Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Daging adalah bagian lunak pada hewan yang terbungkus kulit dan melekat pada
tulang yang menjadi bahan makanan. Daging tersusun sebagian besar dari jaringan
otot, ditambah dengan lemak yang melekat padanya, urat, serta tulang rawan.
Menurut SNI (2008), Daging adalah bagian otot skeletal yang aman, layak dan lazim
dikonsumsi manusia, dapat berupa daging segar, daging.
Salah satu sifat dari daging adalah mudah mengalami kerusakan. Daging sangat
mudah mengalami kerusakan hal ini di karenakan adanya aktivitas pada daging atau
produk daging proses karena daging memenuhi keriteria untuk tempat tumbuh dan
berkembang nya mikroorganisme termasuk mikroorganisme perusak.
Dikarenakan daging merupakan salah satu bahan makanan yang berasal dari
hewan dan musah mengalami kerusakan maka perlu dilakukan nya proses penangann
berupa proses pengawetan. Proses pengawetan yang dapat dilakukan adalah dengan
proses termal dan juga dengan metode pengeringan.
Dalam melakukan proses pengawetan diperlukan pemahaman tenatang bagaimana
mekanisme mikroorganisme terhadap panas terutama pada pengawetan daging
menggunakan proses termal. Hal ini ikarenakan mikroorganisme yang dapat
mengkontaminasi daging sangat beragam.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari daging ?
b. Apa pengertian dan jenis jenis dari peoses termal ?
c. Bagaimana mekanisme dari kertahanan mikroorganisme terhadap panas ?
d. Apa pengertian dan metode dari pengeringan ?
1.3 Manfaat
a. Mengetahui pengertian dari daging.

b. Mengetahui pengertian dan jenis jenis proses termal.


c. Mengetahui mekanisme dari kertahanan mikroorganisme terhadap panas.
d. Mengetahui pengertian dan metode dari pengeringan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Daging dan Karkas


Daging merupakan salah satu bahan pangan bergizi tinggi yang sangat bermanfaat
bagi manusia terutama sebagai protein sumber hewani yang di butuhkan oleh tubuh.
Pada hewan potong, ph daging sesudah di sembelih berkisar antara 6,7 8.
Daging adalah bagian lunak pada hewan yang terbungkus kulit dan melekat pada
tulang yang menjadi bahan makanan. Daging tersusun sebagian besar dari jaringan
otot, ditambah dengan lemak yang melekat padanya, urat, serta tulang rawan.
Menurut SNI (2008), daging adalah bagian otot skeletal yang aman, layak dan lazim
dikonsumsi manusia, dapat berupa daging segar, daging.
Karkas adalah bagian dari hewan yang telah disembelih dikurangi kulit, kepala,
kaki, ekor darah dan jeroan. Secara umum, karkas sapi dapat dibagi beberpa bagian
yaitu : bagian bahu, bagian punggung, bagian dada perut, bagian belakan dan
bagian betis (Bahar, 2003).
Kepala dipotong diantara tulang ocipital (os occipitale) dengan tulang tengkuk
pertamam (atlas). Kaki depan dipotong diantara carpus dan metacarpus; kaki
belakang dipotong diantara tarsus dan metatarsus. Jika diperlukan untuk memisahkan
ekor, maka paling banyak dua ruas tulang belakang coccygeal (caudalis) terikut
karkas (SNI, 1995).
Salah satu sifat dari daging adalah mudah mengalami kerusakan. Daging sangat
mudah mengalami kerusakan hal ini di karenakan adanya aktivitas pada daging atau
produk daging proses karena daging memenuhi keriteria untuk tempat tumbuh dan
berkembang nya mikroorganisme termasuk mikroorganisme perusak, hal ini
dikarenakan :
1. Mempunyai kadar air yang tinggi hingga 68 75 %

2.
3.
4.
5.

Banyak mengandung zat yang mengandunk nitrogen.


Mengandung karbohidrat yang udah di fermentasi.
Terdapat mineral dan factor kelengkapan untuk tumbuhnya mikroorganisme.
Memiliki nilai pH 5,3 6,5 yang menguntungkan mokroorganisme untuk
tumbuh. (Soeparno, 1992)

Dikarenakan daging merupakan salah satu poduk yang dihasilkan dari petrnakan
yang sangat mudah mengalami kerusakan oleh mikroorganisme perusak maka
diperlukannya penangan dan penyimpanan yang tepat.

Pada dasarnya proses

pengawetan haya menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang dapat merusak


daging dalam jangka waktu tertentu
2.3 Proses Termal
Perlakuan proses termal adalan metode yang digunakan untuk membunuh
mikroorganisme pembusuh dan mikroorganisme toksigenik di dalam daging atau
daging proses. Jumlah panas yang digunakan pada presevasi daging atau daging
proses ada dua macam, yaitu :
a. Pemanasan manasan sedang atau moderat yang menggunakan suhu 58 0C
sampai 75oC.
b. Pemanasan pada temperature tinggi yang biasanya lebh dari 100oC.
Terdapat beberapa jenis proses pemanasan yang umum diterapkan dalam
proses pengalengan pangan, seperti blansir, pasteurisasi, sterilisasi dan hotfilling.
Dari keempat proses pemanasan tersebut, blansir biasanya bagian dari proses
pengalengan sebelum dilakukan proses termal dan bertujuan bukan untuk proses
pengawetan.
a. Blanzir
Blanzir merupakan pemanasan awal pada bahan pangan menggunakan
suhu tinggi dalam waktu yang singkat ( Fennema, 1976 ). Proses balansir pada
daging degnan lama waktu 3 menit pada suhu 80

C dengan lama

penyimpanan selama 12 hari pada suhu refregensi (4 0C) menghasilkan kadar

protein, daya ikat air, dan pH yang masih dalam kisaran daging sapi segar
dengan jumlah bakteri yang masi lebih rendah dari batas maksimum jumlah
bakteri yang telah di tentukan sebagai daging sapi yang mutunya baik untuk
dikonsumsi (Rahmawaty, 2006).
b. Pasteurisasi
Proses pasteurisasi sedikit memperpanjang umur simpan produk pangan
dengan cara membunuh semua mikroorganisme patogen (penyebab
penyakit) dan sebagian besar mikroorganisme pembusuk, melalui proses
pemanasan. Karena tidak semua mikroorganisme pembusuk mati oleh proses
pasteurisasi, maka untuk memperpanjang umur simpannya daging yang telah
dipasteurisasi biasanya disimpan di refrigerasi (suhu rendah). Proses
pasteurisasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, dengan cara tidak
kontinyu (batch) dan kontinyu.
c. Sterilisasi komersial
Sterilisasi komersial adalah pemanasan pada suhu di atas 100 derajat
Celcius, umumnya sekitar 121,1 derajat Celcius dengan menggunakan uap
air selama waktu tertentu dengan tujuan untuk memusnahkan spora bakteri
patogen termasuk spora bakteri Clostridium botulinum. Pemanasan
sterilisasi komersial sering dilakukan pada bahan pangan yang sifatnya tidak
asam atau lebih dikenal dengan bahan pangan berasam rendah. Bahan
pangan berasam rendah memiliki pH > 4,5, misalnya seluruh bahan pangan
hewani seperti daging, susu, telur dan ikan serta sayuran seperti buncis dan
jagung. Dengan demikian, sterilisasi komersial ini hanya digunakan untuk
mengolah bahan pangan berasam rendah di dalam kaleng, seperti kornet,
sosis dan sayuran dalam kaleng.
d. Hot filling

