Anda di halaman 1dari 6

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Sayuran dan buah-buahan setelah dipanen masih melakukan peristiwa
respirasi dan transpirasi yang merupakan sifat fisiologis dari tanaman tersebut
(Buckle, et al., 1985). Sayuran dan buah-buahan yang sudah dipanen tidak lagi
mendapatkan pasokan karbohidrat hasil fotosistesis ataupun air hasil penyerapan
dari dalam tanah namun masih terus berespirasi dan bertranspirasi sampai semua
persediaan bahan organik cadangan habis terpakai, baru proses tersebut berhenti
(Winarno, 1987). Selanjutnya terjadi pelayuan dan akhirnnya pembusukan. Daya
simpan sayuran dan buah-buahan setelah pemanenan juga sangat ditentukan oleh
suhu dan RH saat penyimpanan. Suhu akan meningkatkan aktivitas kimia dalam
sayur dan buah serta merangsang pertumbuhan mikroorganisme sehingga, dalam
penanganannya, sayur dan buah juga butuh pengemasan dan teknologi
penyimpanan yang baik untuk meminimalisir efek dari suhu dan RH tersebut. Hal
ini untuk menjaga kualitas sayur dan buah supaya tetap bagus saat sampai di
tangan konsumen.
Setelah pemanenan, sayuran dan buah-buahan masih melangsungkan
kehidupan (respirasi) dengan menggunakan oksigen untuk mengubah karbohidrat
menjadi air dan karbondioksida. Sayur dan buah yang sudah dipanen tidak dapat
lagi memperoleh pasokan karbohidrat ataupun air, namun respirasi akan terus
berlangsung terus sampai semua persediaan bahan organik habis (karbohidrat,
protein dan lemak), baru respirasi akan berhenti. Setelah itu terjadilah senesensi
atau pelayuan dan akhirnya pembusukan. Respirasi dapat menyebabkan
kebusukan menjadi cepat, maka pada komoditi sayur dan buah dilakukan proses
pengemasan untuk menghambat proses respirasi, sehingga sayur dan buah dapat
disimpan lebih lama.
Permeabilitas film kemasan merupakan suatu sistem dinamis dengan dua
proses yang terjadi secara bersamaan, akibat proses respirasi produk segar akan
terjadi perembesan gas O
2
dan CO
2
ke dalam dan ke luar kemasan sampai terjadi
kesetimbangan masa gas. Pada keadaan kesetimbangan yang mantap, laju
respirasi, proses penuaan (senecence), pelunakan jaringan, dan reaksi biokimia
lain ke arah kerusakan berada dalam kondisi minimal, pada kondisi ini akan
diperoleh masa simpan produk segar yang maksimal.
Peyimpanan dingin bertujuan untuk meninaktivkan enzim dan
memperlambat laju metabolisme. Dengan dihambatnya metabolisme dan
inaktivasinya enzim, reaksi-reaksi kimia pada buah akan terhamabat, sehingga
perubahan warna pada komoditi sayur dan buah dapat dihambat dengan baik.
Kenaikan presentase susut bobot pada suhu ruang lebih tinggi
dibandingkan penyimpan suhu refrigerasi. Meningkatnya susut bobot ini sebagian
besar disebabkan oleh kehilangan air akibat transpirasi dan terurainya glukosa
menjadi CO
2
dan H
2
O selama proses respirasi walaupun dalam jumlah kecil. Gas
yang dihasilkan akan menguap dan menyebabkan susut bobot.
Perlakuan suhu penyimpanan juga mempengaruhi mutu komoditi sayuran
dan buah-buahan. Penyimpanan pada suhu rendah memperlambat pembusukan
dan memperlama umur simpan komoditi dibandingkan dengan suhu ruang. Proses
pendinginan bertujuan untuk menghambat berbagai raksi metabolisme serta
respirasi pada buah dan sayuran.
Prisnsip dari refrigerasi adalah:
1. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme
2. Menghambat aktivitas enzim
3. Menghambat reaksi biokima dan kimia
Selama proses refrigerasi kerusakan akan berlangsung lambat, tetapi tidak
bisa dihentikan sama sekali. Penyimpan suhu refrigerasi lebih baik dibandingkan
dengan suhu ruang untuk penggunaan sayuran dan buah-buahan yang tidak
langsung untuk dikonsumsi.

2.1 Faktor yang mempengaruhi pemasakan / pematangan
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemasakan dan pematangan
produk hortikultura adalah respirasi dan produksi etilen. Pada buah yang
tergolong klimakterik akan menunjukkan peningkatan CO
2
sehingga akan terjadi
proses pemasakan atau pematangan. Buah klimakterik akan menghasilkan
produksi etilen yang lebih banyak dibandingkan dengan produksi buah non
klimakterik. Buah non klimakterik akan menurunkan produksi CO
2
(Santoso dan
Purwoko, 1993).
Respirasi merupakan sebuah proses biologis menyerap oksigen yang akan
digunakan pada proses pembakaran (oksidasi) dan kemudian akan menghasilkan
energi diikuti oleh pengeluaran sisa-sisa pembakaran yaitu berupa gas
karbondioksida dan air. Proses dari respirasi terdiri dari 3 tahapan yaitu
polisakarida akan dirombak menjadi gula-gula sederhana, oksidasi dari gula
sederhana menjadi asam piruvat dan transformasi dari asam-asam piruvat dan
asam-asam organic lainnya menjadi monosakarida, air dan energi. Laju respirasi
yang tinggi akan menurunkan umur simpan.
Laju respirasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur dan jenis
komoditas, penaikan atau penurunan suhu sebesar 10
0
C (Q
10
), konsentrasi O
2

yang rendah dan CO
2
yang tinggi dan produksi etilen. Proses respirasi dapat
menyebabkan kebusukan. Suhu yang rendah dapat menurunkan laju respirasi dan
akan mempertahankan umur simpan serta mempertahankan mutu. Konsentrasi O
2

yang rendah dan CO
2
yang tinggi dapat menyebabkan respirasi yang rendah
sehingga akan menunda proses pematangan buah. Proses etilen (C
2
H
4
) akan
mempercepat buah klimakterik dengan menstimulasi respirasi.
Perubahan-perubahan kimia yang terjadi akibat respirasi akan
menghasilkan CO
2
, H
2
O, dan etilen yang jika diakumulasikan akan
menyebabkann reaksi pembusukan. Pengaruh O
2
dan CO
2
dalam penyimpanan
memiliki hubungan yang akan mempengaruhi laju pematangan, pembusukan dan
produksi etilen. Tingkat CO
2
harus diatur sesuai dengan sifat fisiologis buah, jika
terlalu tinggi maka akan merusak buah tersebut. Berikut merupakan kelompok
komoditas hortikultura berdasarkan laju respirasinya.
Menurut Santoso dan Purwoko (1993), faktor yang mempengaruhi
kecepatan respirasi digolongkan menjadi 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal terdiri dari tingkat perkembangan, komposisi kimia
jaringan, ukuran produk, lapisan alami dan jenis jaringan. Faktor eksternal terdiri
dari suhu, etilen, ketersediaan oksigen, karbondioksida, zat pengatur tumbuh,
kerusakan fisik.
Tingkat perkembangan ditentukan oleh ukuran komoditi, jika semakin
lama semakin membesar maka jumlah CO
2
akan semakin meningkat maka
kecepatan respirasi akan terus turun berdasarkan unit berat. Pada waktu
pemasakan kecepatan respirasi akan turun sedangkan pada waktu pemasakan
maka kecepatan respirasi akan meningkat setelah itu baru perlahan-lahan akan
menurun ini terjadi pada buah klimakterik (Santoso dan Purwoko, 1993).
Berdasarkan komposisi kimia jaringan, respirasi anaerob terjadi karena
kelarutan oksigen yang rendah. Kondisi ini menyebabkan pengeluaran CO
2
lebih
besar dibandingkan dengan O
2
yang dikonsumsi. Sehingga diperlukan
penyimpanan dengan kontrol atmosfir. Berdasarkan ukuran produk, kecepatan
respirasi lebih tinggi pada produk yang berukuran lebih kecil. Ukuran yang kecil
mempunyai permukaan yang luas sehingga dapat memudahkan oksigen untuk
berdifusi masuk ke dalamnya sama halnya dengan transpirasi (Santoso dan
Purwoko, 1993).
Bagian lapisan alami memiliki kulit lapisan yang baik akan memperlambat
kecepatan respirasi karena oksigen akan sulit masuk berdifusi ke dalamnya. Pada
jenis jaringan, yang muda akan lebih aktif untuk bermetabolisme sehingga laju
respirasi akan berjalan dengan cepat (Santoso dan Purwoko, 1993).
Pengaruh suhu, 0
O
C 35
O
C pada laju respirasi akan berjalan cepat pada
setiap kenaikan 10
O
C. ini akan berpengaruh pada reaksi biologis dan kimia selama
proses respirasi. Respirasi yang meningkat akan menyebabkan kandungan gula
yang tinggi sehingga akan mempercepat pelepasan CO
2
. Pada buah klimakterik,
etilen akan mempercepat pemasakan yang dikombinasikan dengan suhu tinggi
(Santoso dan Purwoko, 1993).
Ketersediaan oksigen yang banyak akan memicu kecepatan respirasi tetapi
jika ketersediaan oksigen diatur menjadi lebih rendah maka kecepatan reaksi akan
menurun sedangkan jika CO
2
tersedia cukup tinggi maka akan memperpanjang
umur simpan dari komoditas tersebut yang akan menghambat laju respirasi.
Senyawa atau zat pengatur tumbuh harus dapat mempercepat atau memperlambat
reaksi respirasi. Jenis luka juga dapat mempengaruhi laju respirasi pada komoditas
tersebut (Santoso dan Purwoko, 1993).

2.2. Klimaterik
Berdasarkan pola respirasinya, buah-buahan dapat digolongkan menjadi
dua, buah klimaterik dan buah nonklimaterik (Rukmana, Tanpa Tahun). Buah
klimaterik merupakan buah yang dapat matang sempurna meskipun dipanen pada
saat buah tersebut belum cukup tingkat ketuaannya. Buah klimaterik ditandai
dengan adanya produksi CO
2
yang meningkat secara tajam pada akhir proses
pematangan buah. Buah yang termasuk ke dalam buah klimaterik adalah apel,
jambu, kesemek, mangga, melon, pepaya, sawo, tomat, sirsak, dan semangka.
Buah nonklimaterik merupakan buah yang tidak dapat matang secara optimal
meskipun sudah dilakukan proses pemeramam, ditandai dengan lonjakan produksi
CO
2
yang rendah dan relatif semakin menurun. Buah nonklimaterik antara lain
adalah anggur, nanas, rambutan, jeruk, leci dan stroberi (Soesanto, 2006).

2.3 Cara Penyimpanan
Produk sayur dan buah merupakan bahan pangan yang sangat mudah
rusak. Kerusakan fisik, mekanis, dan mikrobiolosis merupakan kerusakan yang
dialami oleh bahan pangan tersebut. Faktor penyimpanan dapat menjadi salah satu
faktor yang berfungsi untuk memperpanjang umur simpan dari produk buah dan
sayur tersebut. Cara penyimpan dengan suhu rendah dapat memperpanjang umur
simpan dari produk buah dan sayur tersebut. Pada proses pendinginan, aktivitas
mikroba akan dapat diperlambat sehingga umur simpan produk menjadi lebih
lama. Proses pendinginan, proses respirasi juga berjalan lebih lambat dan aktivitas
atau reaksi enzimatis akan dapat dicegah ketika produk buah dan sayur disimpan
pada suhu dingin.
Penyimpanan dingin juga memiliki beberapa kendala kepada produk buah
dan sayur yang disimpan. Produk pangan yang disimpan terlalu lama akan
menyebabkan produk kehilangan air sayuran menjadi layu dan kering karena air
dalam jaringan mengalami penguapan dan terjadi proses transpirasi. Proses
metabolisme pada sayur dan buah yang disimpan pada suhu dingin akan berjalan
secara tidak normal sehingga akan terjadi adanya cacat, bercak kecoklatan,
penyimpanangan warna pada bagian dalam, ataupun kematangan yang tidak
sempurna pada produk yang disimpan pada suhu dingin tersebut. Saat sayur dan
buah dikeluarkan dari ruang dingin, produk sayur dan buah tersebut akan
mengalami proses kondensasi, air kondensasi harus dikurangi karena dapat
menyebabkan kebusukan pada produk. Produk yang dikeluarkan dari ruang
penyimpanan tidak boleh mengalami terlalu banyak keringat untuk mencegah
kebusukan tersebut (Soesanto, 2006).

2.4 Faktor Faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Penyimpanan
Produksi yang berlebih dalam bidang pertanian adalah masalah yang
cukup mengerikan bagi para petani dan pebisnis di bidang pertanian atau
agrobisnis. Hal ini sangat masuk akal karena hasil dari pertanian adalah hasil yang
tidak dapat tahan lama dan sangat cepat mengalami kerusakan, termasuk sayuran
dan buah buahan seperti tomat. Ketika sayur sayuran dan buah buahan
disimpan terlalu lama, maka besar kemungkinan akan terjadi kerusakan sehingga
mutu dari hasil pertanian tersebut akan menurun. Mutu yang menurun akan
membuat jatuhnya harga sehingga kerugian dapat terjadi. Oleh sebab itu, dengan
adanya kemajuan teknologi, bidang pascapanen menjadi lebih diperhatikan dan
saat ini mampu mengatasi beberapa masalah yang diperhatikan pada saat
penyimpanan (Cahyono, 2008).
Cahyono (2008) melanjutkan bahwa teknik penyimpanan yang dilakukan
untuk mempertahankan mutu dan kesegaran dari buah tomat dalam jangka waktu
lama pada prinsipnya adalah meminimalisir adanya respirasi. Respirasi yang
dimaksud adalah pernapasan yang dilakukan oleh buah klimaterik.

Anda mungkin juga menyukai