Kulit - warna kulit terang / jernih dan - kulit berwarna pucat, warna khusus sudah
masih terlihat jelas pudar/hilang
- kulit masih kuat membungkus - kulit mudah sobek
tubuh, tidak mudah sobek terutama
pada bagian perut
Sisik menempel kuat pada kulit mudah lepas
Daging - kenyal,bila ditekan bekas jari cepat - daging lunak, bila ditekan dengan jari
hilang tampak bekas lekukan
- daging melekat kuat pada tulang - daging mudah lepas dari tulang
- kemerahan terutama di sekitar tulang
punggung
Hyperaemia Daging akan kejang setelah itu kaku Daging mulai lunak
Bacterial
Decomposer
Proses Oksidasi
Fase pre rigor ditandai dengan lendir yang terlepas dari kelenjar
dibawah kulit di sekeliling tubuh ikan.
Hyperaemia
adalah proses pelepasan lendir dari kelenjar lendir di
dalam kulit, membentuk lapisan tebal di sekeliling
tubuh ikan .
Lendir tersebut terdiri atas glukoprotein mucin yang
merupakan media & substrat yang sangat baik untuk
pertumbuhan bakteri.
Kondisi daging ikan pada fase ini lembut dan lunak, dan secara
kimiawi ditandai dengan penurunan jumlah ATP dan kreatin
fosfat.
Sirkulasi darah berhenti pada awal kematian ikan dan
menyebabkan habisnya aliran oksigen didalam jaringan otot
Rigor Mortis
• Ikan dikatakan masih sangat segar dalam fase
ini. tahapan ini ditandai oleh tubuh ikan yang
mengejang setelah mati akibat proses-proses
biokimia yang kompleks di dalam jaringan
tubuh, yang menghasilkan kontraksi dan
ketegangan.
• Kekejangan dimulai dari bagian ekor dan
dengan perlahan menjalar ke arah kepala.
Keadaan kejang berlangsung bervariasi mulai
dari beberapa jam sampai tiga hari
• Fase rigor mortis ditandai dengan keadaaan otot yang kaku dan
keras. Hilangnya kelenturan daging ikan berhubungan dengan
terbentuknya aktomiosin pada awal fase rigor.
• Pembentukan aktomiosin ini berlangsung lambat pada tahap awal
dan kemudian menjadi cepat pada tahap selanjutnya.
• Pada fase rigor mortis, sumber energi atau ATP akan berkurang
akibat aktivitas enzim ATPase yang dikuti oleh perubahan glikogen
menjadi asam laktat.
• Perubahan glikogen pada daging ikan menyebabkan penurunan
nilai pH. Perubahan glikogen menjadi asam laktat terjadi pada
proses glikolisis.
• Kandungan glikogen yang tinggi dapat memperlambat proses
glikolisis pada daging ikan sehingga dapat menunda datangnya
proses rigor mortis.
• Pada fase rigor mortis, nilai pH daging ikan akan mengalami
penurun menjadi 6,2-6,6 dari pH mula- mula 6,9-7,2.
• Tinggi rendahnya pH awal ikan sangat tergantung pada jumlah
glikogen yang ada dan kekuatan penyangga pada daging ikan.
• Kekuatan penyangga pada daging ikan disebabkan oleh protein,
asam laktat, asam fosfat, TMAO dan basa- basa menguap.
• Nilai pH daging ikan akan terus naik mendekati netral setelah fase
rigor mortis berakhir
Lamanya, selang waktu antara kematian dan
dimulainya rigor mortis juga bervariasi. Keadaan ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut :
1. Jenis ikan.
Tiap jenis ikan mempunyai komposisi kimia yang
berbeda dari jenis lain, waktu yang diperlukan untuk
memasuki fase rigor mortis juga berbeda-beda.
2. Kondisi ikan.
Ikan yang lapar/lemah dan ikan yang habis berpijah,
mempunyai cadangan energi yang lebih sedikit, sehingga
lebih cepat memasuki fase rigor mortis.
3. Tingkat kelelahan.
Ikan yang banyak menggelepar waktu tertangkap akan
cepat mencapai rigor.
4. Ukuran ikan.
Ikan-ikan yang lebih kecil akan lebih cepat mencapai rigor.
5. Cara penanganan ikan.
Penanganan ikan ketika ikan dalam fase rigor
(membengkokkan atau meluruskan ikan) dapat
mengakibatkan keadaan rigor lebih cepat berakhir.
6. Temperatur penyimpanan.
Penyimpanan pada temperatur yang lebih rendah
menyebabkan ikan lebih lambat mencapai rigor dan lebih
lama bertahan dalam fase rigor.
• Fase post rigor ditandai dengan mulai melunaknya otot ikan secara bertahap.
• Fase post rigor merupakan permulaan dari proses pembusukan yang meliputi
autolisis dan pembusukan oleh bakteri.
• Proses autolisis adalah terjadinya penguraian daging ikan sebagai akibat dari
aktivitas enzim dalam tubuh ikan.
• Proses penguraian jaringan secara enzimatis autolisis ini berjalan dengan
sendirinya setelah ikan mati.
• Enzim yang berperan pada tahap ini antara lain enzim katepsin dalam daging,
enzim tripsin, kemotripsin, dan pepsin dalam organ pencernaan, serta enzim
dari mikroorganisme yang ada pada tubuh ikan.
• Enzim-enzim yang dapat menguraikan protein proteolitik berperan penting
dalam proses kemunduran mutu ikan.
• Proses autolisis tidak dapat dihentikan walaupun dalam suhu yang sangat
rendah. Proses ini dimulai bersamaan dengan menurunnya pH.
• Protein dipecah menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana yang
menyebabkan peningkatan dehidrasi protein.
• Protein terpecah menjadi protease, lalu pecah menjadi pepton, polipeptida
dan akhirnya menjadi asam amino.
• Hidrolisis lemak juga terjadi pada proses autolisis yang menghasilkan asam
lemak bebas dan gliserol.
• Penguraian protein dan lemak karena proses autolisis menyebabkan
perubahan rasa, tekstur dan penampakan ikan.
• Senyawa yang terbentuk selama proses autolisis disukai oleh bakteri
pembusuk.
• Tahap akhir proses autolisis adalah berlangsungnya perombakan oleh
bakteri.
• Pertumbuhan bakteri yang makin cepat membuat proses kerusakan
juga berjalan semakin cepat.
• Kerusakan yang terjadi pada tubuh ikan karena serangan bakteri
lebih parah daripada kerusakan yang disebabkan oleh enzim.
• Penguraian oleh bakteri berlangsung secara intensif setelah fase
rigor mortis berakhir, yaitu setelah daging mengendur dan celah-
celah serat-seratnya terisi cairan.
• Aktivitas bakteri dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan asam-
asam amino, seperti asam glutamat, asam aspartat, lisin, histidin,
dan arginin.
• Asam -asam amino tersebut dapat bertindak sebagai pemicu
timbulnya senyawa biogenik amin.
• Senyawa-senyawa seperti asam amino, glukosa, lipida, trimetilamin
oksida dan urea dapat diubah oleh bakteri menjadi produk yang
dapat digunakan sebagai indikator pembusukan.
• Jenis bakteri yang umum ditemukan pada ikan antara lain
Pseudomona, Achrombacter dan Flavobacterium.
• Proses perubahan pada ikan dapat juga terjadi karena proses
oksidasi lemak sehingga timbul aroma tengik yang tidak diinginkan
dan perubahan rupa serta warna daging ke arah coklat kusam.
• Aroma tengik ini dapat menurunkan mutu dan daya jualnya
Autolysis
Pada tahapan ini bakteri telah terdapat dalam jumlah
yang sangat banyak akibat perkembangbiakan yang
terjadi pada fase-fase sebelumnya. Bakteri merusak
ikan lebih parah daripada kerusakan yang diakibatkan
oleh enzim.
Keterangan:
n adalah banyaknya panelis;
S 2 adalah keragaman nilai mutu;
1,96 adalah koefisien standar deviasi pada taraf 95 %;
adalah nilai mutu rata-rata;
Xi adalah nilai mutu dari panelis ke i, dimana i = 1,2,3......n;
s adalah simpangan baku nilai mutu.
Contoh Tabel Hasil pengujian organoleptik ikan segar dengan uji skor
Catatan :
1. Form uji/lembar penilaian bisa untuk
beberapa sampel
2. Nilai dari masing-masing panelis untuk
tiap spesifikasi, dirata-ratakan terlebih
P ( - (1,96.s/√n)) ≤ μ ≥ (x + (1,96.s/√n))
dahulu dan dilakukan pembulatan
P ( - (1,96.0,19/2,45)) ≤ μ ≥ (x + (1,96.0.19/2,45)) 3. Untuk setiap satu (1) sampel harus
P (7,57 - 0,152) ≤ μ ≥ (7,57 + 0.152) dibuatkan tabel dan perhitungannya
P (7,42 ≤ μ ≥ 7,72) sendiri/masing-masing
Interval nilai organoleptik ikan segar adalah 7,42 – 7,72 dan untuk penulisan nilai akhir organoleptik
ikan segar diambil nilai terkecil adalah 7,42 dan dibulatkan menjadi 7,0.
Hasil perhitungan kemudian dibandingkan dengan mutu ikan segar menurut
Hadiwiyoto, 1993 dalam Suryawan 2004 bahwa Kesegaran ikan dapat digolongkan ke
dalam 4 kelas mutu sebagai berikut:
Ikan Yang Kesegarannya Masih Baik Sekali (Prima)
Ikan yang kondisinya baru saja ditangkap dan baru saja mengalami kematian. Semua organ
tubuhnya baik daging, mata, maupun insangnya masih benar-benar dalam keadaan segar. Dalam
uji organoleptik, ikan pada kondisi berada pada Nilai 9 yaitu dengan mata cerah, bola mata
menonjol, kornea jernih, insang berwarna merah dan jernih, sayatan daging cemerlang,