Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAULUAN

(BAYU)

A. Latar Belakang

Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang
sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai
media pertumbuhan mikroorganisme. Beberapa penyakit hewan yang bersifat
zoonosis (penyakit yang dapat ditularkan dari hewan kepada manusia) dapat
ditularkan melalui daging (meat-borne disease). Selain itu, daging juga dapat
mengandung residu obat hewan dan hormon, cemaran logam berat, pestisida atau
zat-zat berbahaya lain, sehingga daging juga dikategorikan sebagai pangan yang
berpotensi berbahaya bagi kesehatan manusia (potentially hazardous
food/PHF). Agar daging tetap bermutu baik, aman dan layak untuk dikonsumsi,
maka perlu penanganan daging yang aman dan baik mulai dari peternakan sampai
dikonsumsi.

Salah satu usaha untuk mendapatkan daging yang baik dari hewan adalah dengan
melakukan pemeriksan antemortem dan postmortem pada ternak dan juga karkas
yang dihasilkan. pemeriksaan antemortem yaitu pemeriksaan fisik luar hewan
sebelum dilakukan pemotongan, dan posmortem yaitu pemeriksaan bagian dalam
hewan sesudah pemotongan. Hewan yang sehat secara klinis, yakni tidak cacat,
hidung normal, mata normal, jantung dan paru-paru juga normal. Sementara itu,
untuk pemeriksaan postmortem dilakukan dengan sasaran pemeriksaan meliputi
kondisi hati, jantung, paru-paru, limpa, ginjal dan organ bagian dalam hewan.
Apabila ditemukan kelainan-kelainan dan ada cacing hati maka organ tersebut
harus disingkirkan, karena tidak layak untuk dikonsumsi (Ressang, 1984).

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini yaitu :

1. Bagaimana pemeriksaan kesehatan ternak yang meliputi pemeriksaan


antemortem dan postmortem, dalam upaya menjaga kesehatan dan
keamanan daging bagi konsumsi masyarakat.
2. Apa manfaat dan tujuan dari pemeriksaan antemortem dan pos mortem
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kesehatan ternak setelah dilakukan pemeriksaan
antemortem dan pos mortem
2. Unutk mengetahui layak atau tidak daging yang dihasilkan untuk di konsumsi
3. Untuk mengetahui tata laksana pemeriksaan antemortem dan pos mortem
D. Manfaat
1. endapatkan ilmu dan wawasan tentang pemeriksaan dan jenis jenis penyakit
pasca pemeriksaan antemortem dan postmortem.
2. Mencegah adanya penyakit zoonosis dari ternak ke para konsumen.

BAB II

TINJAUAN PUTAKA

A. Pemeriksaan Antemortem (GUFRON)

Pemerikasaan ante mortem adalah pemeriksaan kesehatan setiap ekor sapi, ternak atau
unggas yang akan dipotong. Pemeriksaan ante mortem dilakukan dengan mengamati dan
mencatat ternak sapi sebelum disembelih yang meliputi jumlah ternak, jenis kelamin, keadaan
umum, serta kelainan yang tampak.

Prosedur pemeriksaan antemortem meliputi :

1. pemeriksaan dilakukan oleh dokter hewan atau pemeriksa daging dibawah pengawasan
petugas berwenang

2. pemeriksaan dilakukan di bawah penerangan yang cukup (dapat mengenali perubahan


warna mata)

3. pemeriksaan dilakukan secara umum; kondisi hewan, gerakan hewan, cara berjalan, kulit
dan bulu, mata telinga, hidung, mulut, alat kelamin, anus, kaki dan kuku, cara bernafas

4. hewan diduga sakit, dipisahkan untuk pmeriksaan lebih lanjut

5. hewan sehat boleh dipotong, hewan tidak sehat tidak boleh dipotong

Pemeriksaan antemortem meliputi pemeriksaan perilaku dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan


perilaku dilakukan pengamatan dan mencari informasi dari orang yang merawat hewan kurban
tersebut. Hewan yang sehat nafsu makannya baik, hewan yang sakit nafsu makannya berkurang
atau bahkan tidak mau makan. Cara bernafas hewan sehat nafasnya teratur, bergantian antara
keempat kakinya. Pincang, loyo dan tidak bias berjalan menunjukkan hewan sedang sakit. Cara
buang kotoran dan kencingnya lancer tanpa menunjukkan gejala kesakitan. Konsistensi kotoran
(feses) padat (Hayati dkk, 2009).

