Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Infestasi Pinjal dan
Infeksi Dipylidium caninum pada Kucing Liar di Kampus Institut Pertanian Bogor
adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
ABSTRACT
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian
dilaksanakan sejak bulan November 2012 sampai Januari 2013 dengan judul
Infestasi Pinjal dan Infeksi Dipylidium caninum pada Kucing Liar di Kampus
Institut Pertanian Bogor Dramaga.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr drh Susi Soviana,
MSi dan Bapak Dr drh Yusuf Ridwan, MSi selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah membimbing, mengarahkan dan memberi saran positif kepada penulis
selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada drh Chaerul Basri, M.Epid selaku dosen pembimbing
akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahannya. Penulis juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Eman, dan Bapak Heri yang
telah banyak membantu dalam penelitian ini. Ungkapan terima kasih yang
sebesar-besarnya disampaikan kepada Ayah (Shofi’i), Ibu (Siti Rohma), Kakak,
Adik, dan seluruh keluarga tercinta serta teman-teman, atas segala do’a dan kasih
sayangnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 1
TINJAUAN PUSTAKA 2
Karakteristik Kucing 2
Pinjal 2
Dipylidium caninum 5
METODE 6
Waktu dan Tempat 6
Lokasi Penelitian 6
Rancangan Studi 6
Prosedur Penelitian 6
Analisis Data 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Jenis Pinjal yang Ditemukan 9
Prevalensi dan Derajat Infestasi Pinjal 11
Prevalensi Dipylidium caninum 11
SIMPULAN DAN SARAN 12
Simpulan 12
Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 12
LAMPIRAN 16
RIWAYAT HIDUP 17
DAFTAR TABEL
1 Perbandingan jumlah pinjal jantan dan betina 9
2 Hubungan derajat infestasi, gejala klinis, dan jenis kelamin inang 11
DAFTAR GAMBAR
1 Morfologi pinjal 3
2 Telur D. caninum dan Proglotid pada feses 5
3 Morfologi kepala pinjal Ctenocephalides felis, tibia bagian tungkai
belakang, aedeagus pada pinjal jantan ,dan kantung spermateka pada
pinjal betina. 10
1
PENDAHULUAN
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengendalian yang tepat. Penelitian ini
juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat di lingkungan
kampus IPB Dramaga tentang bahaya penyakit zoonosa yang dapat ditularkan
kucing.
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Kucing
Pinjal
Klasifikasi
Pinjal merupakan ektoparasit yang hidup di permukaan tubuh inang
(Sucipto 2011). Menurut Hadi dan Soviana (2006) pinjal bersifat semi obligat
karena sebagian hidupnya berada di tubuh inang. Pinjal termasuk ke dalam filum
Arthropoda, kelas Insecta, dan ordo Siphonaptera. Di Indonesia famili yang ada
antara lain Pulicidae, Ishcnopyllidae, Hystrichopsyllidae, Pygiopsyllidae,
Ceratophyllide, dan Leptosyllidae. Hanya dua famili yang penting dalam dunia
kedokteran hewan yaitu Ceratophyllidae dan Pulicidae (Wall dan Shearer 2001).
Ceratophyllidae merupakan famili besar yang terdiri atas 80 spesies parasit
burung dan 420 lebih parasit hewan pengerat (Taylor et al. 2007). Famili
Pulicidae memiliki beberapa genus penting karena perannya dapat menimbulkan
masalah di Indonesia yaitu Ctenocephalides (pinjal kucing dan anjing),
Echinophaga (pinjal ayam), Pulex (pinjal manusia) dan Xenopsylla (pinjal tikus)
(Hadi dan Soviana 2010).
