- I Gde Andhika Putra Pratama (2009511060) - Titi Humairah Bahtiar (2009511073)
RINGKASAN BAB V PEMERIKSAAN KESEHATAN ANTE-MORTEM DAN POST-MORTEM
5.1 Proses Konversi Otot Menjadi Daging
Ketika ternak masih hidup, otot berfungsi sebagai alat gerak. Namun setelah pemotongan, akan terjadi konversi otot menjadi daging yang terjadi beberapa jam sampai beberapa hari setelah pemotongan. Variasi mutu daging disebabkan oleh proses konversi yaitu: - Perubahan Berat Dalam tubuh hewan terdapat kemampuan dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis yang disebut homeostasis. Dengan homeostasis hewan dapat mempertahankan hidupnya dalam bermacam kondisi seperti suhu ekstrim, kekurangan oksigen, dan trauma. Kadar air merupakan hal penting dalam hasil daging karena jika kekurangan akan mempengaruhi berat karkas yang dihasilkan. Jika saat pengangkutan ternak dipuasakan, babi akan mengalami penurunan berat lebih cepat dib anding kambing dan sapi. - Berhentinya Sirkulasi Darah ke Daging Berhentinya sirkulasi darah akan menyebabkan pemberian oksigen juga berhenti dan metabolisme energi berubah menjadi jalur anaerobik sehingga terjadi mekanisme alur anaerobik dalam usaha otot untuk homeostasis. Alur anaerobik menyebabkan otot memperoleh energi yang kecil dibanding alur aerobik. - Penurunan pH Daging Pasca Pemotongan Kadar glikogen akan mempengaruhi pH akhir otot setelah penyembelihan. Jika ternak diistirahatkan dengan baik dan tidak menderita tekanan, maka kadar glikogen tinggi sehingga jumlah asam laktat yang terbentuk besar dan terjadi perubahan nilai pH yang besar. Sebaliknya jika ternak mengalami stress, maka sedikit kadar glikogen, sedikit asam laktat yang terbentuk dan sedikit terjadi perubahan pH. Jika pH akhir berkisar 5,1 - 6,1 akan menghasilkan daging yang memiliki struktur terbuka, warna merah muda cerah, flavor yang baik serta stabilitas yang baik. Sebaliknya jika pH akhir berkisar 6,2 - 7,2 akan memiliki struktur yang tertutup, daging berwarna merah ungu tua, rasa kurang enak dan memungkinkan perkembangan mikroorganisme. - Perubahan Suhu Besarnya peningkatan suhu bergantung pada kecepatan metabolisme dan lama produksi panas yang berlangsung sebelum hewan disembelih. Kenaik an suhu berpengaruh terhadap penurunan pH daging dan denaturasi protein daging. - Rigor Mortis Rigor mortis terjadi 6-12 jam post mortem, yaitu kekakuan pada otot. Ketika daging dikonsumsi saat keadaan rigor mortis, maka akan terasa alot. Kecepatan dan intensitas terjadinya rigor mortis dipengaruhi oleh kadar glikogen otot saat penyembelihan dan suhu karkas. 5.2 Pemeriksaan Kesehatan Ante-Mortem Untuk pengadaan daging yang sehat dan berkualitas, diperlukan serangkaian pemeriksaan dan pengawasan. - Pengertian, Maksud, dan Tujuan Pemeriksaan Ante-Mortem Pemeriksaan kesehatan ante-mortem adalah pemeriksaan ternak dan unggas potong sebelum disembelih agar ternak yang akan disembelih hanyalah ternak sehat, normal, dan memenuhi syarat. Menurut Direktorat Kesmavet (2005), tujuan dari pemeriksaan ante-mortem adalah (1) mencegah pemotongan hewan yang secara nyata menunjukkan gejala klinis penyakit hewan menular dan zoonosis atau tanda-tanda yang menyimpang, (2) mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya untuk keperluan pemeriksaan post- mortem dan penelusuran penyakit di daerah asal ternak, (3) mencegah kontaminasi dari hewan atau bagian dari hewan yang menderita penyakit kepada petugas, peralatan RPH dan lingkungan, (4) menentukan