Anda di halaman 1dari 33

PENYEDIAAN

DAGING
SEBELUM
PEMOTONGAN SETELAH PEMOTONGAN
Genetik
Spesies
Metode pelayuan
Bangsa
Stimulasi listrik
Tipe ternak
Metode pemasakan
Jenis kelamin
pH
Umur
Karkas dan daging
Pakan
Bahan tambahan
Stres
Hormon dan antibiotik
Lemak intramuskular & marbling
Metode penyimpanan &
preservasi
Macam otot & daging
Lokasi otot
PENGERTIAN KARKAS
KARKAS

hewan setelah
Karkas adalah mengalami
daging yang pemotongan,
belum pengkulitan,
dipisahkan dibersihkan dari
dari tulang jerohan, dan kaki-kaki
atau bagian bawah juga
kerangkanya telah mengalami
pemotongan
KEGAGALAN SISTEM PEREDARAN PRODUKSI DAN PELEPASAN PANAS POST
DARAH: MORTEM:
Oksigen habis  Proses siklus Kreb’s Darah habis  Hilangnya pengendalian panas tubuh
dan sistem enzim sitokrom berhenti   kenaikkan temperatur tubuh  penurunan pH
glikogenolisis  penumpukan asam laktat otot.

PROSES RIGOR MORTIS


(Kekakuan Otot Setelah Kematian)
ATP otot habis  filamen aktin dan miosin saling mengunci dan menindih  ikatan
aktomiosin.
Proses hilangnya daya renggang otot sampai terbentuknya ikatan aktomiosin:
Berlangsung secara lambat selama beberapa jam (fase penundaan).
Berlangsung secara cepat (fase cepat).
Berlangsung secara konstan dengan kecepatan rendah sampai tercapai kekakuan (postrigor).

PENURUNAN KUALITAS DAGING


pH , warna, keempukan, flavor, DIA

PENCEGAHAN
PENGISTIRAHATAN: PELAYUAN:
Tersedianya cadangan energi  proses Tersedia waktu yang cukup 
glikogenolisis berlangsung normal proses rigormortis berjalam normal.

KUALITAS DAGING DAPAT DIPERTAHANKAN


TAHAPAN MENDAPATKAN KARKAS

PEMERIKSAAN
ANTE MORTEM

PENYEMBELIHAN &
PENUNTASAN DARAH

DRESSING PELAYUAN &


PEMOTONGAN

KARKAS
PEMERIKSAAN ANTE MORTEM
1. Pemeriksaan penyakit dan kondisi abnormal ternak
sebelum disembelih.
Mis : antrax, gigi dan mulut, cacing, radang
paru
penanganan : 1. diobati ( dikarantina)
2. dibunuh
2. Kondisi fisik ternak sebelum disembelih harus bebas
dari sakit dan luka, bergizi baik, tidak lapar, tidak
stress, cukup istirahat, serta kulit bersih dan kering
PEMERIKSAAN ANTE MORTEM

• Tahap berikutnya baru bisa dilaksanakan


apabila hasil dari kegiatan inspeksi ante
mortem memenuhi kriteria yang
dipersyaratkan.
• Setelah memenuhi persyaratan, hewan
kemudian dilakukan penyembelihan.
PENYEMBELIHAN
• Usaha mengeluarkan darah hewan dengan jalan memotong urat
nadi pada leher supaya hewan mati (Hadiwiyoto)
• Pemotongan pembuluh darah, jalan napas, serta jalan makanan.
• HEWAN DISEMBELIH dgn. memotong leher sampai
OESPHAGUS, TRACHEA, VENA JUGOLARIS DAN ARTERI
CAROTIDEA - nya putus, untuk mengeluarkan darah
sebanyak-banyaknya.
• Penyembelihan yang baik dengan mengkondisikan hewan dalam
keadaan tenang dan dilakukan secepat mungkin.
• Penyembelihan secara cepat dengan menggunakan peralatan
misalnya pisau yang cukup tajam.
• Penyembelihan dilakukan di rumah pemotongan hewan (abbatoir)
RUMAH POTONG HEWAN (RPH)

• RPH MODERN, HEWAN DIPINGSANKAN


DULU :
GAS CO2, ATAU DENGAN stunning
(MEKANIK ATAU ELEKTRIK).
( Babi ditusuk langsung pada jantung)
SETELAH BENAR-BENAR MATI DIKULITI /
DICUKUR BULUNYA
……………….Lanjutan

Faktor-faktor yang harus diperhatikan :


• sanitasi tempat atau lingkungan tempat
penyembelihan
• Tempat / lingkungan penyembelihan harus
dalam keadan bersih dan terjaga
kebersihannya, sangat menguntungkan untuk
mengurangi kontaminasi mikroba.
……………….Lanjutan

• Hewan cukup istirahat/tenang


• Ayam dan babi sebelum disembelih diberi
makan
• Bersih bebas dari kotoran
• Hewan harus cepat mati
Penuntasan Darah
• Darah dari rangkaian proses penyembelihan harus
semaksimal mungkin dikeluarkan dari daging, karena
darah dapat memicu timbulnya kontaminasi mikroba.
• Cara penuntasan darah :
Menggantung hewan yang disembelih sehingga
memudahkan darah menetes ke bawah.
• Penggantungan setelah tahap pemotongan juga
memudahkan tahap berikutnya (DRESSING).
DRESSING
• Pemisahan bagian kepala, kulit, dan
jerohan dari tubuh ternak

• Kemudian daging berikut tulang dari


karkas dilakukan pemotongan dengan
tujuan diperoleh potongan-potongan
dengan ukuran yang mudah ditangani

• Karkas biasanya dibelah menjadi dua


sepanjang garis tengah tulang punggung.
PELAYUAN
• Penyimpan beberapa waktu karkas
• Suhu rendah
• Lama pelayuan tergantung ternak
- babi 3 – 4 jam
- sapi, kerbau, kuda 12 jam
- domba dan kambing 3 -4 jam
- ayam tidak ada pelayuan
• Pelayuan = chilling = aging = conditioning
• Proses penggantungan
• Suhu 4 o C
• Dilakukan 3 jam setelaha pemotongan
• Jika terlalu cepat penyusutan daging
(evaporasi)
Keuntungan pelayuan
1. Mengurangi drip loss (cairan daging)
2. Mencegah kontaminasi
3. Mencegah cold shortening (daging menjadi
keras)
4. Mengempukan daging
• Pengurangan berat 1-3 %
Pelayuan suhu tinggi
• Harus menggunakan antibiotik
(chlortetrasiklin aau aureomycin)
• Disuntikkan 3-4 jam sebelum dipotong
• Suhu kamar selama 48 jam
• Dengan bantuang sinar UV (panjang
gelombang 2900 – 2000 A) sebagai germisidal
• Disebut TENDERAY
CUTTING
• Belahan karkas masing-masing dipotong
menjadi
2 potongan :
1. 2 bagian potongan depan “fore
quarters”
2. 2 bagian potongan belakang ” hind
quarters”.
• Empat potongan daging quarters tersebut
kemudian masing-masing dipotong lebih lanjut
menjadi : ”whole cuts” atau ”prime cuts”.
CUTTING
• Fore quarters dibagi menjadi 4 bagian :
1. Bagian atas disebut “chuck” , dan “ rib”
2. Bagian bawah “ brisket” dan “shot plate”.

• Bagian belakang “ hind quarters” dibagi menjadi 3


bagian :
1. Bagian pinggang disebut “short loin” dan
“sirloin”
2. Bagian perut disebut “flank” dan bagian paha
disebut “round” yang didalamnya terdapat
“rump”
Sifat fisik-morfologi

Karkas ayam
Karkas sapi
SIFAT FISIOLOGI

PRE RIGOR RIGOR MORTIS POST RIGOR

DAGING LENTUR KERAS & KAKU DAG ING LUNAK


Fase Pre Rigor

• Setelah hewan mati, metabolisme yang terjadi tidak lagi


sabagai metabolisme aerobik tapi menjadi metabolisme
anaerobik karena tidak terjadi lagi sirkulasi darah ke jaringan
otot.
• Pada kondisi ini menyebabkan terbentuknya asam laktat
yang semakin lama semakin menumpuk.
• Akibatnya pH jaringan otot menjadi turun.
• Penurunan pH terjadi perlahan-lahan dari keadaan normal
(7,2-7,4) hingga mencapai pH akhir sekitar 3,5-5,5.
• Sementara jumlah ATP dalam jaringan daging masih relatif
konstan sehingga pada tahap ini tekstur daging lentur dan
lunak.
• Jika ditinjau dari kelarutan protein daging pada larutan
garam, daging pada fase pre rigor ini mempunyai kualitas
yang lebih baik dibandingkan daging pada fase post rigor.
• Hal ini disebabkan daging pada fase prerigor ini hampir 50%
protein-protein daging yang larut dalam larutan garam,
dapat diekstraksi keluar dari jaringan
Fase Pre Rigor

