Anda di halaman 1dari 15

PERSISTENSI PRODUKSI PERMINGGU YANG SULIT DICAPAI

APABILA DIBANDINGKAN DENGAN STANDAR PRODUKSI PER

MINGGU DENGAN GRAFIK PRODUKSI YANG KURANG LANDAI

STUDI KASUS

Diajukan untuk Memenuhi Nilai Praktikum Mata Kuliah Produksi dan

Manajemen Unggas Pembibit

VERLIA DWI PUTRI NPM. 200110210022

AKHMAD MIFTAKUL ALIMUDIN NPM. 200110210023

MUHAMMAD ABIYYU MUFID NPM. 200110210073

CATHERINE JULIA DWI SYAFUTRI NPM. 200110210161

ERIN ANINDYA NPM. 200110210265

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

SUMEDANG

2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat dan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan Tugas Studi Kasus Mata
Kuliah Produksi dan Manajemen Unggas Pembibit dengan judul “Persistensi
Produksi Perminggu yang Sulit di capai Apabila Dibandingkan dengan Standar
Produksi Per Minggu dengan Grafik Produksi yang Kurang Landai”. Laporan ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Produksi dan Manajemen Unggas
Pembibit.
Penyusun menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu khususnya anggota kelompok 5 sehingga tugas ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini, penyusun tidak lupa mengucapkan
terimakasih kepada Dr. Endang Sujana, S.Pt., M.P. selaku dosen pengampu mata
kuliah Produksi dan Manajemen Unggas Pembibit kelas C.
Penyusun menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam tugas studi
kasus ini. Maka dari itu, penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun untuk menyempurnakan tugas studi kasus ini. Penyusun berharap
tugas studi kasus ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Sumedang, 20 November 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Bab Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................ ii

DAFTAR ISI ............................................................................................. iii

I PENDAHULUAN ..................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 5

1.3 Maksud dan Tujuan ............................................................................ 5

II PEMBAHASAN ........................................................................................ 6

2.1 Uraian Umum Kasus ............................................................................. 6


2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kasus ................... 8
2.2.1 Bobot Badan................................................................................. 8
2.2.2 Genetik ......................................................................................... 9
2.2.3 Lingkungan .................................................................................. 9
2.2.4 Ransum ........................................................................................ 9
2.3 Cara Pencegahan/Penanggulangan Kasus ............................................. 9
2.3.1 Membatasi Kegiatan di Kandang ............................................... 10
2.3.2 Perbaiki Manajemen Pemeliharaan ............................................ 10
2.3.3 Seleksi Bibit ............................................................................... 10
III PENUTUP ................................................................................................ 12

3.1 Kesimpulan ......................................................................................... 12

3.2 Saran ................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 14

LAMPIRAN ............................................................................................. 15

iii
4

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Target pemeliharaan ayam petelur di periode produksi adalah mencapai
puncak produksi sesuai dengan standar serta puncak produksi tersebut berlangsung
dalam kurun waktu yang relatif lama (persistensi produksi baik). Produksi telur
yang dihasilkan tentunya harus berkualitas dan dalam jumlah yang optimal
sehingga akan mendapatkan keuntungan yang maksimal. Kuantitas produksi
tersebut bisa dilihat dari berat telur/egg mass dan jumlah butir telur yang
dihasilkan/hen day. Sedangkan kualitas telur yang bagus yaitu bisa dilihat dari
warna, dan ketebalan kerabang.
Persistensi produksi adalah kemampuan suatu sistem produksi untuk
mempertahankan tingkat produksi yang tinggi dalam jangka waktu yang relatif
lama. Dalam konteks peternakan, persistensi produksi ayam petelur adalah
kemampuan ayam petelur untuk mempertahankan tingkat produksi telur yang
tinggi dalam kurun waktu yang relatif lama. Puncak produksi dan persistensi
produksi yang baik bisa dicapai jika pengelola kandang benar-benar mengerti
terkait manajemen pemeliharaan ayam petelur dan pengelolaan kandang yang tepat.
Mulai dari pengontrolan yang rutin untuk kondisi ayam dan kondisi kandang
sehingga jika terjadi penyimpangan dari performance bisa segera langsung
diperbaiki.
Persistensi produksi mingguan dapat dicapai dengan manajemen yang baik.
Dengan keseragaman yang bagus maka ayam akan bertelur dengan serentak
sehingga mencapai puncak produksi dan persistensi produksi yang bisa bertahan
lama. Ayam pullet yang bagus tentunya akan menghasilkan ayam layer yang bagus
juga sehingga akan mendapatkan peak production optimal dan persistensi produksi
yang lama.
Penerapan program kesehatan yang tepat akan menghasilkan kualitas pullet
dan ayam layer yang bagus sehingga akan berproduksi dengan optimal. Seleksi
5

ayam atau grading ayam total juga bisa dilakukan jika keseragaman sangat rendah
<85%. Tujuan dari grading ini adalah untuk mengelompokkan ayam berdasarkan
berat badannya yaitu kecil, sedang, dan besar. Masing-masing kelompok dipisahkan
dalam baterai/cage yang berbeda yaitu ayam kecil di baterai atas, ayam sedang di
baterai tengah, dan ayam besar di baterai bawah. Setelah dipisahkan berdasarkan
berat badannya maka diberikan perlakuan yang berbeda misalnya ayam yang kecil
diberi ransum tambahan sedangkan ayam besar tidak diberikan ransum tambahan
sehingga harapannya nanti berat badannya akan sama rata dan seragam.
Faktor faktor seperti sumber daya manusia, manajemen perkandangan,
manajemen kesehatan, manajemen pakan, dan lain lain, dapat mempengaruhi
produksi dan persistensi produksi. Manajemen yang kurang baik dapat
menyebabkan menurunnya tingkat produksi.
1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaimana persistensi produksi perminggu yang baik?
2) Bagaimana standar produksi perminggu yang baik?
3) Apa yang menyebabkan sulit tercapai persistensi produksi jika
dibandingkan dengan standar produksinya?
1.3 Maksud dan Tujuan
1) Untuk mengetahui bagaimana persistensi produksi perminggu yang baik.
2) Untuk mengetahui bagaimana standar produksi perminggu yang baik;
3) Untuk mengetahui apa yang menyebabkan sulit tercapai persistensi
produksi jika dibandingkan dengan standar produksinya.
6

II

PEMBAHASAN

2.1 Uraian Umum Kasus


Dalam situasi produksi ayam pembibit atau hewan lainnya, kesulitan
mencapai persistensi produksi per minggu bisa tercermin dengan jelas dalam grafik
produksi yang menunjukkan ketidaklancaran. Ketidaklancaran ini mengindikasikan
bahwa selama periode per minggu, produksi cenderung tidak stabil atau mengalami
fluktuasi yang signifikan, tidak mencapai tingkat standar yang diharapkan oleh
pengelola atau peternak. Fluktuasi ini dapat menggambarkan ketidakpastian dalam
produktivitas hewan yang mempengaruhi upaya untuk mempertahankan atau
mencapai target produksi yang diinginkan.
Situasi ini terdapat pada PT. Charoen Pokphand Jaya Farm yang terletak di
wilayah Purwakarta. Peternakan ini mengembangkan ternak dalam bentuk parent
stock ayam broiler dengan strain Cobb dan Ross. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilaksanakan oleh Aine Nurfirdausya dan rekan-rekannya di PT.Charoen Pockphan
Jaya Farm, ditemukan bahwa rata-rata konsumsi pakan untuk ayam parent stock
strain Cobb pada usia 46 minggu adalah sekitar 150,59±1,24 gram per ekor per hari,
dengan tingkat variasi sebesar 0,82%. Angka tersebut tercatat lebih rendah
dibandingkan standar yang ditetapkan oleh Cobb (2019) yang menyebutkan
konsumsi rata-rata pakan untuk parent stock ayam broiler strain Cobb pada usia 46
minggu sebanyak 157 gram per ekor per hari. Sementara itu, hasil rata-rata
konsumsi pakan untuk strain Ross pada usia 46 minggu mencapai 154,85±0,92
gram per ekor per hari dengan tingkat variasi sebesar 0,59%. Angka ini juga tercatat
lebih rendah dari standar yang ditetapkan oleh Ross (2018) yang menetapkan
konsumsi pakan rata-rata untuk parent stock ayam broiler strain Ross pada usia 46
minggu sebanyak 164 gram per ekor per hari.
Di perusahaan ini, pemberian pakan kepada ayam disesuaikan dengan point
feed dan mempertimbangkan berat badan ayam pada waktu tertentu. Faktor-faktor
ini kemudian berdampak pada konsumsi pakan per ekor per hari. Selama periode
7

penelitian, rata-rata berat badan parent stock strain Ross mencapai 3972,33
kilogram. Sementara standar yang ditetapkan oleh Ross (2018) mengindikasikan
bahwa pada usia 46 minggu, berat badan parent stock ayam broiler seharusnya
sekitar 3900 gram. Di sisi lain, rata-rata berat badan ayam parent stock broiler strain
Cobb mencapai 4068,86 kilogram, sedangkan standar Cobb (2019) menetapkan
bahwa pada usia 46 minggu, berat badan parent stock ayam broiler seharusnya
sekitar 4020 kilogram. Oleh karena bobot badan masing-masing strain agak
melebihi standar yang ditetapkan, pemberian pakan yang terkait dengan konsumsi
sedikit dikurangi. Hal ini dipertimbangkan karena bobot badan yang terlalu tinggi
dapat berpotensi mempengaruhi produksi dari masing-masing strain ayam tersebut.
Upaya untuk menyesuaikan asupan pakan dengan berat badan yang melebihi
standar bertujuan untuk menjaga agar produksi dari kedua strain ayam broiler
tersebut tetap optimal dan tidak terpengaruh secara negatif oleh kelebihan berat
badan.
Dalam konteks produksi telur, hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai
rata-rata egg mass untuk strain Cobb pada usia 46 minggu adalah sebesar
43,38±1,72 gram dengan tingkat variasi sebesar 3,39%. Angka ini tercatat lebih
rendah dibandingkan dengan standar yang dikeluarkan oleh Cobb (2019) yang
menetapkan bahwa pada usia 46 minggu, egg mass dari parent stock ayam broiler
strain Cobb seharusnya sebesar 46,28 gram. Sementara itu, nilai rata-rata egg mass
untuk strain Ross pada usia 46 minggu mencapai 46,79±1,03 gram dengan tingkat
variasi sebesar 2,20%. Angka ini relatif lebih tinggi dibandingkan dengan standar
yang dikeluarkan oleh Ross (2018) yang menyatakan bahwa pada usia 46 minggu
dengan umur produksi 22 minggu, egg mass pada parent stock ayam broiler strain
Ross seharusnya sebesar 45,2 gram.
Dalam penelitian ini, egg mass dari strain Cobb yang mencapai 43,38 gram
tercatat lebih rendah dari standar egg mass untuk strain Cobb yang sebesar 46,28
gram. Salah satu penyebab dugaan rendahnya egg mass ini diduga karena
perbedaan bobot badan ayam. Bobot badan yang melebihi standar dapat
memengaruhi produksi telur dan tingkat fertilitasnya. Rata-rata bobot badan ayam
8

parent stock broiler strain Cobb yang tercatat sebesar 4068.86 kilogram sedangkan
standar Cobb (2019) menetapkan bahwa pada usia 46 minggu, berat badan parent
stock ayam broiler seharusnya sekitar 4020 kilogram. Kesimpulannya, kesalahan
dalam mencapai standar egg mass pada strain Cobb kemungkinan disebabkan oleh
perbedaan bobot badan yang melebihi standar yang pada gilirannya mempengaruhi
produksi telur serta karakteristik fertilitas ayam.
Berat telur yang dihasilkan oleh strain Egg mass Ross sebesar 46,79 g
melebihi standar yang ditetapkan sebesar 45,2 g. Meskipun pada saat penelitian,
rata-rata berat badan dari parent stock ayam broiler strain Ross lebih tinggi, yaitu
mencapai 3972,33 kg, dibandingkan dengan standar pada usia 46 minggu yang
seharusnya 3900 gram, tampaknya tidak berpengaruh pada produksi telur. Temuan
tersebut menunjukkan bahwa ayam dengan berat badan yang lebih rendah bisa
menghasilkan lebih banyak telur daripada ayam dengan berat badan yang lebih
tinggi. Renema dan Robinson (2004) juga menyatakan bahwa kelebihan berat
badan pada ayam betina parent stock broiler berkorelasi negatif dengan produksi
telur.

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kasus


Berdasarkan dari kasus yang telah diuraikan, presistensi produksi
perminggu yang sulit dicapai dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
2.2.1 Bobot Badan
Bobot badan ayam parent stock atau pembibit dapat mempengaruhi
performa dan produksi ayam tersebut, bobot yang tidak memenuhi standar baik itu
lebih tinggi ataupun lebih rendah dari yang seharusnya akan berdampak terhadap
jumlah produksi perminggu pada ayam pembibit. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Cobb (2016) yang menyatakan bahwa, jika ayam mengkonsumsi ransum
terlalu banyak, maka ayam dapat mengalami kelebihan bobot badan dan tidak
seragam yang pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap performa yaitu jumlah
produksi telur dan fertilitasnya. Begitupun pada bobot ayam yang terlalu rendah
maka akan meyebabkan presistensi produksi perminggu sulit dicapai.
9

2.2.2 Genetik
Strain - strain ayam pembibit telah diseleksi dan dikembangkan kearah
parent stock ayam broiler sehingga secara genetik telah memiliki kemampuan
produksi telur yang disesuaikan dengan produksi yang diharapkan. Hal tersebut
sesuai dengan pernyataan Risnajati (2012) yang menyatakan bahwa, kemampuan
produksi setiap ternak dipengaruhi oleh genetik.
2.2.3 Lingkungan
Kondisi lingkungan sangat berpengaruh terhadap ekspresi genetik strain
ayam pembibit. Gwaza, dkk. (2011) menyatakan bahwa, interaksi antara genetik
dan lingkungan menentukan produktivitas ayam petelur pembibit di
wilayah tertentu.
2.2.4 Ransum
Genetik ayam pembibit yang unggul tidak akan terekspresi secara optimal
ketika nutrien ternak tidak terpenuhi. Hal ini sesuai dengan pendapat Horn (2005)
interaksi genetik dan nutrien penting untuk memaksimalkan efisiensi dan
menjangkau standar mutu produk daging unggas dan produksi telur pada ayam
pembibit petelur.

2.3 Cara Pencegahan/Penanggulangan Kasus


Penanganan yang dilakukan untuk membuat produksi menjadi lebih baik
sangat lah penting. Banyak cara yang dapat dilakukan agar produksi yang buruk
tidak terjadi. Penanganan biasanya akan dilakukan ketika kegiatan monitoring dan
akan dilakukan evaluasi. Setelah melakuakan evaluasi nantinya akan pengambilan
keputusan yang menjadi poin masalah. Monitoring juga dapat dikatakan early
warning sistem (sistem peringatan dini). Pada peternakan ayam pembibit yang
menjadi fokus dalam melakukan pengawasan yaitu produksi telur, vaksin dan obat-
obatan yang digunakan, jumlah ayam mati atau afkir, dan banyak masih lagi
(Amalia, 2014). Terdapat beberapa penanganan yang dapat dilakukan apabila
produksi pada peternakan menurun dan tidak memenuhi harapan target yang telah
ditetapkan, diantaranya:
10

2.3.1 Membatasi Kegiatan di Kandang


Pembatasan kegiatan dilakuakan karena aktivitas pekerja bisa saja yang
mempengaruhi tingkat produksi ayam. Selain itu penyakit atau virus bisa juga
terbawa oleh orang lain yang berasal dari kandang. Maka dari itu perlu adanya
program biosekuriti yang meliputi pengendalian pergerakan hewan, peralatan,
orang-orang, dan sarana pengangkutan dari luar dan ke farm yang satu ke farm yang
lain (Mappanganro, 2018). Biosekuriti telah berjalan baik apabila orang-orang yang
berada pada peternakan memahami biosekuriti pemisah antara kandang dengan
tempat tinggal di lingkungan kandang, agar terhindar penyakit.
2.3.2 Perbaiki Manajemen Pemeliharaan
Dalam manajemen pemeliharaan yang dilakukan bisa saja terdapat
kesalahan. Dalam memperbaiki manajemen pemeliharaan dapat dilakukan dengan
cara melihat data evaluasi. Manajemen pemeliharaan merupakan kunci kelancaran
proses produksi. Oleh karena itu perlu benar-benar memikirkan bagaimana menjaga
kondisi fasilitas produksi atau mesin yang beroprasi bahkan ternak bekerja dengan
baik. Pengelolaan sistem manajemen pemeliharaan dilakukan dengan tujuan
memberikan jaminan terhadap berfungsinya fasilitas produksi, serta terjadinya
interaksi yang baik antara manusia, ternak, dan mesin dalam proses produksi
(Pranowo, 2019). Manajemen sistem pemeliharaan terpadu memiliki peran penting
dalam mencapai visi perusahaan. Evaluasi manajemen pemeliharaan pada unggas
pembibit diantaranya manajemen pemberian pakan, sex rasio, kepadatan kandang,
pencahayan, dan lain-lain.
2.3.3 Seleksi Bibit
Seleksi yaitu pemelihan ayam yang dilakukan untuk tujuan tertentu. Seleksi
pada unggas dibagi menjadi dua, yaitu grading dan culling. Seleksi mulai dilakukan
pada saat masih menjadi telur, apabila telur tidak memenuhi standar maka akan
tidak lolos seleksi. Menurut Arifianto (2018), pada umur-umur produksi biasanya
grading dan culling dilakukan pada unggas pembibit jantan berdasarkan hasil dari
telur yang dibuahi, apabila banyak telur yang mengalami infertil maka jantan akan
langsung diafkir. Juga penimbangan bobot unggas pembibitan periode produksi
11

dilakukan seminggu sekali guna mengetahui bobot ayam, tingkat pertumbuhan, dan
tingkat keseragaman pada unggas pembibitan. Maka dari itu seleksi perlu dilakukan
pada usaha unggas pembibit untuk mengoptimalkan nilai produksi yang sesuai
dengan standar setiap minggunya.
12

III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan dan pembahasan yang telah disampaikan serta
mengacu pada rumusan masalah dan tujuan, maka dapat disimpulkan :
1. Persistensi produksi adalah kemampuan suatu sistem produksi untuk
mempertahankan tingkat produksi yang tinggi dalam jangka waktu yang relatif
lama. Dalam konteks peternakan, persistensi produksi ayam petelur adalah
kemampuan ayam petelur untuk mempertahankan tingkat produksi telur yang
tinggi dalam kurun waktu yang relatif lama. Dalam situasi produksi ayam
pembibit atau hewan lainnya, kesulitan mencapai persistensi produksi per
minggu bisa tercermin dengan jelas dalam grafik produksi yang menunjukkan
ketidaklancaran. Dalam konteks produksi telur, nilai rata-rata egg mass strain
Cobb pada usia 46 minggu lebih rendah dibandingkan standar, mungkin
disebabkan oleh perbedaan bobot badan yang melebihi standar. Sebaliknya, egg
mass strain Ross melebihi standar, meskipun berat badan parent stock lebih
tinggi dari standar. Temuan ini menunjukkan bahwa berat badan yang lebih
rendah pada ayam bisa menghasilkan lebih banyak telur, sesuai dengan temuan
Renema dan Robinson (2004) yang menyatakan bahwa kelebihan berat badan
berkorelasi negatif dengan produksi telur. Kesalahan dalam mencapai standar
egg mass pada strain Cobb kemungkinan disebabkan oleh perbedaan bobot
badan yang melebihi standar, yang memengaruhi produksi telur dan
karakteristik fertilitas ayam. Sebaliknya, berat badan yang lebih tinggi pada
strain Ross tidak tampak berpengaruh negatif pada produksi telur. Secara
keseluruhan, penyesuaian asupan pakan dengan berat badan ayam, pemantauan
ketat terhadap produksi telur, dan penyesuaian strategi manajemen dapat
membantu mengatasi kesulitan dalam mencapai persistensi produksi per
minggu dan mencapai target produksi yang diinginkan.
13