Pemeriksaan Fisik dilakukan pemeriksaan terhadap suhu tubuh (temperatur), menggunakan


termometer badan ( digital atau air raksa ), suhu tubuh normal sapi berkisar antara 38,5C
39,2C. Bola mata bersih, bening, dan cerah. Kelopak mata bagian dalam (conjunctiva) berwarna
kemerahan (pink) dan tidak ada luka. Kelainan yang biasa dijumpai pada mata yaitu adanya
kotoran berlebih sehingga mata tertutup, kelopak mata bengkak, warna merah, kekuningan
( icterus) atau cenderung putih (pucat). Mulut dan bibir, bagian luar bersih, mulus, dan agak
lembab. Bibir dapat menutup dengan baik. Selaput lender rongga mulut warnanya merata
kemerahan (pink), tidak ada luka. Air liur cukup membasahi rongga mulut. Lidah warna
kemerahan merata, tidak ada luka dan dapat bergerak bebas. Adanya keropengdi bagian bibir, air
liur berlebih atau perubahan warna selaput lendir (merah, kekuningan atau pucat) menunjukkan
hewan sakit. Hidung, Tampak luar agak lembab cenderung basah. Tidak ada luka, kotoran,
leleran atau sumbatan. Pencet bagian hidung, apabila keluar cairan berarti terjadi peradangan
pada hidung. Cairan hidung bisa bening, keputihan, kehijauan, kemerahan, kehitaman atau
kekuningan. Kulit dan bulu, bulu teratur, bersih, rapi, dan mengkilat. Kulit mulus, tidak ada luka
dan keropeng. Bulu kusam tampak kering dan acak-acakan menunjukkan hewan kurang sehat.
Kelenjar getah bening, kelenjar getah bening yang mudah diamati adalah yang berada di daerah
bawah telinga, daerah ketiak dan selangkangan kiri dan kanan.

Apabila ada peradangan kemudian membengkak tanpa diraba akan terlihat jelas pembesaran
di daerah dimana kelenjar getah bening berada. Daerah anus, bersih tanpa ada kotoran, darah dan
luka. Apabila hewan diare, kotoran akan menempel pada daerah sekitar anus (Hayati dkk, 2009).

Tujuan dari pemeriksaan antemortem adalah : (syarip)

untuk menentukan apakah hewan potong benar-benar sehat

Pemeriksaan dilakukan terhadap kesehatan hewan yang akan dipotong

Pelaksanaan pada saat hewan tiba di tempat pemotongan, pada hari pemotongan, pada
saat hewan diistirahatkan sebelum pemotongan

Keputusan; hewan sehat dipotong, hewan sakit tidak boleh dipotong

Hasil akhir pemeriksaan ini dapat dibagi tiga kelompok :

1. Ternak yang dipotong secara reguler adalah ternak yang memenuhi syarat normal.
2. Ternak yang ditolak yaitu ternak yang menderita suatu penyakit menular, masih
produktif dan betina bunting
3. Ternak yang menderita kelainan lokal seperti fraktur, abses, neoplasma dan ternak
yang kondisinya meragukan (Arka dkk, 1988).

Keputusan-keputusan pemeriksaan ante mortem berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian


Nomor 413 tahun 1992 adalah sebagai berikut :
1. Dilarang untuk disembelih pada keadaan hewan menderita antrax, malleus, boutvour,
rabies, rinderpest, pneumonia contangiosa bovum.

2. Diijinkan untuk dipotong, bila pemeriksaan yakin bahwa untuk dimakan manusia, daging
dari hewan yang bersangkutan tidak membahayakan kesehatan.

3. Ditunda untuk dipotong pada keadaan-keadaan :

1. Hewan lelah

2. Pemeriksaan belum yakin, bahwa hewan yang bersangkutan adalah sehat, oleh
karenanya harus selalu dibawah pengawasan dan pemeriksaan, dalam hal ini
hewan harus disendirikan.

4. Diijinkan untuk dipotong dengan syarat, yaitu ditentukan waktu dan tempat pemotongan
serta pemeriksaan post mortem mendalam atau syarat lain bila dalam pemeriksaan ante
mortem menunjukkkan gejala penyakit edema, PMK, septicaemia, dll petunjuk yang
masih memerlukan kepastian mengenai daging hewan itu untuk dikonsumsi.

B. Pemeriksaan Postmortem (solatin )

Pemeriksaan daging post-mortem adalah pemeriksaan kesehatan daging setelah dipotong


terutama pada pemeriksaan karkas, kelenjar limfe, kepala pada bagian mulut, lidah, bibir, dan
otot masseter dan pemeriksaan paru-paru, jantung, ginjal, hati, serta limpa.

