Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam penyusunan laporan ini banyak hal yang menyangkut tentang suatu lingkungan ternak

yang didapatkan pada tempat kunjungan di RPH kemarin yang berlokasi di Tamarunang Kabupaten

Gowa Sulawesi Selatan pada tanggal 10 Desember 2016. Maka dari itu hasil laporan ini ditetapkan

oleh suatu lingkungannya dan semua hal-hal yang menyangkut keberadaan suatu ternak.

Setiap mahkluk hidup mempunyai lingkungan tersendiri dimana ia hidup. Lingkungan sangat

mempengaruhi penampilan setiap mahkluk hidup, misalkan ternak. Lingkungan selalu ikut dimana

ternak itu berada. Lingkungan mikro atau mikroklomat adalah keadaan yang lebih mengarah pada

kondisi ternak dimana diekspos secara langsung selama beberapa waktu tertentu. Lingkungan mikro

ternak ini terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan biologi, lingkungan kimia dan lingkungan sosial.

Lingkungan fisik ternak meliputi suhu atau temperatur, kelembaban, curah hujan, angin, radiasi

matahari, cahaya dan ketinggian tempat. Pengaruh dari unsur-unsur lingkungan fisik sangat besar

pada ternak karena proses fisiologis ternak sangat sensitif terhadap perubahan unsur-unsur lingkungan

fisik tersebut, maka perhatian umat manusia adalah pada kerja langsung unsur-unsur tersebut terhadap

performans atau penampilan ternaknya. Unsur-unsur lingkungan fisik secara umum digambarkan

sebagai jari-jari sebuah roda yang saling berinteraksi. Apabila pengaruh dari satu unsur mencapai

ekstrim maka satu jari ini akan patah dan keseimbangan antara longkungan dan ternak akan

tergangganggu.

Lingkungan dalam usaha peternakan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kelangsungan

hidup ternak. Salah satudari factor lingkungan ternak adalah iklim. Iklim yang cocok untuk daerah

peternakan adalah pada klimat semi-arid. Daerah dengan klimat ini ditandai dengan kondisi musim

yang ekstrim, dengan curah hujan rendah secara relatif dan musim kering yang panjang .indonesia

termasuk Negara yang beriklim tropis.

1
Ternak yang hidup di daerah yang beriklim tropis berbeda dengan ternak yang hidup di daerah

subtropis. hal tersebut dapat diatasi misalnya di beberapa negara tropis, Air Condition (AC)

digunakan dalam beternak untuk mengendalikan atau menyesuaikan suhu di lingkungan sekitar ternak

yang berasal dari daerah subtropis, sehingga ternak tersebut dapat berproduksi dengan normal.

Fluktuasi temperatur diavual dan musim sangat besar, lengas udara sepanjang tahun kebanyakan

sangat rendah dan terdapat intensitas radiasi solar yang tinggi karena atmosfir yang kering dan langit

yang cerah. Meskipun curah hujan keseluruhan berkisar antara 254 sampai 508 mm, hujan dapat turun

lebih lebatt meskipun kejadian itu sangat jarang.

1.2 Masalah

1.Kekurangan fasilitas kendaraan untuk menuju ke lokasi praktek.

2. Kondisi lingkungan yang belum tertata baik bagi ternak

3.Tenaga pemotong yg masih kurang .

4. Kurangnya pengetahuan masyarakat akan pungsi (RPH) yang sebenarnya.

5. Alat yang tersedia tidak berfungsi sebagaimana semestinya.

1.3 Tujuan

1. Agar mahasiswa dapat mengidentifikasi lingkungan yang ada di sekitar ternak.

2. Agar mahasiswa dapat mengetahui pungsi (RPH) pungsi dan cara kerja (RPH).

3. Agar mahasiswa dapat mengetahui langkah langkah proses penyembelihan maupun

sebelum penyembelihan.

4. Dan kami dapat mengetahui yang daging yang berkualitas (ASUH) dan tidak.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lingkungan

Rumah potong hewan adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan desain

tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan selain ungags bagi konsumsi

masyarakat luas (manual kesmavel 1993).

Usaha pemotongan hewan adalah kegiatan – kegiaran yang dilakukan oleh

perorangan atau badan hokum yang melaksanakan pemotongan hewan selain ungags di rumah

pemotongan hewan milik sendiri atau milik pihak lain atau menjual jasa pemotongan hewan

(manual kesmavel, 1993).

Pengaruh lingkungan yang tidak baik pada ternak akan mengakibatkan perubahan

status fisiologis, yang disebut stres atau cekaman. Stres banyak sekali penyebabnya, salah

satunya adalah lingkungan, yang timbul dari beberapa faktor yalitu teknik peternakan, iklim

atau cuaca, kandang makanan, antimetabolit, tingkah laku ternak, serta berbagai interaksi

seperti : antara makanan dengan lingkungan, antara cuaca dengan lingkungan, dan antara

genetik dengan lingkungan (Sihombing dkk., 2000).

Berman (2005) menyatakan bahwa suhu lingkungan sangat berpengaruh terhadap

keberlangsungan hidup ternak. Kenaikan suhu lingkungan mikro (sekitar kandang) sebesar 5
0
C dapat mengakibatkan perubahan yang nyata pada pola makan ternak bahkan kalau tidak

dapat dikendalikan bisa menyebabkan stress. Hal ini akan berakibat lanjut pada aspek

produksi pada ternak, baik ternak ruminansia maupun non ruminansia.

2.2 RPH (Rumah Potong Hewan)

A. Pengertian RPH

Proyeksi permintaan produk – produk peternakan khususnya daging terus meningkat

karena cepatnya laju pertumbuhan penduduk, kenaikan per kapita serta kecenderungan

perubahan pola makan yang ditandai dengan bertambahnya kesadaran masyarakat akan

3
pentingnya daging sebagai salah satu bahan makanan yang bergizi tinggi. Arus permintaan di

atas tidak dapat dilepaskan dari salah satu komponen agribisnis peternakan di sektor hilir

yaitu RPH yang fungsinya sebagai tempat terjadinya proses perubahan dari ternak/hewan

menjadi karkas/daging.

Rumah potong hewan adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan desain

tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan selain ungags bagi konsumsi

masyarakat luas (manual kesmavel 1993).

Usaha pemotongan hewan adalah kegiatan – kegiaran yang dilakukan oleh

perorangan atau badan hokum yang melaksanakan pemotongan hewan selain ungags di rumah

pemotongan hewan milik sendiri atau milik pihak lain atau menjual jasa pemotongan hewan

(manual kesmavel, 1993).

B. Fungsi RPH

Fungsi dari RPH yaitu untuk mendukung peningkatan permintaan akan daging hasil

olahannya serta tetap menjamin kesehatan masyarakat dari produk ternak maka RPH

memegang peranan penting sebagai sarana atau piranti yang diperlukan untuk meningkatkan

pelayanan masyarakat dalam usaha penyediaan daging aman (safe), sehat (sound), utuh

(wholesomeness), halal (grinds, 2001) dan berdaya saing tinggi (grossklaus, 1992).

Menurut lestari (1994) bahwa rumah pemotongan hewan mempunyai fungsi antara

lain sebagai berikut:

Sarana strategis tata niaga ternak ruminansia, dengan alur dari peternakan, pasar

hewan, RPH yang merupakan sarana akhir tata niaga ternak hidup, pasar swalayan/pasar

daging dan konsumen yang merupakan sarana awal tata niaga hasil ternak.

Pintu gerbang produk peternakan berkualitas, dengan dihasilkan ternak yang gemuk

dan sehat oleh petani sehingga mempercepat transaksi yang merupakan awal keberhasilan

pengusaha daging untuk dipotong di RPH terdekat.

Menjamin penyediaan bahan makanan hewan yang sehat, karena di RPH hanya

ternak yang sehat yang bisa dipotong.

4
Menjamin bahan makanan hewani yang halal, dengan dilaksanakannya tugas RPH

untuk memohon ridho Yang Maha Kuasa dan perlakuan ternak tidak seperti benda atau yang

manusiawi.

Menjamin keberadaan menu bergizi tinggi, yang dapat memperkaya masakan khas

Indonesia dan sebagai sumber gizi keluarga/rumah tangga.

Menunjang usaha bahan makanan hewani, baik di pasar swalayan, pedagang kaki

lima, industry pengolahan daging dan jasa boga.

C. Persyaratan RPH

Merupakan tempat atau bangunan khusus untuk pemotongan hewan yang dilengkapi

dengan atap, lantai dan dinding.

RPH memiliki tempat atau kandang untuk menampung hewan sebelum pemotongan.

Pada tempat atau penampungan tersebut, hewan diistirahatkan dan diperiksa kesehatannya

(pemeriksaan antemortem).

Memiliki persediaan air bersih yang cukup.

Tempat atau bangunan dilengkapi dengan sumber cahaya (misalnya lampu petromaks).

Terdapat meja atau alat penggantung daging,agar daging tidak bersentuhan dengan lantai.

Terdapat saluran pembuangan yang cukup baik, sehingga lantai tidak digenangi air buangan

dan air bekas cucian.

Diawasi oleh dokter hewan atau pemeriksa daging atau petugas berwenang dari Dinas

Peternakan.

Setelah proses pemotongan, RPH harus dibersihkan sehingga terjaga kebersihan dan

kesehatan RPH.

D. Daging dan Karkas

Menurut Manual Kesmavel (1993) daging adalah bagian – bagian hewan yang

disembelih atau dibunuh dan lazim dimakan manusia, kecuali yang telah diawetkan dengan

cara lain daripada pendinginan atau bagian – bagian hewan potong yang disembelih termasuk

isi rongga perut dan dada yang lazim dimakan manusia.

5
Menurut Manual Kesmavel (1993) karkas agalah bagian dari hewan potong yang

disembelih setelah kepala dan kaki dipisahkan, dikuliti, serta isi rongga perut dan dada

dikeluarkan.

6
BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu

Mulai jam 08.00 sampai selesai

3.2 Tempat

Rumah potong hewan (RPH) KEL.Tamarunang, KEC.Somba Opu, KAB.Gowa,

PROV.Sulawesi Selatan.

3.3 Alat Dan Bahan

1. Pisau

2. tali

3. selang

4. ember

5. keranjang

6. air

7
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Lokasi

A. keadaan lokasi

Dilihat dari keadaan lokasi sangatlah strategis karena berada tepat di Pinggiran kota

sehingga dapat memudahkan masyarakat untuk memasukan ternaknya yang siap potong atau

sudah cukup umur untuk di sembelih,tetapi karna kurangnya sosialisasi akan fungsi kerja

rumah potong hewan (RPH) sehingga masyarakat belum mengerti akan fungsi tempat

tersebut.

B. keadaan bangunan

Di lihat dari keadaan banggunan dari hasil kunjungan lapangan yang kami lakukan di

(RPH) Tamarunang, sanggatlah kurang perawatan atau kurang di perhatikan karena di lihat

dari kondisi bangunan yang sudah cukup tua, dan banyak nya banggunan yang sudah tidak

terpakai di bagian belakang (RPH).

4.2 Pembahasan

A. Proses Pemotongan

Penyembelihan sapi dilaksanakan di RPH Tamarunang dimulai pukul 02.00 WIB

sampai 07.00 WIB. Pelaksanaan proses pemotongan hewan ternak dilaksanakan pada malam

hari guna menjaga agar daging terhindar dari hinggapan lalat yang dapat menjadi bibit – bibit

penyakit, sehingga mutu daging dapat terjaga. Selain itu pemotongan dilakukan pada malam

hari juga untuk menjaga kesehatan masyarakat disekitar RPH. Proses pemotongan hewan

ternak adalah sebagai berikut:

1. Penyembelihan Hewan

8
Tujuan dari penyembelihan ini adalah mematikan hewan dengan cara mengeluarkan

darah dengan cepat dan secara total dari tubuh hewan ternak. Proses pemotongan dilakukan

dengan cara memutus pembuluh darah (vena & arteri jugularis), kerongkongan (esophagus)

dan batang tenggorok (trachea).

