Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN

PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH


Tugas ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Praktikum Teknologi Pengolahan

Oleh :
Rahelita Beatric Purba
NIM 132 172 5013
Kelompok IV

TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA
SERPONG
2019
I. Judul Praktikum
Pengolahan dengan suhu rendah
II. Tujuan Praktikum
Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui metode/cara dan
dampak/konsekuensi yang ditimbulkan dalam proses pengolahan/pengawetan bahan
pangan dengan menggunakan suhu rendah.
III. Dasar Teori
3.1 Pengawetan dengan suhu rendah
Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat kerusakan makanan, antara lain
kerusakan fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan mikrobiologis. Pada
pengawetan dengan suhu rendah dibedakan antara pendinginan dan pembekuan.
Pendinginan dan pembekuan merupakan salah satu cara pengawetan yang tertua.
Pendinginan atau refrigerasi ialah penyimpanan dengan suhu rata-rata yang
digunakan masih di atas titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan biasanya antara -
1oC sampai 4oC. Pada suhu tersebut, pertumbuhan bakteri dan proses biokimia akan
terhambat. Pendinginan biasanya akan mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari
atau beberapa minggu, tergantung kepada jenis bahan pangannya. Pendinginan yang
biasa dilakukan di rumah-rumah tangga adalah dalam lemari es yang mempunyai suhu
–2oC sampai 16oC. ( Rusendi, 2010)
Pembekuan atau freezing ialah penyimpanan di bawah titik beku bahan, jadi bahan
disimpan dalam keadaan beku. Pembekuan yang baik dapat dilakukan pada suhu kira-
kira –17oC atau lebih rendah lagi. Pada suhu ini pertumbuhan bakteri sama sekali
berhenti. Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu antara -12 oC sampai -
24oC. Dengan pembekuan, bahan akan tahan sampai bebarapa bulan, bahkan kadang-
kadang beberapa tahun.
Perbedaan antara pendinginan dan pembekuan juga ada hubungannya dengan
aktivitas mikroba.
1. Sebagian besar organisme perusak tumbuh cepat pada suhu di atas 10 oC
2. Beberapa jenis organisme pembentuk racun masih dapat hidup pada suhu kira-
kira 3,3oC
3. Organisme psikrofilik tumbuh lambat pada suhu 4,4 oC sampai – 9,4 oC
Organisme ini tidak menyebabkan keracunan atau menimbulkan penyakit pada
suhu tersebut, tetapi pada suhu lebih rendah dari – 4,0 oC akan menyebabkan kerusakan
pada makanan. (Tranggono, 1990)
Jumlah mikroba yang terdapat pada produk yang didinginkan atau yang dibekukan
sangat tergantung kepada penanganan atau perlakuan-perlakuan yang diberikan sebelum
produk itu didinginkan atau dibekukan, karena pada kenyataannya mikroba banyak
berasal dari bahan mentah/ bahan baku. Setiap bahan pangan yang akan didinginkan atau
dibekukan perlu mendapat perlakuan-perlakuan pendahuluan seperti pembersihan,
blansing, atau sterilisasi, sehingga mikroba yang terdapat dalam bahan dapat sedikit
berkurang atau terganggu keseimbangan metabolismenya.
Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan makanan tidak dapat mematikan
bakteri, sehingga pada waktu bahan beku dikeluarkan dan dibiarkan hingga mencair
kembali (“thawing“), maka pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba dapat
berlangsung dengan cepat. Penyimpanan dingin dapat menyebabkan kehilangan bau dan
rasa beberapa bahan bila disimpan berdekatan. misalnya :
1. Mentega dan susu akan menyerap bau ikan dan bau buah-buahan
2. Telur akan menyerap bau bawang
Bila memungkinkan sebaiknya penyimpanan bahan yang mempunyai bau tajam
terpisah dari bahan lainnya, tetapi hal ini tidak selalu ekonomis. Untuk mengatasinya,
bahan yang mempunyai bau tajam disimpan dalam kedaan terbungkus. ( winarno, 2004)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pendinginan yaitu :
1. Suhu
2. Kualitas bahan mentah
Sebaiknya bahan yang akan disimpan mempunyai kualitas yang baik
3. Perlakuan pendahuluan yang tepat
Misalnya pembersihan/ pencucian atau blanching
4. Kelembaban
Umumnya RH dalam pendinginan sekitar 80 – 95 %. Sayur-sayuran disimpan
dalam pendinginan dengan RH 90 – 95 %
5. Aliran udara yang optimum
Distribusi udara yang baik menghasilkan suhu yang merata di seluruh tempat
pendinginan, sehingga dapat mencegah pengumpulan uap air setempat (lokal).
Keuntungan penyimpanan dingin :
1. Dapat menahan kecepatan reaksi kimia dan enzimatis, juga pertumbuhan dan
metabolisme mikroba yang diinginkan. Misalnya pada pematangan keju.
2. Mengurangi perubahan flavor jeruk selama proses ekstraksi dan penyaringan
3. Mempermudah pengupasan dan pembuangan biji buah yang akan dikalengkan.
4. Mempermudah pemotongan daging dan pengirisan roti
Kerugian penyimpanan dingin :
1. Terjadinya penurunan kandungan vitamin, antara lain vitamin C
2. Berkurangnya kerenyahan dan kekerasan pada buah-buahan dan sayur-sayuran
3. Perubahan warna merah daging
4. Oksidasi lemak
5. Pelunakan jaringan ikan
6. Hilangnya flavor
3.2 Daging Sapi
Daging sapi merupakan salah satu bahan makanan bergizi tinggi yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan protein asal ternak, karena daging sapi mengandung asam-
asam amino essensial yang lengkap disamping zat-zat gizi lainnya. Ditinjau dari
komopsisinya, daging sapi segar termasuk salah satu bahan pangan yang bersifat mudah
rusak dan cepat mengalami penurunan mutu bila disimpan pada suhu kamar (270C).
Daging sapi segar yang disimpan pada suhu kamar hanya dapat bertahan selama 24 jam
dan setelah itu daging sapi sudah menunjukan adanya kerusakan. Kerusakan dapat terjadi
karena adanya kontaminasi oleh mikroorganisme serta kerusakan kimiawi, biologis dan
fisik. Awal kontaminasi mikroorganisme pada daging berasal dari lingkungan sekitarnya
dan terjadi pada saat pemotongan, hingga daging dikonsumsi. Pada umumnya sanitasi
yang terdapat di rumah-rumah potong masih belum memenuhi persyaratan kesehatan
daging sesuai standar yang telah ditetapkan. Keadaan ini menyebabkan mikroorganisma
awal pada daging sudah tinggi. Selain itu penyimpanan daging di rumah potong dan di
pasar-pasar umumnya belum menggunakan alat pendingin, dimana daging hanya
dibiarkan terbuka tanpa dikemas dalam temperatur kamar. Kondisi yang demikian dapat
menyebabkan perkembangbiakan mikroorganisme semakin meningkat yang
mengakibatkan kerusakan atau pembusukan daging dalam waktu singkat. Hewan yang
baru di potong, dagingnya lentur dan lunak, kemudian terjadi perubahan-perubahan
dimana jaringan otot menjadi keras, kaku dan tidak mudah digerakan. Setelah hewan
mati, sirkulasi darah terhenti. Hal ini akan menyebabkan fungsi darah sebagai pembawa
oksigen terhenti pula. Peristiwa tersebut diikuti oleh terhentinya respirasi dan
berlangsungnya proses glikolisis anaerob.
Daging hewan akan mengalami serangkaian perubahan biokimia dan fisikokimia
seperti perubahan struktur jaringan otot, perubahan pH dan perubahan daya mengikat air.
Oleh sebab itu diperlukan perlakuan penanganan yang tepat agar mutunya tetap dapat
dipertahankan atau minimal dapat menekan kemungkinan terjadinya kerusakan. Ada
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memperpanjang daya tahan daging segar
tersebut antara lain dengan pemanasan (blansir) dan pengemasan vakum. Pengemasan
daging segar secara vakum sangat perlu dan banyak menguntungkan karena selain
mencegah pencemaran daging juga dapat mempertahankan mutu daging sapi, kehilangan
air, mempertahankan warna selama transportasi serta memudahkan penyimpanan.
Blansir merupakan pemanasan awal pada bahan pangan dengan menggunakan suhu
tinggi dalam waktu yang singkat. Blansir biasanya dilakukan sebelum bahan pangan
dikalengkan, dibekukan, atau dikeringkan. Cara ini akan mengurangi mikroorganisme
pada permukaan daging dan menghambat penetrasi dengan pembentukan lapisan keras
dan pengurangan kadar air dalam daging yang mendukung perkembangan
mikroorganisme. Blansir pada suhu tinggi juga mampu mengurangi kerja enzim-enzim
pada mikroorganisme maupun yang ada pada daging yang dapat menyebabkan
perubahan pH, warna, flavour dan pembusukan. Namun demikian, daging yang telah
diblansir masih bisa terkontaminasi, sehingga perlu dilakukan penanganan yaitu
penyimpanan pada suhu rendah (pendinginan).
Penyimpanan pada suhu rendah diharapkan dapat memperpanjang masa simpan
daging sapi karena suhu rendah dapat memperlambat aktivitas metabolisme dan
menghambat pertumbuhan mikroorganisme, mencegah terjadinya reaksi-reaksi kimia
dan mencegah hilangnya kadar air daging sapi. Beberapa bakteri yang umumnya
menimbulkan kerusakan pada daging diantaranya adalah Pseudomonas, Achromobacter,
Streptococcus, Bacillus dan Micrococcus. Sedangkan bakteri penyebab keracunan
makanan yang sering ditularkan melalui daging antara lain : Clostridium perfrinens,
Salmonella, staphylococcus aureus, dan Escherichia coli.

Gambar 1. Daging Sapi


IV. Bahan dan Alat
Alat Bahan
 Timbangan  Buncis
 Pisau  Daging Sapi
 Plastik
 Baskom/panci
 Lemari pendingin

V. Cara Kerja
4.1 Penyimpanan suhu dingin Penyimpanan suhu beku

Dibersihkan buncis dari kotoran Dibersihkan daging dari kotoran


yang ada yang ada

Ditimbang buncis, lalu lakukan Ditimbang daging, lalu lakukan


pengamatan warna bentuk, dan pengamatan warna bentuk, dan
aroma aroma

Dikemas dalam plastik Dikemas dalam plastik


pembungkus yang berlubang lalu pembungkus yang tidak berlubang
tutup rapat plastik pembungkusnya lalu tutup rapat plastik
pembungkusnya

Disimpan dalam lemari pendingin Disimpan dalam lemari pendingin


pada suhu beku
VI. Data Pengamatan

Tabel 1. Data hasil penimbangan bahan


Keterangan Berat (gram)
Sebelum penyimpanan Setelah penyimpanan
Bobot buncis 116,35 99,13
(plastik berlubang)
Bobot daging ayam 70,04 71,44
(plastik tertutup rapat)

Tabel 2. Data hasil pengamatan organoleptik penyimpanan suhu beku


Pengamatan Sebelum penyimpanan Setelah penyimpanan
Warna Coklat Kemerahan Coklat Kemerahan
Aroma Khas daging sapi (daging Khas daging sapi
segar) (daging segar)
Tekstur Kenyal Keras

Tabel 3. Data hasil pengamatan organoleptik penyimpanan suhu dingin

Pengamatan Sebelum Penyimpanan Sesudah


Penyimpanan

Warna Hijau Hijau

Aroma KhasBuncis Khas Buncis

Tekstur Crunchy Sedikit Layu

VII.Gambar Pengamatan
Gambar 1. Penyimpanan daging sapi pada suhu beku

Keterangan: a. Sebelum disimpan pada suhu beku, b. Sesudah disimpan pada suhu
beku
VIII. Pembahasan
Pada percobaan dilakukan pengolahan/ pengawetan bahan pangan pada suhu
rendah. Adapun bahan pangan yang digunakan yaitu buncis dan daging sapi. Pada
percobaan digunakan lemari pendingin (refrigerator) untuk penyimpanan bahan pangan.
Untuk daging sapi dilakukan pengolahan dengan cara pembekuan (freezing), sedangkan
untuk buncis dilakukan dengan cara pendinginan (cooling). Perbedaan pembekuan dan
pendinginan adalah pada suhu yang digunakan. Pada proses pembekuan, penyimpanan
daging sapi dilakukan dalam keadaan beku atau pada suhu beku, yaitu antara -12o s/d -
24oC (dalam freezer) selama 1 minggu, sedangkan pendinginan untuk buncis dilakukan
di atas suhu pembekuan, yaitu pada -2o s/d 10oC (dalam cooler) selama 1 minggu.
Sebelum dilakukan penyimpanan dilakukan pembersihan bahan pangan dari
kotoran, pemeriksaan organoleptik (aroma, tekstur dan warna bahan pangan) serta
pengemasan . Pada pembersihan buncis dilakukan pemisahan buncis dengan bagian yang
tidak diharapkan. Selanjutnya dilakukan pengemasan, pada pengemasan buncis
digunakan plastik PE yang sudah dilubangi dan ditutup rapat hal ini bertujuan untuk
menghindari pelayuan, sedangkan pada pengemasan daging menggunakan plastik PE
yang tertutup dan tidak dilubangi hal ini bertujuan menghambat terjadinya pertumbuhan
bakteri karena konsentrasi oksigen terbatas, menghindari terjadinya pengurangan berat
atau bobot, mempertahankan kualitas daging lebih efektif karena proses pelayuan terjadi
lebih sempurna, mencegah terjadinya kontaminasi kotoran maupun mikroba,
dan memperlambat laju proses ketengikan.
Dari hasil pengamatan buncis setelah dilakukan penyimpanan selama 1 minggu,
keadaan buncis yang disimpan dalam kemasan masih dalam keadaan segar walaupun
sedikit layu. Hal tersebut karena pada penyimpanan dingin pada suhu rendah dapat
mengurangi laju metabolisme dan menghambat pertumbuhan mikroba, selain itu juga
mencegah terjadinya reaksi-reaksi kimia dan hilangnya kadar air dari bahan pangan.
Pada percobaan pengolahan dengan suhu rendah pada buncis terjadi penyusutan
bobot hal ini disebabkan karna adanya penguapan air dari dalam bahan, sedangkan pada
daging terjadi penambahan bobot setelah pembekuan hal ini disebabkan karna pada
preparasi daging yang akan dilakukan penyimpanan dengan suhu rendah dicuci terlebih
dahulu sedangkan yang kita ketahui bahwa daging mempunyai kemampuan dalam
menyerap air.
Dari segi tekstur pada buncis terjadi penurunan kekerasan menurut Winarno
(2002) penurunan tingkat kekerasan selama proses penyimpanan sayuran disebabkan
terjadinya perubahan komposisi dinding sel akibat perubahan turgor sel sehingga sayuran
menjadi lunak. Dari segi warna dan aroma baik pada daging maupun buncis tidak terjadi
perubahan yang berarti.
IX. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa metode
pengolahan/penyimpanan pada suhu rendah sangat efektif untuk memperpanjang masa
simpan bahan pangan dengan cara menghambat proses pembusukan oleh mikroba serta
menghambat proses metabolisme yang masih terjadi setelah pemanenan hal tersebut
dapat dilihat dari tidak adanya perubahan yang cukup berarti baik pada aroma, warna,
maupun tekstur pada bahan pangan sebelum dan sesudah di simpan pada suhu rendah.
X. Daftar Pustaka
Agustina, Normalita. Pendinginan dan Pembekuan. Diakses dari
http://www.academia.edu/ 5046169/Pendinginan_dan_pembekuan
Irianto, Heru. 2008. Buku Panduan Praktikum Teknologi Pengolahan. Program Studi
Teknologi Industri Pertanian, Institut Teknologi Indonesia.
Winarno, 2002. Fisiologi Lepas Panen Produk Holtikultura. M-Brio Press: Bogor.

Anda mungkin juga menyukai