Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TERNAK

ACARA I
STATUS FAALI

Disusun oleh :
Kelompok XXVIII

Rian Saputra PT/08871


Safira Nur Azizah PT/08889
Azhar Syamsuddin PT/08920
Ardha Maulana Pramudia PT/08945
Alfiyah Fitri Aini PT/08997
Aisy Aqilah Azarine PT/09024
Oktafiandani Darmawan PT/09071
Shafira Nissa Sugiyanto PT/09117
Asisten : Puspa Byatita Mahataranti

LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK


DEPARTEMEN PEMULIAAN DAN REPRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2022
ACARA STATUS FAALI

Tinjauan Pustaka

Status faali meliputi respirasi, pulsus, dan temperature rektal.


Status faali berfungsi sebagai penanda adaptasi ternak terhadap
lingkungannya. Adaptasi yang dilakukan ternak berperan penting dalam
menjaga kelangsungan hidup ternak. Suhu lingkungan dan kelembapan
yang terlalu tinggi dapat memicu terjadinya stres pada ternak. Hal ini
karena pengaturan panas tubuh dengan lingkungannya tidak seimbang
(Ghalem et al., 2012).
Respirasi
Respirasi berasal dari kata lain yaitu respirare yang berarti
bernapas. Respirasi yaitu sebuah proses pembebasan energi yang
tersimpan dalam zat sumber energi melalui proses kimia dengan O2,
proses pengambilan O2 untuk memecah senyawa-senyawa organik
menjadi CO2, H2O, dan energi. Dari respirasi akan dihasilkan energi kimia
ATP untuk kegiatan kehidupan, seperti sintesis (anabolisme), gerak, dan
pertumbuhan. Respirasi merupakan proses pernapasan yang menghirup
O2 atau oksigen dari udara dan melepaskan karbondioksida ke udara.
System respirasi terdiri dari hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan
brokiolus yang berfungsi sebagai jalur udara yang dihirup oleh makhluk
hidup. Selain itu, terdapat saluran aveolar hingga menuju alveoli yang
berfungsi sebagai tempat pertukaran udara saat proses pernapasan
berlangsung (Patwa dan Shah, 2015).
Pulsus
Pulsus merupakan reaksi ternak terhadap respon pernapasan dan
denyut jantung pada suhu tertentu sebagai mekanisme menjaga panas
tetap stabil (Noach dan Handayani, 2019). Frekuensi pulsus dapat
ditentukan dengan dilakukannya palpasi pada arteri koksigea (arteri di
daerah ventral ekor) yang dihitung selama satu menit yang bertujuan
untuk menentukan frekuensi pulsus per menit (Sari et al., 2016).
Frekuensi aktivitas dan tingkat stres yang dialami oleh ternak
mempengaruhi frekuensi pulsus menjadi cepat. Aktivitas ternak yang
tinggi dan tempo yang cepat memacu kenaikan adrenalin secara drastic
yang menyebabkan meningkatnya frekuensi pulsus (Amali et al., 2020).
Stres yang dialami oleh ternak merupakan akibat dari trauma sebagai
pemicu terjadinya peningkatan denyut jantung. Jantung yang terdiri dari
syaraf yang memiliki peran sebagai pengendali kecepatan denyut jantung
yang menerima rangsangan kimiawi seperti hormone dan berubahan
kadar O2 dan CO2 (Santos et al., 2019). Sebagai contoh frekuensi pulsus
normal pada ternak kambing adalah 70-90 kali/menit. Sedangkan
frekuensi pulsus kambing di daerah tropis yaitu 67-95 kali/menit (Amali et
al., 2020)
Temperatur Rektal
Temperatur rektal mewakili suhu seluruh tubuh ternak karena
merupakan hasil rata-rata pengukuran semua jaringan tubuh yang berasal
dari panas metabolisme dan panas lingkungan (Nuriyasa et al., 2014).
Pengukuran temperatur rektal dilakukan dengan menggunakan
temperatur tubuh digital yang sensornya berbentuk bulat dan agak lancip
sehingga dapat dimasukkan ke dalam anus sedalam 6cm selama satu
menit (Nuriyasa et al., 2014). Temperatur rektal tidak dipengaruhi
pemberian ransum yang berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa panas
metabolisme yang dihasilkan dari sumber energi pakan yang berbeda oleh
ternak belum berpengaruh pada temperatur rektal. Faktor yang dapat
mempengaruhi temperatur rektal pada ternak yaitu jenis lingkungan,
kesehatan ternak, dan aktivitas ternak (Gaina dan Foeh, 2018).
Temperatur rektal memiliki perbedaan yaitu saat pagi, sore, dan malam
hari (Aditia et al., 2017). Temperatur rektal ternak dapat mencapai lebih
dari 40˚C pada suhu lingkungan 32,3˚C (Suherman dan Purwanto, 2015).
Hal ini sebagai indikasi fungsi tubuh ternak bekerja secara ekstra untuk
mencapai keseimbangan panas yang optimum.