• Setelah hewan mati, metabolisme yang terjadi tidak lagi


sabagai metabolisme aerobik tapi menjadi metabolisme
anaerobik karena tidak terjadi lagi sirkulasi darah ke jaringan
otot.
• Pada kondisi ini menyebabkan terbentuknya asam laktat
yang semakin lama semakin menumpuk. Akibatnya pH
jaringan otot menjadi turun. Penurunan pH terjadi perlahan-
lahan dari keadaan normal (7,2-7,4) hingga mencapai pH
akhir sekitar 3,5-5,5. Sementara jumlah ATP dalam jaringan
daging masih relatif konstan sehingga pada tahap ini tekstur
daging lentur dan lunak.
• Jika ditinjau dari kelarutan protein daging pada larutan
garam, daging pada fase pre rigor ini mempunyai kualitas
yang lebih baik dibandingkan daging pada fase post rigor.
Hal ini disebabkan daging pada fase prerigor ini hampir 50%
protein-protein daging yang larut dalam larutan garam,
dapat diekstraksi keluar dari jaringan
Lanjutan

• Karakteristik ini sangat baik apabila daging


pada fase ini digunakan untuk pembuatan
produk-produk yang membutuhkan sistem
emulsi pada tahap proses pembuatannya.
Mengingat pada sistem emulsi dibutuhkan
kualitas dan jumlah protein yang baik untuk
berperan sebagai emulsifier.
Rigor Mortis
• Rigor mortis. Pada tahap ini, terjadi perubahan tekstur pada
daging dimana jaringan otot menjadi keras, kaku, dan tidak
mudah digerakkan. Rigor mortis juga sering disebut sebagai
kejang bangkai.
• Kondisi daging pada fase ini perlu diketahui kaitannya dengan
proses pengolahan. Daging pada fase ini jika dilakukan
pengolahan akan menghasilkan daging olahan yang keras dan
alot. Kekerasan daging selama rigor mortis disebabkan
terjadinya perubahan struktur serat-serat protein. Protein
dalam daging yaitu protein aktin dan miosin mengalami
”cross-linking”. Kekakuan yang terjadi juga dipicu terhentinya
respirasi sehingga terjadi perubahan dalam struktur jaringan
otot hewan, serta menurunnya jumlah adenosin triphosphat
(ATP) dan kreatin phosphat sebagai penghasil energi (Tien R.
Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Jika penurunan konsentrasi ATP dalam jaringan daging mencapai 1
mikro mol/gram dan pH mencapai 5,9 maka kondisi tersebut sudah
dapat menyebabkan penurunan kelenturan otot. Pada tingkat ATP
dibawah 1 mikro mol/gram, energi yang dihasilkan tidak mampu
mempertahankan fungsi retikulum sarkoplasma sebagai pompa
kalsium, yaitu menjaga konsentrasi ion Ca disekitar miofilamen
serendah mungkin. Akibatnya terjadi pembebasan ion-ion Ca yang
kemudian berikatan dengan protein troponin. Kondisi ini
menyebabkan terjadinya ikatan elektrostatik antara filamen aktin
dan miosin (aktomiosin).

• Proses ini ditandai dengan terjadinya pengekerutan atau


kontraksi serabut otot yang tidak dapat balik (irreversible).
Penurunan kelenturan otot terus berlangsung seiring dengan
semakin sedikitnya jumlah ATP. Bila konsentrasi ATP lebih
kecil dari 0,1 mikro mol/gram, terjadi proses rigor mortis
sempurna. Daging menjadi keras dan kaku.
Post Rigor
• Fase post rigor atau pasca rigor. Melunaknya kembali
tekstur daging bukan diakibatkan oleh pemecahan
ikatan aktin dan miosin, akan tetapi akibat
penurunan pH. Pada kondisi pH yang rendah (turun)
enzim katepsin akan aktif mendesintegrasi garis-garis
gelap Z pada miofilamen, menghilangkan daya adhesi
antara serabut-serabut otot. Enzim katepsin yang
bersifat proteolitik, juga melonggarkan struktur
protein serat otot .
MIKROBA PERUSAK
Daging

Exogenous Infections

Salmonella sp C. S. aureus E. coli


botulinum

Anda mungkin juga menyukai