Judul
Skenario 2 : Daging Sapi Segar di Rumah Pemotongan Hewan
B. Tujuan Pembelajaran
a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian Rumah Pemotongan Hewan dan
persyaratannya.
b. Mahasiswa mampu menjelaskan prosedur penyembelihan sapi di RPH dengan baik
dan benar untuk mendapatkan daging ASUH.
c. Mahasiswa mampu menjelaskan prosedur pemeriksaan antemortem, penyakit-
penyakit yang dapat diketahuisaat antemortem, dan keputusannya.
d. Mahasiswa mampu menjelaskan prosedur postmortem, penyakit dan perubahan
patologis pada karkas dan jeroan
C. Bahasan
Topik 1: Pengertian Rumah Potong Hewan (RPH) serta Persyaratannya
Rumah Potong Hewan (RPH) adalah kompleks banguan dengan design dan
konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu serta
digunakan sebagai tempat memotong hewan potong selain unggas bagi konsumsi
masyarakat. Hewan potong adalah sapi, kerbau, kuda, kambing, domba, babi, burung
unta dan hewan lain yang dagingnya lazim dan layak dimakan manusia. (Anonim,
1999).
Rumah Potong Hewan atau slaughter house dan abattoir adalah sebuah
bangunan atau kompleks bangunan dengan bagian tertentu dimana penduduk kota
harus mengerjakan dan menyiapkan daging untuk dikonsumsi umum dengan aturan
tertentu (Sanjaya, 2007).
Bagian-bagian RPH dibagi menjadi daerah kotor dan daerah bersih.
a. Daerah Kotor : Daerah dengan tingkat pencemaran biologik, kimiawi dan fisik
yang tinggi. Contohnya ada tempat pemingsanan, pemotongan, pengeluaran darah
serta tempat penyelesaian proses penyembelihan.
b. Daerah Bersih : Daerah dengan tingkat pencemaran biologik, kimiawi, dan
fisik yang tinggi. Contohnya ada tempat penimbangan karkas, tempat keluar karkas,
ruang pelayuan/pendinginan, ruang pembagian dan pengemasan karkas.
Persyaratan dari RPH dapat meliputi lokasi, sarana, dan tata letak, sebagai
berikut:
a) Lokasi
Lokasi RPH harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
- Tidak bertentangan dengan Rencana Umum Tata Ruang(RUTR), Rencana
Detail Tata Ruang(RDTR), dan Rencana Bagian Wilayah Kota(RBWK).
- Tidak berada di bagian kota yang padat penduduk serta letaknya lebih rendah
dari pemukiman penduduk, tidak menimbulkan ganggun serta pencemaran
lingkungan.
- Tidak berada di dekat industri logam dan kimia, tidak berada di daerah rawan
banjir, bebas dari asap, bau dan kontaminan lainnya.
- Memiliki lahan yang relatif datar dan cukup luas untuk pengembangan rumah
pemotongan hewan. (Anonim, 1999)
b) Sarana
- Sarana jalan yang baik menuju RPH yang dapat dilalui kendaraan pengangkut
hewan potong dan kendaraan daging.
- Sumber air yang cukup dan memenuhi persyaratan SNI 01-0220-1987
- Persediaan air yang minimum harus disediakan :
Sapi, Kerbau, Kuda dan hewan besar = 1.000liter/ekor/hari. Kambing, Domba dan
hewan setara = 100 liter/ekor/hari.
Babi = 450 liter/ekor/hari.
- Sumber tenaga listrik yang cukup.(Anonim, 1999)
Kompleks RPH harus terdiri dari bangunan utama, kandang penampungan dan
istirahat hewan, kandang isolasi, kantor administrasi dan dokter hewan, tempat
istirahat karyawan, kantin dan musholla, kamar mandi dan WC, sarana
penanganan limbah, insenerator, tempat parkir, rumah jaga, gardu listrik dan
menara air (Anonim, 1999).
Kompleks RPH harus dipagar sedemikian rupa sehingga dapat mencegah
keluar masuknya orang yang tidak berkepentingan dan hewan asing lain selain
hewan potong. Pintu masuk harus terpisah dari pintu keluar. Terkhusus RPH Babi
harus dipisah dengan RPH lain dengan jarak yang cukup jauh (Anonim, 1999).
RPH harus memiliki kendaraan pengangkut serta harus dilengkapi dengan
Ruang Pendinginan, Pembekuan, Pembagian Karkas dan Laboratorium dan sistem
saluran pembuangan limbah cari harus cukup besar, didesign agar aliran limbah
mengalir dengan lancar, terbuat dari bahan mudah di rawat dan dibersihkan, kedap
air agar tidak mencemari lainnya. Kemudian
konstruksi dari RPH haruslah kokoh dan cukup ventilasi. (Anonim, 1999)
Tipe tipe RPH berdasarkan Pengelolaan dan Fasilitasnya dapat dibagi menjadi
• Berdasar Pola Pengelolaan
a. Jenis I : RPH dan/atau milik pemerintah daerah yang dikelola oleh pemerintah
daerah dan sebagai jasa pelayanan umum.
b. Jenis II : RPH dan/atau UPD milik swasta yang dikelola sendiri atau
dikerjasamakan dengan swasta lain.
c. Jenis III : RPH dan/atau UPD milik pemerintah daerah yang dikelola bersama
antara pemerintah daerah dan swasta.(Anonim, 2010)
• Berdasar Fasilitasnya
a. Kategori A : Tanpa fasilitas pelayuan, bertujuan untuk mendapatkan karkas
hangat.
b. Kategori B : Terdapat fasilitas pelayuan, bertujuan untuk mendapatkan karkas
dingin. (Anonim,2010)
(Anonim, 2008)
Terdapat metode penyembelihan langsug dan penyembelihan secara
pemingsanan (stunning). Stunning dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu
1. Mekanis yaitu dengan menggunakan captive bolt, paku payung, dan
tali. Lokasi penembakan captive bolt pada sapi yaiu pada titik temu antara garis
diagonal dari masing-masing bawah telinga ke ujung mata
2. Kimiawi yaitu dengan gas CO2 65-75%
3. Elektrik yaitu menggunakan tegangan rendah selama 2-4 detik
A. Pemeriksaan Antemortem
Pemeriksaan yang dilakukan saat hewan masih hidup, sebelum hewan
disembelih. Tujuan pemeriksaan ini untuk mengetahui kondisi kesehatan
hewan secara umum, mencegah pemotongan hewan berpenyakit, mencegah
kontamiasi silang atau penularan penyakit, membatalkan penyembelihan
hewan bunting serta untuk mendapatkan informasi pendukung untuk
pemeriksaan postmortem. (Sanjaya, 2007)
Syarat pemeriksaan antemortem yaitu :
1. Pemeriksaan dilakukan pada hari yang sama dengan pemotongan,
diulang jika lebih dari 24 jam.
2. Pemeriksaan antemortem harus dilakukan dalam cahaya yang cukup
terang dan ternak diperiksa secara berkelompok atau individual pada saat
istirahat atau bergerak.
3. Perilaku umum ternak harus diamati termasuk status gizi, kebersihan,
gejala penyakit dan abnormalitas
tubuh.(Sanjaya, 2007)
Beberapa abnormalitas yang harus diteliti pada saat pemeriksaan antemortem
yaitu:
- Abnormal pernafasan.
Dilakukan melalui pemeriksaan frekquesi pernafasan/respirasi, juga diamati
pola cara bernafas, yang membedakan antara hewan sehat dan sakit. Bila ada
dugaan ternak sakit harus segera dipisahkan dari ternak yang sehat. (Prastowo,
2014)
- Abnormal perilaku.
Pengamatan perilaku meliputi gejala antara lain yang mungkin timbul yaitu:
a. Ketika berjalan saat keliling apa menampakkan jalan pincang atau
posture ketika berjalan terlihat abnormal
b. Apa terlihat pola menekan-nekan kepalanya ke dinding
c. Apa terlihat perilaku sangat agresif
d. Apakah terlihat dungu dan ekspresi mata yang liar
e. Apakah gangguan rasa. (Prastowo, 2014)
- Abnormal kepincangan.
Abnormal kepincangan sangat berhubungan dengan rasa sakit pada kaki,
dada, abdomen atau indikasi gangguan syaraf. (Prastowo, 2014)
- Abnormal bentuk tubuh (posture).
Diamati melalui bentuk abdomen atau pada saat akan berdiri melalui cara
ternak mengangkat kepala atau mengangkat kaki atau ternak mungkin tiduran
dengan kepala terkulai kesisi. Ketika ternak tidak mampu mengangkat tubuhnya
bangun (ambruk/downer) yang harus dilakukan perlu perhatian khusus untuk
mencegah penderitaan berkepanjangan. (Prastowo, 2014)
- Abnormal pada susunan tubuh (conformasi).
Abnormal susunan tubuh (conformasi) dapat diartikan sebagai berikut; a.
Terlihat bengkak (abses) pada tubuh yang umumnya diderita ternak babi
b. Pembengkakan persendian
c. Pembengkakan tali pusar, hernia atau omphalophlebitis
d. Pembenkakan ambing karena mastitis
e. Pembengkanan rahang
f. Pembengakan abdomen (bloated abdomen).(Prastowo, 2014)
- Abnormal leleran atau cairan yang keluar dari tubuh ternak.
Beberapa contoh abnormal leleran atau yang keluar dari tubuh ternak adalah
a. Leleran hidung, cairan ludah berlebihan dari mulut, atau cairan
berlebihan setelah melahirkan lubang kelamin
b. Keluar cairan berlebihan dari vulva atau usus
c. Adanya penonjolan rectum (prolap rectum) atau uterus
d. Adanya penonjolan dari vagina (prolapsus uterus)
e. Adanya penonjolan mata dan diare berdarah. (Prastowo, 2014)
- Abnormal warna.
Abnormal warna seperti adanya peradangan pada mata, radang pada kulit,
kebiruan pada kulit atau ambing (adanya gangrene). Abnormal warna dapat
menunjukkan status penyakit akut atau kronis (Prastowo, 2014)
Keputusan Pemeriksaan Antemortem
1. Hewan potong diizinkan untuk dipotong tanpa syarat, apabila dalam
pemeriksaan antemortem sehat.
2. Hewan potong diizinkan dipotong dengan syarat, apabila dalam
pemeriksaan hewan menderita penyakit, misal surra, hernia, mastitis, oedema,
septicemia, abses, fraktur dan lainnya.
3. Ditunda dipotong, pada kondisi saat hewan lelah atau pemeriksaan
yang didapat tidak meyakinkan.
4. Ditolak untuk dipotong, kemudian dimusnahkan sesuai ketentuan RPH
apabila hewan menunjukkan gejala zoonosis.(Sanjaya, 2007)
B. Pemeriksaan Postmortem
Pemeriksaan yang dilakukan pasca penyembelihan. Tujuannya untuk
memastikan keamanan dan kelayakan karkas selama diedarkan dan dikonsumsi
oleh masyarakat luas. Pemeriksaan harus dilakukan pada sianghari, semua
perubahan maupun konsistensi harus diamati, organ lunak harus di raba, disayat,
organ berongga diincisi.
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :
1. Pengamatan, pengirisan (insisi), perabaan (palpasi)
teknis penanganannya
2. Membuat klasifikasi kelainan atas 2 katagori akut atau kronis
3. Menetapkan keputusan bilamana kondisi umum ataupun terlokaslisir,
dan mengamati adanya perluasan perubahan terjadi secara sistemik
pada organ
4 Menentukan secara signifikan terhadap perubahan patologi yang
bersifat sistemik atau primer dan kaitan terhadap perubahan sistemik
pada organ utama khususnya hati, ginjal, jantung, limpa dan sistem
lymphatic.
5. Mengkoordinasi seluruh komponen temuan hasil pem antemortem dan
postmortem untuk menentukan diagnosa.
6. Mengirimkan sampel ke laboratorium untuk mendukung diagnosa.
Apabila RPH memiliki fasilitas pendingin, maka karkas yang
tersangka disimpan sementara untuk ditunda pada proses lebih lanjut.
Hasil Penilaian
1. Penyakit bahan asal makanan (foodborne infection)
2. Adanya racun dan/atau bahaya residu.
3. Penyakit zoonosa (foodborne zoonotic).
4. Penyakit parisit zoonotik seperti Tricinella spiralis atau Taenia soleum
pada babi, Taenia bovis pada babi, hydatidosis/enchinococcus
(Prastowo, 2014)
Penilaian Karkas
1. Adanya bagian karkas atau keseluruhan karkas abnormal atau
berpenyakit.
2. Adanya bagian karkas atau karkas keseluruhan terkait kondisi
keabnormalan yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat
3. Adanya bagian karkas atau karkas keseluruhan terkait penolakan
konsumen.
(Prastowo, 2014)
Keputusan Pemeriksaan Postmortem
1. Dapat diedarkan jika daging sehat dan aman. Tidak menderita
penyakit.
2. Dapat diedarkan dengan syarat.
3. Daging dilarang untuk diedarkan. (Sanjaya, 2007)
Pada kasus FGD kali ini sapi nomor 5 dalam pemeriksaan antemortemnya
keputusan yang diambil ditunda untuk disembelih karena terlihat gejala klinis
sapi lesu, kaki pincang, keluar liur berlebih, keluar cairan dari mata dan hidung
serta suhu 42 derajat celcius, diduga sapi menderita Bovine Ephemeral Fever.
Kemudian pada pemeriksaan postmortem, karkas BEF sendiri tidak
mengalami perubahan yang signifikan karena infeksi ini dibawa oleh vektor
nyamuk, tetapi ditemukan pengapuran dan cacing Fasciola pada hati sapi,
karena penyebaran cacing Fasciola yang merata di hati maka keputusan
postmortem menyatakan bahwa sapi no. 5 dapat dikonsumsi dengan syarat hati
di afkir. Sapi yang mengalami infestasi cacing Fasciola akan mengalami
kelemahan, anemia, oedema submandibularis apabila mengalami anemia berat.
Pada pemeriksaan postmortem sapi yang mengalami fasciolasis mengalami
pengkapuran pada hepar, ditemukan cacing Fasciola sp. pada hepar, dan
konsistensi hepar mengeras akibat adanya infestasi dari cacing tersebut.
Karkas dari sapi fasciolasis boleh dikonsumsi dengan syarat hati diafkir.
Sedangkan pada sapi penderita mastitis, pada pemeriksaan antemortem terlihat
pada ambing sapi merah, bengkak, apabila dipegang sapi akan kesakitan. Sapi
betina yang mengalami mastitis yang sudah tidak produktif boleh untuk
disembelih, namun bagian-bagian ambing dan sekitar ambing yang terkena
infeksi diafkir.
E. Kesimpulan
1. RPH adalah kompleks banguan dengan design dan konstruksi khusus yang
memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu serta digunakan sebagai tempat
memotong hewan potong selain unggas bagi konsumsi masyarakat. Hewan potong
adalah sapi, kerbau, kuda, kambing, domba, babi, burung unta dan hewan lain yang
dagingnya lazim dan layak dimakan manusia.
2. Persyaratan RPH meliputi lokasi, bangunan, tata letak, sarana dan konstruksi.
3. Pemeriksaan antemortem dilakukan sebelum proses penyembelihan dan
pemeriksaan postmortem dilakukan setelah proses penyembelihan
4. Penyakit yang umum diderita pada sapi potong menurut pemeriksaan
antemortem yaitu Fasciolasis dan Mastitis
F. Luaran Pembelajaran
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian Rumah Pemotongan Hewan dan
persyaratannya.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan prosedur penyembelihan sapi di RPH dengan
baik dan benar untuk mendapatkan daging ASUH.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan prosedur pemeriksaan antemortem, penyakit
penyakit yang dapat diketahuisaat antemortem, dan keputusannya.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan prosedur postmortem, penyakit dan
perubahan patologis pada karkas dan jeroan.
G. Referensi
Anonim. 1999. Rumah Potong Hewan. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional
Indonesia
Anonim. 2008. Mutu Karkas Hewan. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional
Indonesia
Anonim. 2010. Peraturan Mentri Pertanian Republik Indonesia no.
13/Permentan/OT.140/1/2010 tentang persyaratan rumah potong hewan
ruminansia dan unit penanganan daging (meat cutting plant). Jakarta : Deptan
Prastowo, Y. 2014. Pedoman Memperoleh Daging Segar.
Sanjaya, A.W.,Mirnawati, S., Rosa, R.S., Triono, P., Denny, W.L., Hadri, L. 2007.
Higiene Pangan. Bogor:IPB
LAPORAN INDIVIDU
FOCUS GROUP DISCUSSION
SKENARIO 2 : DAGING SAPI SEGAR DI RUMAH
PEMOTONGAN HEWAN
disusun oleh
Nama : Salsabila Nadia Raihana
NIM : 15/377776/KH/08499
Kel/Sub : 6/6B