Materi dan Metode

Materi
Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum status faali yaitu
stetoskop, counter, arloji, termometer digital dan raksa.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum status faali yaitu
probandus (ternak sapi, domba atau kambing, kelinci, dan ayam).
Metode
Respirasi
Mula-mula punggung telapak tangan didekatkan pada hidung
ternak sapi hingga terasa hembusan napasnya. Cara kedua mengamati
kembang kempis pada perut ternak ayam dan kelinci. Percobaan
dilakukan selama satu menit dan diulang sebanyak tiga kali. Hasil dicatat
dan dihitung rata-rata respirasinya.
Pulsus
Pangkal ekor diraba hingga terasa denyutan dari arteri caudalis-nya
untuk sapi. Pangkal paha diraba hingga terasa denyutan dari arteri
femuralis-nya untuk kambing atau domba. Stetoskop ditempelkan pada
dada bagian sebelah kiri hingga terdengar detak jantungnya untuk ayam
dan kelinci. Masing-masing percobaan dilakukan selama satu menit dan
dilakukan sebanyak tiga kali. Hasil dicatat dan dihitung rata-ratanya.
Temperatur Rektal
Skala termometer dinolkan dengan cara dikibas-kibaskan dengan
hati-hati. Termometer dimasukkan ke dalam rektum kurang lebih 1/3
bagian termometer. Percobaan dilakukan selama satu menit dan
dilakukan sebanyak tiga kali. Hasil dicatat dan dihitung rata-ratanya.
Hasil dan Pembahasan

Status faali merupakan suatu proses pengukuran kondisi fisik tubuh


secara langsung dengan menggunakan 3 parameter, yaitu respirasi,
pulsus, dan temperatur rektal. Dengan pengukur status faali tersebut,
kondisi fisik suatu ternak dapat diketahui. Praktikum status faali sendiri
bertujuan untuk mengetahui parameter fisiologi yang meliputi respirasi,
pulsus, dan temperatur rektal. Serta mengetahui kondisi kesehatan
prodandus (ternak) dengan membandingkan hasil percobaan dengan
kisaran normal.
Respirasi
Respirasi merupakan semua proses baik kimia maupun fisik
dimana organisme menukar udara dalam tubuh dengan lingkungannya
sehingga terjadi aliran pertukaran O2 dan CO2. Respirasi merupakan
proses penguraian makanan yang menghasilkan energi. Seluruh
penyusun tubuh, baik sel hewan maupun sel tumbuhan berperan aktif
dalam proses respirasi. Respirasi dibagi menjadi 2 yaitu, respirasi
eksternal dan respirasi internal (Campbell et al., 2002). Kecepatan
respirasi suatu ternak dapat diketahui dengan dua cara, yaitu dekatkan
punggung tangan ke hidung ternak dan dihitung banyaknya respirasi yang
dilakukan. Cara kedua dengan mengamati dan menghitung kembang
kempisnya perut ternak. Percobaan dilakukan selama satu menit dan
diulang sebanyak tiga kali. Hasil dicatat dan dihitung rata-rata
respirasinya. Berdasarkan pengukuran saat praktikum, didapat hasil
sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil pengukuran respirasi
Pengukur Probandus
an Ayam Kelinci Domba Sapi
(kali/ Janta Betin Janta Betin Janta Betin Janta Betin
menit) n a n a n a n a
I 23 48 146 94 25 31 27 28
II 24 55 150 102 32 32 25 26
III 22 62 149 104 46 35 30 30
Rata-rata 23 55 148,3 100 34,3 32,6 27,3 28
Pengukuran respirasi digunakan 4 jenis ternak yang berbeda yaitu
ayam, kelinci, kambing dan sapi. Setiap ternak digunakan dua jenis yaitu
jantan dan betina. Hasil praktikum didapatkan bahwa, ayam jantan
memiliki laju respirasi 23 kali/menit, ayam betina laju respirasinya 55
kali/menit, kelinci jantan 148,3 kali/menit, kelinci betina 100 kali/menit,
kambing jantan 34,4 kali/menit, kambing betina 32,6 kali/menit, sapi jantan
27,3 kali/menit, dan sapi betina 28 kali/menit. Probandus ayam broiler
dalam keadaan sehat berkisar antara 20-30 kali/menit (suryadi et al.,
2021). Berdasarkan hasil praktikum, respirasi pada ayam jantan sesuai
dengan literatur, sedangkan pada ayam betina tidak sesuai dengan
literatur. frekuensi respirasi kelinci local yang normal berkisar antara 59,10
kali/menit sampai 74,72 kali/menit (Nuriyasa et al., 2014). Berdasarkan
hasil praktikum, respirasi pada kelinci tidak sesuai dengan literatur.
Domba yang sehat memiliki frekuensi pernafasan berkisar antara 14-40
kali/menit (Nurmi, 2016). Berdasarkan hasil praktikum, respirasi pada
domba sesuai dengan literatur. Respirasi normal pada sapi berkisar 18-34
kali/menit (Aritong et al., 2017). Berdasarkan hasil praktikum, respirasi
pada sapi sesuai dengan literatur.
Perbedaan ini muncul diakibatkan beberapa faktor, antara lain
tingkat stress, suhu lingkungan, kepadatan kendang, kelembapan,
ketinggian tempat, dan aktivitas ternak. Faktor yang mempengaruhi
respirasi hewan antara lain umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, suhu
lingkungan, kualitas dan kuantitas pakan, tingkat aktivitas, jumlah oksigen
yang tersedia, keseimbangan hormon, dan waktu dalam sehari (Campbell
et al., 2004). Hasil praktikum telah sesuai dengan literatur. Gangguan
yang terjadi pada respirasi ada dua yaitu acidosis dan alkalosis. Acidosis
merupakan CO2 yang terakumulasi dalam darah banyak sehingga pH
turun, sedangkan alkalosis merupakan CO2 yang di keluarkan dalam
darah sehingga pH banyak.
Pulsus
Pulsus merupakan gelombang yang terjadi akibat tekanan sistol
dari jantung dan menjalar ke kapiler. Pulsus pada ternak dapat dihitung
dengan beberapa metode. Pulsus sapi, pangkal ekor diraba hingga terasa
denyutan dari arteri caudalis-nya. Pulsus kambing, pangkal paha diraba
hingga terasa denyutan dari arteri femuralis-nya. Sedangkan ayam dan
kelinci, stetoskop ditempelkan pada dada bagian sebelah kiri hingga
terdengar detak jantungnya. Percobaan dilakukan selama satu menit dan
diulang sebanyak tiga kali untuk masing-masing ternak dan dihitung rata-
ratanya. Berdasarkan pengukuran saat praktikum, didapat hasil sebagai
berikut:

Tabel 2. Hasil pengukuran pulsus


Pengukur Probandus
an Ayam Kelinci Domba Sapi
(kali/ Janta Betin Janta Betin Janta Betin Janta Betin
menit) n a n a n a n a
I 240 243 286 180 50 60 134 124
II 233 267 272 171 49 57 130 127
III 276 251 286 195 51 53 129 130
235, 127
Rata-rata 249,6 6 281,3 182 50 56,6 131
Pengukuran pulsus digunakan 4 jenis ternak yang berbeda yaitu
ayam, kelinci, kambing dan sapi. Hasil praktikum didapatkan bahwa rata-
rata ayam jantan pulsusnya 249,6 kali/menit, ayam betina 235,6
kali/menit, kelinci jantan 281,3 kali/menit, kelinci betina 182 kali/menit,
kambing jantan 50 kali/menit, kambing betina 56,6 kalli/menit, sapi jantan
131 kali/menit, dan sapi betina 127 kali/menit. Kisaran normal frekuensi
denyut jantung pada ayam adalah 250-470 kali/menit (Retno et al., 2015).
Berdasarkan hasil praktikum, pulsus pada ayam tidak sesuai dengan
literatur. Kisaran normal pulsus pada kelinci adalah 123-304 kali/menit,
domba adalah 60-120 kali/menit, sapi 60-70 kali/menit (Andriani, 2010).
Berdasarkan hasil praktikum, pulsus pada kalinci sesuai dengan literatur,
sedangkan domba dan sapi tidak sesuai dengan literatur.
Perbedaan ini muncul diakibatkan beberapa faktor, antara lain
karena pengaruh stress, suhu lingkungan, kelembapan, ketinggian tempat
dan aktivitas. Tingkat stress sangat berpengaruh terhadap denyut jantung
suatu ternak (Housebandry, 2009). Hasil praktikum telah sesuai dengan
literatur. Gangguan yang terjadi pada pulsus yaitu heart murmur. Heart
murmur merupakan bunyi abnormal yang berupa suara meniup secara
terus-menerus karena disebabkan adanya kenaikan aliran darah pada
katup normal dan adanya aliran balik darah menuju katup yang gagal
menutup. Suara murmur memiliki detak jantung yang tidak konstan,
sehingga menyebabkan pulsus ternak melebihi atau kurang dari frekuensi
pulsus normal (Nadhil, 2019). Hasil praktikum telah sesuai dengan
literatur.

Temperatur Rektal
Pembahasan pengertian temperatur rektal dan cara pengukuran.
Berdasarkan pengukuran saat praktikum .........................
Tabel 3.Hasil pengukuran temperatur rektal pada ternak
Pengukur Probandus
an Ayam Kelinci Domba Sapi
(kali/ Janta Betin Janta Betin Janta Betin Janta Betin
menit) n a n a n a n a
I 41,5 41 35,9 38,2 38,4 36 38,9 38,9
II 41,5 40,9 35,7 38,1 38,5 38,2 38,9 38,4
III 41,5 41,1 33,5 37,2 38,4 38,5 39 38,5
Rata-rata 41,5 41 35 37,8 38,4 37,5 38,9 38,6
Pembahasan temperatur rektal……………. (Hasil pengukuran saat
praktikum dibandingkan dengan literatur, faktor2 yang mempengaruhi
dengan literatur, penjelasan alasan mengukur pada rektum disertai
literatur, penjelasan perbedaan penggunaan termometer disertai literatur,
dan penjelasan mengenai homeostatis disertai literatur )
Kesimpulan

Berdasarkan praktikum dapat disimpulkan


bahwa……………………………….
Daftar Pustaka

Aditia, E.L., A. Yani., dan A.F. Fatonah. 2017. Respons fisiologis sapi bali
pada sistem integrase kepala sawit berdasarkan kondisi lingkungan
mikroklimat. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan,
5(1): 23-28.
Aritonang, S.B., R. Yuniarti., Abinawanto, Imron, dan A. Bowolaksono.
2017. Physology response of indigenous cattle breeds to the
environment in west sumbawa indonesia. American Inst Of Physics,
1862 : 1-4.
Andriani, L., E., Hernawan, K.A. Kamil, dan A. Mushawwir. 2010. Fisiologi
Ternak. Widya Padjadjaran. Bandung.
Amali, K., N. Humaidah., D. Suryanto. 2020. Analisis stress fisiologis
inseminasi buatan intracervial kambing pe melalui pemeriksaan
status faali. Jurnal Rekasatwa Peternakan, 3(1): 35-39.
Campbell, N.A., L.G. Mitchell, and J.B. Reece. 2002. Biology. Singapore:
The Benyaminper Cummings Publishing Co. California.
Campbell., Neil A., Jane B. Reece, Lawrence G Mitchell. 2004. Biologi.
Edisi V. Erlangga. Jakarta.
Gaina, C.D., dan N.D.F.K. Foeh. 2018. Studi performa umum tubuh dan
status fisiologis kuda sumba. Jurnal Kajian Veteviner, 6(2): 38-44.
Ghalen, S.N., Khabicat., dan K. Nekkaz. 2012. The physiology of animal
respiration study of domestic animal. Article ID 737271. Pages 8.
Housebandry. 2009. Pengaruh Lingkungan Terhadap Keadaan Fisiologi
Ternak. Gajah Mada University. Yogyakarta.
Nadhil, M. S. 2019. Sistem cerdas deteksi suara untuk pengklasifikasian
penyakit jantung dengan menggunakan jaringan saraf tiruan.
Universitas Negeri Yogyakarta, 8(1):42-55.
Nuriyasa, I.M., N.G.K. Roni., E. Puspani., D.P.M.A. Candrawati., I.W.
Wirawan., dan A.W. Puger. 2014. Respons fisiologis kelinci lokal
yang diberi ransum menggunakan ampas tahu yang disuplementasi
ragi tempe pada jenis kandang berbeda. Majalah Ilmiah
Peternakan, 17(2): 61-65.
Nurmi, A. 2016. Respons Fisiologis Domba Lokal dengan Perbedaan
Waktu Pemberian Pakan dan Panjang Pemotongan Bulu. Jurnal
Eksakta, (1): 58-63.
Retno, D.S., Erwanto., P.E. Santosa. 2015. Respon fisiologis ayam jantan
tipe medium yang diberi ransum dengan serat kasar berbeda.
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu, 3(2): 78-84.
Santos, A.C.G., M. Yamin., R. Priyanto., dan H. Maheshawari. 2019.
Physological response on local sheep in rearing system and
different concentrat. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil
Peternakan, 7(1): 1-9.
Sari, S.R.P.W., I.N. Suartha., dan I.W. Batan. 2016. Status praesen padet
sapi bali. Buletin Veteriner Udayana, 8(1): 36-43.
Suherman, D dan B.P. Purwanto. 2015. Respon fisiologis sapi perah dara
Fries Holland yang diberi konsentrat dengan tingkat energi
berbeda. Jurnal Sains Peternakan Indonesia, 10(1): 13-21.
Suryadi, U., A.F. Prasetyo., E. Kustiawan, dan U.K. Khisan. 2021.
Pengaruh pemberian ekstrak daun gaharu (Grynops verteegii)
terhadap stres transportasi pada broiler jantan. Jurnal Agripet,
21(2): 165-171.
LAMPIRAN
(Lampiran Lembar Kerja)
(Lampiran summary)

Anda mungkin juga menyukai