Hot-filling adalah teknik proses termal yang banyak diterapkan untuk


produk pangan berbentuk cair, seperti saus, jam, dan sambal. Dari segi
tujuan proses, hot-filling banyak dilakukan untuk produk pangan yang
memiliki pH rendah (pangan asam/diasamkan) untuk tujuan pasteurisasi.
Pengertian hot-filling adalah melakukan pengemasan bahan dalam kondisi
panas setelah proses pasteurisasi ke dalam kemasan steril (misalnya botol
atau gelas jar), lalu ditutup rapat (hermetis) dan didinginkan. Biasanya
proses hot-filling dikombinasikan dengan teknik pengawetan lain, misalnya
penambahan gula, garam, bahan pengawet atau pendinginan. Di antara
produk pangan yang dapat diproses dengan hot-filling adalah saus, sambal,
jem, dsb.
Tujuan utama dari proses pengolahan dengan suhu tinggi ini adalah untuk
memperpanjang daya awet produk pangan yang mudah rusak dan meningkatkan
keamanannya selama disimpan dalam jangka waktu tertentu. Proses pengolahan
dengan suhu tinggi telah diaplikasikan dalam makanan kaleng dan dapat
mempertahankan daya awet produk pangan hingga 6 bulan atau lebih.
2.3 Ketahanan Mikroba Terhadap Panas
Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah
temperatur. Sebagian besar mikroorganisme tumbuh baik pada suhu 25-45 o C. Namun
ada beberapa jenis mikroba yang tumbuh dengan baik pada suhu tinggi dan suhu
rendah. Setiap organisme memiliki suhu optimum pertumbuhan, waktu regenerasi
akan meningkat pada setiap kenaikan atau penurunan suhu dari suhu optimum.
Kontrol suhu merupakan salah satu metode pengawetan makanan yang paling utama
dalam penghambatan mikroba. Suhu tinggi akan menyebabkan kematian mikroba,
sedangkan suhu rendah akan meningkatkan waktu regenerasi dan memperlambat
pertumbuhan sel mikroba.
Berdasarkan suhu optimum pertumbuhannya mikroorganisme dibedakan menjadi:

a. Psikrotropik: suhu optimum 14-20oC, tetapi dapat tumbuh lambat pada suhu
refrigerator (4oC). Kelompok mikroorganisme ini yang penting pada makanan kaleng adalah Clostridium botulinum tipe E dan strain non-proteolitik
tipe B dan F.
b. Psikrofilik : suhu optimum 5-15 oC dan dapat tumbuh pada suhu -5-0oC dan
15-20 oC.
c. Mesofilik: suhu optimum 30-37oC. Suhu ini merupakan suhu normal gudang.
Clostridium botulinum merupakan salah satu contoh mikroorganisme
kelompok ini.
d. Termofilik: suhu optimum kebanyakan termofilik pada suhu 45-60 oC. Jika
spora bakteri tidak dapat bergerminasi dan tidak tumbuh di bawah suhu 50 oC,
bakteri tersebut disebut obligat termofil. Jika tumbuh pada kisaran suhu 5066oC atau pada suhu yang lebih rendah (38oC), bakteri ini disebut fakultatif
termofilik. Beberapa obligat termofil dapat tumbuh pada suhu 77 oC dan
bakteri ini sangat resisten terhadap pemanasan (121 oC selama 60 menit).
Bakteri termofilik tidak memproduksi toksin selama pertumbuhannya pada
makanan. Contoh bakteri dari kelompok ini adalah Bacillus stearothermophilus.

Bakteri

termofilik,

seperti

Bacillus

stearothermophilus

menyebabkan busuk asam (flat sour) pada makanan kaleng berasam rendah
dan B. coagulans pada makanan kaleng asam. Bakteri termofil lainnya, yaitu
Clostridium thermosaccha-rolyticum menyebabkan penggembungan kaleng
karena memproduksi CO2 dan H2. Kebusukan sulfida disebabkan oleh
Clostridium nigridicans.
e. Hyperthermofilik : Mikroba thermofil yang dapat tumbuh pada suhu diatas 80
o

Pada umumnya semakin tinggi suhu pertumbuhan bakteri, resistensi terhadap


pemanasan semakin tinggi. Dengan demikian bakteri thermofil lebih resisten terhadap
pemanasan daripada bakteri mesofil. Pemanasan yang digunakan untuk membunuh
spora mesofil mungkin saja tidak cukup untuk mencegah terjadinya kebusukan oleh
spora thermofil, kecuali jika makanan tersebut disimpan pada suhu di bawah
thermofil. Untuk produk-produk makanan, seperti kacang polong, jagung, makanan
bayi dan daging yang beresiko busuk karena thermofil, para pengolah makanan harus
ekstra hati-hati dalam mencegah terjadinya kebusukan karena germinasi dan
pertumbuhan spora thermofil. Bahan-bahan yang digunakan seperti gula, tepung dan
rempah-rempah harus terbebas dari spora thermofil.
Bakteri thermofil juga dapat tumbuh pada peralatan yang kontak langsung dengan
makanan, sehingga makanan harus dipertahankan pada suhu 77oC atau lebih tinggi
lagi untuk mencegah pertumbuhan thermofil. Selain itu, produk harus segera
didinginkan sampai suhu di bawah 41oC setelah sterilisasi dan menyimpan produk ini
di bawah suhu 35oC. Bacillus stearothermophilus, B. thermoacidurans, dan C.
thermosaccarolyticum merupakan anggota kelompok bakteri termofilik (50-55 oC)
yang lebih tahan panas dibanding C. botulinum. Dalam proses pengalengan, bakteri
ini tidak menjadi target proses, karena suhu penyimpanan makanan kaleng umumnya
di bawah suhu 30oC.
Proses sterilisasi makanan kaleng umumnya tidak membunuh bakteri thermofilik.
Apabila proses pendinginan setelah proses sterilisasi terlalu lambat atau produk
disimpan pada suhu penyimpanan di atas normal dimana bakteri thermofilik dapat
tumbuh, maka makanan kaleng dapat rusak oleh bakteri thermofilik.
Adapun mekanisme pertahanan mikroba thermofilik terhadap suhu panas ekstrim :
a. Terbentuknya Hapanoid
b. Terbentuknya spora
c. Terbentuknya Heat-shock Protein (Hsp)
2.4 Pengeringan dan Metode Pengeringan

Pengeringan adalah suatu proses pemindahan panas dan uap air secara simultan
yang memerlukan energi untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari
permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa
panas (Taib G, dkk, 1987).
Metode pengawetan bahan degan cara pengeringan sudah dikenal sejak dulu.
Tujuan dasar daripengeringan adalah untuk mengurangi kadar air bahan dengan cara
pemanasan atau termal sampai ketingkat tertentu sehingga kerusakan akibat mikroba
dan reaksi kimia dapat diminmalisasi dengan menjaga kualitas produk kering bahan
tersebut.
Proses pengeringan merupakan suatu proses akhir dari suatu deretan operasi
proses dan setelah pengeringan bahan siap untuk disimpan atau dijual. Berdasarkan
atas proses kontak antara media pengering dengan bahan yang akan dikeringkan,
pengeringan dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Pengeringan langsung (direct drying)
Pada proses ini bahan yang dikeringkan berhubungan langsung dengan udara
yang dipanaskan.
b. Pengeringan tidak langsung (indirect drying)
Udara panas berhubungan dengan bahan yang dikeringkan melalui perantara,
umumnya berupa dinding-dinding atau tempat meletakkan bahan. Bahan akan
kontak dengan panas secara konduksi.
Secara umum yang metode pengeringan yang digunakan untuk mengeringkan
pangan termasuk pengeringan pada daging, terdapat dua metode :
a. Pengeringan alami

Pengeringan alami adalah pengeringan yang menggunakan panas alami


dari sinar matahari. Pengguanaan sinar matahari sebaiknya dilakukan di
tempat yang kering dan suhunya lebih dari 100 0F. Pengeringan menggunakan
metode ini memerlukan waktu yang relative cukup lama yaitu 3 4 hari.
b. Pengeringan buatan
Pengeringan buatan adalah pengeringan menggunakan selain sinar
matahari, miasal meggunakan alat dehydrator yang dapat mengeringkan
makanan dalam waktu 6 10 jam. Atau menggunakan oven yang memerlukan
waktu sekitar 5 12 jam, pada temperature diatas 140 0F.
Metode pengeriangan bahan makanan yaitu :
a. Pengeringan matahari ( Sun drying )

Metode ini merupakan salah satu metode pengeringan secara tradisional


karna menggunakan panas langsung dari matahari dan perggerakan udara
lingkungan. Pengeringan dengan metodeini sangat mudah dilakukan namun
sangat rentan terhadap resiko kontaminasi lingkungan, sehingga sebaiknya
pengeringan dilakukan di daerah yang jauh dari jalan raya atau udara yang
kotor ( Toftgruben, 1977 ).
b. Pengeringan rumah kaca ( Greenhouse )
10

Pengeringan efek rumah kaca adalah alat pengeringan berernergi surya


dengan memanfaatkan efek rumah kaca yang terjadi kaena adanya penutup
transparan pada dinding bangan serta plat absorber sebagai pengumpul panas
untuk menagikkan suhu udara pada ruangan pengeringan.
c. Pengeringan oven
Pengeringan degnan metode ini membutuhkan sedikit biaya investasi,
dapat melindungi pangan dari serangan serangga dan debu, dan tidak
tergantung dengan cuaca.
d. Pengeringan iradiasi surya
Solar drying merupakan modifikasi dari metode sun drying yang
menggunakan kolektor sinar matahari yang didesain khusus dengan ventilasi
untuk keluarnya uap air. ( Hughes dan Willenberg, 1994 ).
e. Freeze drying
Pengeringan beku merupakan salah satu cara dalam pengeringan produk
pangan. Tahap awal produk agan dibekukan kemudian diperlakukan dengan
proses pemanasan ringan dalam suatu lemari hampa udara. Krstal kristal es
yang terbentuk selama tahap pembekuan akan menyublim jika dipanaskan
pada tekanan hampa udara yaitu berubah bentuk dari e menjadi uap tanpa
mengewati fase cair ( German dan Sherrington, 1981 ).
f. Pengering Kabinet (cabinet or tray dryer)
Pengeringan ini tersusun atas kabinet yang terisolasi dengan nampan
berlubang yang dangkal. Nampan tersebut berisi lapisan tipis yang berasal
dari bahan pangan. Prinsip kerja dari pengeringan kabinet adalah udara panas
bertiup dengan kecepatan 0,5 5 meter per detik. Udara tersebut melewati

11

sistem saluran dan baffle sehingga dihasilkan udara yang seragam. (Fellows,
2000).
g.

Pengering Terowongan (tunnel dryer)


Prinsip kerja dari pengeringan ini adalah lapisan bahan pangan

dikeringkan pada sebuah nampan yang tersusun secara menumpuk pada


proses pengangkutan. Pergerakan yang terjadi dilakukan secara semikontinu
dengan melewati terowongan yang terisolasi. Terowongan tersebut tersusun
atas 12-15 alat pengangkut, dimana kapasitas total adalah 5000 kg.
Pengeringan terowongan dapat digunakan untuk mengeringkan bahan dalam
jumlah besar dengan waktu singkat. (Fellows, 2000).
h. Pengering Kotak (bin dryer)
Pengering kotak tersusun atas ban berjalan dengan panjang 20 meter,
sedangkan lebarnya adalah 3 m. Prinsip kerja dari pengeringan ini adalah
bahan pangan dikeringkan pada lubang. Lubang tersebut terdapat pada ban
berjalan, dimana ban tersebut berjalan melewati udara untuk mengeringkan.
(Fellows, 2000).
Adapun factor factor yang dapat mempengaruhi kecepatan pengeringan antara
lain:
1. sifat fisik dan kimiawi bahan pangan
2. bentuk alat dan media perantara pengering
3. sifat fisik lingkungan alat pengering
4. karakteristik alat pengering.

12

Tujuan dari pengeringan yaitu menghambat atau mencegah terjadinya kerusakan,


mempertahankan mutu, menghindarkan terjadinya keracunan sehingga dapat
mempermudah penanganan dan penyimpanan.
Proses pengeringan barangkali lebih tepat bila disebut sebagai usaha untuk
menghambat kerusakan karena lambat atau cepat bahan yang kering (diawetkan) akan
menglami kerusakan juga. Daging yang dikeringkan (dendeng) akan bertahan selama
1-3 bulan. Bahan yang awet mempunyai nilai dan harga yang lebih tinggi karena
risiko terjadinya kerusakan lebih kecil.
Bahan yang kering meskipun mengalami perubahan-perubahan tetapi terjadinya
sangat lambat sehingga seolah-olah tidak mengalami perubahan. Karena tidak
mengalami perubahan, maka bahan yang mula-mula bermutu baik akan tetap baik
selama jangka waktu tertentu.
Terjadinya kerusakan oleh beberapa mikroba dapat menyebabkan pembusukan
bahan yang didahului terjadinya produksi racun atau toksin. Bahan yang telah
mengandung racun tersebut dapat membahayakan kesehatan konsumen.
Bahan yang kering lebih mudah cara penanganannya, karena sortasi tidak perlu
dilakukan serta kemungkinan penularan atau kontaminasi dapat diperkecil. Daging
yang telah mengalami proses pengeringan akan tahan terhadap pengaruh kondisikondisi luar yang dapat merusak bahan tersebut sehingga dalam penyimpanannya
akan lebih mudah karena kondisi penyimpanannya juga tidak sukar. Setelah
dikeringkan, daging (dendeng) akan menjadi bentuk yang lebih praktis dan ringkas.

13

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan dalam makalah ini dapat diambil kesimpulan yaitu :
Daging merupakan bagian otot skeletal yang aman, layak dan lazim dikonsumsi
manusia, dapat berupa daging segar, daging. Salah satu sifat dari daging adalah
mudah mengalami kerusakan. Daging sangat mudah mengalami kerusakan hal ini di
karenakan adanya aktivitas pada daging atau produk daging proses karena daging
memenuhi keriteria untuk tempat tumbuh dan berkembang nya mikroorganisme
termasuk mikroorganisme perusak. Oleh karna itu perlu dilakukannya proses
penangan dari daging salah satunya dengan proses termal dan juga menggunakan
metode pengeringan.
Perlakuan proses termal adalan metode yang digunakan untuk membunuh
mikroorganisme pembusuh dan mikroorganisme toksigenik di dalam daging atau
daging proses. Terdapat beberapa jenis proses pemanasan yang umum diterapkan
dalam proses pengalengan pangan, seperti blansir, pasteurisasi, sterilisasi dan
hotfilling
Mikroorganisme yang terdapat padapat pada produk pangan yang telah menalami
pemanasan dengan proses termal pada umumnya banyak yang mati. Namun terdpat
beberapa jenis bakteri yang dapat bertahan yaitu bakteri jenis thermofilik . Adapun
mekanisme pertahanan mikroba thermofilik terhadap suhu panas ekstrim :
14

a. Terbentuknya Hapanoid
b. Terbentuknya spora
c. Terbentuknya Heat-shock Protein (Hsp)
Semain proses termal yang dapat meningkatkan daya tahan dari daging terdapat
metode pengeringan. Pengeringan adalah suatu proses pemindahan panas dan uap air
secara simultan yang memerlukan energi untuk menguapkan kandungan air yang
dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering yang
biasanya berupa panas (Taib G, dkk, 1987).
Pengeringan bahan pangan memiliki beberapa metode diantaranya :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
3.2 Saran

Pengeringan matahari ( Sun drying )


Pengeringan rumah kaca ( Greenhouse )
Pengeringan oven
Pengeringan iradiasi surya
Freeze drying
Pengering Kabinet (cabinet or tray dryer)
Pengering Terowongan (tunnel dryer)
Pengering Kotak (bin dryer)

Pengawetan terhadap bahan makanan sanat disarankan baik dari tumbuhan


maupun hewan sangat disarankan guna menjaga kualitas dan daya simpan dari bahan
makanan tersebut.

15

DAFTAR PUSTAKA

Anonime.

2010.

Mekanisme

Ketahanan

Mikroba

Terhadap

Suhu Tinggi.

https://lordbroken.wordpress.com/2010/10/08/1118/. Diakses pada 23 April


2016
Boeatandz

Osmar.

2010.

Sterilisasi

Termal.

http://osch-

fabregas.blogspot.co.id/2011/09/sterilisasi-thermal.html. Diakses pada 23 April


2016
Ending

gusti.

2012.

Pengeringan

Makanan.

http://gustiayuendanghartanti.blogspot.co.id/2012/10/pengeringanmakanan.html. Diakses pada 28 April 2016


Hadju Rahmawati. 2006. Kajian Efek Waktu Balnsir dan Lama Penyimpanan Pada
Suhu Rendah TerhadapMutu Daging Sapi yang Dikemas Vakum. Jurnal Zootek
(Zootek Journal), Vol 22:ii
P. Hariyadi, dkk. 2005. Prinsip dan Pengertian Proses Termal. Pusat STudi Pangan
dan Gizi IPB, Bogor
Saputro

thomas.

2014.

Cara

Membuat

Dendeng

Sapi.

http://www.ilmuternak.com/2014/12/resep-cara-membuat-dendeng-sapi.html.
Diakses pada 28 April 2016
Sutaryo, 2004. Penyimpanan dan Pengawetan Daging. Fakultas PEternakan
Universitas Diponogoro. Semarang
Soeparno. 1992. Ilmu Dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University. Yogyakarta
SNI 3932 : 2008. Mutu Karkas dan Daging Sapi

16

Windu

ahmad.

2007.

Pengeringan

https://windubahari.wordpress.com/2007/12/07/pengeringan-daging/.

Daging.
Diakses

pada 28 April 2016

17

Anda mungkin juga menyukai