“Egg Grading”
Oleh:
Kelas: D
Kelompok: 8
BAB I ....................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ................................................................................................... 3
BAB II...................................................................................................................... 5
2.2 Bahan............................................................................................................ 8
BAB IV .................................................................................................................. 27
PENUTUP ............................................................................................................. 27
ii
BAB I
PENDAHULUAN
3
1.2 Identifikasi Masalah
(1) Bagaimana cara mengetahui grade telur berdasarkan pengamatan specific
gravity?
(2) Bagaimana cara mengetahui grade telur berdasarkan pengamatan telur
sebelum dipecahkan?
(3) Bagaimana cara mengetahui grade telur berdasarkan pengamatan telur
setelah dipecahkan?
(4) Bagaimana cara mengetahui grade telur berdasarkan pengamatan
tambahan?
4
BAB II
ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR KERJA
2.1 Alat
1. Kaca dan baki plastik
2. Pisau
3. Ember
5
4. Hydrometer
7. Jangka sorong
6
8. Kantong plastik
9. Timbangan analitik
10. Spatula
7
11. Electronic digital caliper
2.2 Bahan
1. Telur ayam ras segar
2. Garam
3. Air
8
2.3 Prosedur Kerja
1. Uji Specific Gravity ( SG )
Membuat larutan :
d. Catat nomor telur pada tabel sesuai hasil pengamatan (telur yang
mengambang, pada larutan yang mana).
2. Kualitas Telur
(gram)
9
Shape Index (P) dan lebar (L) telur, tentukan 2 digit dibelakang
(SI) koma.
𝐿
2. Hitung SI, dengan rumus : 𝑃 𝑥 100 = …
10
5. Sesuaikan dengan standar penilaian.
6. Catat hasil pengamatan pada tabel
b. Pergeseran rongga udara
Pada saat ditelurkan rongga udara berada di pusat
ujung tumpul, amati :
(HU) 2.
Gunakan jangka sorong untuk mengukur tinggi putih
telur dengan cara menusukkan alat tersebut ke bagian
putih telur dekat yolk, tetapi tidak dekat kalaza. (jika
ada kesulitan, mintalah bantuan pada pembimbing
praktikum)
11
3. Prosedur no. 2 dilakukan 2 kali, sehingga mendapat
2 tinggi putih telur, kemudian dirata-ratakan.
4. Baca skala yang ditunjukkan alat (mm) dan tulis
pada tabel.
12
4. Ketiga hasil perhitungan diatas dipersentasekan
terhadap bobot telur.
Albumen (IA) kualitas telur, ukur rataan lebar putih telur (Av)
dan tingginya (h) dengan jangka sorong.
2. Hitung nilai indeksnya dengan rumus :
IA
13
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
14
No Keutuhan Kebersihan Bentuk dan Kebersihan Kondisi
Telur Telur Telur Besar Yolk Yolk Albumen
1 Utuh A AA AA Bersih
2 Utuh A A A Bersih
4 Utuh AA AA AA Bersih
5 Utuh AA B A Bersih
No Albumen
Telur
Panjang Lebar Tinggi IA Bobot % HU
15
No Telur Yolk
No Kerabang
Telur
Tengah Tumpul Runcing Rata-rata Bobot %
16
3.2 Pembahasan
3.2.1 Pengamatan Specific Gravity
Secara biologis, ketebalan kerabang ditentukan oleh Specific gravity
Pengukuran kerabang dengan specific gravity merupakan cara yang tidak
langsung dan non-destruktif untuk menguji kualitas kerabang. Pengukuran
Specific gravity dapat dilakukan dengan pencelupan telur ke dalam larutan
garam, dan nilai larutan garam diukur dengan menggunakan hydrometer.
Tingginya daya tetas, dan lama tetas telur. Kerabang tipis dapat
mempercepat penguapan isi telur sedangkan kerabang terlalu tebal dapat
menyebabkan telur kurang terpengaruhi temperatur penetasan. rendahnya
nilai Specific gravity akan mempengaruhi susut telur, bobot.