status hewan dapat dipotong, ditunda atau tidak boleh dipotong, dan (5) mencegah pemotongan ternak betina bertanduk produktif. - Pelaksana, Tempat, dan Peralatan Pelaksana pemeriksaan ante-mortem adalah 1) dokter hewan berwenang yang ditunjuk, dan 2) paramedis yang ditunjuk di bawah pengawasan dokter hewan yang berwenang. Pemeriksaan ante-mortem dilakukan di kandang penampungan hewan siap potong yang bersih, kering, terang serta terhindar dari panas matahari dan hujan. Untuk dapat melakukan pemeriksaan kesehatan ternak antemortem, maka diperlukan fasilitas yang memadai. - Prosedur Pemeriksaan Kesehatan Ante-Mortem Adapun prosedur pemeriksaan kesehatan ante-mortem adalah (1) Pemeriksaan ante- mortem dilakukan maksimum 24 jam sebelum hewan disembelih, (2) Hewan harus diistirahatkan minimum 12 jam sebelum penyembelihan, (3) Pemeriksaan dilakukan dengan mengamati gejala klinis dan patognomonis dan (4) Selanjutnya dilakukan pemeriksaan. - Keputusan Akhir dari Pemeriksaan Ante-Mortem Konklusi akhir dari pemeriksaan kesehatan ante-mortem dapat dibedakan menjadi tiga. (1) Kelompok pertama adalah ternak yang dapat dipotong reguler, (2) Kelompok kedua adalah ternak yang ditolak untuk dipotong dan (3) Kelompok ketiga adalah ternak yang menderita kelainan lokal. Menurut Direktorat Kesmavet (2005), keputusan pemeriksaan antemortem dikelompokkan menjadi hewan boleh dipotong, ditunda, atau tidak boleh dipotong. 5.3 Pemeriksaan Kesehatan Post-Mortem - Tujuan Pemeriksaan Post-Mortem Adapun tujuannya yaitu untuk memberikan jaminan karkas, daging, jeroan layak dikonsumsi, mencegah beredarkan jaringan yang berasal dari hewan mati, serta memberikan informasi untuk penelusuran penyakit di daerah asal ternak. - Pelaksanaan, Tempat dan Peralatan Yang perlu dipersiapkan yaitu jas laboratorium, apron, sepatu boot, menyediakan penerangan yang cukup, meja porselen/stainless steel, pengait kepala dan jeroan, pisau yang tajam dan pengasah pisau, sarana air bersih, tempat penampungan organ yang diafkir, serta plastik spesimen untuk pengambilan organ. Dimana dalam pemeriksaan kesehatan post-mortem dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan rutin dan pemeriksaan khusus - Prosedur Pemeriksaan Post-Mortem Menurut Dirkesmavet (2005), tahapan pemeriksaannya yaitu mulai dari pemeriksaan kepala dan lidah, pemeriksaan trakea dan paru-paru, pemeriksaan jantung, pemeriksaan alat pencernaan dan esofagus, pemeriksaan hati, pemeriksaan limpa, pemeriksaan ambing dan karkas, serta pemeriksaan ginjal. - Keputusan Akhir Pemeriksaan Post-Mortem Adapun keputusan hasil pemeriksaannya yaitu: - Hasil Pemeriksaan: Daging tidak menderita penyakit dan daging dari hewan potong yang menderita penyakit lokal, setelah bagian yang tidak layak dibuang Keputusan: baik untuk dikonsumsi manusia - Hasil Pemeriksaan: Daging dari hewan potong yang menderita penyakit akut, seperti anthrax, malleus, rabies, tetanus, radang paha, blue tongue akut. Keputusan: ditolak untuk dikonsumsi manusia - Hasil Pemeriksaan: Daging yang warna, bau, dan konsistensinya tidak normal, seperti kasus septicaemia, cachexia, hydrops dan oedema. Keputusan: dapat dikonsumsi manusia setelah bagian yang tidak layak dikonsumsi dibuang - Hasil Pemeriksaan: Daging dari hewan yang menderita trichinellosis, cysticercosis, babesiosis, surra, sarcosporidiosis, brucellosis, tuberculosis dan ingus jahat. Keputusan: dapat dikonsumsi manusia setelah mendapat perlakukan pemanasan yang cukup sebelum diedarkan.