Anda di halaman 1dari 18

PROSES FISIOLOGI

DAN BIOKIMIA PRODUK HEWANI


Produksi ATP dari  glikogen melalui tiga jalur
yakni:
1. Glikolisis;
perombakan glikogen menjadi asam laktat (produk akhir)
atau melalui pembentukan terlebih dahulu asam piruvat
(dalam keadaan aerob) kemudian menjadi asam laktat
(anaerob). Pada kondisi ini akan terbentuk 3 mol ATP

2.  Siklus asam trikarboksilat (siklus krebs);


sebagian asam piruvat hasil perombakan glikogen
bersama produk degradasi protein dan lemak akan masuk
kedalam siklus asam trikarboksilat yang menghasilkan
CO2 dan atom H. Atom H kemudian masuk ke rantai
transport elektron dalam mitochondria untuk menghasilkan
H2O serta 30 mol ATP.
3. Transport elektron: Hasil glikolisis berupa atom H secara
aerob melalui rantai transport elektron dalam
mitochondria bersama dengan O2 dari suplai darah akan
menghasilkan H2O dan 4 mol ATP.

• Dengan demikian melalui tiga jalur ini glikogen otot


pertama-tama dirubah menjadi glukosa mono fosfat
kemudian dirombak menjadi CO2 dan H2O serta 37 mol
ATP.
Perubahan Sifat Fisikomia Daging Post Mortem
(setelah Penyembelihan)
• Terdapat perbedaan karakteristik fisikokimia dari daging sebelum
penyembelihan (pre mortem) dan setelah penyembelihan (post
mortem).

• Penyembelihan menyebabkan penyediaan oksigen ke otot menjadi


terhenti (jantung dan aliran darah berhenti),

• Dengan berhentinya proses respirasi maka akan terjadi reaksi


glikolisis yang anaerobik dan menghasilkan produksi asam laktat,
dan dilanjutkan dengan adanya serangkaian perubahan biokimia dan
kimia seperti: perubahan suhu, perubahan pH daging, perubahan
kelarutan protein, perubahan daya ikat air, perubahan jaringan otot


Perubahan suhu
a.menurun, dimana suhu darah akan menuju pada suhu
sekitar/ dibawahnya.

b. suhu jaringan mungkin naik 1-2oC


-dipengaruhi oleh besar kecil ternak.
-disebabkan oleh adanya proses glikolisis, yang mengubah
glikogen menjadi asam laktat.
Dimana proses glikolisis terjadi secara anaerobic yang
berbeda dgn pernafasan pada saat hidup, sehingga proses
ini termasuk reaksi eksotermis.
Perubahan pH daging

• Pada saat post mortem terjadi penurunan pH pada


daging dikarenakan adanya metabolisme anaerobic
yang akan menghasilkan asam laktat pada jaringan
daging.

• Penurunan pH daging terjadi secara bertahap dari pH


normal menjadi pH akhir sekitar 3.5 hingga 5.5

• Dengan perubahan pH ini juga akan menyebabkan


terjadinya perubahan warna pada daging, dimana
dengan menurunya pH warna daging akan menjadi lebih
pucat
Perubahan daya ikat air (Water Holding Capacity):
•Daya ikat air juga dipengaruhi oleh pH daging serta jumlah
ATP pada jaringan daging.
•Pada saat daging dalam kondisi pre rigor, daya ikat air
masih sangat tinggi namun bertahap menurun dengan
menurunnya nilai pH dan  jumlah ATP pada jaringan otot
daging.
•Pada fase rigor mortis dimana daging sangat kaku dan
tidak memiliki ruangan untuk mengikat air karena adanya
ikatan cross linking yang kuat antara aktin dan myosin
pada jaringan otot daging.
•Dengan menurunnya nilai pH maka enzim Katepsin yang
merupakan enzim proteolitik menjadi aktif dan dapat
melonggarkan struktur protein serat daging sehingga daya
ikat air akan meningkat kembali
Perubahan rigor pada jaringan otot daging

• Sesaat setelah ternak mati proses respirasi terhenti,


maka sisa-sisa glikogen dan khususnya ATP yang
terbentuk menjelang ternak mati akan tetap digunakan
untuk kontraksi otot sampai ATP habis sama sekali,
ditandai dengan adanya peningkatan kekakuan pada
jaringan otot daging atau dikenal dengan istilah fase
rigor mortis.

• rigor mortis ini disebabkan juga karena adanya


crosslinking pada protein aktin dan myosin jaringan otot
daging.
• setelah fase rigor mortis otot pada daging akan
mengalami fase pasca rigor. Saat ini maka daging akan
menjadi lunak.