Nilai standar Specific gravity untuk ayam tipe petelur adalah 1,075
(Butcher, 1991). Specific gravity telur dapat dihubungkan dengan ketebalan
kerabang (Gaisford,1964). Specific gravity ditentukan berdasarkan
perbandingan larutan garam yang menyebabkan telur mengambang.
Menurut Gaisford (1964) bahwa Specific gravity telur dapat dihubungkan
dengan ketebalan kerabang. Specific gravity juga berpengaruh pada tingkat
kesegaran telur.Beberapa penelitian sebelumnya ( Butcher dan Miles, 1991;
17
Franco, 2004) menunjukkan penurunan specific gravity (SG) dengan
meningkatnya temperature yang ekstrim.
Bobot telur ayam ras yang baik umumnya berkisar sekitar 58,0
g/butir, sedangkan pada ayam kampung bobot telurnya biasanya lebih kecil
(Sirait, 1986). Berat telur ditimbang menggunakan timbangan dengan
satuan gram, namun kemudian dikonversi ke satuan ons/dozen. Pada hasil
pengamatan telur sebelum dipecahkan memiliki bobot telur 1, 2, 3, 4, 5, dan
6 secara berturut-turut yaitu 56; 59; 54; 64; 63 ; 64 dalam satuan gram.
Menurut SNI 01-3926-2006 berat telur dikelompokkan berdasarkan ekstra
besar (>60 g), besar (56-60 g), sedang (51-55 g) , kecil (46-50 g) dan ekstra
kecil (<40 g). Sedangkan, pada satuan ons/dozen berat telur dikelompokkan
berdasarkan, jumbo (>32,17 ons/dz), extra large (29.63-32.59 ons/dz), large
(27,09 – 29,63 ons/dz), medium (24,55 – 27,09 ons/dz), medium small
(22,01 – 24,55 ons/dz), small (<22,01136 ons/dz) . Rata-rata berat telur pada
praktikum kali ini yaitu tergolong dalam sedang sampai besar. Peningkatan
berat telur terjadi bila ayam molting, molting atau rontok bulu merupakan
proses alami dari seluruh bangsa unggas dalam mengganti bulu-bulu
lamanya dalam rangka migrasi dan menghadapi musim dingin. Meluruh
atau molting bisa meningkatkan berat telur dan kualitas kerabang (Yuwanta,
2010).
b. Bentuk Telur
18
cukup baik dan ideal karena memiliki bentuk yang tidak terlalu lonjong,
oval dan bulat. Menurut SNI 01-3926-2006, bentuk telur yang baik adalah
proporsional, tidak benjol-benjol, tidak terlalu lonjong dan tidak terlalu
bulat.
Perbedaan bentuk itu dapat terjadi karena adanya berbagai faktor yang
mempengaruhi antara lain sifat genetis (keturunan), umur hewan sewaktu
bertelur dan sifat biologis sewaktu bertelur (Elias, 1996).
c. Tekstur Kerabang
19
d. Keutuhan Telur
e. Kebersihan Telur
20
sangat pudar warnanya. Tingkat kebersihan telur dibuat ranking (5= sangat
bersih, 4= bersih, 3= agak bersih/kotor, 2= kotor, 1= sangat kotor).
21
g. Bayangan Yolk
Bayangan kuning telur akan terlihat lebih besar dan rata pada telur
yang dibuahi dibanding dengan bayangan telur yang tidak dibuahi.
Bayangan yolk dapat dilihat dengan menggunakan candler dengan cara
tempatkan telur diatas lubang candler, nyalakan candler, amati apakah yolk
kelihatan atau tidak, kemudian sesuaikan dengan standar penilaian dan catat
hasil pengamatan. Bayangan batas kuning telur yang terlihat jelas
disebabkan karena pengaruh umur yang sudah tua dan pengaruh
penyimpanan. Kategori kelas dari bayangan yolk diantaranya AA yang
berarti outline slighty defined (bayangan yolk tidak terlihat sama sekali), A
yang berarti outline fairly well defined (bayangan yolk sedikit terlihat tapi
tidak jelas), B yang berarti outline well defined (bayangan yolk terlihat jelas
jika telur digerak-gerakan) dan C yang berarti outline plany visible (
bayangan yolk sangat terlihat dengan jelas dan bergerak longgar).
22
b. Kondisi Albumen
Kondisi albumen yang baik adalah albumen yang bersih dari segala
noda apalagi blood spot. Berdasarkan albumennya, telur 1, 2, 4, dan 5
dikelaskan di kelas AA, menurut Abustam dkk (2019) albumen di kelas AA
bebas noda dan kekentalannya kental. Pada telur 3 dan 6 dikelaskan menjadi
kelas B, menurut Abustam dkk (2019) albumen di kelas B kebersihannya
terdapat sedikit noda dan kekentalannya encer tapi belum bercampur dengan
yolk.
d. Warna Yolk
23
3.2.4 Pengamatan Tambahan
a. Tebal Kerabang
Bobot kerabang telur adalah 11% dari total bobot telur dan cara
mengukur bobot kerabang telur adalah dengan menimbang kerabang secara
langsung (Paryanta dkk., 2019). Berdasarkan hasil pengamatan yang telah
dilakukan, bobot kerabang telur yang paling tinggi adalah telur nomor 4
dengan bobot 10 gram dan bobot kerabang telur paling rendah adalah telur
nomor 3 dan 5 dengan bobot 7 gram. Kerabang telur terdiri dari beberapa
lapisan, dimulai dari lapisan terluar adalah kutikula, lapisan bunga karang,
lapisan mamilaris dan membran telur (Stadelman dan Cotterill, 1995).
24
(2) Bobot Yolk
Bobot kuning telur (yolk) adalah 32% dari total bobot telur. Bobot
yolk dapat diukur dengan cara menimbang yolk secara langsung (Paryanta
dkk., 2019). Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, bobot yolk
paling berat adalah telur nomor 4 dan 6 dengan bobot 16 gram, sedangkan
bobot yolk paling ringan adalah telur nomor 1 dan 3 dengan bobot 13 gram.
Kandungan lemak mempengaruhi berat kuning telur, karena deposit lemak
terbanyak terdapat di dalam kuning telur. Kuning telur mempunyai
komposisi air 50%, lemak 32%-36%, protein 16% dan glukosa 1 %-2%.
Asam lemak yang banyak terdapat pada kuning telur adalah linoleat, oleat
dan stearat (Bell dan Weaver, 2002).
Bobot putih telur (albumen) adalah 57% dari total bobot telur. Cara
mengukur bobot albumen adalah dengan menggunakan rumus:
c. Indeks Yolk ( IY )
25
yolk ini dengan cara mengukur diameter yolk (w) dan tingginya (h) dengan
jangka sorong. Lalu masukkan ke dalam rumus yaitu IY
Index yolk telur segar yaitu 0,33-0,50 mm. Semakin bertambahnya
umur telur,maka index yolk akan semakin menurun karena penambahan
ukuran yolkakibat perpindahan air (Swacita dan Cipta, 2011). Berdasarkan
hasil pengamatan yang dilakukan, indeks yolk paling tinggi adalah telur
nomor 5 dengan IY 0,535, sedangkan indeks yolk paling rendah adalah telur
nomor 4 dengan IY 0,419.
d. Indeks Albumen ( IA )
Menurut Soejoedono dkk (2009), telur yang masih baru mempunyai indeks
putih telur 0,050-0,174 dengan angka normal sebesar 0,090-0,120.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, indeks albumen paling
tinggi adalah telur nomor 3 dengan IA 0 ,145, sedangkan indeks albumen
paling rendah adalah telur nomor 5 dengan IA 0,066.
26
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum Egg Grading dapat disimpulkan
bahwa pengamatan eksterior telur yang terdiri atas pengamatan berat telur, bentuk
telur/shape index telur, tekstur telur, specific gravity (SG), keutuhan telur/sound,
kebersihan telur, rongga udara telur dan bayangan yolk. Pengamatan interior telur
yang terdiri atas pengamatan haugh unit, kondisi albumen, warna yolk, kebersihan,
bentuk dan besar yolk. Dan yang terakhir pengamatan tambahan terdiri dari
pengamatan tebal kerabang, bobot bagian - bagian telur, indeks yolk, dan indeks
albumen. Perbedaan hasil pengamatan kualitas telur disebabkan beberapa faktor
seperti sifat genetis (keturunan), umur hewan sewaktu bertelur, sifat biologis
sewaktu bertelur, dan pengaruh penyimpanan
27
DAFTAR PUSTAKA
Aulia, E., E. Dihansih, dan D. Kardaya. 2016. Kualitas Telur Itik Alabio (Anas
Plathyryncos Borneo) yang Diberi Ransum Komersil dengan Tambahan
Kromium (Cr) Organik. Jurnal Peternakan Nusantara. 2(2) : 79-85.
Bell, D. dan G. Weaver. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg. Kluwer
Academic Publishers, United States of America.
Blakely, J. dan D.H. Bade, 1991. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
Hadiwiyoto, S. 1983. Hasil-hasil Olahan Susu, Ikan, Daging dan Telur. Liberty,
Yogyakarta.
28
Ibrahim, R et all. 2012, Egg’s Grade Classification and Dirt Inspection Using Image
Processing Techniques, Proceedings of the World Congress on
Engineering Vo lII, London.
Jaelani, A., & Zakir, M. I. (2016). Kualitas eksterior dan interior telur komersil pada
beberapa peternakan di Kabupaten Tanah Laut. Prosiding Hasil-Hasil
Peternakan, 1-12.
Mampioper, A., Rumetor, S. D., & Pattiselanno, F. (2008). Kualitas telur ayam
petelur yang mendapat ransum perlakuan substitusi jagung dengan tepung
singkong. TERNAK TROPIKA Journal of Tropical Animal Production,
9(2), 42-51.
Paryanta, D., Sudrajat, dan Anggraeni. 2019. Kualitas Burung Puyuh (Cotturnix
Coturnix Japonica) yang Diberi Larutan Daun Kelor (Moringo Oleifera L).
Jurnal Peternakan Nusantara. 5(1) : 13-20.
Scott, T., dan F. Silversides. 2000. The Effect of Storage and Strain of Hen On Egg
Quality. Poult Sci. 79 (12): 1725- 1729.
Siboro, N. (2016). Pengaruh Umur Induk Itik Dan Spesific Gravity Terhadap
Karakteristik Tetasan. Students e-Journal, 5(4).
29
Soeparno, R.A. Rihastuti, Indratiningsih, Suharjono Triatmojo. 2018. Cetakan ke
II. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Stadelman, W. J., O. J. Cotteril. 1995. Egg Science and Technology. The AVI
Publishing Co. Inc., Westport, Connecticut.
Steward, G. F. dan J. C. Abbott. 1972. Marketing Eggs and Poultry. Food and
Agricultural Organization (FAO). The United Nations, Rome.
Tri Yuwanta. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta
Wakur, N., Tangkere, E. S., Lambey, L. J., & Kowel, Y. H. S. (2021). Kondisi fisik
kerabang telur ayam ras petelur cokelat di Pasar Pinasungkulan Manado.
Zootec, 41(1), 1-14.
Warsnono, I.U. dan S.D. Rumetor, 1989. Teknologi Hasil Ternak (Telur, Susu dan
Daging). Diktat Kuliah Faperta Uncen Manokwari.
Widyantara, P.R.A., G.K. Dewi, dan I.N.T. Ariana. 2017. Pengaruh lama
penyimpanan terhadap kualitas telur konsumsi ayam kampung dan ayam
Lohman Brown. Majalah Ilmiah Peternakan. 20(1) : 5-11.
Yasin, S. 1988. Fungsi dan Peranan Zat-zat Gizi Dalam Ransum Ayam Petelur.
Yuwanta, T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
30
LAMPIRAN TUGAS
31