ACARA IV
PENGARUH PELAYUAN DAGING TERHADAP KUALITAS FISIK
DAGING
KELOMPOK 6
Penanggung Jawab:
Laila Sausan El Islami (A1F016070)
A. Latar Belakang
Daging segar merupakan daging yang telah mengalami perubahan fisik dan
kimia setelah proses pemotongan tetapi belum mengalami pengolahan lebih lanjut
sebagainya.
Bahan pangan hasil hewani pada umumnya tidak mempunyai daya tahan
atau daya simpan yang lama terutama apabila bahan tersebut dalam keadaan
segar, pada umunya bersifat lunak tidak tahan pada tekanan dan hambatan tetapi
merupakan sumber protein dan lemak. Sifat daging segar ini sangat penting
berdampak pada kualitas dan kuantitas daging. Daging yang akan dikirim baik itu
kualitas dari daging yakni : warna, daya ikat air, pH, keempukan , susut masak,
saja meskipun pada dasarnya semua komponen tersebut penting untuk kita
ketahui.
lainnya. Jika PH tinggi maka akan terjadi penaikan tingkat keempukan serta daya
B. Tujuan
memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi protein, dimana protein daging
mengandung susunan asam amino yang lengkap (Muchtadi et al. 2010). Menurut
Food and Drug Administration, pengertian daging adalah bagian tubuh yang
berasal dari ternak sapi, babi, atau domba yang dalam keadaan sehat dan cukup
umur untuk dipotong, tetapi hanya terbatas pada bagian muskulus yang berserat,
yaitu yang berasal dari muskulus skeletal atau lidah, diafragma, jantung dan
esofagus, tidak termasuk bibir, moncong, telinga, dengan atau tanpa lemak yang
menyertainya, serta bagian-bagian dari tulang, urat, urat syaraf, dan pembuluh-
yaitu daging sudah tidak mengandung tulang, sedangkan karkas adalah daging
yang masih menempel pada tulang atau kerangkanya. Pengertian karkas itu
sendiri adalah bagian tubuh hewan yang telah disembelih, utuh, atau dibelah
sepanjang tulang belakang, dimana hanya kepala, kaki, kulit, organ bagian dalam
gizi. Selain mutu proteinnya yang tinggi, daging mengandung asam amino
esensial yang lengkap dan seimbang serta beberapa jenis mineral dan vitamin.
Daging merupakan protein hewani yang lebih mudah dicerna dibanding dengan
protein nabati. Bagian yang terpenting yang menjadi acuan konsumen dalam
pemilihan daging adalah sifat fisik. Sifat fisik dalam hal ini antara lain warna,
keempukan, tekstur, kekenyalan dan kebasahan. Sifat fisik memegang peranan
serta jenis olahan yang akan dibuat. Sifat fisik sangat dipengaruhi oleh faktor-
Daging tersusun oleh beberapa komponen yaitu otot, jaringan ikat, jaringan
penyusun utama dari daging yaitu otot (Soeparno 2005). Daging hewan terdiri
jaringan ikat, tulang, pembuluh darah, dan syaraf. Pada karkas, jaringan yang
pada karkadsdan 35-40% pada hewan hidup. Terdiri dari jaringan otot lurik
(menempel pada rangka), jaringan otot polos (pada dinding jeroan), dan jaringan
otot spesial (pada dinding jantung). Jaringan otot rangka merupakan bagian
terpenting dari karkas, terkelompok dalam suatu jaringan yang disebut epimisium.
Setiap otot tersusun dari “bundel otot” yang disebut perimisium, yang terdiri atas
serabut otot (muscle fiber). Ukuran perimisium bervariasi, bila sapi diberi pangan
berupa biji-bijian berkualitas baik, perimisiumnya akan kecil. Serabut otot terdiri
miosin (tebal) yang berperan dalam proses kontraksi dan relaksasi otot.
Menurut Aberle et al. (2001), ternak yang tidak diistirahatkan akan meng-
hasilkan daging yang berwarna gelap, bertekstur keras, kering, memiliki nilai pH
tinggi dan daya mengikat air tinggi. Faktor penting setelah pemotongan yang
pemotongan. Setelah rigor mortis selesai, daging sapi menjadi lebih empuk.
dalam otot. Peningkatan keempukan daging sapi berlanjut kira-kira 7-10 hari
setelah ternak dipotong pada penyimpanan suhu sekitar 35°F. Pemanasan daging
pada suhu tinggi tidak akan mengempukkan daging dan menyebabkan off-
flavor/kehilangan aroma.
reaksi-reaksi kimiawi di dalam daging, sehingga daging akan memiliki mutu yang
optimum, karena daging memiliki keempukan yang sangat baik, serta memiliki
cita rasa dan aroma yang lebih baik. Selama pelayuan (aging/conditioning) terjadi
proses post rigor yang menyebabkan peningkatan aktivitas enzim proteolitik yang
pada daging sapi dapat dilakukan pada temperatur 4 ºC selama 12 hari atau pada
temperatur kamar (29 ºC) selama 8 – 12 jam, selama proses tersebut terjadi
perubahan secara sempurna dari otot menjadi daging (Lukman et al. 2007).
Pada fase rigor mortis jaringan otot menjadi keras dan kaku. Fase ini sangat
pascarigor adalah fase pembentukan aroma, pada fase ini daging kembali menjadi
lunak dan empuk karena daya ikat air dalam otot kembali meningkat. Lama
kekakuan daging), dalam hal ini apabila proses rigor mortis belum selesai dan
daging terlanjur dibekukan maka akan menurunkan kualitas daging atau daging
1. Ikan
2. Daging
3. Nampan styrofoam
4. Timbangan
5. Hardness tester
6. Pisau
7. Talenan
8. Freezer
9. Baskom
B. Prosedur Kerja
Kontrol
Ditimbang bahan dan diletakan di atas nampan styrofoam yang telah diketahui
beratnya, lalu diamati bau,warna,dan kekerasan
Pelayuan 18 jam
Ditimbang bahan dan diletakan di atas nampan styrofoam yang telah diketahui
beratnya.
Pelayuan 24 jam
Ditimbang bahan dan diletakan di atas nampan styrofoam yang telah diketahui
beratnya.
A. Hasil
1. Daging
Perlakuan Kontrol
Bau Warna Kekerasan Hadrness
(kg/cm2)
Keterangan :
1. Susut Bobot
Sebelum 50 50 0 50 50 0 50 50 0
Penyimpanan
Setelah 50 46 8 50 51 -2 50 51 -2
Penyimpanan
0
= 50 x 100 %
=0
50−46
= x 100 %
50
4
= 50 x 100 %
= 0,08 x 100 %
=8%
50−50
= x 100 %
50
0
= 50 x 100 %
=0
50−51
= x 100 %
50
−1
= 50 x 100 %
= - 0,02 x 100 %
= -2 %
50−50
= x 100 %
50
0
= x 100 %
50
=0
50−51
= x 100 %
50
−1
= 50 x 100 %
= - 0,02 x 100 %
= -2 %
B. Pembahasan
daging terhadap kualitas fisik daging sapi dimulai dengan menimbang daging dan
disisi lain dilakukan pula daging yang diletakkan pada suhu kamar sebagai
pembanding.
Karakteristik fisik daging dapat dilihat dari aroma/bau, warna, dan tekstur.
Pada perlakuan kontrol (suhu ruang) Aroma yag diperoleh dari daging sapi
sebelum penyimpanan adalah aroma khas daging sapi tetapi setelah dilakukan
penyimpanan di suhu ruang (kontrol) aroma daging sapi berubah menjadi sangat
busuk. . Menurut komariah (2008), daging yang segar memiliki aroma khas.
Apabila daging sudah rusak akan tercium bau yang tidak sedap. Bau ini
Kebusukan akan kerusakan yang terjadi pada daging ditandai oleh terbentuknya
senyawa-senyawa berbau busuk seperti amonia, H2S, indol, dan amin, yang
oksidatif lemak dan menghasilkan aldehida, asam–asam lemak bebas dan keton
dipengaruhi oleh ada tidaknya oksigen dan kontak daging dengan oksigen. Selain
penyebab tersebut bau pada daging juga disebebkan oleh faktor internal seperti
warna daging sapi berubah cokelat. Menurut literatur, perubahan warna daging
dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya oksigen di mana daging yang
kontak langsung dengan udara, mioglobin dan oksigen dalam daging akan
berwarna merah cerah. Apabila waktu kontak antara mioglobin dengan oksigen
kekerasan daging sapi berubah menjadi tidak keras hal ini dikarenakan oleh
semakin lama daging disimpan dalam suhu ruang maka semakin banyak bakteri
daging tersebut. Perubahan tekstur yang menjadi lebih lembek dan berlendir
Hardness yang diperoleh pada daging sapi sebelum di simpan adalah 0,9
daging sapi meningkat menjadi 1,4 kg/cm2 hal ini menandakan bahwa kekerasan
tekstur daging.
Pada penyimpanan dengan pelayuan 18 jam aroma/bau yang diperoleh dari
daging sapi sebelum penyimpanan adalah khas daging segar dan setelah dilakukan
penyimpanan dengan pelayuan 18 jam aroma/bau daging masih tetap khas daging
dengan pelayan 18 jam warna daging sapi berubah menjadi merah hal ini
warna merah daging. Kadar mioglobin ini bervariasi menurut spesies, umur, jenis
kelamin, jenis otot dan aktivitas fisik. kandungan mioglobin ini menyebabkan
dengan pelayuan 18 jam tingkat kekerasan daging sapi berubah menjadi agak
keras hal ini disebabkan karena menurut Tobing (2012), tekstur daging dari seekor
ternak dipengaruhi oleh ikatan serabut otot (faskuli) yang terbungkus perimisium
kasar dan lembut. Ukuran tekstur ditentukan oleh jumlah serabut otot, ukuran dan
serabut otot yang dibatasi oleh jaringan ikat yang membagi otot secara
longitudinal. Menurut Komariah (2008), secara fisik daging yang baik akan
terlihat lebih elastis, sedikit kaku, dan tidak lembek. Pada daging terdapat
daging yang tidak mengalami pelayuan. Dalam proses pelayuan terjadi proses
setting up yaitu penambahan ketegaran yang menyebabkan daging menjadi lebih
kaku dan kenyal jika diraba.pada pelayuan 18 jam ada kesalahan karena tidak
daging sapi berubah menjadi 2,4 kg/cm2, Hal ini menandakan bahwa tingkat
kekerasan daging semakin lembek atau tidak keras. Karena semakin tinggi tingkat
Pada penyimpanan dengan pelayuan 24 jam aroma/bau yang diperoleh dari daging
sapi sebelum penyimpanan adalah khas daging segar, tetapi setelah dilakukan
menjadi sedikit khas hal ini dikarenakan oleh Aktifitas mikroba selama
dikandung daging, khususnya protein akan dipecah menjadi senyawa yang lebih
sederhana dan apabila proses ini berlanjut terus akan menghasilkan senyawa yang
berbau busuk, seperti indol, skatol, merkaptan, amin-amin dan H2S (White, 1972;
dengan pelayuan 24 jam warna daging sapi berubah menjadi cokelat, Timbulnya
warna coklat ini menandakan daging telah terlalu lama terkena udara bebas
normal adalah merah cerah. Hal ini disebabkan karena kandungan mioglobin pada
daging sapi yang baru dipotong berwarna merah ungu dan akan berubah menjadi
lebih terang jika daging dibiarkan terkena oksigen. Tingkat kecerahan warna
Bagian ini lebih banyak terjadi pada suhu rendah dan lebih kecil pada suhu tinggi.
Oleh karena itu, daging menjadi lebih gelap bila disimpan dalam lemari pendingin
Kekerasan pada daging sapi sebelum penyimpanan adalah agak keras, tetapi
berubah mejadi tidak keras hal ini disebabkan Selama pelayuan, terjadi aktivitas
enzim yang mampu menguraikan tenunan ikat daging dan terjadi perubahan-
perubahan pada protein intra dan ekstra seluler sehingga proses autolisis pada
daging, sehingga menjadi lebih dapat mengikat air, bersifat lebih empuk, dan
daging meningkat menjadi 0,7 kg/cm2 hal ini meandakan bahwa tingkat kekerasan
daging sapi semakin lembek atau tidak keras. Karena semakin tinggi hardness
chiilling injury yakni kerusakan akibat pendinginan. Kerusakan dingin ini dapat
menurunkan mutu produk dan memperpendek masa simpan. Perubahan warna
pada daging terjadi karena pigmen pada daging yaitu mioglobin mengalami
oksidasi. Aroma bau amis pada daging berkurang setelah disimpan dalam suhu
ruang selama satu hari, namun aroma bau amis tersebut menjadi semakin
menyengat ketika pendinginan setelah enam hari. Bau amis pada daging
disebabkan oleh bakteri yang terkandung pada daging. Semakin lama daging
dalam suhu ruang berubah menjadi agak keras. Hal ini disebabkan oleh daging
(Tjahjadi,2011)
Susut bobot
berat akhir yang sama yaitu 50 gr, tetapi setelah dilakukan penyimpanan pada
di peroleh berat awal dan berat akhir 50 gr, tetapi setelah dilakukan penyimpanan
dengan pelayuan 18 jam dan 24 jam diperoleh berat 51 gr dengan susut bobo -2.
Susut bobot merupakan perbedaan (selisih) bobot awal dengan bobot akhir
setelah dimasak. Hasil pengujian susut masak daging menunjukkan bahwa daya
mengikat air daging segar lebih besar dari pada nilai susut masak daging beku.
Hal ini dapat terjadi karena daya mengikat air daging beku lebih tinggi dari pada
daging segar. Semakin tinggi daya mengikat air daging semakin sedikit cairan
yang keluar dari dagiing tersebut. Hal ini mengakibatkan massa dari daging yang
berkurang juga sedikit. Penurunan nilai daya mengikat air juga dapat
menyatakan bahwa pada umumnya nilai susut masak daging sapi bervariasi antara
susut masak dari daging petama dan daging kedua, tidak memunjukkan hasil yang
jauh berbeda karena berasal dari ternak yang sama. Beliau juga mengatakan
bahwa susut masak dipengaruhi panjang serabut otot. Semakin panjang serabut
otot suatu daging, maka susut masak semakin rendah, demikian sebaliknya,
semakin pendek serabut otot suatu daging, maka susut masak semakin besar.
A. Simpulan
Karakteristik fisik daging sapi dapat dilihat dari aroma, warna, dan
teksturnya. Aroma daging sapi yang segar adalah wangi khas daging sapi dan
tidak berbau busuk. warna daging sapi yang baik adalah merah, warna merah pada
daging sapi dipengaruhi oleh mioglobin, semakin lama daging disimpan semakin
gelap pula warnanya. Tekstur daging sapi dipengaruhi oleh faktor antemortem
seperti genetik dan termasuk bangsa, spesies dan fisiologi, faktor umur,
managemen, jenis kelamin dan stres. Semakin halus teksturnya, maka daging
menjadi empuk.
B. Saran
Komariah*, Sri Rahayu, dan Sarjito .2009. SIFAT FISIK DAGING SAPI,
KERBAU DAN DOMBA PADA LAMA POSTMORTEM YANG
BERBEDA. Buletin Peternakan Vol. 33(3): 183-189, Oktober 2009.
Aberle, E.D., J.C. Forrest, H.B. Hendrick, M.D. Judge dan R.A. Merkel. 2001.
Principles of Meat Science. W.H. Freeman and Co., San Fransisco.
Bredahl, L and C. S. Poulsen. 2002. Perception of pork and modern pig breeding
among Danish consumers. Project Paper No.01/02. ISSN 09072101. The
Aarhus School of Business (MAPP). New York.
Muchtadi, dkk. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan CV. Alfabeta. Bogor.
Usmiati Sri, 2010, Keempukan daging, apa dan bagaimana mendapat daging yang
empuk, Balai penelitian dan pengembangan pasca panen pertanian, Vol.32
No.4
Suryati Tati, Isnafia Irma, Arief, Korelasi dan kategori keempukan daging
bedasarkan hasil pengujian menggunakan alat dan panelis, Fakultas
peternakan IPB, Vol 10.No 3
LAMPIRAN