• Hal ini karena adanya penurunan nilai pH yang


menyebabkan enzim katepsin akan aktif dan
mendesintegrasi jaringan otot miofilamen, menghilangkan
gaya adhesi antara serabut otot serta melonggarkan
struktur protein serat otot.
Rigor Mortis

• Rigor mortis adalah suatu proses yang terjadi setelah


ternak disembelih diawali fase prarigor dimana otot-otot
masih berkontraksi dan diakhiri dengan terjadinya
kekakuan pada otot.

• Waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis


tergantung pada jumlah ATP yang tersedia pada saat
ternak mati. Jumlah ATP yang tersedia terkait dengan
jumlah glikogen yang tersedia pada saat menjelang
ternak mati.
Fase Rigor Mortis

Ada tiga fase pada proses rigor mortis yakni:


- fase prarigor
- fase rigor mortis
- fase pascarigor

Perubahan Fisik Pada Proses Rigor Mortis


Sesaat setelah ternak mati maka kontraksi otot masih
berlangsung sampai ATP habis dan aktomiosin terkunci
(irreversible). Otot menjadi kaku dan tidak ekstensible;
pada saat ini tidak dibenarkan untuk memasak daging
karena akan sangat terasa alot.
Perubahan Karakter Fisikokimia
1. Kekakuan yang terjadi pada saat terbentuknya rigor
mortis mengakibatkan daging menjadi sangat alot.
2. Pemendekan otot (cold shortening) dapat terjadi akibat
otot yang masih prarigor (masih berkontraksi)
didinginkan pada suhu mendekati titik nol, dimana serat
otot bisa memendek sampai 40% dan mengakibatkan
otot tersebut menjadi alot dan kehilangan banyak cairan
pada saat dimasak.
3. pH akhir otot menjadi asam terjadi setelah rigor mortis
terbentuk secara sempurna. pH akhir otot yang tinggi
pada saat rigor mortis terbentuk memberikan sifat
fungsional yang baik pada otot yang dibutuhkan dalam
pengolahan daging (bakso, sosis, nugget)
pH asam akan mengakibatkan daya ikat air (water
holding capacity) akan menurun, sebaliknya ketika pH
akhir tinggi akan memberikan daya ikat air yang tinggi.

• Denaturasi protein miofibriler dapat terjadi pada pH


otot dibawah titik isoelektrik mengakibatkan otot menjadi
pucat, berair dan strukturnya longgar (mudah terurai).

• Warna daging menjadi merah cerah pada saat pH


mencapai pH akhir normal (5.5 – 5.8) pada saat
terbentuknya rigor mortis.
Faktor-faktor penyebab variasi waktu terbentuknya
rigor mortis :
1. Spesis;
Waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis
pada ternak babi lebih singkat dibanding dengan sapi yang
membutuhkan waktu 24 jam pada kondisi rigor mortis
sempurna.

2. Individu;
terdapat perbedaan waktu terbentuk rigor mortis pada
individu berbeda dari jenis ternak yang sama. Sapi yang
mengalami stress atau tidak cukup istirahat sebelum
disembelih akan membutuhkan waktu yang lebih cepat
untuk instalasi rigor mortis dibanding dengan sapi yang
cukup istirahat dan tidak stress pada saat menjelang
disembelih.
3. Macam serat
ada dua macam serat berdasarkan warna yang
menyusun otot yakni serat merah dan serat putih.
Rigor mortis terbentuk lebih cepat pada ternak yang
tersusun oleh serat putih yang lebih banyak dibanding
dengan serat merah.
Maturasi (aging) Pada Daging
Maturasi adalah proses secara alamiah yang terjadi pada
daging selama penyimpanan dingin (2 – 5°C setelah
ternak disembelih yang memberikan dampak terhadap
perbaikan palatabilitas daging

Selama aging akan terjadi perbaikan keempukan daging


yang secara fisik diakibatkan oleh terjadinya fragmentasi
miofibriler akibat kerja enzim pencerna protein.

Ada dua kelompok enzim proteolitik yang berperan dalam


proses pengempukan ini yakni:
1. calcium dependence protease (CaDP) atau calpain
2. cathepsin yang aktif bekerja pada saat pascarigor.
Problem berkaitan dengan aging
Daging sapi menjadi busuk atau bau dan flavor
yang menyimpang dapat terjadi karena:
1. Pendinginan karkas yang kurang tepat.
2.  Karkas akan menyerap bau ruangan aging.
3.  Sanitasi yang kurang baik, dan kontaminasi dengan
mikroorganisme menyebabkan bau dan flavor menyimpang dan
pembusukan.
4.  Aging yang berlebihan akan menghasilkan akumulasi
mikroorganisme.
5.   Pengkerutan akan terjadi selama maturasi.
6. Maturasi pada karkas yang telah jadi (finished-carcasses) akan
menghasilkan pengkerutan yang berlebihan, pengeringan pada
daerah permukaan, dan diskolorasi
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai