
1. Tempatkan bagian runcing telur di atas lubang
candler
2. Nyalakan candler
3. Pada bagian tumpul akan terlihat ruang rongga
udara
4. Ukur dengan menggunakan official air cell
gauge, dengan cara menempelkan alat tersebut
pada bagian yang ada rongga udaranya tadi.

10
5. Sesuaikan dengan standar penilaian.
6. Catat hasil pengamatan pada tabel
b. Pergeseran rongga udara
Pada saat ditelurkan rongga udara berada di pusat
ujung tumpul, amati :

1. Apabila ada pergeseran, ukur berapa cm


pergeseran tersebut dengan cara mengukur
pergeseran antara titik pusat lingkaran rongga
udara.
2. Amati pula apakah rongga udara masih utuh atau
sudah pecah.
3. Sesuaikan dengan standar penilaian
4. Catat hasil pengamatan pada tabel.

7. Bayangan Dengan menggunakan candler:


Yolk 1. Tempatkan telur di atas lubang candler
2. Nyalakan candler
3. Amati apakah yolk kelihatan atau tidak
4. Sesuaikan dengan standar penilaian.
5. Catat hasil pengamatan pada tabel

b. Pengamatan Kualitas Telur Setelah Dipecahkan

No. Pengamatan Prosedur

8. Haugh Unit 1. Pecahkan telur di atas permukaan kaca yang rata.

(HU) 2.
Gunakan jangka sorong untuk mengukur tinggi putih
telur dengan cara menusukkan alat tersebut ke bagian
putih telur dekat yolk, tetapi tidak dekat kalaza. (jika
ada kesulitan, mintalah bantuan pada pembimbing
praktikum)

11
3. Prosedur no. 2 dilakukan 2 kali, sehingga mendapat
2 tinggi putih telur, kemudian dirata-ratakan.
4. Baca skala yang ditunjukkan alat (mm) dan tulis
pada tabel.

Untuk menghitung Nilai HU-nya gunakan rumus :

HU = 100 Log (H + 7,57 – 1,7 W0,37), H adalah


tinggi putih telur (mm) dan W adalah berat telur (
gram )
9. Kondisi 1. Setelah pengamatan 8 dilakukan, amati kondisi

Albumen albumen apakah ada noda/kotoran atau tidak.


2. Sesuaikan dengan standar penilaian
3. Catat hasil pengamatan pada tabel
10. 1. Pisahkan bagian kuning telur dari albumen.
Kebersihan,
bentuk dan 2. Amati bentuknya apa ada perubahan atau tidak

besar yolk 3. Amati pula apakah ada noda/kotoran atau tidak


4. Sesuaikan dengan standar penilaian
5. Catat hasil pengamatan pada tabel
c. Pengamatan Tambahan

No. Pengamatan Prosedur

1. Tebal kerabang Ambil sebagian kerabang dari ujung tumpul, ujung


runcing dan bagian tengah telur kemudian ukur dengan
menggunakan milimeter skrup
2. Bobot bagian- 1. Timbang kerabang
bagian 2. Timbang kuning telur ( yolk )
telur 3. Untuk mengetahui bobot putih telur (albumen),
dengan cara mengurangi bobot telur oleh bobot
kerabang dan yolk.

12
4. Ketiga hasil perhitungan diatas dipersentasekan
terhadap bobot telur.

3. Index Yolk 1. Bersamaan dengan pengamatan no 10 pada

(IY) kualitas telur ukur diameter yolk (w) dan


tingginya (h) dengan jangka sorong.
2. Hitung nilai indeksnya dengan rumus :
IY
4. Indeks 1. Bersamaan dengan pengamatan no 8 pada

Albumen (IA) kualitas telur, ukur rataan lebar putih telur (Av)
dan tingginya (h) dengan jangka sorong.
2. Hitung nilai indeksnya dengan rumus :
IA

13
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Pengamatan

No Bobo Rongga Shape Index SG Teks Bayan


Telu t Udara tur gan
r Telur Panjan Leba SI Bentu Yolk
g r k
(gr)
(mm) (mm)

1 56 AA 55 41,8 76,00 Norma 1,100 AA AA


l

2 59 A 53,5 43,6 81,49 Bulat 1,090 A A

3 54 AA 52,6 42,6 80,98 Bulat 1,080 A A

4 64 A 57,8 44,3 76,65 Norma 1,080 A B


l

5 63 A 58,4 43,6 74,65 Norma 1,090 AA AA


l

6 64 B 59,6 43,90 73,65 Norma 1,080 B B


l

14
No Keutuhan Kebersihan Bentuk dan Kebersihan Kondisi
Telur Telur Telur Besar Yolk Yolk Albumen

1 Utuh A AA AA Bersih

2 Utuh A A A Bersih

3 Sedikit retak A AA AA Noda ringan

4 Utuh AA AA AA Bersih

5 Utuh AA B A Bersih

6 Sedikit retak A B A Noda ringan

No Albumen
Telur
Panjang Lebar Tinggi IA Bobot % HU

1 89,8 70,1 6 0,086 35 62,5 78,04

2 87,6 68,8 7,1 0,103 37 66,07 84,41

3 73,9 62,8 9,1 0,145 34 60,71 96,53

4 86,2 68,4 7,7 0,113 38 67,86 86,63

5 104,3 72,3 4,8 0,066 41 73,21 65,28

6 106 78,3 7,1 0,091 40 71,43 82,93

15
No Telur Yolk

Diameter Tinggi IY Bobot % Warna

1 35,3 18,4 0,521 13 23,21 9

2 40,4 17,5 0,433 14 25 7

3 35,4 16,1 0,455 13 23,21 10

4 42,7 17,9 0,419 16 28,57 6

5 37,2 19,9 0,535 15 26,79 8

6 39,6 17,2 0,434 16 28,57 5

No Kerabang
Telur
Tengah Tumpul Runcing Rata-rata Bobot %

1 0,58 0,91 0,9 0,796 8 14,29

2 0,87 0,86 0,87 0,866 8 14,29

3 0,83 0,87 0,86 0,853 7 12,5

4 0,81 0,78 0,77 0,786 10 17,86

5 0,87 0,8 0,86 0,843 7 12,5

6 0,86 0,79 0,79 0,813 8 14,29

16
3.2 Pembahasan
3.2.1 Pengamatan Specific Gravity
Secara biologis, ketebalan kerabang ditentukan oleh Specific gravity
Pengukuran kerabang dengan specific gravity merupakan cara yang tidak
langsung dan non-destruktif untuk menguji kualitas kerabang. Pengukuran
Specific gravity dapat dilakukan dengan pencelupan telur ke dalam larutan
garam, dan nilai larutan garam diukur dengan menggunakan hydrometer.
Tingginya daya tetas, dan lama tetas telur. Kerabang tipis dapat
mempercepat penguapan isi telur sedangkan kerabang terlalu tebal dapat
menyebabkan telur kurang terpengaruhi temperatur penetasan. rendahnya
nilai Specific gravity akan mempengaruhi susut telur, bobot.

Berdasarkan uji nilai Specific Gravity terhadap 6 telur, didapatkan


hasil pada telur dengan nomor 3, 4, dan 6 melayang, sedangkan telur nomor
1, 2 dan 5 tenggelam pada nilai Specific Gravity 1,080. Telur nomor 1
tenggelam pada nilai Specific Gravity 1,085, 1,090, dan 1,095 kemudian
melayang pada nilai Specific Gravity 1,100. Telur nomor 2 dan 5 melayang
pada nilai Specific Gravity 1,090 dan tenggelam pada Specific Gravity
1,085, 1095 dan 1,100. Telur dengan nilai Specific Gravity tertinggi adalah
telur nomor 1, karena telur tersebut baru melayang pada nilai Specific
Gravity 1,100, telur yang melayang berarti massa jenisnya sama dengan
massa jenis larutan garam yang digunakan. Telur dengan nilai Specific
Gravity terendah ada pada telur nomor 3, 4, dan 6 karena sudah melayang
di angka 1,080.

Nilai standar Specific gravity untuk ayam tipe petelur adalah 1,075
(Butcher, 1991). Specific gravity telur dapat dihubungkan dengan ketebalan
kerabang (Gaisford,1964). Specific gravity ditentukan berdasarkan
perbandingan larutan garam yang menyebabkan telur mengambang.
Menurut Gaisford (1964) bahwa Specific gravity telur dapat dihubungkan
dengan ketebalan kerabang. Specific gravity juga berpengaruh pada tingkat
kesegaran telur.Beberapa penelitian sebelumnya ( Butcher dan Miles, 1991;

17
Franco, 2004) menunjukkan penurunan specific gravity (SG) dengan
meningkatnya temperature yang ekstrim.

3.2.2 Pengamatan Eksterior


a. Bobot Telur

Bobot telur ayam ras yang baik umumnya berkisar sekitar 58,0
g/butir, sedangkan pada ayam kampung bobot telurnya biasanya lebih kecil
(Sirait, 1986). Berat telur ditimbang menggunakan timbangan dengan
satuan gram, namun kemudian dikonversi ke satuan ons/dozen. Pada hasil
pengamatan telur sebelum dipecahkan memiliki bobot telur 1, 2, 3, 4, 5, dan
6 secara berturut-turut yaitu 56; 59; 54; 64; 63 ; 64 dalam satuan gram.
Menurut SNI 01-3926-2006 berat telur dikelompokkan berdasarkan ekstra
besar (>60 g), besar (56-60 g), sedang (51-55 g) , kecil (46-50 g) dan ekstra
kecil (<40 g). Sedangkan, pada satuan ons/dozen berat telur dikelompokkan
berdasarkan, jumbo (>32,17 ons/dz), extra large (29.63-32.59 ons/dz), large
(27,09 – 29,63 ons/dz), medium (24,55 – 27,09 ons/dz), medium small
(22,01 – 24,55 ons/dz), small (<22,01136 ons/dz) . Rata-rata berat telur pada
praktikum kali ini yaitu tergolong dalam sedang sampai besar. Peningkatan
berat telur terjadi bila ayam molting, molting atau rontok bulu merupakan
proses alami dari seluruh bangsa unggas dalam mengganti bulu-bulu
lamanya dalam rangka migrasi dan menghadapi musim dingin. Meluruh
atau molting bisa meningkatkan berat telur dan kualitas kerabang (Yuwanta,
2010).

b. Bentuk Telur

Bentuk telur yang biasanya dinyatakan dalam indeks bentuk telur


yaitu perbandingan antara lebar dan panjang telur dikali 100%. Dapat dilihat
pada tabel diatas SI paling rendah berada pada hasil pengamatan 6 yaitu
73,65 dan paling tinggi pada hasil pengamatan 2 yaitu 81,49. Indeks telur
bervariasi antara 73 – 81%. Apabila telur oval memanjang maka indeks telur
berkisar 73%, sedangkan apabila telur oval bulat mencapai indeks 81%.
Dengan kata lain, telur - telur pada praktikum kali ini memiliki bentuk yang

18
cukup baik dan ideal karena memiliki bentuk yang tidak terlalu lonjong,
oval dan bulat. Menurut SNI 01-3926-2006, bentuk telur yang baik adalah
proporsional, tidak benjol-benjol, tidak terlalu lonjong dan tidak terlalu
bulat.
Perbedaan bentuk itu dapat terjadi karena adanya berbagai faktor yang
mempengaruhi antara lain sifat genetis (keturunan), umur hewan sewaktu
bertelur dan sifat biologis sewaktu bertelur (Elias, 1996).

Bentuk telur juga dipengaruhi oleh diameter isthmus. Apabila


diameter lebar, bentuk telur yang dihasilkan cenderung bulat dan
sebaliknya. Selain itu, dipengaruhi oleh umur induk, bila umur induk muda
maka bentuk telur cenderung kecil dan lonjong, sedangkan bila umur induk
tua cenderung menghasilkan telur yang bulat (Yasin, 1988).

c. Tekstur Kerabang

Kondisi kulit telur dapat dilihat dari tekstur dan kehalusannya.


Pengamatan pada tekstur telur menggunakan parameter kasar/pengapuran
tidak merata, bintik – bintik (thin spot) dan keriput. Hasil pengamatan pada
praktikum tekstur kerabang 1 6 berada pada kelas AA, A, dan B untuk telur
ke 6. Hal ini menunjukkan bahwa tekstur kerabang memiliki tekstur yang
berbeda-beda. Tekstur kerabang dengan kelas AA dan A memiliki tekstur
dan kekuatan baik, sedikit areal kasar dan sedikit keriput, dengan demikian
tekstur kerabang berada pada kelas normal walaupun ada sedikit kasar.
Kualitas telur akan semakin baik jika tekstur kulitnya halus dan keadaan
kulit telurnya utuh serta tidak retak. Kulit telur mempunyai tekstur yang
kaku dan cukup kuat untuk melindungi isi telur dari pengaruh luar
(Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Keadaan kulit telur yang kulitnya yang
permukaannya kasar, retak dan kotor akan mempengaruhi mutu dalam telur
tersebut karena kulit telur memiliki pori-pori yang menyebabkan udara dan
kotoran dapat masuk kedalam telur.

19
d. Keutuhan Telur

Keutuhan kerabang telur sangat bergantung pada material penyusun


kerabang telur. Soliditas kerabang telur ini menentukan keretakan telur
terhadap kekuatan yang menindihnya. Terhadap hubungan yang nyata
antara penyusun telur dengan soliditas kerabang telur. Keutuhan telur dapat
dilihat atau diperiksa menggunakan alat berupa candler dengan melihat
keretakan telur. Pada hasil pengamatan yang dilakukan kelompok kami,
telur 1, 2, 4, dan 5 menunjukan bahwa telur utuh. Sedangkan telur 3 dan 6
terlihat sedikit retak. Berdasarkan SNI 01-3926-2006 telur yang utuh dan
bagus adalah telur yang tidak pecah dan tidak ada keretakan di setiap bagian
kulitnya. Kulit telur sangat mudah pecah dan retak karena tidak dapat
menahan tekanan mekanis yang besar sehingga telur tidak dapat
diperlakukan secara kasar. Telur yang retak memungkinkan masuknya
mikroorganisme dengan mudah dan mengkontaminasi telur, sehingga akan
mempengaruhi kualitas telur. Oleh karena itu telur yang baik merupakan
telur yang tidak ada retakan pada kerabangnya (Hadi, 2005).

e. Kebersihan Telur

Kualitas kerabang telur yang baik ditentukan oleh permukaan yang


halus, bentuk yang bagus, bersih dari kotoran dan tidak ada yang pecah
(Ibrahim, 2012). Kotoran kerabang telur dideteksi dengan cara menghitung
banyaknya piksel putih pada telur. Kotoran pada kerabang telur dapat
berasal dari pendarahan, kontaminasi feses,noda lemak,air dan sebagainya.
Kondisi kotoran pada kerabang telur berbeda-beda pada setiap telur oleh
karena itu perlu dilakukan identifikasi. Penilaian dilakukan dengan cara
merangking kondisi telur, dimana jika mendekati angka 5 (lima) maka
kondisi kerabang semakin baik, dalam artian kondisi kerabang sangat
bersih, sangat halus teksturnya dan sangat cokelat warnanya. Sebaliknya,
jika mendekati angka 1 (satu), maka kondisi kerabang semakin kurang baik,
dalam artian kondisi kerabang sangat kotor, sangat kasar teksturnya dan

20
sangat pudar warnanya. Tingkat kebersihan telur dibuat ranking (5= sangat
bersih, 4= bersih, 3= agak bersih/kotor, 2= kotor, 1= sangat kotor).

Sedangkan menurut Moreng dan Avens (1985), menyebutkan


bahwa kualitas telur bila ditinjau dari segi kebersihan kerabang dapat
dibedakan menjadi tiga kelompok, yakni : kelompok AA adalah telur yang
betul-betul bersih dan tidak ada noda sedikitpun kelompok A adalah telur
yang terdapat noda pada kerabangnya, yaitu tidak lebih dari 3,1% dari total
permukaan kerabang, kelompok B adalah kelompok telur yang memiliki
noda pada kerabangnya sekitar 6,25% dari luas permukaan kerabang. Hasil
Pengamatan pada praktikum telur, dengan telur bernomor 1, 2, 3 dan 6
masuk kedalam kategori kelas A yang berarti telur dalam keadaan bersih,
boleh ada noda yang sangat ringan dan sedikit berminyak. Sedangkan untuk
telur dengan nomor 4 dan 5 masuk dalam kategori kelas AA, yang berarti
telur dalam keadaan bersih, bebas dari kotoran yang menempel atau warna
yang menyimpang langsung terlihat.

f. Rongga Udara Telur

Hadiwiyoto (1983) menjelaskan bahwa kualitas yang baik yaitu


dengan besar rongga udara lebih kecil atau sama dengan tiga milimeter.
Artinya, semakin besar rongga udara, kualitas telurnya semakin berkurang.
Besarnya rongga udara dipengaruhi oleh jumlah pori- pori kulit telur
(Warsono dan Rumetor, 1989), suhu dan ketebalan kulit telur (Blakely dan
Bade, 1991). Untuk pengukuran rongga udara dilakukan dengan
menggunakan candler atau air cell gauge. Hasil pengamatan pada rongga
udara telur dengan nomor 1 dan 3 masuk dalam kategori AA, yang berarti
telur memiliki kedalaman 1/8 inchi (0,31 cm) dengan pergerakan <2/8 inchi
(0 , 63 cm), nomor 2, 4 dan 5 masuk kedalam kategori A, yang berarti telur
memiliki pergerakan < 2/8 inchi (0,63 cm) dan kedalaman 3/16 inchi (0,47
cm) sedangkan telur dengan nomor 6 masuk kedalam kategori B, yang
berarti telur memiliki kedalaman 3/8 inchi (0,94 cm) dan pergerakan dimana
saja atau bebas bergerak.

21
g. Bayangan Yolk

Bayangan kuning telur akan terlihat lebih besar dan rata pada telur
yang dibuahi dibanding dengan bayangan telur yang tidak dibuahi.
Bayangan yolk dapat dilihat dengan menggunakan candler dengan cara
tempatkan telur diatas lubang candler, nyalakan candler, amati apakah yolk
kelihatan atau tidak, kemudian sesuaikan dengan standar penilaian dan catat
hasil pengamatan. Bayangan batas kuning telur yang terlihat jelas
disebabkan karena pengaruh umur yang sudah tua dan pengaruh
penyimpanan. Kategori kelas dari bayangan yolk diantaranya AA yang
berarti outline slighty defined (bayangan yolk tidak terlihat sama sekali), A
yang berarti outline fairly well defined (bayangan yolk sedikit terlihat tapi
tidak jelas), B yang berarti outline well defined (bayangan yolk terlihat jelas
jika telur digerak-gerakan) dan C yang berarti outline plany visible (
bayangan yolk sangat terlihat dengan jelas dan bergerak longgar).

3.2.3 Pengamatan Interior


a. Haugh Unit

HU (Haugh Unit) merupakan satuan yang dipakai untuk mengukur


kualitas telur dengan melihat kesegaran isinya (Jones, 2006). Penentuan
kualitas telur cara ini ditemukan oleh Raymond Haugh tahun 1937. Semakin
tinggi nilai HU (Haugh Unit) telur, semakin bagus kualitas telur tersebut.
Menurut Purnomo dan Adiono (1985) , Untuk telur segar atau baru
ditelurkan nilainya 100, sedangkan untuk telur dengan mutu terbaik nilainya
>75. Telur – telur yang busuk nilainya dibawah <75. Dari hasil pengamatan
diatas, nilai HU telur yang diuji diatas nilai 75 kecuali telur nomor 5 , maka
dapat dipastikan telur nomor 1, 2, 3, 4, dan 6 memiliki kualitas yang baik.
Sedangkan telur nomor 5 memiliki kualitas mutu yang buruk. Nilai HU yang
didapat pada telur yang diuji diatas cukup bervariasi, hal tersebut mungkin
disebabkan telur telah mengalami penyimpanan. Bila telur disimpan pada
suhu kamar dan kelembaban yang lebih rendah dari 70% akan kehilangan
10 – 15% HU (Jones, 2006).

22
b. Kondisi Albumen

Kondisi albumen yang baik adalah albumen yang bersih dari segala
noda apalagi blood spot. Berdasarkan albumennya, telur 1, 2, 4, dan 5
dikelaskan di kelas AA, menurut Abustam dkk (2019) albumen di kelas AA
bebas noda dan kekentalannya kental. Pada telur 3 dan 6 dikelaskan menjadi
kelas B, menurut Abustam dkk (2019) albumen di kelas B kebersihannya
terdapat sedikit noda dan kekentalannya encer tapi belum bercampur dengan
yolk.

c. Kebersihan, Bentuk, dan Besar Yolk

Pada pengamatan kebersihan yolk, telur 1, 3, dan 4 berada pada kelas


AA. Pada kelas AA kebersihan yolk bebas noda. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Abustam (2015) yang menyatakan bahwa yolk yang bebas noda
dan berada di tengah berada pada kelas AA. Telur 2, 5, dan 6 berada pada
kelas A. menurut USDA, pada telur kelas A, yolk memiliki sedikit noda dan
berada di tengah.

Pada pengamatan bentuk dan besar yolk, telur 1, 3, 4, dan 2 berada


pada kelas AA dan A. Hal ini menunjukkan bahwa kuning telur berbentuk
bulat dan membukit serta terlihat kental. Telur 5 dan 6 berada pada kelas B,
Hal ini menunjukkan bahwa kuning telur agak melebar dan mendatar.

d. Warna Yolk

Pada pengamatan warna yolk dilakukan secara visual, yaitu


membandingkan dengan berbagai warna standar pada Egg yolk colour fan
berupa lembaran kipas warna standar dengan skor 1-15 dari warna pucat
sampai orange tua (pekat). Telur 3 , 1, dan 5 memiliki nilai warna yolk 10,
9, dan 8. Hal ini menunjukan bahwa telur tersebut memiliki kualitas yang
baik sesuai dengan pendapat Sudaryani (1996) score 8-12 memiliki kualitas
yang baik dan rata – rata warna kuning telur yang beredar di pasaran adalah
skala 8. Sedangkan pada telur 2, 4, dan 6. Memiliki nilai kurang dari 8 ,
yaitu 7, 6, dan 5. Ini berarti kualitas telur kurang baik dan warna kuning
telur cenderung memucat.

23
3.2.4 Pengamatan Tambahan
a. Tebal Kerabang

Tebal kerabang telur dapat diukur dengan menggunakan mikrometer


skrup. Pengukuran dilakukan pada bagian ujung tumpul, tengah dan ujung
lancip yang kemudian akan dirata-ratakan (Paryanta dkk., 2019). Tebal
kerabang telur dapat menunjukkan tingkat ketahanan telur terhadap
benturan (Aulia dkk., 2016). Pada hasil pengamatan yang telah dilakukan,
telur yang memiliki kerabang paling tebal adalah telur nomor 2 dengan rata-
rata tebal kerabang 0,866. Sedangkan, telur yang memiliki kerabang paling
tipis adalah telur nomor 4 dengan rata-rata tebal kerabang 0,786.

Berdasarkan hasil penelitian dari Steward dan Abbott (1972), tebal


kerabang telur ayam ras normal berkisar antara 0,330 - 0,350 mm. Menurut
penelitian Widyantara dkk., (2017), menunjukkan bahwa rataan tebal
kerabang ayam berkisar antara 0,34–0,40 mm. Tebal kerabang telur dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur, tipe ayam, zat-zat makanan,
peristiwa faal dari organ tubuh, stres, dan komponen lapisan kerabang telur.
Kerabang telur yang tipis relatif memiliki pori yang lebih banyak dan besar
yang dapat mempercepat penurunan kualitas telur karena penguapan dan
pembusukan dapat terjadi lebih cepat.

b. Bobot Bagian-Bagian Telur


(1) Bobot Kerabang

Bobot kerabang telur adalah 11% dari total bobot telur dan cara
mengukur bobot kerabang telur adalah dengan menimbang kerabang secara
langsung (Paryanta dkk., 2019). Berdasarkan hasil pengamatan yang telah
dilakukan, bobot kerabang telur yang paling tinggi adalah telur nomor 4
dengan bobot 10 gram dan bobot kerabang telur paling rendah adalah telur
nomor 3 dan 5 dengan bobot 7 gram. Kerabang telur terdiri dari beberapa
lapisan, dimulai dari lapisan terluar adalah kutikula, lapisan bunga karang,
lapisan mamilaris dan membran telur (Stadelman dan Cotterill, 1995).

24
(2) Bobot Yolk

Bobot kuning telur (yolk) adalah 32% dari total bobot telur. Bobot
yolk dapat diukur dengan cara menimbang yolk secara langsung (Paryanta
dkk., 2019). Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, bobot yolk
paling berat adalah telur nomor 4 dan 6 dengan bobot 16 gram, sedangkan
bobot yolk paling ringan adalah telur nomor 1 dan 3 dengan bobot 13 gram.
Kandungan lemak mempengaruhi berat kuning telur, karena deposit lemak
terbanyak terdapat di dalam kuning telur. Kuning telur mempunyai
komposisi air 50%, lemak 32%-36%, protein 16% dan glukosa 1 %-2%.
Asam lemak yang banyak terdapat pada kuning telur adalah linoleat, oleat
dan stearat (Bell dan Weaver, 2002).

(3) Bobot Albumen

Bobot putih telur (albumen) adalah 57% dari total bobot telur. Cara
mengukur bobot albumen adalah dengan menggunakan rumus:

Bobot albumen = [Bobot telur - (Bobot kerabang + Bobot yolk)]


Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, bobot albumen paling tinggi
adalah telur nomor 3 dengan bobot 34 gram, sedangkan bobot albumen
paling rendah adalah telur nomor 5 dengan bobot 41 gram.

Bobot albumen akan mengalami penurunan seiring dengan lama


penyimpanan telur dan berbanding terbalik dengan pH albumen yang akan
menjadi lebih tinggi (Scott dan Silversides, 2000). Berat telur yang besar
memiliki pori-pori yang banyak sehingga pengeluaran CO2 melalui pori-
pori telur selama penyimpanan bertambah dan mempercepat penurunan
kualitas internal telur. Semakin berat telur tersebut, maka jumlah putih telur
yang ada juga semakin tinggi (Widiyanto, 2003).

c. Indeks Yolk ( IY )

