Anda di halaman 1dari 23

PROGRAM QUALITY

ASSURANCE DI RPH
ABATTOIR DAN TEKNIK PEMOTONGAN TERNAK
Fitrianingsih, S.Pt. M.Sc

Fakultas Peternakan
Universitas Halu Oleo
Peningkatan kebutuhan daging sapi
sebagai salah satu sumber protein hewani
seiring dengan :
1. Meningkatnya kesadaran masyarakat
terhadap pentingnya gizi
2. Bertambahnya jumlah penduduk
3. Peningkatan penghasilan masyarakat
serta meningkatnya daya beli
masyarakat

PENDAHULUAN
Daging pangan asal
mengandun hewan
g enzim => bergizi
autolisis tinggi

DAGIN daging juga dapat mengandung


G residu obat hewan dan hormon,
cemaran logam berat, pestisida atau
zat-zat berbahaya lain

Perishable food (potentially


hazardous food/PHF

- Jaminan mutu dengan konsep


safe from farm to table concepts.

Daging
ASUH
• menentukan kualitas dan keamanan daging
dalam mata rantai penyediaan daging
• terjadi perubahan (konversi) dari otot
RPH (hewan hidup) ke daging, serta dapat terjadi
(Rumah pencemaran mikroorganisme terhadap daging,
terutama pada tahap eviserasi (pengeluaran
Potong jeroan).
Hewan) •Penanganan hewan dan daging di RPH yang
kurang baik dan tidak higienis akan
berdampak terhadap kehalalan, mutu dan
keamanan daging yang dihasilkan

DAGING ASUH
 Quality assurance QA/ (penjaminan mutu) adalah semua
tindakan terencana, sistematis dan didemonstrasikan untuk
meyakinkan pelanggan bahwa persyaratan yang ditetapkan
"akan dijamin" tercapai. Salah satu elemen dari QA adalah
QC.
 QA : adalah penerapan pemeriksaan kualitas dan prosedur
untuk segera memperbaiki setiap kegagalan dan kesalahan
yang mampu mengurangi kualitas produk sementara pada
setiap langkah produksi. dengan demikian, harapan
memperoleh produk akhir berkualitas tinggi yang
direncanakan dan diperoleh dengan SOP dan GMP
 Berdasarkan sistem jaminan keamanan pangan yang dikenal dengan sistem
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), maka penyembelihan di
RPH dapat dikategorikan sebagai titik kendali kritis (critical control point).
 Beberapa bahaya-bahaya yang mungkin terdapat pada daging dapat
dikendalikan (dihilangkan atau diturunkan sampai tingkat yang dapat
diterima) di RPH.
 Selain itu, RPH memegang peran penting dalam pengawasan dan
pengendalian penyakit hewan dan zoonosis, sebagai bagian dari sistem
kesehatan hewan nasional. Sehingga peran dan fungsi RPH dalam mata
rantai penyediaan daging perlu mendapat perhatian.
 “Pengawasan mutu perlu dilakukan pada setiap tahapan produksi dimulai
sejak penerimaan bahan baku (ternak hidup), selama proses sampai produk
jadi (karkas/daging) dan siap dijual ke konsumen,”
Aspek yang perlu diperhatikan dalam penjaminan
kualitas di RPH
Good Slaugthering Practice (GSP)
 Jaminan product safety pada RPH diterapkan
melalui penerapan praktek higiene dan sanitasi atau
dikenal sebagai praktek yang baik/higienis, good
manufacturing practices (GMP) atau good hygienic
practices (GHP).
 Penerapan GMP/GHP pada RPH disebut pula Good
Slaughtering Practices (GSP).
 GMP merupakan standar untuk menghasilkan daging sapi
yang aman dan berkualitas.
 Agar daging sapi yang diproduksi aman dan berkualitas,
Maka penerapan cara produksi pangan olahan yang baik atau
good manufacturing practice pada Rumah Pemotongan
Hewan adalah sesuatu yang wajib.
 Ruang lingkup GMP untuk RPH mengacu kepada Permentan
No. 13 Tahun 2010
 Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit
Penanganan Daging (Meat Cutting Plant) meliputi; Lokasi,
Sarana Pendukung, Bangunan Utama, Area Penurunan ,
Kandang Penampungan, Ruang Pelayuan, Sarana Penanganan
Limbah, Peralatan, Higiene Sanitasi, Higiene Personal, dan
 Lokasi, disain, konstruksi, tata letak (lay out) dan fasilitas bangunan RPH
mempengaruhi kondisi higiene dan sanitasi. Lokasi RPH perlu
dipertimbangkan dengan seksama dan terencana, sehingga RPH dan
proses penyembelihan tidak dicemari dan mencemari lingkungan
sekitarnya.
 Bangunan tempat proses penyembelihan RPH dibagi menjadi dua area
terpisah, yaitu area kotor (mulai dari hewan masuk sampai pengeluaran
jeroan/eviserasi) dan area kotor (setelah pengeluaran jeroan sampai
karkas/daging didistribusikan).
 Bahan-bahan konstruksi RPH umumnya harus kuat, kedap air (tidak
dari bahan kayu), mudah perawatan, serta mudah dibersihkan dan
didisinfeksi.
 Fasilitas utama yang dimiliki RPH antara lain sumber air, listrik, jalan,
dan instalasi pengolah limbah. Air yang memenuhi persyaratan air
bersih harus selalu tersedia di RPH, yaitu 1000 liter untuk setiap ekor
sapi/kerbau per hari atau 450 liter untuk setiap ekor babi per hari.
 Intensitas cahaya pada ruang-ruang untuk pemeriksaan (inspeksi),
khususnya pada tempat pemeriksaan kesehatan hewan (pemeriksaan
antemortem) dan pemeriksaan daging (pemeriksaan postmortem)
minimum 540 luks, sehingga pemeriksa dapat mendeteksi dan
membedakan perubahan warna yang kecil pada hewan dan daging.
 Penerapan higiene untuk personal di RPH
mencakup kesehatan dan kebersihan diri,
perilaku/kebiasaan bersih, serta peningkatan
pengetahuan/pemahaman dan kepedulian melalui
program pendidikan dan pelatihan yang terprogram
dan berkesinambungan. Setiap pegawai yang
menangani langsung daging harus sehat dan bersih.
Higiene personal yang buruk merupakan salah satu
sumber pencemaran terhadap daging.
 Lokasi, disain, konstruksi, tata letak (lay out) dan
fasilitas bangunan RPH mempengaruhi kondisi
higiene dan sanitasi.
 Seluruh peralatan yang digunakan untuk daging harus
kuat, tidak mudah berkarat, tidak bereaksi dengan zat-
zat yang terkandung dalam daging, mudah dirawat,
serta mudah dibersihkan dan didisinfeksi.
 Peralatan yang memiliki sudut dan atau terbuat dari
kayu tidak dapat digunakan untuk daging.
Titik kendali kritis di RPH

 Menurut Bolton et al. (2001) terdapat empat titik


kendali kritis dalam proses penyembelihan di RPH,
yaitu (1) pelepasan kulit, (2) eviserasi atau
pengeluaran jeroan, (3) pemisahan sumsum tulang
belakang (pada daerah tidak bebas penyakit sapi
gila atau mad cow), dan (4) pendinginan.
 Pada pelepasan kulit, yang perlu diperhatikan adalah ketajaman dan kebersihan pisau.
Sebaiknya pisau senantiasa dibersihkan dan didisinfeksi menggunakan air panas (suhu >82
o
C). Dalam proses penyembelihan, sebaiknya setiap pekerja yang menangani daging memiliki
dua pisau, pisau pertama digunakan dan pisau kedua direndam dalam air panas >82 oC,
kemudian ditukar, sehingga memperkecil terjadinya pencemaran silang pada daging. Hal ini
dikenal dengan sistem dua pisau (two knives system).

 Pada eviserasi, pengikatan esofagus (rodding) dan anus sangat penting agar isi (cairan) bagian
dalam saluran pencernaan tidak keluar dan mengenai daging.

 Pemisahan sumsum tulang belakang perlu dilakukan secara hati-hati, karena sumsum tulang
belakang dapat mengandung prion sebagai penyebab penyakit sapi gila (mad cow; Bovine
Spongiform Encephalopathie/BSE) yang dapat masuk ke dalam rantai pangan manusia.

 Selanjutnya pendinginan daging sangat perlu, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
sistem rantai dingin perlu diterapkan pada penyimpanan daging.
Kaidah Animal Walfare di RPH
 Animal welfare merupakan suatu usaha kepedulian
yang dilakukan oleh manusia untuk memberikan
kenyamanan kehidupan terhadap hewan. Manusia
sebaiknya mampu bertanggung jawab terhadap
seluruh hewan yang hidup dipelihara maupun
hidup liar. Selayaknya manusia, hewan juga
mempunyai perasaan kebosanan, kenyamanan,
kesenangan, atau penderitaan(Eccleston, 2009).
 Dalam konsep animal welfare terdapat lima aspek
kebebasan hewan yang telah diterapkan untuk
meningkatkan kualitas hidup bagi semua hewan yakni
a. kebebasan dari kelaparan dan kehausan,
b. kebebasan dari ketidaknyamanan,
c. kebebasan dari kesakitan, cedera, dan penyakit
d. Kebebasan untuk mengekspresikan tingkah laku
secara alamiah,
e. kebebasan dari ketakutan dan stres (Main, 2003)
 Sebelum penyembelihan, hewan sebaiknya
diistirahatkan minimum selama 12 jam dan dipuasakan
(tetapi tetap diberikan minum). Kesehatan hewan harus
diperiksa oleh dokter hewan atau tenaga paramedis yang
dilatih dan di bawah pengawasan dokter hewan
maksimum 24 jam sebelum penyembelihan. Hanya
hewan yang sehat dapat disembelih. Penyembelihan
hewan harus memperhatikan syariat agama Islam (halal)
dan ditangani dengan baik, hewan tidak menderita dan
disakiti sebelum mati (kesejahteraan hewan)
 Penanganan penyembelihan hewan yang memenuhi kaidah kesejahteraan
hewan (animal welfare) menjadi hal yang sangat penting karena tidak
saja mengurangi pender itaan hewan, tetapi juga dapat meningkatkan
kualitas daging.
 Perlakuan kasar pada hewan yang akan disembelih menyebabkan
penderitaan pada hewan sehingga dapat meningkatkan terjadinya stres
(Chambers and Grandin 2001 ), oleh karena itu untuk meminimalkan
stres, hewan tidak diperlakukan dengan kasar sebelum disembelih.
 (Grandin 1996) menyatakan bahwa hewan yang diperlakukan dengan
kasar dapat menyebabkan dua kali lebih banyak cedera (memar) dari
hewan yang diperlakukan dengan lembut
 Penanganan hewan selama berada ditransportasi sampai di RPH di
harapkan dapat memberikan perlakuan animal welfare karena dapat
mempengaruhi tingkat stress dan kualitas daging(Gallo and Huertas,2014).
 Efek stres dan kelelahan
pada hewan sebelum
dipotong akan berdampak
buruk pada kualitas
daging yang disebut Dark
Firm Dry (DFD). DFD
terjadi akibat dari stres,
luka, penyakit, atau
kelelahan pada hewan
sebelum disembelih
(Wahyu, 2010)
Sanitasi Higieni dan seritifikasi
NKV
 Sertifikat Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal
Hewan yang selanjutnya disebut Nomor Kontrol
Veteriner (NKV) adalah sertifikat sebagai bukti tertulis
yang sah telah dipenuhinya persyaratan higiene-sanitasi
sebagai kelayakan dasar jaminan keamanan pangan asal
hewan pada unit usaha pangan asal hewan.
 Dengan demikian, daging yang hewannya dipotong di
RPH yang telah terjamin keamanannya untuk dikonsumsi
oleh masyarakat terutama aman dari penyakit yang
ditularkan oleh daging yang bersifat zoonosis (fa).
SEKIAN & TERIMAKASIH
 Menurut Bolton, dkk. (2001), terdapat 4 titik
kendali kritis dalam proses penyembelihan di RPH,
yaitu pelepasan kulit, pengeluaran jeroan,
pemisahan sum-sum tulang belakang, dan
pendinginan. Pertanyaan saya, mengapa hanya 4
hal tersebut yang masuk dalam kategori titik
kendali kritis, mengapa tidak semua kegiatan dalam
proses penyembelihan dimasukkan dalam kategori
titik kendali kritis?

Anda mungkin juga menyukai