Anda di halaman 1dari 17

PS Tekpang

FST

PENGETAHUAN BAHAN DAGING


PANG4210– PENGETAHUAN BAHAN PANGAN (3sks)

Mutiara Ulfah,S.T.P.,M.Sc.
E-mail: ulfahmutiara18@gmail.com
OUTLINE

1. Pendahuluan
2. Teknik pemotongan hewan ruminansia
3. Penanganan daging pasca mortem
a)Perubahan daging pasca mortem
b)Proses penanganan daging pasca mortem
4. Faktor yang mempengaruhi mutu daging
5. Mutu daging berdasarkan SNI
1. PENDAHULUAN

Pada dasarnya, sebagian sumber bahan pangan berasal dari hewan,


terutama hewan ternak yang dimanfaatkan dagingnya sebagai sumber
protein. Daging ini berasal dari dua golongan hewan ternak, yaitu hewan
ternak besar (sapi, kerbau, kambing, dll) dan hewan ternak kecil (unggas
dan kelinci).

Tapi, tahukah Anda bagaimana proses


daging didapat, dan proses penanganan,
serta pengaruhnya terhadap mutu daging?

Mari kita bahas bersama next


2. TEKNIK PEMOTONGAN HEWAN RUMINANSIA

Sebelum hewan ternak dapat diambil dagingnya, hewan ternak


harus melewati proses pemotongan (disembelih) terlebih dahulu.
Adapun, hewan yang dapat disembelih dan proses
penyembelihan harus memenuhi syarat, diantaranya:

• Sehat  ternak harus dalam kondisi sehat dan tenang tidak


stress, biasanya dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh
petugas
• Hygiene  sebelum dibawa ke ruang pemotongan, hewan
ternak dalam keadaan bersih, biasanya disiram air dingin
• Cara penyembelihan sesuai dengan persyaratan keagamaan
atau adat dll. Contoh : pada agama Islam proses pemotongan
menghadap kiblat, menyebut nama Allah, dan menggunakan
alat yang tajam dan dalam waktu yang cepat, dll (sesuai
dengan fatwa MUI nomer 12 tahun 2009)
(Muchtadi, 2008)
2. TEKNIK PEMOTONGAN HEWAN RUMINANSIA

Contoh teknik pemotongan pada hewan ruminansia:

Keterangan:
• pemeriksaan antemortem  pemeriksaan
kesehatan dan kondisi hewan sebelum disembeli
• Pemingsanan (stunning)  berdasarkan Fatwa
MUI no.12 tahun 2009 menyatakan bahwa
semaksimal mungkin penyembelihan
dilaksanakan tanpa stunning. Tetapi jikapun
stunning diperlukan, maka hukumnya boleh,
dengan syarat yang tercantum dalam Fatwa
tersebut.
• Penyembelihan  memotong saluran makanan
(esophagus), saluran pernafasan (trachea), dan
dua pembuluh darah (vena jugularis dan arteri
carotids)
Gambar 1.1. Diagram alir teknik
pemotongan Ruminansia besar (Muchtadi, 2008)
2. TEKNIK PEMOTONGAN HEWAN RUMINANSIA

Hasil pemotongan hewan:

(BMP, 2019)
Karkas: Daging
daging yang masih melekat pada tulang Sudah dipisahkan dari tulang
tanpa kepala, kaki, kulit, dan jeroan

Menurut FDA (Food and Drug Administration) daging merupakan bagian tubuh yang berasal
dari ternak mamalia (sapi, domba, kerbau, dll) dalam keadaan sehat dan cukup umur untuk
dipotong, tetapi hanya terbatas pada bagian otot berserat yaitu berasal dari otot rangka atau
lidah, diagfraghma, jantung, usophagus, tidak termasuk bibir, moncong, telinga, dengan atau
tanpa lemak yang menyertai, serta bagian-bagian dari tulang urat, urat syaraf dan pembuluh
darah. (Muchtadi,2008)
3. PENANGANAN DAGING PASCA MORTEM

a. Perubahan daging pasca mortem

Pada umumnya karkas/daging akan mengalami proses fisiologis dengan adanya


perubahan yang terjadi secara biokimia setelah hewan selesai disembelih yang
berpengaruh kepada kondisi dan mutu daging. Perubahan tersebut meliputi:

