Anda di halaman 1dari 30

I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan jumlah penduduk yang selalu meningkat dari tahun ketahun

terus diimbangi dengan kesadaran akan arti penting peningkatan gizi

dalamkehidupan. Hal ini berimplikasi pada pola konsumsi makanan yang juga

akanterus meningkat. Disamping tujuan utama penggunaan makanan sebagai


pemberizat gizi bagi tubuh yang berguna untuk mempertahankan hidup, manusia

jugamenggunakannya untuk nilai-nilai sosial, karena penggunaan makanan

telahmelembaga sebagai alat untuk berhubungan dengan orang lain. Oleh karena

itumakanan dalam lingkungan masyarakat menyangkut gizi dan aspek sosial.

Se!araekonomi, pengembangan pengusahaan ternak ayam petelur di Indonesia

memiliki prospek bisnis menguntungkan, karena permintaan selalu bertambah.

(Cahyono, 1995)

Besarnya peluang pasar ayam petelur ini merupakan kesempatan yangsangat

potensial untuk mengembangkan peternakan ayam petelur. Bagi seorang peternak

kesalahan pemeliharaan ayam akan menghasilkan pertumbuhan ayamyang buruk


sehingga mengakibatkan hasil produksi menurun. Pemeliharaan ayam petelur

membutuhkan penanganan khusus dan sangat penting untuk diperhatian. Karena

dengan pemeliharaan yang baik akan menghasilkan pertumbuhan ayamyang baik,

kondisi ayam yang sehat, tingkat mortalitas yang rendah dan padaakhirnya akan

menghasilkan ayam petelur dengan produksi telur yang tinggi. Bagaimana Cara

mengoptimalkan produksi ayam petelur. Pertanyaan ini sering kita jumpai


dilapangan. Pelaku bisnis peternakan ayam petelur sering dihadapkan pada situasi

dimana ayam petelurnya tidak mampu berproduksi se!ara optimal. Kunci utama untuk

mencapai produksi yang optimal yaitu manajemen yang baik pada fase Starter, layer

dan grower serta didukung dengan baiknya system recording di farm.

1.2 Identifikasi Masalah

(1) Bagaimana persiapan kendang dan peralatan pada manajemen pemeliharaan


layer (sistem open house dan close house).

(2) Apa itu starting manajemen pada layer.

(3) Apa itu growing manajemen pada layer.

(4) Apa itu laying manajemen pada layer.

(5) Bagaimana proses seleksi, culling dan program force molting pada layer.

(6) Bagaimana tatalaksana pemanenan telur konsumsi.

(7) Bagaimana proses penanganan limbah pada layer.

(8) Bagaimana proses penanganan biosecurity operasional pada layer.

1.3 Maksud dan Tujuan


(1) Mengetahui persiapan kendang dan peralatan pada manajemen pemeliharaan

layer (system open house dan close house).

(2) Memahami starting manajemen pada layer.

(3) Memahami growing manajemen pada layer.

(4) Memahami laying manajemen pada layer.

(5) Menjelaskan proses seleksi, culling, dan program force molting pada layer.
(6) Menjelasakan tatalaksana pemanenan telur konsumsi.

(7) Menjelaskan proses penanganan limbah pada layer.

(8) Menjelaskan proses biosecurity operasional pada layer.


II

PEMBAHASAN

2.1 Persiapan Kandang Ayam Petelur

Kandang memiliki fungsi yaitu untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran

dan memudahkan pemantauan serta perawatan ternak, serta mempengaruhi kualitas

dan kuantitas hasil peternakan. Pada luas sekitar 1 hektar atau 10.000 m² idealnya

diisi dengan 20.000-25.000 ekor. Kandang pembesaran yang ideal berukuran panjang
40 m dan lebar 5 m. Kandang yang tidak terlalu lebar sangat berguna untuk

kebutuhan ayam dalam hal ini kenyamanannya. Hal ini disebabkan semakin lebar

kandang maka ayam akan sulit mendapatkan udara segar karena sirkulasi atau

pergerakan udara yang lambat. Kandang pada ayam itu diantaranya yaitu kandang

postal dan kandang batteray. Kandang tipe postal dengan luas 200 m², (40 x 5 m)

cukup optimal untuk memelihara pullet sejumlah 1600 ekor hingga berumur 112 hari.

Sedangkan kandang batteray yang berukuran 200 m² bisa diisi dengan pullet sekitar

2500 ekor (Anonymous, 2012).

Iklim kandang yang cocok untuk beternak ayam petelur meliputi persyaratan

temperatur berkisar antara 32,2–35 °C, kelembaban berkisar antara 60–70%,


penerangan dan atau pemanasan kandang sesuai dengan aturan yang ada, tata letak

kandang agar mendapat sinar matahari pagi dan tidak melawan arah mata angin

kencang serta sirkulasi udara yang baik, jangan membuat kandang dengan permukaan

lahan yang berbukit karena menghalangi sirkulasi udara dan membahayakan aliran air

permukaan bila turun hujan, sebaiknya kandang dibangun dengan sistem terbuka agar

hembusan angin cukup memberikan kesegaran di dalam kandang. Untuk kontruksi


kandang tidak harus dengan bahan yang mahal, yang penting kuat, bersih dan tahan

lama. Selanjutnya perlengkapan kandang hendaknya disediakan selengkap mungkin

seperti tempat pakan, tempat minum, tempat air, tempat ransum, tempat obat-obatan

dan sistem alat penerangan.

(1) Nantinya untuk membuang tinja ayam dan langsung ke tempat penampungan;

(2) Kandang dengan lantai campuran liter dengan kolong berlubang, dengan

perbandingan 40% luas lantai kandang untuk alas liter dan 60% luas lantai
dengan kolong berlubang (terdiri dari 30% di kanan dan 30% di kiri).

Kandang pembibitan harus dibersihkan sepenuhnya dan didesinfeksi dengan baik

sebelum pengiriman ayam. Pastikan efektivitas pembersihan dan desinfeksi dengan

uji apus di lingkungan. Berikan masa istirahat minimal 2 minggu antara kelompok

unggas. Tempatkan anak ayam di kandang tingkat atas yang biasanya lebih hangat

dan lebih terang. Lakukan pemanasan awal kandang setidaknya 24 jam sebelum

kedatangan anak ayam untuk menghangatkan peralatan kandang. Tempatkan pakan di

atas kertas (cage paper) 0-3 hari untuk menambah konsumsi pakan. Tempatkan

pakan di depan tempat makan permanen untuk melatih anak ayam untuk bergerak

menuju tempat makan tersebut. Isi jalur tempat pakan otomatis sampai level
tertingginya dan sesuaikan pelindung anak ayam; biarkan anak ayam mengakses

tempat pakan otomatis dari hari pertama. Singkirkan kertas sebelum usia 14 hari

untuk menghindari penumpukan kotoran. Lantai kandang tidak boleh licin atau

miring. Gunakan vitamin dan elektrolit di dalam air minum anak ayam (hindari

produk-produk berbahan dasar gula untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme)

(Zulfikar, 2010).
2.2 Starting Management

Ayam petelur yang akan dipelihara haruslah memenuhi syarat sebagai berikut,

antara lain ayam petelur harus sehat dan tidak cacat fisiknya, pertumbuhan dan

perkembangan normal ayam petelur berasal dari bibit yang diketahui keunggulannya,

ada beberapa pedoman teknis untuk memilih bibit/DOC (Day Old Chicken/ayam

umur sehari), anak ayam (DOC ) berasal dari induk yang sehat, bulu tampak halus
dan penuh serta baik pertumbuhannya, tidak terdapat kecacatan pada tubuhnya, anak

ayam mempunyak nafsu makan yang baik, ukuran badan normal, ukuran berat badan

antara 35-40 gram, dan tidak ada letakan tinja diduburnya (Zulfikar, 2010).

Pada pemeliharaan ternak unggas pada umumnya dibagi tiga fase

pemeliharaan berdasarkan umurnya yaitu pemeliharaan fase starter, fase

pertumbuhan dan fase produksi. Pada jenis ayam petelur, yang di maksud dengan fase

starter yaitu dari umur satu hari sampai dengan umur 6 minggu, Cara-cara

pemeliharaan pada anak ayam broiler maupun anak ayam petelur dari umur satu hari

sampai bulunya tumbuh sempurna, umumnya sama. Untuk jelasnya dapat diuraikan

sebagai berikut :
(1) Kandang tempat pemeliharaan harus terpisah dari tempat pemeliharaan ayam

dewasa, agar tidak terjadi penularan penyakit yang mungkin pada ayam dewasa

tidak terlihat tetapi pada anak ayam bisa timbul, bahkan pegawainya juga harus

khusus.

(2) Ransum dan air minum harus tersedia dalam jumlah yang cukup, dijaga agar

tempat ransum/air minum jangan sampai kosong. Pada saat anak ayam
dimasukkan ke tempat pemeliharaan, air minum harus disediakan dan ransum

diberikan setelah tiga jam berikutnya). Ransum bisa ditaburkan diatas box bekas

pengiriman anak ayam, diatas baki atau diatas kertas penutup.

(3) Temperatur udara sekeliling induk buatan yang sangat baik untuk pertumbuhan

anak-anak ayam adalah 95 0°F (35 0°C) dari mulai umur satu hari sampai dengan

umur satu minggu. Selanjutnya setiap minggu berikutnya, temperatur induk

buatan diturunkan 5 0F sampai pertumbuhan bulu anak ayam tersebut tumbuh


sempurna. Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar (Zulfikar, 2010).

Pengaruh Temperatur Pemanas Terhadap Penyebaran Anak Ayam :

(1) Setelah anak ayam berumur satu minggu, baik pembatas yang berbentuk

lingkaran (chickguard) maupun kertas penutup bahan dasar litter, sudah tidak

diperlukan lagi (diangkat). Tempat ransum diletakkan setinggi punggung dari

anak ayam dan tempat minum diletakkan setinggi leher anak ayam. Tempat

ransum sebaiknya diisi hanya 1/2 sampai 2/3 penuh agar tidak banyak yang

tercecer.

(2) Luas tempat pemeliharaan anak ayam jangan terlalu padat. Sebagai patokan

dapat dipakai ketentuan berikut :


a) Untuk anak-anak ayam jenis petelur yang berumur 0 – 6 minggu, dapat

dipergunakan untuk 20 ekor / m2.

b) Dalam praktek, luas kandang ini biasanya diperluas disesuaikan dengan

bertambahnya umur sampai mencapai luas maksimum dan biasanya sudah ada

dalam buku petunjuk pemeliharaan yang dikeluarkan oleh perusahaan (breeder).


(3) Pada bagian dinding kandang yang terbuka, sebaiknya pada minggu pertama

dinding tersebut ditutup dengan tirai dari plastik

Pada anak ayam jenis petelur, kalau diperlukan bisa dipotong paruhnya antara

umur 5–8 hari, yaitu untuk mencegah kanibalisme, mencegah pematukan bulu,

mencegah pematukan kloaka dan mengurangi ransum yang tercecer. Paruh yang

dipotong hanya 1/3 paruh bagian atas dan pisau pemotong harus pijar ( panasnya)

agar tidak terjadi perdarahan (Zulfikar, 2010).

2.3 Growing Management

Periode grower adalah ayam yang berumur 7 sampai 13 minggu, pada fase ini

kontrol pertumbuhan dan keseragaman perlu dilakukan, hal ini berhubungan dengan

sistem reproduksi dan produksi ayam tersebut. Periode grower secara fisik tidak

mengalami perubahan yang berarti, perubahan hanya dari ukuran tubuhnya yang

semakin bertambah dan bulu yang semakin lengkap serta kelamin sekunder yang

mulai nampak (Rasyaf, 1997).

Pada periode grower sistem produksi ayam mulai tumbuh dan sistem hormon

reproduksi mulai berkembang dengan baik, berkaitan dengan berkembangnya sistem


reproduksi ada faktor yang harus diperhatikan yaitu faktor ransum dan cahaya, karena

kegagalan dalam memperhatikan keduanya akan berakibat fatal terhadap produksi

dimasa bertelur kelak (Siregar dan Sabrani, 1986).

Fase grower antara umur 14 – 20 minggu disebut fase developer

(pengembangan). Pemeliharaan fase grower, fase produksi dan program peremajaan

dengan melalui force molting. Fase developer merupakan fase pertumbuhan yang
sudah menurun, sedangkan konsumsi ransum terus bertambah. Sehingga jika ransum

yang diberikan adlibitum maka akan terjadi kegemukan dan pada saat akan

berproduksi telur pertama yang dihasilkan kecil-kecil sehingga penggunaan energi

tidak efisien.

Pengelolaan Fase Grower Fase grower pada ayam petelur, terbagi ke dalam

dua kelompok umur yaitu 6 – 14 minggu dan umur 14 – 20 minggu sering disebut

dengan fase developer. Ada beberapa cara pemeliharaan untuk mengurangi


terjadinya stress akibat pemindahan kandang, yaitu :

(1) Brooding House

Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan ayam (DOC), dilanjutkan

pemeliharaan sampai mencapai umur 6 – 14 minggu. Kandang yang digunakan

kandang sistem litter. Dipindahakan dari kandang grower sekitar 14 minggu.

(2) Grow - Lay – House

Kandang yang digunakan pada fase pertumbuhan, juga digunakan

sampai akhir bertelur yaitu sejak umur 6 minggu.

(3) Brood – Grow – Lay – House

Ayam dipelihara dalam kandang yang sama, sejak ayam dipelihara umur satu
hari sampai akhir bertelur. Kepadatan kandang dapat mempengaruhi

pertumbuhan yang baik. Bila kandang terlalu padat, umumnya menyebabkan

pertumbuhan yang lambat, kanibalisme, efisiensi penggunaan ransum rendah.

Luas tempat pakan, tempat air minum, luas lantai perelor dipengaruhi oleh tipe

lantai kandang, besar badan ayam, temperatur lingkungan, ventilasi kandang dan

perlengkapan kandang.
Tahap pemeliharaan lebih lanjut yang harus dilakukan untuk mempertahankan

populasi ayam ras petelur, yaitu: 1) pemberian pakan dan minum, bertambahny/a

umur akan semakin meningkatkan kuantitas (jumlah) pakan yang dikonsumsi; 2)

pengendalian suhu kandang, ayam ras petelur memiliki kebutuhan suhu kandang

yang berbeda untuk setiap periode kehidupannya; 3) pengendalian kepadatan

kandang; 4) penyinaran; 5) pengontrolan pertumbuhan ayam; 6) pemindahan ke

kandang batera (Rasyaf, 1997).

2.4 Laying Management

Manajemen layer diperlukan untuk meningkatkan produktivitas layerdalam

menghasilkan telur. Semakin tinggi persentase jumlah telur yang

dihasilkan per ayam layer yang dipelihara akan semakin baik dan semakin menguntun

gkan bagi peternak.

1. Pemberian Pakan

a) Jumlah pakan/ayam

Jumlah pakan yang diberikan sangat mempengaruhi kemampuan bertelurayam

layer. Jumlah yang diberikan sekitar 80-85 gr/ekor/hari (tergantung jenisayam).

Beberapa pakar juga menyebutkan pemberian pakan 110-120gram/ekor/hari. Jika

jumlah pakan yang diberikan kurang akan berdampak buruk pada jumlah telur yang

dihasilkan.
b) Kandungan serat, proten dan lemak
Zat Makanan Periode Grower
Protein % 17-18
Lemak % 2-3
Serat kasar % 3-3,5
Garam % 0,25
Kalsium % 2-4
Phospor % 0,6
Kalori (Kcal/kg) 2800

c) Penggantian Jenis Konsentrat

Perlu untuk diketahui bahwa penggantian konsentrat dapat menyebabkan

ayam menjadi stress. Catatan penting yang harus diperhatikan adalah jangan

mengganti konsentrat secara langsung. Jika hal ini dilakukan akan terjadi penurunan

produksi yang signifikan.

2. Pencahayaan

a) Panjang Gelombang atau Warna Cahaya

Ayam mengenali adanya cahaya melalui mata (retinal photoreceptors) dan


melalui photosensitive cells di otak (extra-retinal photoreceptors). Cahaya dengan

gelombang cahaya yang panjang lebih mudah penetrasi memalui kulit dan batok

kepala dibandingkan cahaya dengan panjang gelombang yang pendek.

Melalui penelitian tersebut didapatkan cahaya berwarna biru membuat ayam

menjadi lebih tenang, merah mengurangi kanibalisme dan pencabutan bulu oleh ayam

lain, cahaya berwarna hijau-biru menstimulasi pertumbuhan sedangkan orange-merah

menstimulasi reproduksi.
b) Cahaya

Intensitas cahaya diukur dengan alat photometer dan mempunyai satuan

footcandle atau lux. Untuk mudahnya dapat diterangkan bahwa penggunaanlampu 25

watt tipe pijar (polos, bukan warna susu) adalah mencukupi untuk luasan kandang 16

m2. Penempatannya dengan mengatur jarak antar lampu sejauh4 m dengan ketinggian

2,5- 3 meter.

c) Lama Waktu Pencahayaan


Ada 2 aturan dalam stimulasi pencahayaan :

(1) Jangan menaikkan lama pencayaan dan intensitasnya selama peride

pembesaran.

(2) Jangan mengurangi lama pencayaan dan intensitasnya selama peride

produksi.Lama pencahayaan berhubungan dengan umur ayam dan tipe kandang yang

digunakan.

a. DOC memerlukan 21-23 jam penerangan secara terus menerus. Hal ini

dimaksudkan untuk membantu memperkenalkan ayam pada lingkungan yang baru.

Penerangan dapat diturunkan secara bertahap dan menjadi 15-16 jam perhari.

b. Pada usia 3 minggu, penerangan dapat mengikuti penerangan alamiah yaitu


selama 12 jam sehari.

c. Bila berat badan sudah mencukupi atau ayam memasuki usia pre-layer

(16minggu), stimulasi penerangan dapat mulai diterapkan dengan 13 jam

pencahayaan per hari dan setiap minggunya ditambah 30 menit sampai pencahayaan

mencapai 16 jam perhari (puncak produksi).

3. Bentuk Kandang
Kandang untuk layer adalah kandang terbuka tanpa dinding.

Arah kandangadalah arah Utara ke Selatan agar kandang mendapatkan sinar matahari

pagi dansore. Kandang utama berukuran 5×15 meter dengan tinggi sekitar 3.5 m

(1000ekor ayam). Masing-masing ayam dimasukkan dalam kandang baterai. Panjang

kandang baterai adalah 110 cm yang dibagi menjadi 4 ruangan yang sama luas.

Masing-masing kandang baterai dapat memuat maksimal 2 ekor ayam layer yang siap

bertelur.

2.5 Seleksi, Culling dan Program Force Molting

A. Seleksi

Seleksi dari segi genetik diartikan sebagai suatu tindakan untuk membiarkan

ternak-ternak tertentu berproduksi, sedangkan ternak lainnya tidak diberi

kesempatan berproduksi. Ternak-ternak pada generasi tertentu bisa menjadi

tetua pada generasi selanjutnya jika terdapat dua kekuatan. Kedua kekuatan itu

adalah seleksi alam dan seleksi buatan. Seleksi dalam pemuliaan ternak adalah

memilih ternak yang baik untuk digunakan sebagai bibit yang menghasilkan generasi

yang akan datang. Untuk bidang peternakan, yang diseleksi adalah sifat-sifat terukur

seperti kecepatan pertumbuhan, bobot lahir, produksi susu dan bobot sapih. Sifat-

sifat ini memberikan manfaat secara ekonomi disamping harus mempunyai

kemampuan mewarisi yang tinggi yang dapat ditentukan dari nilai

heritabilitasnya.
Cara menyeleksi ayam petelur yang dilakukan oleh peternak yaitu sebagai

berikut :

1) Memilih ayam yang bermutu tinggi dari suatu kelompok dalam sehari-hari.

Seleksi dimulai dari saat masih kutuk dengan memperhatikan tingkahlaku,

nafsu makan, keadaan tubuh dan Iain-lain.

2) Tingkah laku ayam yang sehat ditandai dengan kelincahan bergerak

danmencari makan.
3) Nafsu makan baik, aktif mencari makan dan tembolok selalu penuh berisi.

4) Kaki-kaki dan paruh cukup kuat

5) Pancaran mata cerah serta mempunyai bentuk yang baik

6) Keadaan tubuh padat, yang menandakan bahwa ayam matnpu

beproduksisecara baik

B. Culling

Culling adalah pengafkiran atau pemisahan unggas dari populasinya yang

dilihat dari ciri-ciri fisiknya, yang kemungkinan akan berpengaruh pada produksinya.

Culling sebaiknya dilaksanakan setiap tahunnya, dengan tahapan sebagai berikut :

1) Pra Pemeliharaan
Saat pemilihan bibit sebelum proses pengadangan sebaiknya perlu disisihkan

hewan yang cacat, tidak sehat atau kondisinya lemah.

2) Masa Pertumbuhan

Beberapa unggas yang tumbuh tidak memenuhi standar sesuai dengan umur

sebaiknya disisihkan.

3) Masa Menjelang Produksi


Masa bertelur unggas utamanya ayam biasanya memerlukan 30 minggu,

ketika ia akan memasuki usia itu sebaiknya di culling juga. Dengan menyisihkan

ayam yang lambat dewasa kelamin, ayam jantan cenderung betina dan betina seperti

pejantan.

4) Masa Produksi

Ketika memasuki pemeliharaan unggas terutama ayam yaitu 7 sampai 8 bulan.

Proses culling dilakukan untuk memilih ternak tidak sehat. Demikian pula saat
umurnya 12 bulan. Tujuan dan manfaatn culling adalah sebagai berikut :

1) Mempermudah Pengawasan

Dengan adanya culling maka jumlah ternak akan berkurang sehingga ayam

pun menjadi nyaman, sedangkan peternak juga lebih mudah mengawasinya.

2) Memperbaiki Efisiensi Pakan dan Faktor-Faktor Produksi Lainnya

3) Menekan Angka Kematian

Dengan menyisihkan hewan ternak yang sakit, maka resiko kematian ternak

lain akan berkurang.

4) Menyeragamkan Pertumbuhan

Jika proses culling sesuai tahapan maka akan didapat hewan ternak yang
standar dengan ukuran dan spesifikasi yang diinginkan.

Culling atau seleksi dilakukan sebelum proses pengeraman hingga ayam

berhenti bertelur. Ketika telur belum menetas, proses seleksi dan culling dilakukan

dengan memilih yang terbaik, dilihat dari bentuk, warna, berat tertentu sehingga

ayam yang dihasilkan berkualitas. Ternak yang dihasilkan melalui proses culling

diharapkan dapat menghasilkan ternak ayam yang memiliki kualitas telur sesuai
target. System culling dilakukan dalam rentang waktu satu tahun atau 365 hari secara

kontinu untuk mendapatkan sasaran yang diinginkan peternak.

C. Program Force Molting

Molting merupakan proses alamiah yang biasa terjadi pada ayam petelur yang

telah berproduksi cukup lama (± 80 minggu) dan berlangsung selama ± 4

bulan (North dan Bell, 1990). Meskipun demikian, proses molting bisa dipercepat

dengan menerapkan metode molting paksa atau force molting, yang hanya
membutuhkan waktu 6-8 minggu saja. Di lapangan sendiri, teknik force

molting inilah yang biasa diterapkan oleh peternak. Widhanarto (1996) menyatakan

bahwa force molting mempunyai hubungan erat dengan produksi telur, di mana

selama force molting akan terjadi penurunan produksi telur secara drastis atau ayam

berhenti bertelur sama sekali, serta terjadi penurunan bobot badan. Proses force

molting yang dilakukan pada ayam petelur yang sudah tua memang memiliki

beberapa efek positif, di antaranya:

1) Setelah force molting, yaitu ketika bulu baru sudah tumbuh, ayam akan

kembali bertelur meski jumlah produksinya tidak setinggi masa bertelur


normal. Produksi telur biasanya bervariasi sekitar 10-30% lebih rendah dari

normalnya, tergantung status kesehatan dan tingkat cekaman stres yang

dialami ayam. Untuk gambaran saja, sebelum force molting selama satu

periode yaitu dari umur 20-80 minggu, satu ekor ayam rata-rata bisa

menghasilkan 20 kg telur. Sedangkan setelah force molting, ayam hanya

mampu memproduksi 11-12 kg telur. Selain itu, ayam yang telah


mengalami force molting masa produksinya lebih singkat. Kalau dari umur 20

mingguan sampai afkir bisa berproduksi selama 50-60 minggu, tetapi setelah

proses force molting biasanya ayam hanya berproduksi sekitar 25-30 minggu,

kemudian diafkir. Proses force molting ini hanya dilakukan satu kali.

2) Setelah force molting, kualitas telur yang dihasilkan akan lebih baik, di mana

ukuran telur bisa lebih besar/berat dari normal dan warna kerabang lebih baik.

Menurut penelitian Widodo (2008), dilaporkan bahwa program force


molting memberikan hasil yang memuaskan terhadap kualitas telur. Kerabang

telur menjadi coklat kembali dan kualitas kerabang lebih tebal.

Molting mampu melanjutkan produksi dan memperbaiki kualitas telur tersebut

melalui proses peremajaan ayam. Hal ini disebabkan adanya perbaikan fungsi

ovarium (penghasil sel telur) oleh sel atau jaringan baru (Barua et al., 2001). Menurut

North dan Bell (1990), program force molting dalam kondisi tertentu dipandang lebih

menguntungkan dalam banyak hal, di antaranya lebih hemat biaya ransum, serta bisa

memperbaiki kualitas dan produksi telur.

Force molting sebenarnya tidak selalu harus dilakukan, terutama untuk ayam

komersial. Pertimbangan untuk melaksanakan force molting atau tidak, tergantung


pada:

1) Ketersediaan DOC

Misalkan pada saat ayam tua akan diafkir, ternyata terjadi kelangkaan DOC di

pasaran yang mengakibatkan telatnya chick in di kandang. Ketika DOC langka,

peternak bisa melakukan molting untuk mencegah kekosongan produksi telur di


kandang. Pasalnya, jika harus masuk DOC baru perlu waktu hingga 18-20 minggu

sampai ayam bisa menghasilkan telur. Sedangkan jika melakukan force

molting hanya memerlukan waktu 6-8 minggu untuk ayam bisa berproduksi kembali.

Lain halnya jika harga DOC ayam petelur sedang murah, maka tidak perlu

dilakukan force molting. Peternak lebih baik melakukan afkir dan mengisi dengan

ayam yang baru. Tidak dipungkiri bahwa force molting itu lebih rumit dibandingkan

pengafkiran ayam yang sudah tua dan melakukan chick in DOC. Pasalnya
saat molting, tingkat stres pada ayam petelur akan lebih tinggi.

2) Harga ayam afkir atau telur di pasaran

Misalnya pada akhir minggu ke-80, harga ayam afkir sedang jatuh dan diduga

untuk beberapa bulan ke depan harganya belum tentu baik. Di waktu yang bersamaan

ternyata saat itu harga telur sedang baik, bahkan sampai beberapa bulan ke depan.

Menghadapi situasi ini, maka program force molting bisa dipertimbangkan.

a. Persiapan Force Molting

Walaupun hasil dari program force molting cukup menjanjikan, dalam melakukan

program ini ada beberapa hal yang harus dipersiapkan, antara lain:

1) Sebelum force molting, ayam harus dipastikan sehat. Jika ada ayam tidak
sehat, maka harus dipisahkan karena ayam bisa mati ketika force

molting dijalankan.

2) Standar bobot badan ayam yang akan di-force molting harus berkisar 1,9-2 kg

dengan usia berkisar 80 minggu. Saat molting biasanya ayam jadi sangat

lemah dan tekanan stresnya tinggi sehingga rentan terserang penyakit.


b. Metode Force Molting

Prinsip utama force molting adalah memberikan masa istirahat bertelur bagi

ayam tua. Agar ayam bisa beristirahat, maka kita perlu memberikan “cekaman” pada

ayam, barulah produksi telur terhenti dan alat-alat reproduksinya akan mengalami

“perbaikan”. Berbagai macam metode force molting telah dilakukan oleh beberapa

peneliti, namun keberhasilan peningkatan produksi telur belum ada yang baku,

sehingga hasilnya pun berbeda-beda.


Beberapa contoh metode force molting di antaranya dengan mengurangi

jumlah ransum secara bertahap, memuasakan ayam tanpa diberi ransum sama sekali

selama beberapa waktu, atau merubah susunan formulasi ransum. Namun, dari

beberapa metode tersebut, yang paling sering dilakukan di lapangan adalah metode

kedua yaitu memuasakan ayam.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rajak (2010), force

molting dengan menggunakan metode puasa makan selama 10 hari (ayam tetap diberi

minum), kemudian dilanjutkan hari ke-11 sampai ke-30 ayam diberikan ransum

komplit 25% atau jagung saja 50% dari konsumsi normal, hasilnya cukup

memuaskan. Pada penelitian ini dicapai puncak produksi sampai 86% dengan rataan
produksi telur mencapai 68,20%.

Biasanya ayam yang di program force molting nafsu makannya menurun

hingga 50%, sehingga pemberian ransum untuk ayam yang sedang molting maksimal

50% dari kondisi normal. Bahkan pada beberapa farm, ada peternak yang hanya

memberi jagung saja selama molting. Selain itu, umumnya selama force molting akan

timbul kematian akibat proses pemuasaan yang diterapkan pada awal program,
terutama pada ayam-ayam yang kondisi awalnya kurang fit. Semakin berat program

yang diterapkan, akan semakin tinggi pula risiko terjadinya kematian. Akan tetapi

justru program yang berat ini akan menghasilkan angka produksi telur yang

meningkat tajam. Program force molting ini dapat juga dijadikan seleksi untuk ayam

petelur unggul.

Penurunan bobot badan selama force molting dapat terjadi sebesar 25-30%

tergantung pada bobot awal ayam saat diterapkan program tersebut. Penurunan bobot
badan ini sangat penting untuk melepaskan lemak di sekitar organ reproduksi.

Umumnya semakin berat progran force molting yang diterapkan, semakin besar pula

jumlah susut bobot tubuh ayam. Penurunan bobot badan ini tidak menjadi masalah

jika tingkat kematian tidak meningkat seiring dengan kehilangan bobot badannya.

Setelah program force molting berakhir (sudah lebih dari 30 hari), maka ayam bisa

diberi ransum komplit dengan porsi normal dan bobot badan secara bertahap akan

meningkat kembali. Sedangkan untuk mempercepat pembentukan bulu setelah

proses force molting, bisa diberikan supplement yang mengandung asam amino,

vitamin B kompleks, A, D, E dan beberapa mineral yang penting.

Pemberian Aminovit, Strong Egg atau Mineral Feed Supplement A sejak hari ke-
31 hingga ayam memasuki masa afkir ke-2 diketahui dapat mempercepat

pembentukan bulu, menekan efek stres yang dialami ayam dan mempercepat

produksi telur dengan kualitas yang lebih baik.


2.6 Tatalaksana Pemanenan Telur Konsumsi

1) Pemilihan Telur Segar yang Baik

Kualitas telur utuh dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu kualitas eksterior

(luar) dan interior (dalam). Kualitas eksterior mencakup kebersihan cangkang,

keutuhan cangkang, bentuk dan tekstur cangkang, dan warna cangkang. Sedangkan

kualitas interior meliputi letak rongga udara, keadaan putih telur dan keadaan kuning

telur, untuk memilih telur segar yang baik, sekurang-kurangnya perlu memperhatikan

kualitas eksterior, meliputi cangkang harus bersih, tidak retak atau pecah, licin dan

mulus, warna cangkang sesuai dengan selera konsumen sedangkan kualitas interior

dikatakan baik jika rongga udara kecil, letak normal putih telur kelihatan cerah dan

menatap, kuning telur terpusat dan tidak terdapat noda serta batas bayangan kabur.

Kualitas telur utuh dapat dilakukan dengan cara candling, yaitu dengan meletakkan

telur dalam jalur sorotan sinar yang kuat sehingga memungkinkan pemeriksaan

bagian dalam dengan candling (Harms dkk, 1996)

2) Penanganan Telur Konsumsi

Penanganan telur konsumsi mempunyai tiga tujuan pokok yaitu siap untuk

dipasarkan, terjaga kesegaran dan keawetannya, serta aman dan utuh selama

menunggu angkutan dan selama pemasaran. Penanganan telur konsumsi utuh

meliputi terutama sortasi, pencucian, pengemasan, penyimpanan, transportasi. Dari

produsen ke konsumen, pada umumnya telur telah mengalami beberapa kali

penyimpanan. Akibat langsung dengan adanya penyimpanan yang kurang baik ialah

terjadinya perubahan isi telur. Mengingat hal tersebut, perlu kiranya dilakukan suatu

perawatan dan penanganan, sehingga tetap diperoleh kualitas yang optimal. Menurut
Riczu (2008), beberapa hal yang perlu dilakukan dalam perawatan dan penanganan

telur adalah sebagai berikut:

1) Menjaga kebersihan

Pada saat ditelurkan, pada umumnya telur masih bersih asalkan dipelihara

dengan baik. Pemeliharaan ini meliputi kebersihan alas kandangt atau tempat

bertelur, kebersihan peralatan penympul telur, kebersohan tangan, pemisahan telur

yang retak dengan telur yang utuh.


2). Pengumpulan telur

Pengumpulan telur dilakukan dengan hati-hati, dimasukkan ke dalam kotak

pengumpul telur atau anyaman kawat. Selain itu, telur dimaasukkan ke dalam tempat

yang sejuk dengan maksud untuk menghindari kontaminasi dari telur dan penguapan

CO2 yang berlebih sehingga akan merusak telur.

3). Pendinginan

Kualitas isi telur amat dipengaruhi oleh suhu sekitarnya, oleh karena itu

langkah yang harus dilakukan ialah mendingingkan telur secepat mungkin dengan

jalan menyimpan dalam ruangan yang diatur kelembabannya (85%-90%) atau

penyimpanan dalam ruangan dingin dengan cara ruangan tempat telur disemprotkan
gas CO2.

4). Kamar pendingin (Holding Room)

Kamar pendingin dan penyimpan telur harus dipelihara atau diatur suhunya

antara 10-130C. Penggunaan kamar pendingin sebaiknya untuk jumlah telur yang

banyak. Kamar pendingin harus memiliki persyaratan antara lain dapat membuat

banyak telur tanpa berdesakan dan lantai mudah dibersihkan, antara telur dengan
dinding dan atap kamar diberi penyekat, kamar penaruh telur harus bebas dari bau-

bauan dan sering dibersihkan.

5). Pencucian

Telur-telur yang terdapat di tempat peternakan besar, biasanya dicuci dan

dijaga kesehatannya dengan alat pencuci mekanis. Sebaiknya telur harus segera

dicuci stelah pengumpulan selesai. Pencucian menggunakan bahan-bahan kimiawi,

dan dilakukan menggunakan tangan, menggunakan kapas yang dibasahi bahan


pencuci dan digosokkan pelan-pelan.

6). Penyimpanan

Telur yang diawetkan, disimpan dengan cara telur bersih ditaruh dalam tempat

telur dan juga bisa ditaruh dalam keranjang yang berlubang, penempatan telur dengan

jalan bagian yang tumpul terletak di atas, ruangan penyimpanan dihindarkan dari

segala macam bau-bauan dan keranjang atau susunan tray sebaiknya disimpan dalam

ruangan dingin (0-15) dan kelembaban 85%, dengan cara ini, daya simpan telur

mencapai 3 – 4 bulan.

2.7 Cara Penanganan Limbah Peternakan Ayam Layer


Menurut Soehadji (1992), limbah adalah sisa aktivitas yang berasal dari

makhluk hidup, misalnya limbah peternakan ayam petelur. Ada beberapa bentuk

limbah dalam peternakan ayam petelur, yaitu limbah padat dan limbah cair. Bentuk

limbah padat dari peternakan ayam adalah kotoran ayam, limbah krsital (kotoran

ayam di kandang postal yang tercampur dengan litter), kerabang telur, bangkai ayam,

dan DOC afkir di unit penetasan. Sementara itu, limbah cair dari peternakan ayam
adalah air bekas pencucian kandang dan peralatan, air bekas sanitasi, dan air minum

ayam.

Menurut Ginting (2007), cara penanganan limbah peternakan ayam dapat

dilakukan dengan membuat saluran pembuangan berbentuk saluran air atau selokan

untuk limbah cair. Cara penanganan limbah cair peternakan ayam yaitu dengan cara

membuang kotoran ayam ke unit pengolahan limbah atau unit cara penanganan

limbah. Cara penanganan limbah peternakan ayam ini di antaranya memasukkan


limbah kristal ke dalam karung kemudian dijual kepada para petani. Cara penanganan

limbah peternakan ayam dengan cara ini menguntungkan kedua belah pihak, baik

petani maupun para peternak ayam. Para petani membeli limbah ini untuk digunakan

sebagai pupuk tanaman sayur dan juga diolah menjadi kompos.

Kerabang telur masih bisa diolah lagi dan tidak diperlukan cara penanganan

limbah untuk kerabang ini. Namun, biaya pengolahan limbah penetasan berupa

kerabang telur ini lebih besar daripada nilai jual produk yang dihasilkan. Oleh sebab

itulah, cara penanganan limbah ini terpaksa dilakukan. Cara penanganan limbah

kerabang telur ini dilakukan dengan cara dibuang atau dijadikan campuran pakan itik.

Sementara itu, cara penanganan limbah DOC afkir dilakukan dengan cara
memusnahkannya atau dijual untuk pakan ikan lele.

Cara penanganan limbah peternakan ayam dengan cara diolah sangat

bermanfaat untuk menekan pencemaran lingkungan. Cara penanganan limbah

peternakan ayam berupa pengolahan yang dilakukan dengan benar juga akan

meningkatkan kualitas dari limbah itu sendiri. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, cara penanganan limbah peternakan ayam bisa dengan cara pembuatan

kompos.

Cara penanganan limbah peternakan ayam berupa pembuatan kompos

memerlukan sejumlah bahan baku. Bahan baku untuk pembuatan kompos, yaitu

limbah organik (kotoran ayam) sebanyak 83%, abu sebanyak 10%, serbuk gergaji

(kayu lunak) sebanyak 5 %, kalsit sebannyak 3% dan bakteri pengurai (stardec)

sebanyak 0,25%. Teknik dan cara penanganan limbah seperti ini dilakukan dengan
cara menyatukan kotoran ayam yang telah dicampur dengan serbuk gergaji serta

dicampur juga dengan bahan lainnya. Setelah itu, susunlah secara berlapis-lapis.

Susunan ini kemudian diaduk sampai homogen dan dibiarkan dengan tumpukan yang

tingginya minimal satu meter. Sementara itu, pembalikan dikerjakan sekali dalam

satu minggu dan kompos akan jadi setelah delapan kali pembalikan.

2.8 Biosekuriti Operasional pada Layer

1) Sanitasi Lingkungan

Fadilah dan Polana (2007) menjelaskan, salah satu program sanitasi adalah

menjaga kebersihan kandang dan sekitarnya. Selokan yang ditumbuhi rumput


merupakan salah satu faktor penyebab lingkungan yang kurang baik, karenanya

rumput yang tumbuh dapat menghalangi aliran air dan dapat menjadi sarang nyamuk

dan lalat karena rumput yang dibiarkan tumbuh tanpa dipotong. Nyamuk dan lalat

dapat menjadi agen pembawa penyakit. Pembersihan rumput seharusnya dilakukan

setiap rumput terlihat mulai tinggi.