Tujuan :

mengenali kelainan atau abnormalitas pada daging, isi dada dan isi perut menjamin
bahwa proses pemotongan dilaksanakan dengan baik meneguhkan hasil pemeriksaan
ante-mortem

menjamin kulitas dan keamanan daging

Prosedur pemeriksaan postmortem


1. Pemeriksaan dilakukan merujuk hasil pemeriksaan antemortem

2. Pemeriksaan dilakukan di bawah penerangan yang cukup (dapat mengenali perubahan


warna daging)

3. Pemeriksaan dilengkapi dengan pisau yang tajam dan bersih, serta dilakukan dengan
bersih dan berurutan

4. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan dengan mata (inspeksi), meraba, menekan dengan


tangan (palpasi), jika diperlukan dilakukan penyayatan (insisi); isi dada atau isi perut

5. Pemeriksaan terhadap daging, isi perut, dan isi dada segera setelah proses pemotongan

6. Tidak ada kelainan daging boleh dijual/dimakan, ada penyakit tidak boleh dijual/
dimakan

Pemeriksaan post-mortem yang dilakukan antara lain pemeriksaan karkas pada


limfoglandula, pemeriksaan kepala yaitu pada bibir, mulut, otot masseter, dan pemeriksaan organ
dalam seperti paru-paru, jantung, ginjal, hati, serta limpa. Pemeriksaan ini merupakan
pemeriksaan rutin yang dilakukan dengan intensitas normal setiap hari. Jika terdapat
abnormalitas pada karkas, organ visceral atau bagian-bagian karkas lainnya dapat dikonsumsi,
diproses lebih lanjut atau tidak (Soeparno, 1992).

Menurut Arka dkk (1985), keputusan hasil akhir pemeriksaan dapat digolongkan atas :

1. Karkas serta organ tubuh yang sehat diteruskan kepasaran untuk konsumsi masyarakat.
2. Karkas serta organ-organ tubuh yang mencurigakan ditahan untuk pemeriksaan yang
lebih seksama.
3. Bagian-bagian yang sakit dan abnormal secara lokal hendaknya diiris dan disingkirkan
sedangkan selebihnya dapat diteruskan ke pasaran umum.
4. Karkas dan organ-organ tubuh yang sakit dan abnormal secara umum atau keseluruhan
atau seluruh karkas dan organ-organ tubuh tersebut disingkirkan semua.
5. Karkas dan organ tubuh yang sehat yang akan diteruskan ke pasar umum diberikan cap
BAIK.
BAB III

PENUTUP

(RIKI)

A. Kesimpulan

Pemeriksaan kesehatan postmortem dan antemortem dimaksudkan untuk


menyingkirkan (mengeliminasi) kemungkinan-kemungkinan terjadinya penularan
penyakit dari hewan ke manusia. Proses ini juga bermanfaat untuk menjamin
tersedianya daging dan produk ikutannya dengan mutu yang baik dan sehat. Dua
tahap proses pemeriksaan kesehatan hewan kurban yaitu pemeriksaan antemortem
dan postmortem. Pemeriksaan antemortem dilakukan sebelum hewan dipotong
atau saat hewan masih hidup. Sebaiknya pemeriksaan antemortem Pemeriksaan
postmortem dilakukan setelah hewan dipotong.

DAFTAR PUSTAKA

Hayati dan Choliq, 2009. Ilmu Reproduksi Hewan. PT. Mutiara Sumber Widya.
Jakarta.

Soedarto. 2003. Zoonosisi Kedokteran. Airlangga press. Surabaya.

Akoso,T. B., 1991, Manual Untuk Paramedik Kesehatan Hewan, 2ed, Omaf-Cida Disease
Investigasi center.

Bearden HJ, and JW Fuquay. 1992. Applied Animal Reproduction Third Edition Prentice Hall.
Englewood Cliffs. New Jersey.

Kukuh Dian.2013. Pemeriksaan Ante-mortem dan Post-


mortem.http://dkukuh.blogspot.co.id/2013/10/blog-post.html. Diakses pada
23 November 2016
Huzzani Faizin. 2015. Higien Daging Pemeriksaan Postmortem
http://faizinaiz.blogspot.co.id/2015/10/higien-daging-pemeriksaan-
postmortem.html Diakses pada 23 November 2016

Anda mungkin juga menyukai