Indeks yolk adalah perbandingan antara tinggi kuning telur dengan


garis tengahnya (diameter) (Buckle dkk., 1987). Cara pengukuran indeks

25
yolk ini dengan cara mengukur diameter yolk (w) dan tingginya (h) dengan
jangka sorong. Lalu masukkan ke dalam rumus yaitu IY
Index yolk telur segar yaitu 0,33-0,50 mm. Semakin bertambahnya
umur telur,maka index yolk akan semakin menurun karena penambahan
ukuran yolkakibat perpindahan air (Swacita dan Cipta, 2011). Berdasarkan
hasil pengamatan yang dilakukan, indeks yolk paling tinggi adalah telur
nomor 5 dengan IY 0,535, sedangkan indeks yolk paling rendah adalah telur
nomor 4 dengan IY 0,419.
d. Indeks Albumen ( IA )

Indeks albumen atau indeks putih telur adalah perbandingan antara


tinggi putih telur dengan rata-rata garis tengah panjang dan pendek putih
telur (Wijaya dkk., 2017). Rumus perhitungan Indeks Albumen (IA) adalah
IA , dengan keterangan rataan lebar putih telur (Av) dan tingginya (h).

Menurut Soejoedono dkk (2009), telur yang masih baru mempunyai indeks
putih telur 0,050-0,174 dengan angka normal sebesar 0,090-0,120.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, indeks albumen paling
tinggi adalah telur nomor 3 dengan IA 0 ,145, sedangkan indeks albumen
paling rendah adalah telur nomor 5 dengan IA 0,066.

26
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum Egg Grading dapat disimpulkan
bahwa pengamatan eksterior telur yang terdiri atas pengamatan berat telur, bentuk
telur/shape index telur, tekstur telur, specific gravity (SG), keutuhan telur/sound,
kebersihan telur, rongga udara telur dan bayangan yolk. Pengamatan interior telur
yang terdiri atas pengamatan haugh unit, kondisi albumen, warna yolk, kebersihan,
bentuk dan besar yolk. Dan yang terakhir pengamatan tambahan terdiri dari
pengamatan tebal kerabang, bobot bagian - bagian telur, indeks yolk, dan indeks
albumen. Perbedaan hasil pengamatan kualitas telur disebabkan beberapa faktor
seperti sifat genetis (keturunan), umur hewan sewaktu bertelur, sifat biologis
sewaktu bertelur, dan pengaruh penyimpanan

27
DAFTAR PUSTAKA

Abustam, E., R. Malaka, H. M. Ali, M. I. Said. 2015. Penuntun Praktikum Dasar


Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin,
Makassar.

Adiono, P. H. 1985. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta.

Aulia, E., E. Dihansih, dan D. Kardaya. 2016. Kualitas Telur Itik Alabio (Anas
Plathyryncos Borneo) yang Diberi Ransum Komersil dengan Tambahan
Kromium (Cr) Organik. Jurnal Peternakan Nusantara. 2(2) : 79-85.

Azizah, H. (2015). Pengaruh Perbedaan Temperature Humidity Index (Thi)


terhadap Kualitas Eksterior dan Tebal Kerabang Telur Ayam Ras. Students
e-Journal, 4(2).

Bell, D. dan G. Weaver. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg. Kluwer
Academic Publishers, United States of America.

Blakely, J. dan D.H. Bade, 1991. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta

Butcher,G.D. and Miles D. R. 1991. Egg Specific gravity-Designing A


Monitoring program. Institute of Food and Agricultural
Science.Florida.www.pjbs.org. Diakses tanggal 24 September 2014.

Elias, G. 1996. Rahasia Telur. Balai Pustaka, Jakarta.

Gaisford, M .J. 1964.The Application of Shell Strength Measurement in Egg Shell


Quality Determination.British Poultry Science Vol. 6 No.3.

Hadi, S. 2005. Pemanfaatan Informasi Warna Kulit sebagai Metode Pra-


Pemrosesan untuk Mendukung Pendeteksian Wajah. Departemen
Informatika Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Hadiwiyoto, S. 1983. Hasil-hasil Olahan Susu, Ikan, Daging dan Telur. Liberty,
Yogyakarta.

28
Ibrahim, R et all. 2012, Egg’s Grade Classification and Dirt Inspection Using Image
Processing Techniques, Proceedings of the World Congress on
Engineering Vo lII, London.

Jaelani, A., & Zakir, M. I. (2016). Kualitas eksterior dan interior telur komersil pada
beberapa peternakan di Kabupaten Tanah Laut. Prosiding Hasil-Hasil
Peternakan, 1-12.