1. Perubahan pH
2. Perubahan struktur jaringan otot
3. Perubahan kelarutan portein
4. Perubahan daya ikat air
5. Perubahan warna
6. Penetrasi mikroorganisme
7. Stress dan kondisi pra rigor
3. PENANGANAN DAGING PASCA MORTEM

• Fase pre-trigor adalah fase yang terjadi


setelah hewan mengalami kematian,
Pasca Rigor Mortis kondisi jaringan otot saat ini masih
Rigor Mortis halus dan empuk.
• Setelah itu hewan akan mengalami fase
Pre-rigor rigor mortis, pada fase ini jaringan otot
akan kehilangan fleksibilatasnya dan
menjadi kaku. Lama nya porses ini
tergantung dari jenis hewanya.
• Kemudian, setelah fase rigor mortis
selesai, akan masuk kepada fase pasca
Gambar 2.1. Fase perubahan pada daging rigor mortis, pada fase ini jaringan otot
yang terjadi pasca mortem.
akan kembali menjadi empuk karena
tidak ada lagi pembentukan energi.
3. PENANGANAN DAGING PASCA MORTEM
b. Proses penanganan daging pasca mortem
Sebagai usaha untuk menghambat dan mencegah terjadinya kerusakan dan penurunan
mutu pada daging pasca mortem, ada beberapa jenis proses pengawetan pada daging,
hingga daging siap diolah, diantaranya:

1. Pelayuan Daging (aging)


a. Tahapan proses pelayuan:
• Karkas dalam kondisi di gantung di ruang gelap, dengan RH 85%
• Suhu pelayuan 3 – 4oC dilakukan selama ± 7-8 hari
• Suhu pelayuan 20oC selama ±2 hari
• Suhu 43oC selama 24 jam
b. Manfaat pelayuan:
• Membuat proses pembentukan asam laktat berlangsung sempurna sehingga
terjadi penurunan pH daging. Dengan pH yang rendah, pertumbuhan bakteri
dapat dihambat, sehingga menghambat proses pembusukan.
• Pengeluaran darah lebih sempurna dan lapisan luar daging menjadi kering
• Memperoleh daging dengan keempukan optimum dan cita rasa yang khas.
3. PENANGANAN DAGING PASCA MORTEM

2. Pendinginan (chilling)
a. Tahapan pendinginan:
• Menyimpan karkas/daging pada ruang pendingi dengan
suhu -1.5oC±0.2oC
• pH daging sebaiknya saat penyimpanan dibawah pH
5.8
• kondisi RH lingkungan 81-87%
• Perhatikan sanitasi dan tingkat higinitas lingkungan
b. Manfaat pendinginan:
• Sebagai upaya pengawetan, dengan menekan jumlah
mikrobia yang tumbuh mencemari daging dengan
disimpan pada suhu rendah
• Proses chilling ini dapat menurunkan suhu permukaan
karkas/daging
(Purnomo, 2012)
3. PENANGANAN DAGING PASCA MORTEM
3. Pembekuan (Freezing)
Tabel 1.1. Ketahanan penyimpanan
a. Kondisi pembekuan : daging yang dibekukan.
• Daging yang akan dibekukan harus melewati fase
Ketahanan
rigor mortis terlebih dahulu dan dilayukan dengan penyimpanan
sempurna (Muchtadi,2008) Produk (bulan)
• Sebaiknya daging sudah dalam kemasan rapih -18oC -25oC
sebelum dilakukan pembekuan Daging sapi 12 18
• Sebelum di bekukan, daging didinginkan dahulu
hingga suhu 15oC Daging anak sapi 9 12

• Umumnya daging yang telah dibekukan disimpan Daging anak domba 9 12


pada suhu -15oC
b. Manfaat pembekuan : Hati sapi 2-3 2-4

• Memperpanjang umur simpan, karena bakteri (Purnomo, 2012)


tidak aktif dalam kondisi tersebut
• Menghambat pertmbuhan mikoorganisme dan
perubahan kimiawi
(Purnomo, 2012)
3. PENANGANAN DAGING PASCA MORTEM

Catatan:
Pada dasarnya sebelum di lakukan pembekuan daging, dilakukan porses pelayuan
terlebih dahulu. Hal ini berhubungan dengan selesainya proses rigormortis (porses
kekauan daging) pada saat pelayuan. Karena jika, proses rigormortis belum selesai dan
daging terlanjur dibekukan maka akan menurunkan kualitas daging, daging akan
mengalami proses cold-shortening (pengkerutan dingin) ataupun thaw rigor (kekakuan
akibat pencairan daging) pada saat thawing sehingga dihasilkan daging yang tidak
empuk/alot (Buckle et al., 1978 dan Widati, 2008)

Masih ada beberapa jenis pengawetan daging dalam upaya penanganan


pasca mortem, seperti pengasinan, pemanasan, pengasapan dll. Silahkan
Anda dapat memperkaya pengetahuan Anda melalui OER, Buku Materi
Pokok maupun sumber lainya.
4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU DAGING

Mutu daging yang dihasilkan dari proses penyembelihan hewan


ternak dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya adalah:

• Genetik dan jenis kelamin


Varietas jenis hewan dan jenis kelamin (betina atau jantan)
mempengaruhi porporsi tulang, otot, dan lemak dari karkas
• Umur hewan ternak saat di sembelih
Umur hewan akan mempengaruhi komposisi kimia dan nutrisi
pada daging yang dihasilkan
• Kondisi pemeliharaan
Kondisi pemeliharaan mempengaruhi kesehatan hewan
ternak dan tingkat stress, yang akan berdampak pada faktor
pertumbuhan hewan
(Muchtadi,2008)
4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU DAGING

• Kualitas pakan yang dikonsumsi oleh hewan ternak


Nutrisi pada pakan yang diberikan akan berpengaruh pada
karakteristik daging hewan ternak dan mempengaruhi laju
pertumbuhan hewan
• Penanganan sebelum penyembelihan
Hal ini berkaitan dengan sifat fisiologis hewan, hewan yang
sebelum di sembelih dalam kondisi stress cenderung
menghasilkan daging yang bermutu rendah
• Teknik penyembelihan yang dilakukan
Penyembelihan harus dilakukan dengan baik, hewan harus
secepat mungkin mengalami kematian untuk menghindari
stress, darah juga harus dikeluarkan dengan sempurna agar
tidak mencemari daging
• Penanganan sesudah penyembelihan
Lakukan proses pelayuan dengan tepat dan porses
penyimpanan dengan baik sampai daging akan diolah.
(Muchtadi, 2008)
5. MUTU DAGING BERDASARKAN SNI

Tabel 2.1. Tabel tingkat mutu daging sapi secara fisik berdasarkan SNI 3932:2008

Keterangan:
Marbling  butiran lemak putih yang tersebar dalam jaringan otot daging (lemak intra seluler)

(a) (b)

Gambar 3.1. (a) Standar warna daging sapi (b) Standar warna lemak berdasarkan SNI 3932:2008
(SNI 3932:2008)
DAFTAR PUSTAKA
• Fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 12 Tahun 2009, Standar sertifikasi
penyembelihan halal
• Purnomo, H. 2012. Teknologi pengolahan dan pengawetan daging. UB Press:
Malang
• Muchtadi, D. 2008. Buku Materi Pokok: Pengetahuan bahan pangan hewani.
Penerbit Universitas Terbuka.
• Widati, A. S. 2008. Pengaruh lama pelayuan, temperatur pembekuan, dan bahan
pengemas terhadap kualitas kimia daging sapi beku. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Hasil Ternak ISSN: 1978-0303.
• Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton.1978. Food Science.
Watson Ferguson & Co. Brisbane, Australia
• SNI 3932:2008. Mutu karkas dan daging sapi
Selamat Belajar dan
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai