0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
25 tayangan6 halaman
1. Otot berkontraksi dan bereleksasi karena interaksi antara aktin, miosin, dan ATP. ATP memberikan energi untuk kontraksi melalui hidrolisis.
2. Komposisi kimia otot meliputi air, protein, lemak, dan lainnya. Terdapat tiga jenis otot: polos, rangka, dan jantung.
3. Setelah kematian, otot mengalami perubahan biokimia. Glikogen otot terdegradasi menjadi asam laktat, menye
1. Otot berkontraksi dan bereleksasi karena interaksi antara aktin, miosin, dan ATP. ATP memberikan energi untuk kontraksi melalui hidrolisis.
2. Komposisi kimia otot meliputi air, protein, lemak, dan lainnya. Terdapat tiga jenis otot: polos, rangka, dan jantung.
3. Setelah kematian, otot mengalami perubahan biokimia. Glikogen otot terdegradasi menjadi asam laktat, menye
1. Otot berkontraksi dan bereleksasi karena interaksi antara aktin, miosin, dan ATP. ATP memberikan energi untuk kontraksi melalui hidrolisis.
2. Komposisi kimia otot meliputi air, protein, lemak, dan lainnya. Terdapat tiga jenis otot: polos, rangka, dan jantung.
3. Setelah kematian, otot mengalami perubahan biokimia. Glikogen otot terdegradasi menjadi asam laktat, menye
Kontraksi dan relaksasi otot terjadi karena interaksi antara: a. Aktin b. Miosin : memiliki aktivitas enzim ATP-ase c. ATP : terdapat dalam bentuk komplek Mg-ATP dalam sel otot dalam keadaan relaksasi Enzim ATP-ase : aktivitas dipengaruhi oleh Ca dan Mg Pembebasan ATP dan komplek Mg-ATP juga dipengaruhi ion Ca Energi untuk melakukan kontraksi otot diperoleh dari hidrolisis ATP ATP + H 2 O ADP + H 3 PO 4 A. kontraksi Serat otot menerima rangsangan dari pusat syaraf sentral Depolarisasi membran sel otot dan sistem T Pembebasan ion Ca dari kantung terminal Adanya calsium mengakibatkan pembebasan ATP dari komplek Mg- ATP dan aktivitas enzim ATP-ase Hidrolisis ATP oleh enzim ATP-ase membebaskan energi untuk kontraksi Terjadi kontraksi otot yaitu pergeseran aktin melalui miosin, membentuk aktomiosin
B. Relaksasi Rangsangan dari pusat syaraf sentral berhenti Ion Ca diikat kembali oleh Retikulum sarkoplasma Enzim ATP-ase menjadi non aktif ATP mambentuk komplek Mg-ATP yang merupakan pemisah antara filamen aktin dan miosin Tidak lagi terjadi pergeseran kedua filamen
2. Jelaskan komponen kimia otot
2
Secara umum, komposisi kimia otot adalah air, abu, protein, lemak, kolesterol dan daging. Otot terdiri dari : Otot, Fascia, Tendon Otot membentuk 43% berat badan; > 1/3-nya merupakan protein tubuh dan setengahnya tempat terjadinya aktivitas metabolik saat tubuh istirahat. Proses vital di dalam tubuh (seperti. Kontraksi jantung, kontriksi pembuluh darah, bernapas, peristaltik usus) terjadi karena adanya aktivitas otot.
1. Otot polos Memiliki 1 inti yang berada di tengah, dipersarafi oleh saraf otonom (involunter), serat otot polos (tidak berserat), terdapat di organ dalam tubuh (viseral), sumber Ca2+ dari CES, sumber energi terutama dari metabolisme aerobik, awal kontraksi lambat, kadang mengalami tetani, tahan terhadap kelelahan
Tiga tipe Jaringan Otot Otot polos Otot rangka Otot jantung
2. Otot rangka/ otot serat lintang Memiliki banyak inti, dipersarafi oleh saraf motorik somatik (volunter), melekat pada tulang, sumber Ca2+ dari retikulum sarkoplasma (RS),
3
sumber energi dari metabolisme aerobik dan anaerobik, awal kontraksi cepat, mengalami tetani dan cepat lelah
3. Otot jantung Memiliki 1 inti yang berada di tengah, dipersarafi oleh saraf otonom (involunter), serat otot berserat, hanya ada di jantung, sumber Ca2+ dari CES & RS, sumber energi dr metabolisme aerobik, awal kontraksi lambat, tidak mengalami tetani, dan tahan terhadap kelelahan
3. Jelaskan metabolism yang terjadu ketika proses konversi otot menjadi daging Perubahan Pasca Mortem Jaringan Otot a. Fase pre-rigor Tingkat pH dan ATP tinggi dan pemecahan ATP menjadi energi namun relatif masih kecil dan belum cukup kuat untuk berkontraksi. Sebagian hasil pemecahan ATP digunakan dalam proses glikolisis untuk menghasilkan energi dan asam laktat. Bila keadaan ini daging dibekukan, maka proses enzimatis dan glikolisis yang ada sangkut pautnya dengan rigor akan terhenti selama penyimpanan dalam keadaan beku. Bila daging dithawing (dicairkan kembali dari keadaan beku), proses enzimatis mulai lagi dan terjadi bersama-sama proses rigor dan proses ini disebut Thaw rigor. Gejala thaw rigor adalah gejala dimana otot mengerut sampai pada tahap pengerutan yang cukup banyak dan pada waktu itu juga mengeluarkan sejumlah cairan dalam bentuk tetesan berjumlah 30-40% dari berat otot daging menyebabkan daging menjadi lebih kenyal dan liat, hal ini terjadi karena pelepasan ion Ca+ yang sangat drastis sehingga pemecahan ATP sangat cepat dan menyebabkan terjadinya persilangan aktin dan miosin yang sangat intensif dan cepat sehingga sarkomer memendek dan mengerut daging pun menjadi liat dan kenyal. Daging didinginkan pada 0-15 o C akan terjadi penciutan sarkomer maksimum yang mengakibatkan pengerutan dingin (cold shortening). Pengerutan ini tidak begitu hebat sehingga terjadi pengerasan otot karkas
4
b. Fase rigor Rigor mortis yaitu keadaan dimana karkas menjadi kaku/tegang yang terjadi antara 24-48 jam setelah penyembelihan. Kekejangan atau kehilangan kelenturan ini merupakan akibat dari serentetan kejadian biokimia yang komplek : hilangnya creatine phosphat (CP) dan adenosine triphosphat (ATP), tidak berfungsinya sistem enzim cytochrome dan reaksi komplek lainnya. Salah satu hasil akhir proses biokimia ini adalah bahwa aktin dan miosin yang membentuk serabut tipis dan tebal dari sarkomer, bersatu, membentuk aktomiosin. Proses ini bersifat dapat balik (reversible) pada otot yang masih hidup akan tetapi bersifat tidak balik pada otot yang sedang atau sudah mati. Kecepatan perkembangan rigor mortis dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang diantaranya ialah : 1. Tingkat glikogen pada saat mati. Bila tingkat glikogen rendah rigor cenderung untuk berlangsung dengan cepat. Tingkat perkembangan rigor dapat dihubungkan dengan PH akhir yang tercapai. 2. Suhu karkas : kecepatan yang tinggi dari perkembangan rigor, sebanding dengan suhu yang tinggi, yang mempercepat hilangnya CP dan ATP otot. 3. Fase pasca rigor Pada fase ini hasil-hasil glikolisis menumpuk sehingga terjadi : Penumpukan asam laktat sehingga pH jaringan otot rendah Penimbunan produk-produk pemecahan ATP Pembentukan precursor flavor dan aroma Peningkatan daya ikat air Pengempukan kembali jaringan otot tanpa pemisahan aktin dan miosin Perubahan biokimia pascamortem glikolisis Glikogen CO 2 + H 2 O Anaerobik Asam laktat Glikogen
Dihidroksi aseton fosfat D-gliseraldehid-3-fosfat O 2 X
Asam Laktat Asam Piruvat Menurut Soeparno (2005) sapi yang mengalami stress atau kelelahan sebelum dipotong, maka kandungan glikogen pada otot akan menipis, sehingga konsentrasi asam laktat yang terbentuk tidak bisa membuat pH mencapai angka 5,6, bila pH lebih tinggi misalnya 6,2 maka daging akan terlihat gelap, keras dan kering yang dikenal dengan nama dry, firm, dark (DFD). Warna gelap pada daging ini berhubungan dengan daya ikat air (water holding capacity) yang lebih tinggi dari normal. Dengan tingginya daya ikat air tersebut, menyebabkan keadaan serabut otot menjadi lebih besar dan lebih banyak cahaya yang diserap dari yang dipantulkan oleh permukaan daging, hal ini yang menyebabkan daging terlihat lebih gelap . Penimbunan asam laktat dan tercapainya pH ultimat (akhir) otot postmortem tergantung pada jumlah cadangan glikogen otot pada saat penyembelihan. Penimbunan asam laktat akan berhenti setelah cadangan glikogen
6
otot menjadi habis atau setelah kondisi yang tercapai yaitu pH cukup rendah untuk menghentikan aktivitas enzim-enzim glikolitik didalam proses glikolisis anaerobik. Jadi pH ultimat daging adalah pH yang tercapai setelah glikogen otot menjadi habis atau setelah enzim-enzim glikolitik menjadi tidak aktif pada pH rendah atau setelah glikogen tidak lagi sensitif terhadap serangan enzim glikolitik (Pearson 1971; Lawrie 1979). pH ultimat normal daging postmortem adalah sekitar 5,5 yang sesuai dengan titik isoelektrik sebagian besar protein daging termasuk protein miofibril. Pada umumnya glikogen tidak diketemukan pada pH antara 5,4 5,5 (Lawrie 1979). Laju penurunan pH otot yang cepat dan ekstensif akan mengakibatkan : (1) warna daging menjadi lebih pucat, (2) daya ikat protein daging terhadap cairannya menjadi lebih rendah, dan (3) permukaan potongan daging menjadi basah karena keluarnya cairan permukaan potongan daging yang disebut drip atau weep (Forrest et al. 1975). Sebaliknya pada pH ultimat yang tinggi, daging berwarna gelap dan permukaan potongan daging menjadi sangat kering karena cairan daging terikat secara erat oleh proteinnya (Soeparno 2005).