Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM KESMAVET

HIGIENE MAKANAN (KHU 4074)

ACARA II : MANAJEMEN PENGELOLAAN HIGIENE DAN SANITASI


PEMOTONGAN HEWAN DI RUMAH POTONG HEWAN

disusun oleh :

Nama : Yusrinabilla

NIM : 17/414521/KH/09408

Kelompok : 10

Asisten : Adrini Alesyah Saputri Pattiasina, S.K.H.

DEPARTEMEN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2020
DEPARTEMEN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA

I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui tipe-tipe rumah potong hewan
2. Mengetahui prosedur penyembelihan di rumah potong hewan
3. Mengetahui cara pemeriksaan antermortem dan post mortem
4. Mengetahui tujuan pemeriksaan daging
II. PENGERTIAN
● Rumah Potong Hewan (menurut SNI:6159, 1999)
Rumah potong hewan adalah kompleks bangunan dengan disain dan konstruksi
khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higienis tertentu serta digunakan
sebagai tempat memotong hewan potong selain unggas bagi konsumsi masyarakat.
(BSN, 1999)
III. STANDAR RUMAH POTONG HEWAN MENURUT (SNI:6159, 1999)
● Tipe-tipe rumah potong hewan berdasarkan pengelolaan
Berdasarkan Permentan No. 13 Tahun 2010, jenis RPH berdasarkan
pengelolaannya dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Jenis I : RPH dan/atau milik pemerintah daerah yang dikelola oleh pemerintah
daerah dan sebagai jasa pelayanan umum;
b. Jenis II : RPH dan/atau UPD milik swasta yang dikelola sendiri atau
dikerjasamakan dengan swasta lain;
c. Jenis III : RPH dan/atau UPD milik pemerintah daerah yang dikelola bersama
antara pemerintah daerah dan swasta.
● Tipe-tipe rumah potong hewan berdasarkan fasilitas
Tipe rumah potong hewan berdasarkan fasilitas dibagi menjadi 4 yaitu :
- Tipe A : Memiliki laboratorium yang lengkap, tenaga milik pemerintah,
digunakan untuk penyediaan daging eksport
- Tipe B : Memiliki laboratorium, tenaga milik RPH itu sendiri, dan digunkan
untuk menyediakan daging antar propinsi
- Tipe C : Belum memiliki laboratorium pemeriksaan daging, tenaga milik RPH,
dan menyediakan daging untuk antar kabupaten
- Tipe D : Belum memiliki laboratorium dan menyediakan daging untuk daerah
setempat
(Rosyidi, 2017)

● Tipe-tipe rumah potong hewan berdasarkan peredaran daging


a. Kelas A : RPH sebagai penyediaan daging kebutuhan ekspor, RPH ini harus
memiliki laboratorium serta tenaga ahli yang bisa memastikan dan
merekomendasikan bahwa daging yang diproduksi bebas dari residu, antibiotika,
hormon, logam berat, insektisida, dan residu bahan radioaktif.

1
b. Kelas B : RPH sebagai penyediaan daging antar provinsi tingkat I, dimana
peredarannya hanya antar provinsi satu daerah, biasanya RPH kelas ini memotong
25 ekor sapi/ternak besar.
c. Kelas C : RPH ini sebagai penyediaan daging antar kabupaten/kota daerah tingkat
II didalam satu provinsi tingkat I. biasanya RPH tipe ini memotong antara 5 sampai
15 ekor sapi/ternak besar, yang hasilnya diedarkan dalam wilayah antar kabupaten.
d. Kelas D : RPH ini sebagai penyediaan daging kebutuhan dalam kota/wilayah
tingkat II, dimana hasil potongan dari RPH ini hanya boleh beredar pada daerah
tersebut.
(Rosyidi, 2017)

IV. Prosedur Penyembelihan di RPH (Jelaskan secara singkat dan jelas)

Pemeriksaan Antemortem
Pemeriksaan ante-mortem adalah pemeriksaan kesehatan hewan
dan unggas potong sebelum disembelih. Maksud pemeriksaan ante-
mortem adalah agar ternak yang akan disembelih hanyalah ternak sehat,
normal dan memenuhi syarat, sebaliknya, ternak yang sakit sebaiknya
tidak dipotong. (Rosyidi, 2017)

Keputusan Pemeriksaan Antemortem


Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor :
413/Kpts/TN.310/7/1992 tentang Pemotongan Hewan Potong dan Penanganan
Daging serta Ikutannya, keputusan pemeriksaan ante mortem ialah:
a. Hewan potong diijinkan dipotong tanpa syarat, apabila dalam
pemeriksaan antemortem ternyata bahwa hewan potong tersebut sehat.
b. Hewan potong diijinkan untuk dipotong dengan syarat, apabila dalam
pemeriksaan ante mortem ternyata bahwa hewan potong tersebut
menderita atau menunjukkan gejala penyakit : coryza gangraenosa
bovum, haemorhagic septicaemia, piroplasmosis, surra, influensa
equorum, arthritis, hernia, fraktur, abces, actinomycosis,
actinobacillosis, mastitis, septichemia, cachexia, hydrops, oedem,
brucellosis, tuberculosis.
c. Ditunda untuk dipotong, pada keadaan-keadaan:
• hewan yang lelah
• status kesehatan hewan masih memerlukan pemeriksaan lanjut
sehingga harus selalu dibawah pengawasan dan pemeriksaan. hewan
juga harus dikandangkan terpisah
d. Hewan potong ditolak untuk disembelih dan kemudian dimusnahkan
menurut ketentuan yang berlaku di rumah pemotongan hewan atau
tempat pemotongan atau tempat lain yang ditunjuk, apabila dalam
pemeriksaan ante mortem ternyata bahwa hewan potong tersebut
menderita atau menunjukkan gejala penyakit: ingus jahat (malleus),
anemia contagiosa equorum, rabies, pleuro pneumonia contagiosa
bovum, morbus maculosus equorum, rinderpest, variola ovine, pestis
bovina, blue tongue akut, tetanus, radang pada gangraena, busung gawat, 2
sachromycosis, mycotoxicosis, collibacillosis, apthae epizootic,
botulismus, listeriosis, toxoplasmosis akut.
Tata Cara Penyembelihan Secara Halal
Pemotongan hewan secara halal berdasarkan pada SK Mentan No.
413/KPTS/TN.310/7/1992 :
1. Disunahkan hewan dibaringkan dengan kepala hewan ada
diselatan, ekor di utara dan mengahdap kiblat. Proses pemotongan
harus cepat (tidak lama) sehingga tidak tersiksa terlalu lama.
2. Memotong hewan dilakukan dengan mengikuti tatacara islam,
yaitu mengucapkan kalimat tasmiah : Bismillahi Allahu Akbar
(Membaca Basmalah).
3. Pemotongan harus pada leher ternak dan matinya ternak yang
dipotong akibat dari terputusnya hulqum (tenggorokan), mari’
(saluran makan dan minum) dan wadajain (dua urat nadi)

Pemeriksaan Kepastian Hewan Telah Mati


Melihat refleks kornea dan waktu henti darah memancar. Untuk Dapat
juga dilakukan tiga macam uji :
1. Uji reflek mata, dilakukan terhadap pelupuk mata apakah masih
bergerak atau tidak. Apabila sudah tidak bergerak, maka hewan
benar – benar mati.
2. Uji reflek kaki dilakukan dengan cara memukul persendian kaki
bila masih terjadi gerakan atau kontraksi terkejut, maka hewan
masih hidup.
3. Uji reflek ekor, dilakukan dengan cara membengkokkan ekor.
Apabila sudah tidak ada gerakan berarti ternak sudah mati.

(Pisestyani dkk, 2015)

Pemeriksaan Postmortem
Menurut Peraturan Menteri Pertanian no. 13 tahun 2010,
pemeriksaan ini dilakukan sesaat setelah hewan selesai disembelih,
pemeriksaan ini harus dilakukan pada siang hari. Pemeriksaan bertujuan
mengetahui kondisi kesehatan hewan, apakah layak untuk dikonsumsi
atau tidak. Sebelum melakukan pemeriksaan, petugas harus memastikan
semua organ lengkap tidak ada yang disembunyikan. Perhatikan semua
perubahan yang ada, konsistensi, bau, warna.

(Prastowo, 2014)

3
Pemeriksaan Postmortem
Organ yang diperiksa adalah :
- Limpa, normalnya apabila disayat akan berwarna merah segar, lentur, dan
memiliki tepi yang tajam
- Hati, normalnya berwarna merah tua, mengkilat, tepinya tajam serta tidak
ditemukan cacing
- Jantung, normalnya ujung terkesan lancip, bagian luar mulus tanpa ada
pendarahan
- Paru-paru, normalnya berwarna pink pucat, tidak ada benjolan, serta pada
uji apung paru-paru mengapung
- Ginjal, normalnya berwarna mengkilat serta memiliki pembungkus tipis
- Limfoglandula juga diperiksa dengan cara diraba
- Lambung dan usus bagian luar dan dalam tampak mulus

(Purwadi dkk, 2017)

Keputusan Pemeriksaan Postmortem


Berdasarkan pada SK Mentan No. 413/KPTS/TN.310/7/1992 keputusan
setelah pemeriksaan postmortem yaitu :
1. Daging dapat diedarkan untuk konsumsi, jika dagingnya sehat dan
aman bagi konsumsi manusia yaitu :
a. Daging dari hewan potong yang tidak menderita suatu
penyakit
b. Daging dari hewan yang menderita penyakit mastitis,
hernia, fraktura, abces, epithemia, actinomycosis,
actinobacillosis dan mastitis serta penyakit lain bersifat
lokal setelah bagian-bagian yang tidak layak untuk
konsumsi manusia dibuang.
2. Daging dapat diedarkan untuk konsumsi dengan syarat sebelum
peredarannya , yaitu daging yang berasal dari hewan penderita
misalnya :
a. Trichinellosis ringan : dagingnya dimasak
b. Cysticercosis ringan : dagingnya dimasak
c. Morbus Aujezki : sterilisasi
d. Brucellosis : dilayukan sekurang- kurangnya 24 jam
e. Tubercullosis : direbus
3. Daging dapat diedarkan untuk konsumsi dengan syarat selama
peredara, yaitu daging yang warna, konsistensi atau baunya tidak
normal, septichaemia, oedema, yang penjualannya dilakukan di
rumah pemotongan hewan atau tempat penjualan lain dan di
bawah pengawasan petugas pemeriksa yang berwenang setelah
bagian-bagian yang tidak layak dikonsumsi manusia dibuang.
4. Daging dilarang dikonsumsi, jika daging berbahaya bagi
konsumsi manusia berasal dari hewan potong yang mengandung
penyakit : ingus jahat (malleus), anemia contagiosa equorum,
rabies, rinderpest, variola ovine, pestis bovina, blue tongue akut,
radang limpa (anthrax), tetanus, cysticercosis dengan infestasi
merata, trichinellosis dengan infestasi berat, mengandung residu
pestisida, obat, hormon atau bahan kimia lain yang
membahayakan manusia dan lain-lain.
4
V. SKENARIO

1. Ketika terjadi pemotongan terhadap ternak ruminansia betina yang produktif dengan
sengaja tanpa alasan yang dibolehkan oleh peraturan perundangan, maka sanksi apa
yang dapat diberi kepada si pelaku? (Menurut UU no.18 tahun 2009)
Jawab :
Berdasarkan UU No. 18 Tahun 2009, sanksi yang diberikan ketika terjadi
pemotongan terhadap ternak ruminansia betina yang produktif ialah dikenai denda.
Besarnya denda yang dikenakan yaitu :
a. Jika menyembelih ternak ruminansia kecil betina produktif paling sedikit
sebesar Rp1.000.00000 (satu juta rupiah) dan paling banyak sebesar
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah)
b. Jika menyembelih ternak ruminansia besar betina produktif paling sedikit
Rp5.000.000,00 ( lima juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp25.000.000,00
(dua puluh lima juta rupiah)

2. Setelah proses parting dilakukan, di setiap RPH biasanya dilakukan pemberian cap
pada daging hewan. Apakah fungsi dari cap? Seperti apa kriteria cap daging yang
baik dan apa saja komposisi dari cap tersebut?
Jawab:
Menurut literatur Rosyidi (2017), cap pada karkas dilakukan di 8 bagian
khususnya di kelenjar getah bening mulai dari kaki bagian depan sampai punggung
hingga kaki bagian belakang dan harus memberi informasi minimal: 1) nomor
kontrol veteriner, 2) kode bagi dokter hewan yang memeriksa untuk penelusuran
identitas, 3) wilaya tempat pemotongan, dan 4) logo RPH. Hal ini dimaksudkan
untuk:
1. Pengamanan produk ternak
2. Jaminan kesehatan konsumen
3. Layak dikonsumsi manusia
Menurut Rosyidi (2017), cap atau stempel yang digunakan harus menggunakan
tinta jenis “food grade” atau minimal formulasi tinta yang digunakan mengandung:
- Alcohol absolut 50 cc
- Glierin 250 cc
- Kristal violet 50 cc
- Akuades 1000 cc

3. Baca dan cermati skenario berikut!


Drh. Aryo dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan mendatangi rumah
Bapak Rafif. Bapak Rafif adalah seorang peternak sapi perah yang memiliki 240 ekor
sapi perah. Drh. Aryo saat ini sedang melaksanakan program pemerintah untuk
pemberantasan penyakit Brucellosis di daerah Kabupaten Sleman. Setelah dilakukan
uji RBT 6 ekor sapi dinyatakan positif dan dilanjutkan dengan uji CFT. Sebanyak 3
ekor dari 6 ekor sapi yang diuji CFT diperoleh hasil positif. Ketiga sapi yang positif
CFT kemudian diputuskan untuk dilakukan pemotongan paksa.

5
Ketiga sapi tersebut langsung dibawa menuju ke RPH Mancasan dan tiba di
RPH pukul 17.00 WIB. Setelah sapi diistirahatkan dan pemeriksaan dokumen
administratif selesai dilanjutkan dengan pemeriksaan antemortem oleh Dokter Hewan
yang berwenang. Kemudian……

a) Apakah keputusan antemortem yang diberikan jika Anda menjadi


Dokter Hewan yang berwenang di RPH Mancasan?
Jawaban : Sesuai dengan SK Menteri Pertanian Nomor :
413/Kpts/TN.310/7/1992, sapi yang terinfeksi Brucella, spp
diperbolehkan untuk dipotong dengan syarat.

b) Apa yang Anda lakukan terhadap organ reproduksi, limfoglandula, dan


jeroan sapi tersebut?
Jawaban : menurut Muwarni (2017) Brucella spp dapat menyerang
organ reproduksi, jeroan sapi dan limfoglandula sehingga sebaiknya
organ reproduksi, jeroan dan limfoglandula harus dimusnahkan.

c) Bagaimana keputusan post-mortem yang Anda berikan? Amankah


daging sapi dengan seropositif brucellosis dikonsumsi? Apakah
perlakuan khusus daging tersebut sebelum diedarkan masyarakat?
Jawaban : Sesuai dengan SK Menteri Pertanian Nomor :
413/Kpts/TN.310/7/1992, daging dapat dikonsumsi dengan syarat
sebelum peredarannya, yaitu daging harus dilakukan pelayuan minimal
24 jam.

6
VI. LAMPIRAN (Lembar Kerja)

DEPARTEMEN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA

LEMBAR KERJA PRAKTIKUM HIGIENE MAKANAN


ACARA II : MANAJEMEN PENGELOLAAN HIGIENE DAN SANITASI
PEMOTONGAN HEWAN DI RUMAH POTONG HEWAN

1. Bagian-bagian RPH Mancasan

Daerah Bersih Daerah Kotor


Kantor administrasi, gedung utama, Restrain box, IPAL (Instalasi
tempat pelayuan, kandang istirahat, Pengolahan Air Limbah), tempat
kandang isolasi, tempat parting perebusan jeroan, tempat pemotongan,
tempat pemeriksaan postmortem, tempat
jeroan

2. Bagian apa saja yang diperiksa saat pemeriksaan ante mortem di RPH Lumajang? Apakah
sudah memenuhi standar?

Keadaan umum, lubang-lubang tubuh hewan, pernafasan,


temperature, kulit, selaput-selaput lendir mulut, mata dan cermin hidung,
ataupun tanda-tanda adanya suntikan hormone.
Pemeriksaan sudah memenuhi standar.

3. Apakah proses penyembelihan sapi di RPH Lumajang sudah memenuhi standar? Coba
jelaskan secara singkat dan jelas!

Proses penyembelihan di RPH Lumajang dilakukan dengan penyembelihan halal yaitu


dengan memotong saluran kerongkongan, tenggorokan, arteri carotis comunis, dan vena jugularis.
Ketika darah berhenti mengalir, pemeriksaan kematian dapat dilihat melalui refleks mata, refleks
pedal dan refleks ekor.
Setelah hewan disembelih, kepala dipisahkan dari tubuhnya dengan memisahkan tulang
kepala dari tulang atlas. Tubuh ditaruh terlentang, kulit dibuka dari tengah dada hingga ke tengah
perut dan dilanjutkan lagi pembukaan kulit hingga trakea. Kemudian kulit di keempat kaki dibuka
dengan hati-hati dilanjutkan pembukaan seluruh kulit di permukaan tubuh.
7
Proses penyembelihan sapi di RPH Lumajang sudah memenuhi standar karena dilakukan
secara halal dan prosedur yang dilakukan pun sesuai.
4. Organ apa saja yang diperiksa saat pemeriksaan post mortem di RPH Lamongan?
Bagaimana kondisi organ-organ tersebut?

- Limpa: diraba dan disayat → fresh, lentur, tepinya tipis dan ketika
disayat warnanya merah segar
- Hati : diraba dan disayat → warna merah tua, mengkilat, tepi tajam.
- Paru-paru: diraba dan disayat → warna pink pucat dan tidak ada
benjolan
- Ginjal : pengamatan dan sayatan → mengkilat dan pembungkus ginjal
cukup tipis sehingga mudah dibuka.
- Limfoglandula poplitea, lgl. Axillaris lgl. lumbalis : dilihat, diraba
dan disayat → normal dan tidak ada pembengkakkan
- Kepala : lidah dikeluarkan dan dipotong jadi 2 bagian. Lalu m.masster
dipotong jadi 2 atau 3 lapisan untuk melihat ada atau tidaknya
cysticercus.

5. Dari pertanyaan sebelumnya, keputusan apa yang dapat diambil dari pemeriksaan post
mortem tersebut?

Daging dapat diedarkan untuk konsumsi karena dagingnya sehat dan


aman untuk dikonsumsi manusia dan tidak ada tanda-tanda sapi tersebut
menderita suatu penyakit.

Anda mungkin juga menyukai