2. Pengulitan

Setelah hewan dinyatakan mati atau tidak bernyawa lagi selanjutnya dilakukan

pengulitan pada seluruh bagian tubuh hewan ternak.

3. Pemisahan Jeroan

Hewan ternak yang telah dikuliti, dibuka dan dipisahkan jeroannya kemudian

diangkat untuk dikeluarkan isi dagingnya.

4. Pemotongan bagian – bagian tubuh

Pemotongan bagian – bagian tubuh dengan maksud agar terpisah dari masing –

masing anggota badan dan mempermudah konsumen untuk memilih bagian yang diinginkan.

B. Pemasaran

Pemasaran yang dilakukan adalah dengan menjual daging per kilogram kepada

masyarakat untuk bagian kepala sapi dan jeroan diolah menjadi bahan makanan seperti kikil

dan rambak.Sedangkan tulang dikumpulkan terlebih dahulu, jika sudah banyak lalu dijual

untuk dijadikan kerajinan atau tepung tulang.

C. Penanganan Limbah RPH

Penanganan limbah pasca pemotongan di RPH dilakukan hanya pada isi rumen,

selain dari limbah isi rumen tersebut seperti tulang, darah, kulit dan lainnya dijual pada

masyarakat atau perusahaan yang berproduksi di bidang limbah peternakan seperti

perusahaan kerupuk kulit, tepung tulang, tepung darah dan lainnya.

Sebenarnya isi rumen dapat dijadikan kompos, akan tetapi RPH memilih untuk membuang ke

kolam ikan lele. Cara pembuangannya yaitu dengan cara mencuci rumen di dalam air yang

mengalir lalu air hasil cucian dialirkan ke kolam ikan lele saluran air tetapi sebelum air hasil

9
cucian sampai di kolam saluran air dibuat zig – zag agar sampai di kolam hanya airnya saja,

dan isi rumen yang ikut hanyut tersangkut di dalam saluran air yang berbentuk zig – zag.

10
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari materi yang di bahas di atas adalah:

1. lingkungan berpengaruh besar terhadap sipat genetik ternak

2. suhu dan kelembaban lingkungan yang tinggi dapat menyebabkan stress

3. daya tahan terhadap panas dapat di hitung dengan melihat jumlah keringgat yang di

ekskresikan oleh hewan atau ternak

4. penerapan ternak di daerah yang iklimnya sesuai akan menunjang di hasilkannya produksi

secara optimal

5. suhu tubuh, suhu rektal dan suhu kulit saling berpenggaruh karena suhu tubuh di dapat dari

kedua suhu tersebut

5.2 Saran

pada pembahasan di atas telah di jelaskan tentang penggaruh iklim terhadap ternak, maka

penyusun menyarankan untuk prlu di lakukan tindakan-tindakan penanggulangan, agar

pengaruh iklim tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung dapat di hindari

maupun di cegah se maksimal mungkin.

11
DAFTAR PUSTAKA

Lestari, P.B.B.A., 1994a. Rumah Pemotongan Hewan Ruminansia Indonesia, P.T. Bina

Aneka Lestari, Jakarta.

Lestari, P.B.B.A., 1994a. Rancang Bangun Rumah Potong Hewan di Indonesia, P.T. Bina

Aneka Lestari, Jakarta.

Manual Kesmavel, 1993.Pedoman pembinaan Kesmavel. Direktorat Bina Kesehatan Hewan

Direktoran Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.

12
LAMPIRAN – LAMPIRAN

A. DOKUMENTASI GAMBAR

1.Struktur organisasi

2. Proses pengarahan sebelum terjung kelapangan

3. Tempat menggantung ternak yang telah di sembelih

4. Rel sistem menggantung ternak yang sudah di sembeli

13
5. Kandang karantina untuk ternak yang ditunda dipotong karena sakit.

6. Bak penampungan darah ternak yang telah dipotong

14

Anda mungkin juga menyukai