3
Morfologi
Bentuk morfologi pinjal dewasa berbeda dibandingkan dengan bentuk
serangga lainnya yaitu pipih bilateral. Bentuk tubuh dewasa memiliki panjang satu
sampai enam milimeter dan biasanya ukuran betina lebih besar dibandingkan
jantan (Wall dan Shearer 2001). Seperti serangga pada umumnya, tubuh pinjal
terdiri atas kepala, toraks, dan abdomen yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Kepala pinjal memiliki lekuk yang berfungsi menyimpan antena bersegmen
(Levine 1990). Menurut Hadi dan Soviana (2010) terdapat tiga segmen antena
pada lekuk. Pinjal memiliki mata sederhana di depan antena. Bagian ventral
anterior kepala memiliki bagian yang dikenal sebagai gena. Gena memiliki duri
berjajajar seperti sisir yang dinamakan sisir gena (genal ctenidium). Bagian
ventral kepala juga memiliki sepasang lobus maxillary yang luas dikenal sebagai
stipes, dilengkapi dengan bantalan palps maxillary yang panjang. Mulut pinjal
memiliki struktur berlapis, yang terdiri atas sepasang laciniae beralur halus,
berfungsi untuk menusuk kulit inang. Mulut pinjal juga dilengkapi dengan
epiharynx labrum yang berfungsi menusuk ke kapiler darah inang, sehingga darah
mengalir ke saluran pencernaan pinjal (Wall dan Shearer 2001).
Toraks memiliki tiga segmen yaitu protoraks, mesotoraks, dan metatoraks.
Beberapa genus pinjal memiliki sebaris duri yang kuat di bagian belakang
protoraks yang dinamakan sisir pronotal (pronotal ctenidium) (Wall danShearer
2001). Keberadaan Ctenidium berguna dalam mengidentifikasi jenis pinjal. Pada
segmen terakhir, metatoraks berkembang sangat baik untuk menunjang tungkai
belakang sebagai pendorong saat melompat (Levine 1990).
Abdomen pinjal terbagi menjadi sepuluh segmen. Pinjal betina mempunyai
organ yang disebut spermateka, berfungsi menyimpan sperma, dan berbentuk
seperti kantung terletak di antara segmen enam sampai delapan (Hadi dan Soviana
2010). Di lokasi yang sama pada pinjal jantan terdapat organ yang disebut
aedeagus atau penis berkhitin berbentuk seperti per melingkar. Bagian dorsal pada
segmen terakhir abdomen dijumpai lempeng Sensilium atau Pygidium dengan
ditumbuhi rambut sensoris yang fungsinya belum diketahui (Wall dan
Shearer2001).
Siklus Hidup
Pinjal mengalami metamorfosis sempurna (holometabolous) yaitu telur,
larva, pupa dan dewasa. Pada kondisi ideal seluruh tahapan siklus tersebut bisa
dicapai dalam waktu dua sampai tiga minggu (Hadi dan Soviana 2010). Menurut
Wall dan Shearer (2001) siklus dapat berkisar enam sampai 12 bulan. Panjang
waktu siklus hidup tergantung pada kondisi lingkungan, khususnya suhu dan
kelembaban saat tahap larva dan pupa (Urquhart et al. 1996)
Levine (1990) menyatakan pinjal betina bertelur tiga sampai 18 butir telur
setiap harinya. Pinjal betina biasanya bertelur di tubuh inang kemudian telur
tersebut akan jatuh. Pada kondisi ideal larva akan muncul setelah dua sampai 6
hari (Wall dan Shearer 2001).
Larva pinjal akan memakan sisa protein organik seperti rambut, bulu, dan
kotoran pinjal dewasa. Larva hidup sesuai dengan tempat peristirahatan sehari-
hari inang definitifnya seperti sarang, tempat persembuyian di lantai, reruntuhan
gudang, padang-padang rumput dan tempat sampah (Levine 1990). Larva akan
mengalami dua sampai tiga kali pergantian kulit instar menjadi pupa yang
terbungkus kokon setelah 10 sampai 21 hari (Hadi dan Soviana 2010). Tahap
pupa sangat bergantung pada suhu lingkungan, meskipun sedikit bergantung pada
kelembaban yang tinggi dibandingkan tahap sebelumnya. Setelah muncul kutikula
pada kokon, pinjal dewasa biasanya tetap di dalam kokon sampai mendapat
rangsangan suhu atau rangsangan lain yang disebabkan oleh inang. Pinjal yang
sudah mendapatkan inang akan mengisap darah inang sebelum melakukan
perkawinan (Wall dan Shearer 2001).
Dipylidium caninum
a b
Gambar 2 Telur D. caninum (2a) dan Proglotid pada feses (2b) (ESCCAP
2010)
6
METODE
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2012 sampai Januari 2013.