2. Persistensi produksi perminggu yang sulit dicapai dapat disebabkan oleh


beberapa faktor yakni, bobot badan ayam parent stock atau pembibit yang tidak
memenuhi standar baik lebih tinggi atau lebih rendah, genetic, kondisi
lingkungan dan juga ransum.
3. Cara penangan/penanggulangan agar produksi menjadi lebih diantaranya
adalah evaluasi dalam kegiatan monitoring, membatasi kegiatan di kandang,
memperbaiki manajemen pemeliharaan dan melakukan seleksi bibit.
3.2 Saran
Upaya untuk meningkatkan persisntesi produksi perminggu yang sulit
dicapai diantaranya adalah memanfaatkan seleksi genetik, selain hal itu perlunya
diimbangi dengan perbaikan nutrisi ayam dan pemantauan, pencatatan dan analisis
yang cermat terhadap kesehatan dan kesejahteraan ayam.
14

DAFTAR PUSTAKA
Amalia, R. 2014. Sistem Monitoring Perkembangan Produksi Telur Peternakan
Ayam Petelur Sumber Rejeki Di Desa Paleran Kabupaten Jember.
Arifianto, B. Y. 2018. Manajemen Pemeliharaan Ayam Bibit Pedaging Periode
Produksi Di Pt Charoen Pokphand.
Cobb. 2016. Panduan Manajemen Pembibitan Cobb. Cobb - Vantress Inc., Siloam
Springs, Arkansas.
Gwaza, D.S, T. Ahemen, dan O. Egahi. 2011. Inetraction of Breed, Years, Age of
Bird and Pen Effects on Hen Day Lay of Three Layer Breedes and Their
Adaptation in the Derived Southern Guinea Savannah of Nigeria. ELBA
Bioflux, Vol.3, Issues 2.
Horn, P. 2005. Genotype x Environment Interactions in Poultry With Special
Reference to Genotype Nutrition Interaction. 15th European Symposium on
Poultry Nutrition. World Poultry Science Association Balantonfured,
Hungary 25-29 September 2005: 20-29.
Mappanganro, R. 2018. Tingkat Penerapan Biosekuriti Pada Peternakan Ayam
Petelur Di Kecamatan Panca Rijang Kabupaten Sidrap. Jurnal Ilmu dan
Industri Peternakan, Vol. 4 (2) : 60 - 73.
Pranowo, I. D. 2019. Sistem dan Manajemen Pemeliharaan. Sleman: Deepublish.
Risnajati, D. 2012. Perbandingan Bobot Akhir, Bobot Karkas, dan Persentase
Karkas Berbagai Strain Broiler. Sains Peternakan Vol. 10 (1).
15

LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Pembagian Tugas

Nama NPM Tugas

Verlia Dwi Putri 200110210022 BAB III Penutup:

3.1 & 3.2

Akhmad Miftakul Alimudin 200110210023 BAB II Pembahasan:

2.1

Muhammad Abiyyu Mufid 200110210073 BAB II Pembahasan:

2.3

Catherine Julia Dwi Syafutri 200110210161 BAB I Pendahuluan:

1.1, 1.2, dan 1.3

Erin Anindya 200110210265 Editor: Cover, Kata

Pengantar, Daftar

Pustaka, Lampiran

Wulandari Masturoh 200110180122 BAB II Pembahasan:

2.2

Anda mungkin juga menyukai