Disusun Oleh :
Kelas D
Kelompok 2
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Daya tampung kandang terbuka untuk ayam bibit pedaging dewasa 3-4
ekor/m2 dengan sistem litter atau 4-5 ekor/m2 dengan sistem 2/3 slat. Daya
tampung kandang tertutup untuk ayam bibit pedaging dewasa 4-5
ekor/m2 dengan sistem litter atau 5-6 ekor/m2 dengan sistem 2/3 slat.
Peralatan yang digunakan di kandang umumnya terdiri dari blower,
cooling pad, lampu sebagai pencahayaan, baby chick, feeder
tray, nipple, male feeder, female feeder, hanging, hover dan sangkar.
2. Fase starter membutuhkan cahaya lebih terang karena ayam membutuhkan
suhu yang hangat untuk menyesuaikan tubuhnya agar tetap pada suhu
yang nyaman. Pakan pada fase starter berbentuk crumble dan harus
memiliki nutrisi yang cukup untuk kebutuhan ayam.
3. Kepadatan kandang dapat mempengaruhi pertumbuhan yang baik. Bila
kandang terlalu padat, umumnya menyebabkan pertumbuhan yang lambat,
kanibalisme, efisiensi penggunaan ransum rendah. Luas tempat pakan,
tempat air minum, luas lantai perelor dipengaruhi oleh tipe lantai
kandang, besar badan ayam, temperatur lingkungan, ventilasi kandang dan
perlengkapan kandang.
4. Pemberian ransum untuk periode layer dapat diberikan sesuai dengan
umur ayam, yaitu ayam 19-35 minggu membutuhkan ransum dengan
protein 19%; energi metabolisme 2.800 kkal/kg; dan kalsium 3,8-4,2%,
untuk ayam umur 53 minggu sampai 76 atau 80 minggu membutuhkan
protein 18%; energi metabolisme 2750 kkal/kg; dan kalsium4,0-4,4%.
Melalui penelitian tersebut didapatkan cahaya berwarna biru membuat
ayam menjadi lebih tenang, merah mengurangi kanibalisme dan
pencabutan bulu oleh ayam lain, cahaya berwarna hijau-biru menstimulasi
pertumbuhan sedangkan orange-merah menstimulasi reproduksi.
5. Secara umum perkawinan pada ayam dibagi menjadi dua, perkawinan
tunggal dan perkawinan ganda. Perkawinkan tunggal dimana ayam jantan
dan betina dengan perbandingan 1:1, 1:2, 1:5, atau 1:6. Setiap kali kawin,
satu per satu induk betina disodorkan ke dalam kandang jantan. Begitu
betina dimasukkan ke dalam kandang, biasanya akan langsung dikawini
jantan. Perkawinan ganda, jantan yang digunakan sebagai pemacek lebih
dari satu ekor. Misalnya, dua ekor induk jantan dijodohkan dengan 5-10
ekor betina. Cara perkawinan ini sulit untuk mengetahui darah yang
mengalir pada anak ayam hasil keturunannya secara individu.
Keuntungannya, telur tetas yang dihasilkan jarang yang kosong dan betina
dapat memilih jantan yang dikehendaki.
6. Telur tetas sebelum melalui tahapan inkubasi terdapat beberapa proses
yaitu koleksi telur tetas, seleksi telur tetas, fumigasi telur tetas, dan
penyimpanan telur tetas. Proses inkubasi ayam KUB dilakukan selama 21
hari dengan kegiatan secara intensif dilakukan meliputi pembalikan telur,
kontrol suhu dan kelembapan, pencatatan, dan candling.
7. Hasil olahan limbah penetasan dapat digunakan sebagi bahan pakan
sumber mineral, kalsium, phospor, serta kandungan protein yang cukup
baik. Limbah penetasan mempunyai kecernaan protein yang tinggi
sebesar 86% serta keseimbangan asam-asam amino dari limbah
penetasan lebih baik jika dibandingkan dengan tepung ikan.
Penggunaan limbah penetasan sebagai bahan pakan lebih menguntungkan
dibandingkan dengan penggunaan tepung kedelai maupun tepung ikan
karena limbah penetasan memiliki nilai gizi yang hampir setara dengan
tepung daging.
8. Pelaksanaan biosecurity ini berkaitan erat dengan sanitasi dan higienitas.
Yang harus diperhatikan adalah menjaga agar tidak ada kontaminan yang
masih menempel pada tubuh manusia sehingga dapat menulari ayam di
kandang. Orang yang akan masuk ke peternakan pembibit, sebelumnya
tidak boleh kontak dengan unggas lain atau mengunjungi tempat lain
(peternakan komersial, tempat pengolahan hasil ternak, dan lain-lain) yang
status higienitasnya lebih rendah, minimum dua hari sebelum kunjungan.
Orang yang ingin memasuki lokasi peternakan diharuskan mengikuti
persyaratan sanitasi peternakan, misalnya melakukan dipping sepatu bot,
desinfeksi dengan spray, mandi, mengganti baju dan alas kaki khusus. Hal
ini berlaku juga untuk sanitasi kendaraan (desinfeksi dengan cairan
desinfektan).
DAFTAR PUSTAKA
Abiola, S.S., N.E. Radebe, C. v. d. Westhuizen and D.O. Umesiobi. 2012. Whole
hatchery waste meal as alternative protein and calcium sources in broiler
diets. Archivos de zootecnia. 61: 229-234.
Khan, S.H. and B.M. Bhatti. 2001. Effect of autoclaving, toasting and cooking on
chemical composition of hatchery waste meal. Pakistan Veterinary
Journal. 21 : 22-26.
Shulaw, W.P. and G.L. Bowman. 2001. On-frambiosecurity: Traffic control and
sanitation. J. Vet. Prevent. Med. 6:1-3.
Peraturan Menteri Pertanian. No: 40/Permentan/OT.140/7/2011. Pedoman
Pembibitan Ayam Ras yang Baik.
Nugroho, C. S., O. Sjofjan dan E. Widodo. 2012. Pengaruh penambahan probiotik
dalam air minum terhadap kualitas telur ayam petelur. Universitas
Brawijaya, Malang.
Negara. A. H. S., E. Sudjarwo dan H. Prayogi. 2013. Pengaruh lama pencahayaan
dan intensitas cahaya terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan
dan konversi pakan pada burung puyuh Jepang. Universitas Brawijaya,
Malang.
Kartasudjana, R dan E. Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas.
Penebar Swadaya. Jakarta
Sihombing, D.T.H. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha
Peternakan.
Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Siregar, M.P., M. Sabrani, and S. Pramu. 1980. Teknik Beternak Ayam Petelur.
Mergie Grup. Jakarta.
Suprijatna Edjeng. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Jakarta: Penebar Swada
Pembagian Tugas