Sampel kucing diambil di kampus IPB Dramaga. Pemeriksaan pinjal dilakukan di
Laboratorium Entomologi dan pemeriksaan sampel feses di laboratorium
Helmintologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat
Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Lokasi Penelitian
Rancangan Studi
Prosedur Penelitian
keterangan :
n = sampel yang dibutuhkan
= prevalensi kejadian yang pernah dilaporkan
Z 1/2 γ= koefisien kepercayaan
b = tingkat kesalahan
perhitungan :
n > 0.116 0.884 1.28 0.1 2
n > 16.8
sampel paling sedikit terdiri atas 17 kucing.
Penangkapan kucing
Kucing ditangkap secara manual dan dibawa menggunakan keranjang.
Kucing dikandangkan dan diberi pakan sampai kucing melakukan defekasi.
Selama menunggu kucing defekasi dilakukan pengambilan pinjal. Sebelum
dilepaskan kembali, kucing diberi tanda menggunakan pewarna rambut dengan
kandungan henna (lawsonia inermis) pada bagian kepalanya untuk menghindari
pengambilan sampel berulang.
Pemeriksaan feses
Pemeriksaan keberadaan cacing D. caninum dengan melihat langsung
keberadaan proglotid pada feses dan pemeriksaan feses di laboratorium dengan
metode McMaster (Taylor et al. 2007). Metode McMaster digunakan untuk
melihat keberadaan telur sekaligus menghitung jumlah telur. Prinsip kerja dari
metode ini merupakan modifikasi metode pengapungan. Sampel feses ditimbang
seberat dua gram menggunakan alat timbang digital, selanjutnya dimasukkan ke
dalam gelas plastik. Sampel feses ditambahkan larutan gula-garam jenuh dengan
berat jenis 1.28 sebanyak 58 mL kemudian dihomogenkan, dan disaring
menggunakan saringan teh sebanyak tiga kali. Larutan dimasukkan kedalam
kamar hitung McMaster dan ditunggu lima menit supaya telur mengapung. Kamar
hitung McMaster diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran 100 kali.
Jumlah telur tiap gram per tinja (TTGT) diperoleh dengan rumus Soulsby (1982)
sebagai berikut :
8
Jumlah telur cacing dalam kamar hitung Volume total sampel (mL)
TTGT= x
Berat feses (gram) Volume Kamar hitung (mL)
Identifikasi pinjal
Preservasi pinjal sebagai sediaan preparat kaca menggunakan metode
Ashadi dan Partosoejono (1992) dalam Hadi dan Soviana (2010). Pinjal yang
telah diperoleh dimasukan ke dalam KOH 10% pada suhu kamar selama empat
sampai lima hari untuk menipiskan lapisan khitin. Penipisan khitin juga dapat
dipercepat dengan pemanasan. Khitin pinjal yang telah tipis dicuci menggunakan
air tiga sampai empat kali. Bagian abdomen pinjal yang menggembung dapat
ditusuk dengan jarum halus supaya cairan dalam abdomennya keluar. Pengeringan
pinjal dilakukan dengan dehidratasi ke dalam alkohol dengan konsentrasi
bertingkat yaitu 70%, 85% dan 95% masing-masing 10 menit. Pinjal
terdehidratasi direndam dalam minyak cengkeh selama 15 sampai 30 menit untuk
clearing. Pinjal yang telah jernih direndam dalam xylol dua sampai tiga kali
supaya tidak kaku.
Pinjal yang telah diproses diletakkan di atas object glass yang sebelumnya
telah diberi satu sampai dua tetes Canada balsam sebagai mounting. Object glass
ditutup dengan cover glass selanjutnya dikeringkan dalam slide warmer dengan
suhu 37 sampai 40 °C selama empat sampai lima hari. Identifikasi pinjal
dilakukan di bawah mikroskop dengan kunci identifikasi Wall dan Shearer (2001).
Analisis Data
100 µm
b c
d
Gambar 3 Morfologi kepala pinjal C.felis (3a), tibia bagian tungkai belakang
(3b), aedeagus pada pinjal jantan dan kantung spermateka pada
pinjal betina (3d)
Jumlah infestasi pinjal pada 21 dari 30 ekor kucing liar kampus IPB
Dramaga diperoleh 80 ekor pinjal. Prevalensi pinjal sebesar 70% dengan jumlah
rata-rata pinjal per kucing adalah 3.8±1.9 ekor pinjal. Prevalensi C. felis sangat
tinggi dan tidak ditemukan pinjal spesies lainnya. Tingginya prevalensi C. felis
pada kucing liar juga dilaporkan oleh Zain dan Sahimin (2010) di Kuala Lumpur
sebesar 55% dan Germinal et al. (2013) di Meksiko sebesar 53%. Tingginya
prevalensi ini bisa disebabkan oleh kondisi lingkungan yang mendukung bagi
perkembangan pinjal. Menurut Taylor et al. (2007), pinjal mampu bertahan dan
11
Tabel 2 Hubungan derajat infestasi, gejala klinis, dan jenis kelamin inang
Kucing Kucing
Total kucing Uji chi-square
jantan betina
Derajat Gejala
Pearson
Infestasi klinis Nilai-
Jumlah % Jumlah % Jumlah % chi-
p
square
Tidak
+ 9 30.0 4 44.4 5 55.6
terinfestasi
0.792 0.673
Ringan + 16 53.3 10 62.5 6 37.5
Sedang + 5 16.7 3 60.0 2 40.0
Gejala klinis +/- = terdapat/ tidak ada gejala klinis, % = persentase
12
Prevalensi D. caninum
C. felis diketahui berperan sebagai inang antara dari D. caninum (Wall dan
Shearer 2001). Infeksi D. caninum tersebar di seluruh dunia dan umum terjadi
pada kucing (Taylor et al. 2007). Prevalensi cacing D. caninum pada kucing di
setiap wilayah berbeda-beda. Prevalensi cacing D. caninum pada penelitian ini
menunjukan hasil nol. Hasil ini berbeda dengan penelitian kucing liar di Meksiko
bahwa terjadi prevalensi D. caninum 36% yang berkorelasi dengan prevalensi C.
felis 53% (Germinal et al. 2013). Hal yang berbeda juga dilaporkan Zain dan
Sahimin (2010) di Kuala Lumpur terjadi prevalensi D. caninum 11.6% yang
berkorelasi dengan prevalensi C. felis 55%.
Tingkat prevalensi cacing D. caninum seperti penyakit pada umumnya,
dipengaruhi oleh lingkungan, agen, dan inang. Pada penelitian ini kondisi
lingkungan IPB memiliki suhu rata-rata/ tahun 25-33 °C (Yusmur 2003). Suhu
tersebut mendukung keberadaan cacing D. caninum seperti halnya negara
Meksiko dan Malaysia yang beriklim tropis. Telur cacing pita secara umum
mampu bertahan di lingkungan panas antara suhu 50 sampai 70 °C dan akan
hancur ketika suhu lebih dari 70 °C atau 100 °C (Gajadhar 2006). Eckert dan
Deplazes (2004) melaporkan bahwa telur cacing pita pada suhu 5 sampai 35 °C
mampu bertahan 161 sampai 28 hari. Pugh (1987) melaporkan bahwa telur cacing
D. caninum akan berkembang menjadi cysticercoid di tubuh pinjal pada suhu 30
sampai 32 °C. Kucing akan terinfeksi ketika menelan pinjal yang mengandung
larva D. caninum.
Kucing dengan infestasi pinjal yang tinggi umumnya merasa terganggu dan
mencoba untuk menghilangkan pinjal dengan cara menggaruk atau menjilat
sumber gangguan. Hinkle et al. (1998) melaporkan kucing mampu
menghilangkan 17.6% pinjal pada infestasi pinjal yang tinggi setiap harinya ketika
grooming. Derajat infestasi pinjal pada penelitian ini tergolong ringan sehingga
diduga tidak menimbulkan gangguan pada kucing. Oleh karena itu, peluang
kucing untuk menelan pinjal dan terinfeksi cacing D. caninum sangat kecil. Selain
grooming, prevalensi pinjal yang mengandung cysticercoid juga diduga sangat
kecil sehingga infeksi D. caninum tidak terjadi. Hinaidy (1991) melaporkan dari
9134 pinjal C. felis pada kucing hanya 2.3% positif terinfeksi cysticercoid D.
caninum.
Simpulan
Tiga puluh ekor kucing liar kampus IPB Dramaga Bogor terinfestasi jenis
pinjal Ctenocepalides felis. Prevalensi infestasi pinjal 70% dengan derajat
infestasi sebagian besar ringan. Perbandingan prevalensi kejadian pada kucing
betina dan kucing jantan seimbang. Perbandingan C. felis betina dan C. felis
jantan yang menginfestasi kucing seimbang. Prevalensi D. caninum diperoleh 0%.
13
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Adam AA, Saeed OM, Ibrahim HM, Malik HYE, Ahmed ME. 2012. D. caninum
infection in a 41 year old sudanese man in Nyala, Suda: the first reported
case in Sudan in 2006. Neel Med J. 6(2):37-42.
[BARK] Banfield Applied Research & Knowledge Team. 2010. Flea Literature
Review. Tillamok (US): Banfield Pet Hospital.
Ballweber LR. 2001. Veterinary Parasitologi. United States of America (US):
Butterworth–Heinemann.
Blaszkowska J, Wojcik A, Kurnatowski P, Szwabe K. 2013. Geohelminth egg
contamination of children’s play areas in the city of Lodz (Poland). VetPar.
192:228-223. doi:10.1016/j.vetpar.2012.09.033.
Bowman DD, Hendrix HM, Lindsay DS, Barr SC. 2002. Feline Clinical
Parasitology. Ed k-1. Iowa (US): Iowa State Univ Pr.
Chin HC, Ahmad NW, Lim LH, Jeffery J, Hadi AA, Othman H, Omar B. 2010.
Infestation with the cat flea, Ctenocephalides felis felis (Siphonaptera:
Pulicidae) among students in Kuala Lumpur, Malaysia. Southeast Asian J
Trop Med. 41(6):1331-1334.
Eckert J, Deplazes P. 2004. Biological, epidemiological, and clinical aspects of
Echinococcosis, a zoonosis of increasing concern. Clin Microbiol Rev.
17(1):107. doi: 10.1128/CMR.17.1.107-135.2004.
[ESCCAP] European Scientific Counsel Companion Animal Parasites. 2010.
Worm Control in Dog and Cats. Ed k-1. Worcestershire (UK): ESCCAP.
Ereshefsky M. 2000. The Poverty of the Linnaean Hierarchy: A Phylosopycal
Study of Biological Taxonomy. Cambridge (GB): Cambridge Univ Pr.
Gajadhar AA, Scandrett WB, Forbes LB. 2006. Overview of food and water borne
zoonotic parasites at the farm level. Rev Sci Tech Off Int Epiz. 25(2):595-
606.
Genchi C, Traldi G, Bianciardi P. 2000. Efficacy of imidacloprid on dogs and cats
with natural infestations of fleas, with special emphasis on flea
hypersensitivity. Vet Ther. 1(2):71-80.
Germinal JC, Roberto IG, Andrea M.O, Feliciano M, Juan M, Gabriela AT. 2013.
Prevalence of fleas and gastrointestinal parasites in free roaming cats in
Central Mexico. PLoS ONE. 8(4): e60744.doi:10.1371/journal.pone.-
0060744.
Gupta N, Gupta DK, Shalaby S. 2008. Parasitic zoonotic infections in Egypt and
India: an overview. JOPD. 32(1): 1-9.
Hadi UK, Soviana S. 2006. Hama Pemukiman Indonesia Pengenalan, Biologi dan
Pengendalian. Sigit SH, Hadi UK, editor. Bogor (ID): IPB Pr.
Hadi UK, Soviana S. 2010. Ektoparasit Pengenalan, Identifikasi, dan
Pengendaliannya. Bogor (ID): IPB Pr
14
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil analisis hubungan derajat infestasi pinjal dan jenis kelamin
kucing
Case Processing Summary
Cases
jenis kelamin
Ringan Count 10 6 16
Sedang Count 3 2 5
Total Count 17 13 30
Chi-Square Tests
N of Valid Cases 30
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Malang pada tanggal 27 Agustus 1991 sebagai anak kedua
dari tiga bersaudara pasangan Shofi’i dan Siti Rohma. Penulis menyelesaikan
sekolah dasar di SD Negeri 01 Blayu Wajak Malang dan lulus Tahun 2003.
Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 01 Wajak Malang dan lulus
Tahun 2006. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 01 Gondanglegi Malang
dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif di UKM UKF tahun
2009/2011 sebagai anggota divisi eksitu, IMAKAHI sebagai anggota divisi
kominfo tahun 2010/2011, HIMPRO ruminansia sebagai divisi kominfo tahun
2010/2011 dan sebagai wakil ketua umum tahun 2011/2012.