Jones, D. R. 2006. Conserving and Monitoring Shell Egg Quality. Proceeding Of


The 18 th Annual Australian Poultry Science Symposium, pp. 157-165.

Maimunah, M. (2015). Deteksi Kebersihan Kerabang Telur Ayam Berdasarkan


Pengolahan Citra Digital. PIKSEL: Penelitian Ilmu Komputer Sistem
Embedded and Logic, 3(1) , 41-49.

Mampioper, A., Rumetor, S. D., & Pattiselanno, F. (2008). Kualitas telur ayam
petelur yang mendapat ransum perlakuan substitusi jagung dengan tepung
singkong. TERNAK TROPIKA Journal of Tropical Animal Production,
9(2), 42-51.

Mediatama Sarana Perkasa, Mataram.

Moreng, R. E. and J. S. Avens, 1985. Poultry Science and Production. Reston


Publishing Company Inc, Westport, Connecticut.

Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Paryanta, D., Sudrajat, dan Anggraeni. 2019. Kualitas Burung Puyuh (Cotturnix
Coturnix Japonica) yang Diberi Larutan Daun Kelor (Moringo Oleifera L).
Jurnal Peternakan Nusantara. 5(1) : 13-20.

Scott, T., dan F. Silversides. 2000. The Effect of Storage and Strain of Hen On Egg
Quality. Poult Sci. 79 (12): 1725- 1729.

Siboro, N. (2016). Pengaruh Umur Induk Itik Dan Spesific Gravity Terhadap
Karakteristik Tetasan. Students e-Journal, 5(4).

29
Soeparno, R.A. Rihastuti, Indratiningsih, Suharjono Triatmojo. 2018. Cetakan ke
II. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.

Stadelman, W. J., O. J. Cotteril. 1995. Egg Science and Technology. The AVI
Publishing Co. Inc., Westport, Connecticut.

Steward, G. F. dan J. C. Abbott. 1972. Marketing Eggs and Poultry. Food and
Agricultural Organization (FAO). The United Nations, Rome.

Sudaryani, T. 1996. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tri Yuwanta. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta

Wakur, N., Tangkere, E. S., Lambey, L. J., & Kowel, Y. H. S. (2021). Kondisi fisik
kerabang telur ayam ras petelur cokelat di Pasar Pinasungkulan Manado.
Zootec, 41(1), 1-14.

Warsnono, I.U. dan S.D. Rumetor, 1989. Teknologi Hasil Ternak (Telur, Susu dan
Daging). Diktat Kuliah Faperta Uncen Manokwari.

Widiyanto, D. 2003. Pengaruh Bobot Telur dan Lama Penyimpanan terhadap


Kualitas Telur Ayam Strain CP 909 yang ditambahkan Zeolit pada
Ransumnya. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung, Bandar
Lampung.

Widyantara, P.R.A., G.K. Dewi, dan I.N.T. Ariana. 2017. Pengaruh lama
penyimpanan terhadap kualitas telur konsumsi ayam kampung dan ayam
Lohman Brown. Majalah Ilmiah Peternakan. 20(1) : 5-11.

Wijaya, Y ., E. Suprijatna dan S. Kismiati. 2017. Penggunaan limbah industri jamu


dan bakteri asam laktat (lactobacillus sp.) sebagai sinbiotik untuk aditif
pakan terhadap telur konsumsi ayam ras petelur. Jurnal Peternakan
Indonesia. 19(2): 46-53.

Yasin, S. 1988. Fungsi dan Peranan Zat-zat Gizi Dalam Ransum Ayam Petelur.

Yuwanta, T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

30
LAMPIRAN TUGAS

NAMA NPM TUGAS

Saskia Ramdhiani P 200110210171 BAB 2 hasil, Bab 3 ,


Lampiran

Rahmawati Khoirunnisa 200110210199 Bab 2 pembahasan


pengamatan eksterior telur
(kebersihan, rongga udara,
bayangan yolk, SG)

Rifdah Yasmin 200110210200 Bab 2 pembahasan


Mumtaazah pengamatan interior telur
(HU, kondisi albumen,
kebersihan bentuk besar
yolk, warna yolk)

Develin Banne 200110210279 Bab 1, daftar isi, editor

M. Haikal Faiz 200110210290 Bab 2 pembahasan


pengamatan tambahan (
tebal kerabang, bobot bagian
bagian telur, IY, IA)

Zahra Putri Pardianna 200110210307 Bab 2 pembahasan


pengamatan eksterior telur
(berat, bentuk /shape index,
tekstur telur, keutuhan)

31

Anda mungkin juga menyukai