2) Sanitasi Peralatan

Sistem pembersihan peralatan kandang dilakukan satu minggu sekali. Cara

yang dilakukan dalam pembersihan peralatan ini dilakukan dengan menggunakan air

sumur. Peralatan makan dan minum dibersihkan pada bagian luar dengan

menggunakan lap khusus, sedangkan bagian dalam dibersihkan dengan soda api atau

coustic soda (NaOH) pada saat pengosongan kandang. Peralatan dilepas bagian-

bagiannya dan dikeluarkan dari kandang untuk kebersihan. Pembersihan tempat


pakan dan minum dilakukan di halaman kandang. Pembersihan tempat minum ini

dilakukan dengan mengalirkan air dari ujung pipa sampai air yang keluar tampak

bersih.

3) Pembersihan Limbah

Pembersihan limbah meliputi pembersihan kotoran dan ayam mati.

Pembersihan kotoran di luar kandang atau di bawah kandang dilakukan setelah proses

untuk pengolahan pupuk selesai. Proses pengolahan pupuk ini dilakukan selama satu

minggu. Menurut Fadilah dan Polana (2005), limbah dapat membawa agen penyakit

dari periode sebelumnya. Bibit penyaki tmenular biasanya disebabkan oleh bakteri,

virus, fungi, protozoa, parasit, serangga, atau tikus. Menurut Mulyantini (2010),
metoda penanganan ayam mati di industry perunggasan yaitu dengan cara dikubur

dan dibakar.

4) Sanitasi Kandang

Sanitasi kandang dilakukan setelah satu kali periode pemeliharaan ayam.

Pelaksanaan pembersihan kandang dimulai dengan sanitasi kering dan perbaikan.

Sanitasi kering yang dilakukan diantaranya adalah membersihkan kotoran dalam


kandang, menyapu dan membersihkan lingkungan kandang serta memperbaiki

peralatan kandang yang kurang berfungsi dengan baik. Langkah selanjutnya yaitu

melakukan pencucian kandang dengan metode sanitasi basah. Pertama dengan

menyemprotkan air biasa bertekanan tinggi ke setiap sudut kandang yang bertujuan

untuk membersihkan sisa-sisa kotoran yang masih menempel pada bagian kandang.

Penyemprotan selanjutnya menggunakan air yang dicampur dengan detergen, yang

bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa agen infeksi yang terdapat pada bagian
kandang. Nuroso (2010) menjelaskan, pencucian basah tidak harus memakai

detergen, tetapi penggunaan detergen tetap dianjurkan. Pencucian basah dengan

detergen lebih efektif untuk pembersihan kandang.

5) Desinfeksi

1) Desinfeksi Lalu Lintas Pengunjung

Menurut Fadilah dan Polana (2007), desinfeksi lalu-lalang pengujung

dilakukan di pintu gerbang peternakan. Fasilitas desinfeksi yang diperlukan di pintu

gerbang yaitu penyemprotan dan bak celup untuk ban kendaraan, serta ruangan untuk

sprayer, mandi, celup kaki, dan ganti pakaian. Selain itu, di luar kawasan peternakan

juga dilengkapi tempat parker dan ruang tamu. Desinfektan yang digunakan bersifat
tahan terhadap bahan organik, tidak bersifat korosif, dan tahan terhadap panas.

Biosekuriti di pintu gerbang suatu kawasan peternakan unggas merupakan salah satu

titik awal keberhasilan peternakan.

2) Desinfeksi Kandang

Menurut fadilah dan Polana (2007), penyemprotan kandang dan sekitarnya

secara rutin (dua-tiga hari sekali) menggunakan desinfektan. Penyemprotan ini


bertujuan membunuh atau menekan perkembangbiakan mikroorganisme yang ada

disekitar kandang atau sekitar kandang.


DAFTAR PUSTAKA
Anynomous. 2012. Management Peternakan Ayam. http://www.glory-farm.com.
(Diakses 6 Oktober 2019 pukul 21.14 WIB).

Rasyaf, M. 1997. Penyajian Makanan Ayam Petelur. Kanisius. Yogyakarta.

Zulfikar. 2010. Manajemen Pemeliharaan Ayam Petelur Ras. Dinas Pertanian dan
Peternakan Kabupaten Pidie Jaya. Aceh.

Cahyono, B. 1995. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging (Broiler).


Pustaka Nusatama. Yogyakarta.

Ahmadi, Abu. Dan Supriyono, Widodo. 2008. Psikologi Belajar. PT Rineka Cipta.
Jakarta
North and Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. New York.
Widiastra., Komang. 2015. Pengaruh Seleksi Bobot Badan Terhadap Produksi Ayam
Petelur.Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Bali
Yunusney., M. 2014. Makalah Manajemen Ternak Unggas Pada Ayam Layer.
Universitas Padjadjaran. Sumedang
Fadilah, R., Polana. 2007. Sukses Beternak Ayam Layer. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Ginting, N. 2007. Teknologi Pengolahan Limbah Peternakan. Fakultas Pertanian


Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.

Harms, R.H., C.R. Douglas, dan D.R. Sloan. 1996. Midnight Feeding of Commercial
Laying Hens can Improve Eggshell Quality. Journal of Poultry Applied
Science Research 5 :1 -5.

Mulyantini, N. G. A. 2010. Ilmu Manajemen Ternak Unggas. Gadjah Mada


University Press. Yogyakarta.

Nuroso. 2010. Ayam Kampung Pedaging Hari Per Hari. Penebar Swadaya. Jakarta.

Riczu, C. 2008. Effects of Midnight Feeding on the Bone Density and Egg Quality of
Brown and White Table Egg Layers. Canadian Poultry Magazine (7): 35 – 38.
Soehadji, 1992. Kebijaksanaan Pemerintah dalam Pengembangan Industri
Peternakan dan Penanganan Limbah Petemakan. Makalah Seminar.
Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai