Anda di halaman 1dari 28

RESISTENSI Escherichia coli TERHADAP ANTIBIOTIKA

PADA KUCING DI BEBERAPA KLINIK HEWAN DI KOTA


BOGOR

UMI HASANAH

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2020
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Resistensi Escherichia


coli terhadap Antibiotika pada Kucing di Beberapa Klinik Hewan di Kota
Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2020

Umi Hasanah
NIM B04160072
ABSTRAK
UMI HASANAH. Resistensi Escherichia coli terhadap Antibiotika pada Kucing
di Beberapa Klinik Hewan di Kota Bogor. Dibimbing oleh SAFIKA dan ANITA
ESFANDIARI

Escherichia coli merupakan flora normal pada saluran pencernaan


manusia dan hewan dengan beberapa galur bersifat patogen. Tujuan penelitian ini
yaitu mengetahui tingkat resistensi E. coli terhadap beberapa antibiotika yang
sering digunakan untuk pengobatan pada kucing di lapangan. Isolat E. coli yang
digunakan pada penelitian ini berjumlah 25 isolat dari 30 sampel swab anus
kucing di beberapa klinik hewan di Kota Bogor. Isolat ini kemudian diuji terhadap
antibiotika ampisilin, tetrasiklin, oksitetrasiklin, siprofloksasin, dan gentamisin
menggunakan metode Kirby Bauer yang didasarkan pada hubungan ukuran zona
hambat dan sensitivitas bakteri. Hasil yang diperoleh kemudian dibandingkan
dengan Clinical Laboratory Standards Institute (CLSI). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa E. coli telah bersifat resisten terhadap beberapa antibiotika
yang digunakan dengan persentase yang berbeda-beda. Tingkat resistensi E. coli
berturut-turut dari yang tertinggi yaitu terhadap ampisilin (52%), oksitetrasiklin
(48%), tetrasiklin (44%), siprofloksasin (20%), dan gentamisin (12%). Antibiotika
yang masih dapat dijadikan pilihan untuk pengobatan kucing yang terinfeksi E.
coli yaitu siprofloksasin dan gentamisin.

Kata kunci: antibiotika, E. coli, kucing, resistensi

ABSTRACT

UMI HASANAH. Antimicrobial Resistance of Escherichia coli in Cat on Several


Animal Clinics in City of Bogor. Supervised by SAFIKA and ANITA
ESFANDIARI

Escherichia coli is a bacteria that normally lives in the digestive tract of


humans and animals with some pathogenic strain. The purpose of this study was
to determine the level of resistance of E. coli to several antibiotics that were often
used for treatment in cats. E. coli isolates that used for this study were 25 isolates
from 30 samples of cats anal in several animal clinics in City of Bogor. This
isolates then tested for ampicillin, tetracycline, oxytetracycline, ciprofloxacin, and
gentamicin antibiotics using the Kirby Bauer method based on the relation of
inhibition zone size and bacterial sensitivity. The results obtained were then
compared with the Clinical Laboratory Standards Institute (CLSI). The results
showed that E. coli was resistant to antibiotics with various percentages. The
highest levels of E. coli resistance were ampicillin (52%), oxytetracycline (48%),
tetracycline (44%), ciprofloxacin (20%), and gentamicin (12%). Antibiotics that
can still be used as a choice for the treatment of cats with E. coli infections are
ciprofloxacin and gentamicin.

Keywords: antibiotics, cat, E. coli, resistance


RESISTENSI Escherichia coli TERHADAP ANTIBIOTIKA
PADA KUCING DI BEBERAPA KLINIK HEWAN DI KOTA
BOGOR

UMI HASANAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2020
Judul Skripsi: Resistensi Escherichia coli terhadap Antibiotika pada Kucing di
Beberapa Klinik Hewan di Kota Bogor
Nama : Umi Hasanah
NIM : B04160072

Disetujui oleh

Dr Drh Safika, MKes Dr Drh Anita Esfandiari, MSi


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Drh Agus Setiyono, MS PhD APVet


Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan
Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi berjudul Resistensi Escherichia coli terhadap
Antibiotika pada Kucing di Beberapa Klinik Hewan di Kota Bogor ini berhasil
diselesaikan.
Skripsi ini dapat diselesaikan berkat do’a, bantuan, dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Syafuan Nur dan Ibu Jaliah selaku orang tua tercinta yang selalu
memberikan doa, semangat, kasih sayang, dan dukungan moral serta
materi.
2. Dr Drh Safika, MKes selaku pembimbing pertama dalam penulisan skripsi
yang telah memberikan bimbingan dan saran selama penelitian dan
penulisan skripsi.
3. Dr Drh Anita Esfandiari, MSi selaku pembimbing kedua dan pembimbing
akademik yang telah membimbing selama penulisan skripsi.
4. Alm. Dr Drh Chusnul Choliq, MS MM selaku pembiming akademik yang
selalu memberikan semangat dan membimbing selama masa perkuliahan.
5. Yamin Yaddi, Juliadi, dan Resma Ismawati selaku teman penelitian yang
selalu saling mendukung selama penelitian.
6. Bapak Agus Somantri dan seluruh staf laboratorium Mikrobiologi yang
telah membantu penulis selama penelitian.
7. Teman terdekat penulis dan teman AB yang selalu memberi semangat,
nasehat, dan tempat berkeluh kesah.
Skripsi ini tidak lepas dari berbagai kesalahan dan kekurangan. Adanya kritik
dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat.

Bogor, Juli 2020

Umi Hasanah
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Escherichia coli 2
Antibiotika 3
Resistensi Antibiotika 4
METODE 5
Waktu dan Tempat 5
Alat dan Bahan 5
Prosedur Penelitian 6
Analisis Data 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
SIMPULAN DAN SARAN 11
Simpulan 11
Saran 11
DAFTAR PUSTAKA 11
LAMPIRAN 15
RIWAYAT HIDUP 16
DAFTAR TABEL
1 Karakteristik E. coli menurut Barrow dan Feltham (2003) 7
2 Standar interpretasi diameter zona hambat (CSLI 2018) 7
3 Presentase hasil uji kepekaan E. coli terhadap antibiotika 8

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alur identifikasi bakteri E. coli 6
2 Tingkat resistensi E. coli terhadap antibiotika 10

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil uji resistensi E. coli terhadap beberapa antibiotika 15
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu hobi yang banyak diminati masyarakat di Indonesia adalah


memelihara hewan. Hewan yang banyak dipelihara masyarakat Indonesia adalah
kucing. Statistik membuktikan ada lebih dari 4000 penggemar kucing di Indonesia
yang tergabung dalam forum-forum pecinta kucing di internet (Khadafi 2013).
Kucing sebagai hewan peliharaan dapat dijadikan sebagai teman, sosialisasi,
keindahan atau refreshing, dan status (Made dan Wenagama 2013). Kucing
sebagai hewan peliharaan mempunyai daya tarik tersendiri karena bentuk tubuh,
mata dan warna bulu yang beraneka ragam. Kucing hidup dalam hubungan
mutualistik dengan manusia, namun kucing memiliki potensi untuk terserang
penyakit. Menurut Wikrama dan Masanto (2011), ketika kucing sakit, banyak
faktor yang kemungkinan terlibat di dalamnya, di antaranya genetika, lingkungan,
nutrisi, sistem imun, dan yang terpenting tingkat kepedulian pemilik kucing dalam
melakukan pencegahan penyakit.
Hambatan yang sering ditemui dalam pengelolaan kucing adalah adanya
gangguan kesehatan, salah satunya adalah diare. Diare merupakan gejala klinis
dari gangguan pencernaan yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi
lebih dari biasanya dan berulang-ulang yang disertai dengan adanya perubahan
bentuk dan konsistensi feses menjadi lembek atau cair dibandingkan dengan feses
normal, tergantung dari individu. Penyebab diare bisa karena virus, bakteri,
parasit, dan keracunan makanan. Salah satu bakteri yang sering menyebabkan
diare pada kucing adalah Escherichia coli (E. coli). Bakteri E. coli adalah flora
normal saluran pencernaan manusia dan hewan dengan beberapa galur bersifat
patogen (Suwito dan Andriani 2018). Strain E. coli yang dapat menyebabkan
gangguan pada saluran pencernaan kucing yaitu Enteropathogenic E. coli (EPEC)
(Murwani et al. 2017).
Antibiotika digunakan untuk mengatasi infeksi penyakit akibat bakteri.
Antibiotika bekerja secara sitostatik atau sitotoksik untuk menghilangkan
mikroorganisme. Antibiotika mempunyai mekanisme kerja menghambat proses
sintesis dinding sel, sintesis protein inang sel bakteri, asam
deoksiribonukleat/DNA dan ribonukleat asam/RNA (Zaman et al. 2017).
Keberhasilan pengobatan antibiotika ditentukan oleh ketepatan dosis, lama
pemberian, dan pemilihan antibiotika yang tepat. Penggunaan antibiotika yang
tidak bijak menyebabkan resistensi antibiotika (Djide dan Sartini 2008).
Resistensi antibiotika adalah ketidakmampuan antibiotika dalam
menghambat pertumbuhan bakteri (Torrence dan Isaacson 2007). Bakteri yang
telah resisten akan sulit ditangani ketika menginfeksi dan menyebabkan penyakit.
Tingkat resistensi suatu bakteri terhadap antibiotika perlu diketahui
perkembangannya untuk menangani masalah ini. Oleh karena itu perlu dilakukan
suatu pengujian kepekaan bakteri terhadap antibiotika yang rutin digunakan di
lapangan untuk mengetahui perkembangan nilai sensitifitasnya. Tingginya
penggunaan antibiotika di lapangan untuk pengobatan pada kucing dikhawatirkan
akan menimbulkan masalah resistensi. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian
2

tentang resistensi bakteri E. coli terhadap antibiotika yang banyak digunakan


untuk pengobatan pada kucing di lapangan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat resistensi E. coli yang


diisolasi dari sampel swab anus kucing sakit yang dirawat inap di beberapa klinik
hewan di Kota Bogor terhadap beberapa jenis antibiotika yaitu ampisilin,
tetrasiklin, oksitetrasiklin, siprofloksasin, dan gentamisin.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan data mengenai


bakteri Escherichia coli yang masih sensitif atau telah resisten terhadap beberapa
jenis antibiotika (ampisilin, tetrasiklin, oksitetrasiklin, siprofloksasin, dan
gentamisin) yang sering digunakan untuk pengobatan pada kucing di beberapa
klinik hewan di Kota Bogor. Selain itu, diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai jenis antibiotika yang dapat direkomendasikan sebagai pilihan
pengobatan berdasarkan hasil uji.

TINJAUAN PUSTAKA

Escherichia coli

Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif yang merupakan flora


normal dalam saluran pencernaan hewan dan manusia. Bakteri ini memiliki
bentuk batang dengan ukuran 0,4-0,7 x 1,0-3,0 μm, dapat hidup soliter maupun
berkelompok, umumnya motil, tidak membentuk spora, serta fakultatif anaerob
(Carter dan Wise 2004). Escherichia coli termasuk bakteri mesofilik dengan suhu
pertumbuhannya dari 7 ºC sampai 50 ºC dengan suhu optimum sekitar 37 ºC
(Adams dan Moss 2008). Bakteri E. coli dapat tumbuh pada pH 4-9 dengan
aktivitas air 0,935. Laju pertumbuhan E. coli yaitu 25 jam/generasi pada suhu 8 ºC
(Forsythe 2000).

Klasifikasi E. coli menurut Songer dan Post (2005):


Domain : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gammaproteobacteria
Orde : Enterobacteriales
Family : Enterobactericeae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli
3

Escherichia coli merupakan bakteri yang dapat ditemukan di tanah, air,


tanaman, hewan, dan manusia (Berg 2004). Bakteri E. coli adalah bakteri enterik
yaitu bakteri yang bisa bertahan di dalam saluran pencernaan, rongga mulut,
esofagus, lambung, usus, rektum, dan anus. Escherichia coli dikategorikan
sebagai anaerob fakultatif karena dapat hidup sebagai bakteri aerob ataupun
bakteri anaerob (Manning 2010).

Antibiotika

Antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan secara alami oleh


cendawan maupun diproduksi secara sintetis yang dapat bekerja secara sitostatik
atau sitotoksik untuk menghilangkan mikroorganisme. Antibiotika mempunyai
mekanisme kerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel, menghambat
sintesis protein, menghambat sintesis DNA, menghambat sintesis RNA, dan
menghambat sintesis folic acid (Guilfole 2007). Antibiotika bersifat toksik secara
selektif pada bakteri, namun tidak toksik pada sel inang (host). Antibiotika
digunakan sebagai pengobatan, metaphylactic, prophylactic dan pemacu
pertumbuhan pada peternakan (Noor dan Poeloengan 2004).
Antibiotika dibedakan menjadi dua golongan berdasarkan aktivitasnya yaitu
antibiotika kerja luas (broad spectrum) dan kerja sempit (narrow spectrum)
(Ganiswara 1995). Antibiotika broad spectrum adalah golongan yang dapat
menghambat pertumbuhan dan mematikan bakteri Gram positif dan Gram negatif.
Contohnya tetrasiklin dan derivatnya, kloramfenikol, ampisilin, sefalosporin, dan
karbapenem. Antibiotika narrow spectrum hanya aktif terhadap bakteri Gram
positif atau Gram negatif saja, contohnya penisilin, streptomisin, neomisin, dan
basitrasin (Lüllmann et al. 2005).

Ampisilin
Ampisilin merupakan antibiotika golongan β-laktam turunan penisilin, yaitu
aminobenzyl penicillin. Antibiotika golongan ini memiliki efek bakterisidal yaitu
terganggunya sintesis dinding sel, khususnya mencegah transpeptidasi, dengan
menghilangkan lapisan peptidoglikan dari dinding sel (Siswandono 2016).
Ampisilin merupakan penisilin broad-spectrum tahan asam dan lebih luas daya
kerjanya yang meliputi bakteri Gram-negatif dan bakteri Gram positif. Ampisilin
efektif terhadap E. coli, H. influenza, Salmonella dan beberapa Proteus, namun
tidak aktif terhadap Pseudomonas, Klebsiella, dan Enterococcus (Tjay dan
Rahardja 2007). Resistensi yang tinggi terjadi pada famili Enterobacteriaceae
karena kemampuannya menghasilkan enzim β-laktamase dan anggota dari bakteri
famili ini sering disebut sebagai bakteri Extended Spectrum Beta Lactamase
(ESBL) (Peterson dan Bonomo 2005).

Tetrasiklin
Antibiotika golongan tetrasiklin memiliki tiga generasi yaitu generasi
pertama merupakan tetrasiklin yang diperoleh melalui proses biosintesis.
Antibiotika yang termasuk ke dalam golongan ini adalah aureomisin
(klortetrasiklin) dan terramisin (oksitetrasiklin). Generasi kedua tetrasiklin
diperoleh secara semisintetis, yaitu doksisiklin, limesiklin, meklosiklin, metasiklin,
4

minosiklin, dan rolitetrasiklin. Generasi ketiga tetrasiklin diperoleh sepenuhnya


secara sintetis, yaitu tigesiklin (Tariq et al. 2018). Tetrasiklin mempunyai sifat
bakteriostatik yang bekerja dengan menghambat sintesis protein dan menggangu
permeabilitas membran organisme. Struktur kimia tetrasiklin adalah substansi
kristal amfoterik yang dapat berbentuk garam asam maupun garam basa.
Tetrasiklin aktif terhadap Gram positif, Gram negatif, Mycoplasma, dan
Chlamydia (Kee dan Hayes 1996).

Oksitetrasiklin
Oksitetrasiklin merupakan grup antibiotika tetrasiklin yang diperoleh dari
bakteri Streptomyces aureofaciens (Pickens dan Tang 2010). Seperti tetrasiklin,
oksitetrasiklin merupakan antibiotika dengan spektrum yang luas, mempunyai
efikasi yang baik terhadap bakteri gram-positif maupun gram-negatif.
Oksitetrasiklin bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah dan bakterisidal
pada konsentrasi tinggi (Bhaskara et al. 2012). Oksitetrasiklin bekerja dengan
menghambat sintesis protein bakteri pada ribososm subunit 30S dan mengganggu
permeabilitas membran organisme (Syarif et al. 2007).

Siprofloksasin
Siprofloksasin merupakan antibiotika golongan fluorokuinolon yang bekerja
dengan cara menghambat topoisomerase II (DNA gyrase) dan topoisomerase IV
yang diperlukan bakteri untuk proses replikasi, transkripsi dan rekombinasi DNA
pada bakteri (Katzung 2000). Fluorokuinolon merupakan antibiotika yang
mempunyai spektrum luas, namun mempunyai rentang keamanan sangat sempit
sehingga penggunaannya harus sangat hati-hati. Antibiotika ini seharusnya hanya
digunakan untuk infeksi berat yang mengancam kehidupan, Multidrug-resistant
(MDR) atau gagal terapi dengan antibiotik lain atau infeksi bakteri yang
mempunyai respon baik dengan fluorokuinolon (Raini 2016). Antibiotika ini
mampu melawan infeksi dari bakteri Gram negatif maupun Gram positif
(Rachmad 2017).

Gentamisin
Gentamisin merupakan antibiotika golongan aminoglikosida yang diperoleh
dari Micromonospora spp dan Streptomyces spp. Gentamisin aktif terhadap
Pseudomonas, Proteus, dan Staphylococcus yang resisten terhadap penisilin dan
metisilin serta tidak aktif terhadap Microbacterium, Streptococcus, dan bakteri
anaerob (Tjay dan Rahardja 2007). Mekanisme kerja antibiotika ini adalah dengan
menghambat sintesis protein dengan mengikat subunit 30S pada ribosom,
sehingga translokasi mRNA selama sintesis protein tidak terjadi, dan dapat
menyebabkan pembacaan gen yang salah serta produksi protein yang cacat
(Songer dan Post 2005).

Resistensi Antibiotika

Resistensi antibiotika adalah kemampuan bakteri untuk beradaptasi terhadap


paparan antibiotika (Utami 2011). Sifat ini merupakan suatu mekanisme alamiah
untuk bertahan hidup. Resistensi antibiotika merupakan dampak yang bisa terjadi
5

akibat pemakaian antibiotika dan bukan merupakan suatu fenomena yang baru
(Spellberg et al. 2013). Dzidic et al. (2008) menyatakan, bahwa mekanisme
terjadinya resistensi terbagi menjadi dua aspek, yaitu aspek biokimia dan aspek
genetik. Aspek biokimianya adalah inaktivasi antibiotika, modifikasi target, efflux
pumps, dan merubah permeabialitas dari outer membrane. Aspek genetik dari
resistensi adalah dengan mutasi dan transfer material genetik secara horisontal.
Resistensi terhadap antibiotika terbagi menjadi resistensi alami dan
resistensi dapatan. Resistensi alami menyebabkan bakteri resisten terhadap
antibiotika tanpa paparan langsung dari antibiotikanya, sedangkan resistensi
dapatan yaitu bakteri yang pernah sensitif terhadap suatu antibiotika menjadi
resisten (Neal 2006). Resistensi alami diekspresikan dengan sulitnya antibiotika
untuk melewati dinding sel dan struktur membran bakteri, serta tidak dapat
ditransmisikan (Singh 2017). Resistensi dapatan terjadi melalui tiga cara, yaitu
konjugasi, transduksi, dan transformasi. Konjugasi adalah pemindahan gen dari
bakteri resisten ke bakteri lain secara langsung melalui pili. Transduksi
merupakan suatu cara pemindahan gen resisten dari satu bakteri ke bakteri lain
melalui bantuan bakteriofag yang memiliki kemampuan untuk menghancurkan sel
bakteri, kemudian membawa gen resisten tersebut untuk dipindahkan ke bakteri
lain. Transformasi merupakan suatu cara pengambilan DNA yang memiliki gen
resisten oleh bakteri dari lingkungan (Burmeister 2015).
Risiko resistensi dapat terjadi karena pemakaian antibiotika dalam usaha
pengobatan suatu infeksi yang tidak bijak, seperti membeli antibiotika tanpa resep
dokter (Acar dan Goldstein 1998). Dampak dari resistensi antibiotika adalah
upaya pengobatan menjadi lebih sulit dan membutuhkan biaya kesehatan yang
lebih tinggi (Noor dan Poeloengan 2004). Penggunaan antibiotika yang tidak
rasional dan tidak terkendali merupakan sebab utama penyebaran resistensi
antibiotika secara global, sehingga terjadi bakteri yang multiresisten terhadap
sekelompok antibiotika (Utami 2011).

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2019 – Mei 2020.


Pengambilan sampel swab anus kucing sakit rawat inap diambil dari tujuh klinik
hewan di Kota Bogor. Pengujian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi, Divisi
Mikrobiologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan
Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis, bunsen, cotton
swab steril, cawan petri steril, cool box, gelas objek, inkubator, kain lap, kapas,
karet, korek api, kulkas, mikroskop, needle, ose, penggaris, pinset, pipet, plastik,
rak tabung reaksi, tabung eppendorf, tabung reaksi steril, dan vortex mixer.
6

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Buffer Peptone Water
(BPW), Eosin Methylene Blue Agar (EMBA), air, sabun, alkohol 70%, kristal
violet, lugol, safranin, minyak imersi, xylol, akuades steril, Triptic Soy Agar
(TSA), Triple Sugar Iron Agar (TSIA), indol, sitrat, urea, glukosa, laktosa,
maltosa, sukrosa, manitol, medium MR-VP broth, reagen Ehrlich, larutan α-
naphtol, larutan KOH 40%, indikator methyl red, Mueller-Hinton Agar (MHA),
antibiotika ampisilin, siprofloksasin, gentamisin, tetrasiklin, dan oksitetrasiklin.

Prosedur Penelitian

Pengambilan Sampel Swab Anus


Pengambilan sampel dilaksanakan di tujuh klinik hewan di Kota Bogor.
Sampel swab diambil dari 30 ekor kucing sakit yang dirawat inap. Pengambilan
sampel swab anus dilakukan dengan cara mengoleskan cotton swab steril pada
anus kucing. Cotton swab selanjutnya dimasukkan kedalam tabung eppendorf
berisi Buffer Peptone Water (BPW) yang telah diberi label. Tabung eppendorf
kemudian dimasukkan ke dalam cool box. Sampel kemudian dibawa menuju
laboratorium, Divisi Mikrobiologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan
Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor. Tabung selanjutnya dikeluarkan dari cool box dan dipindahkan ke dalam
kulkas.

Isolasi dan Identifikasi Escherichia coli dari Sampel Swab Anus Kucing
Isolasi dan identifikasi bakteri mengacu pada metode Lay (1994). Diagram
alur metode identifiksi bakteri Gram negatif untuk mengidentifikasi E. coli dapat
dilihat pada Gambar 1.
Penanaman sampel swab anus pada EMBA

Laktosa

Negatif Positif

Subkultur pada TSA miring

Pewarnaan Gram

Negatif Positif

Uji IMViC Uji fermentasi Uji TSIA (A/A/+/-)


Uji urea (-)
Uji motilitas (+)
Uji indol (+) Glukosa (+)
Uji MR (+) Sukrosa (+)
Uji VP (-) Laktosa (+)
Uji sitrat (-) Maltosa (+)
Manitol (+)

Gambar 1 Diagram alur identifikasi bakteri E. coli


7

Sebanyak 30 sampel yang berasal dari swab anus kucing sakit yang dirawat
inap diisolasi dan diidentifikasi untuk mendapatkan isolat yang memenuhi
karakteristik E. coli menurut Barrow dan Feltham (2003). Data disajikan pada
Tabel 1.

Tabel 1 Karakteristik E. coli menurut Barrow dan Feltham (2003)


Uji Hasil Uji Hasil
EMBA + Fermentasi karbohidrat
Pewarnaan Gram Gram negatif, basil Glukosa +
Indol + Laktosa D
H2S dan TSIA - Manitol +
Urea - Maltosa +
Sitrat - Sukrosa D
Motilitas D MR +
Keterangan: (+) positif, (-) negatif, (D) dubius

Mengacu pada metode kultur Barrow dan Feltham (2003), isolat dibiakkan
dalam media EMBA, lalu diinkubasi pada suhu 37 °C selama 18-24 jam. Koloni
berwarna hijau metalik yang terpisah kemudian disubkultur pada agar miring TSA.
Diinkubasi pada suhu 37 °C selama 18-24 jam. Setelah itu, dilakukan uji
biokimiawi yaitu indol, TSIA, urea, sitrat, dan gula-gula. Uji gula-gula terdiri dari
glukosa, laktosa, manitol, maltosa dan sukrosa. Selanjutnya dilakukan uji peneguh
yaitu uji MR-VP yang diinkubasi selama 2-5 hari.

Uji Kepekaan Escherichia coli terhadap Antibiotika


Prosedur uji resistensi E. coli terhadap antibiotika dilakukan dengan metode
difusi cakram menurut Kirby-Bauer (Koneman et al. 1983). Isolat E. coli yang
berumur ±18 jam pada TSA dibuat menjadi suspensi, dengan cara memasukkan
beberapa ose koloni E. coli ke dalam larutan NaCl 0,9% steril hingga
kekeruhannya sama dengan kekeruhan pada tabung standar McFarland 0,5.
Setelah itu, suspensi bakteri sebanyak 0,1 ml diinokulasikan secara merata pada
media Mueller-Hinton Agar (MHA) padat dan didiamkan beberapa saat. Cakram
antibiotika yang masing-masing mengandung ampisilin, siprofloksasin,
gentamisin, tetrasiklin, dan oksitetrasiklin diletakkan pada permukaan agar, lalu
diinkubasi dalam inkubator 37 °C selama 18-24 jam. Pengujian isolat dilakukan
dengan pengulangan perlakuan sebanyak tiga kali. Hasil pengujian ditentukan
dengan mengukur diameter zona hambatan yang terbentuk di sekeliling kertas
cakram menggunakan penggaris. Hasil pengukuran tersebut diinterpretasikan
mengacu pada Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI 2018) (Tabel 2).

Tabel 2 Standar interpretasi diameter zona hambat (CSLI 2018)


Antibiotika Isi disk (μg) Standar interpretasi zona hambat (mm)
S I R
Ampisilin 10 ≥17 14-16 ≤13
Tetrasiklin 30 ≥15 12-14 ≤11
Oksitetrasiklin 30 ≥15 12-14 ≤11
Siprofloksasin 5 ≥21 16-20 ≤15
Gentamisin 10 ≥15 13-14 ≤12
Keterangan: S (Sensitif), I (Intermediate), R (Resisten)
8

Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif dalam bentuk tabel dan gambar.
Data diperoleh dengan melakukan pengujian tiga kali dalam waktu yang sama dan
pengukuran rata-rata diameter zona hambatan pertumbuhan bakteri oleh
antibiotika.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari pengambilan 30 sampel yang berasal dari swab anus kucing
sakit yang dirawat inap dari tujuh klinik hewan di Kota Bogor menunjukkan
sebanyak 25 sampel memiliki karakteristik bakteri E. coli. Identifikasi bakteri
mengacu pada karakteristik secara makroskopis dan mikroskopis. Secara
makroskopis koloni E. coli berwarna hijau metalik dengan titik hitam di tengah
pada media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA). Hal ini sesuai dengan pendapat
Suardana et al. (2007) bahwa EMBA merupakan media diferensial tetapi selektif
untuk membedakan E. coli dengan bakteri Gram negatif lainnya. Media EMBA
juga mengandung karbohidrat laktosa, sehingga terjadi perubahan warna hijau
metalik pada media EMBA karena E. coli dapat memfermentasi laktosa yang
mengakibatkan peningkatan kadar asam dalam media yang mengendapkan
methylene blue dalam media EMBA (Cheeptham 2012). Secara mikroskopis
dengan menggunakan pewarnaan Gram, menunjukkan Gram negatif dengan
warna merah muda dan berbetuk batang pendek. James et al. (2008) menyatakan,
warna merah muda tersebut terjadi karena bakteri menahan warna merah safranin.
Uji biokimiawi bakteri E. coli pada uji indol menunjukkan hasil positif
dengan warna merah pada permukaan media setelah diberi reagen Ehrlich, uji
Methyl Red (MR) positif dengan perubahan warna merah, dan uji Voges
Proskauer (VP) menunjukkan hasil negatif yang ditandai dengan tidak adanya
perubahan warna kaldu. Hasil negatif juga ditunjukkan pada uji sitrat dan urea
ditandai dengan tidak adanya perubahan warna pada media. Terdapat perubahan
warna kuning pada slant dan butt pada uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA) dan
menghasilkan asam dan pembentukan gas, namun tidak menghasilkan H2S. Uji
fermentasi karbohidrat positif pada glukosa, sukrosa, laktosa, maltosa, dan
manitol. Isolat yang sudah teridentifikasi diuji kepekaannya terhadap 5 antibiotika
dengan tiga kali pengulangan. Antibiotika yang digunakan adalah ampisilin,
tetrasiklin, oksitetrasiklin, siprofloksasin, dan gentamisin.

Tabel 3 Persentase hasil uji kepekaan E. coli terhadap antibiotika


Antibiotika Jumlah isolah E. coli Presentase (%)
S I R S I R
Ampisilin 12 0 13 48 0 52
Tetrasiklin 12 2 11 48 8 44
Oksitetrasiklin 11 2 12 44 8 48
Siprofloksasin 17 3 5 68 12 20
Gentamisin 22 0 3 88 0 12
Keterangan: S (Sensitif), I (Intermediate), R (Resisten)
9

Hasil persentase uji kepekaan E. coli terhadap antibiotika menunjukkan


adanya reaksi yang berbeda terhadap jenis antibiotika yang digunakan (Tabel 3).
Pengujian terhadap antibiotika ampisilin didapatkan data 48% strain E. coli berada
pada level sensitif dan 52% sudah mengalami resistensi. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan Bourne et al. (2019) menunjukkan sebanyak 31.1%
isolat E. coli yang diambil dari kucing sehat telah mengalami resistensi terhadap
antibiotika ampisilin. Hasil yang didapat pada penelitian ini lebih besar yaitu 52%,
karena sampel yang diambil untuk dievaluasi berasal dari kucing sakit yang
dirawat inap yang pernah atau sedang diberikan antibiotika. Ampisilin merupakan
antibiotika golongan β-laktam yang bekerja dengan menghambat sintesis dinding
sel bakteri dengan cara mengikat enzim β-laktamase. Namun, bakteri E. coli
diduga mampu mensintesis enzim β -laktamase yang menghidrolisis cincin β -
laktam pada struktur ampisilin, sehingga antibakteri ini kehilangan aktivitasnya
(Pratiwi 2017). Menurut Milanda et al. (2014), enzim β -laktamase dikode oleh
gen resistensi ampisilin (bla) dalam suatu plasmid sehingga sifat resistensi
tersebut dapat dipindahkan dari satu bakteri ke bakteri lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian ini, bakteri E. coli memiliki nilai sensitif
terhadap antibiotika golongan tetrasiklin (tetrasiklin dan oksitetrasiklin) yang
hampir sama yaitu 48% pada tetrasiklin dan 44% oksitetrasiklin, dan pada tingkat
intermediate memiliki nilai yang sama besar yaitu 8%. Tingkat resistensi E. coli
terhadap tetrasiklin adalah 44%, sedangkan tingkat resistensi E. coli terhadap
oksitetrasiklin memiliki nilai yang lebih tinggi yaitu sebesar 48%. Menurut
Kroemer et al. (2014), tingkat resistensi yang tinggi terhadap golongan tetrasiklin
sebelumnya telah ditunjukkan pada isolat E. coli hewan kesayangan anjing dan
kucing. Hasil penelitian Rzewuska et al. (2015) menunjukkan bahwa resistensi
terhadap antibiotika tetrasiklin saat ini meningkat yaitu lebih dari 50% dan
antibiotika ini hanya digunakan jika sensitivitas dari bakteri sudah dikonfirmasi
melalui uji in vitro. Chang et al. (2015) menyatakan, mekanisme utama resistensi
tetrasiklin diketahui memiliki aktivitas pompa efluks, perlindungan ribosom, dan
inaktivasi enzimatik.
Hasil uji isolat E. coli diperoleh 68% sensitif, 12% intermediate, dan 20%
resisten terhadap antibiotika siprofloksasin. Hasil penelitian yang dilakukan
Marques et al. (2017) pada kucing dengan Urinary Tract Infection (UTI)
menunjukkan resistensi E. coli terhadap siprofloksasin sebesar 15.7%. Antibiotika
golongan fluoroquinolon terikat pada subunit β enzim DNA girase dan memblok
aktivitas enzim yang esensial dalam menjaga supercoiling DNA dan penting
dalam proses replikasi DNA (Mycek 2001). Mutasi pada gen pengkode DNA
girase menyebabkan diproduksinya enzim yang aktif, namun tidak dapat diikat
oleh fluoroquinolon sehingga menyebabkan resistensi (Pratiwi 2008).
Hasil uji sensitivitas E. coli terhadap antibiotika gentamisin
memperlihatkan hasil 88% sensitif dan 12% yang mengalami resistensi.
Berdasarkan penelitian Davis et al. (2011) bakteri E. coli pada kucing
menunjukkan hasil resistensi yang rendah terhadap gentamisin yaitu kurang dari
10%. Gentamisin merupakan antibiotika golongan aminoglikosida. Menurut
Brooks et al. (2005), resistensi kromosomal mikroba terhadap aminoglikosida
tergantung pada ada tidaknya reseptor protein spesifik pada subunit 30S dari
10

ribosom. Resistansi bakteri terhadap aminoglikosida juga tergantung terhadap


produksi adinilasi, fosforilasi, atau enzim asetilasi yang dapat merusak obat.

Gambar 2 Tingkat resistensi E. coli terhadap beberapa antibiotika

Berdasarkan data yang didapat (Gambar 2), bakteri E. coli telah resisten
terhadap ampisilin, oksitetrasiklin, serta tetrasiklin dan masih sensitif terhadap
antibiotika siprofloksasin dan gentamisin. Penggunaan antibiotika ampisilin untuk
pengobatan harus dikurangi karena persentase resistensi sudah di atas 50%.
Pengobatan menggunakan golongan tetrasiklin masih dapat dilakukan hanya jika
penyebab bakteri sudah diketahui secara pasti. Antibiotika siprofloksasin dan
gentamisin masih dapat dijadikan pilihan untuk pengobatan dengan penggunaan
yang bijak.
Pengendalian resistensi suatu bakteri terhadap antibiotika diperlukan untuk
mengurangi tingkat resistensi. Cara yang dapat dilakukan adalah pengunaan
antibiotika secara tepat dengan dikonsumsi sesuai indikasi dan anjuran
penggunaan serta dengan dosis yang tepat. Penggunaan antibiotika dengan tingkat
kepekaan intermediate sebaiknya dihindari karena kenaikan dosis antibiotika pada
interpretasi intermediate adalah salah satu penyebab berkembangnya sifat
resistensi bakteri terhadap antibiotika (Krisnaningsih et al. 2005). Menurut Utami
(2011), penggunaan antibiotika yang sudah resisten terhadap bakteri dapat diganti
dengan antibiotika lain dari golongan yang sama, yang lebih baik dengan
spektrum yang lebih luas.
11

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil uji resistensi isolat bakteri Escherichia coli yang diperoleh dari
sampel swab anus pada kucing sakit yang di rawat inap dari beberapa klinik
hewan di Kota Bogor menunjukkan bahwa bakteri Escherichia coli telah
mengalami resistensi terhadap antibiotika ampisilin, oksitetrasiklin, dan tetrasiklin.
Antibiotika yang masih dapat dijadikan pilihan yaitu siprofloksasin dan
gentamisin.

Saran

Penelitian lanjutan terhadap antibiotika lainnya perlu dilakukan untuk


mengetahui pola resistensi E. coli terhadap beberapa jenis antibiotika. Antibiotika
yang telah resisten terhadap bakteri sebaiknya tidak digunakan kembali untuk
pengobatan dan diganti dengan antibiotika lain yang lebih sensitif. Antibiotika
siprofloksasin dan gentamisin masih dapat dijadikan pilihan untuk pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

Acar JF, Goldstein FW. 1998. Consequences of increasing resistance to


antimicrobial agents. Clin Infect Dis. 27(1):125-130.
Adams MR, Moss MO. 2008. Food Microbiology. 3rd ed. Guildford (UK): RSC.
Barrow GI, Feltham RKA. 2003. Cowan and Steel’s Manual for the Identification
of Medical Bacteria. Cambridge (UK): Cambridge Univ Pr.
Berg HC. 2004. Eschericia coli in Motion. New York (US): Springer.
Bhaskara IBM, Budiasa K, Tono KPG. 2012. Uji kepekaan Escherichia coli
sebagai penyebab kolibasilosis pada babi muda terhadap antibiotika
oksitetrasiklin, streptomisin, kanamisin dan gentamisin. Indonesia Medicus
Veterinus. 1(2):186-201.
Bourne JA, Chong WY, Gordon DM. 2019. Genetic structure, antimicrobial
resistance and frequency of human associated Escherichia coli sequence
types among faecal isolates from healthy dogs and cats living in Canberra,
Australia. J Pone. 14(3):1-13.
Brooks GF, Butel JS, Morse SA. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta (ID):
Salemba Medika.
Burmeister AR. 2015. Horizontal gene transfer. Evol, Med, & Pub Health.
2015(1):193-194.
Carter GR, Wise DJ. 2004. Essential of Veterinary Bacteriology and Mycology.
6th ed. Iowa (US): Blackwell.
Chang SK, Lo DY, Wei HN, Kuo HC. 2015. Antimicrobial resistance
of Escherichia coli isolates from canine urinary tract infections. J Vet Med
Sci. 77(1): 59-65.
12

Cheeptham N. 2012. Eosin Methylene Blue Agar. Canada (CA): Thompson Rivers
Univ.
[CLSI] Clinical and Laboratory Standards Institute. 2018. Performance Standards
for Antimicrobial Susceptibility Testing. 28th ed. Wayne (US): CLSI.
Davis JA, Jakcson CR, Cray PJF, Barret JB, Brousse JH, Gustafson J, Kucher M.
2011. Anatomical distribution and genetic relatedness of antimicrobial-
resistant Escherichia coli from healthy companion animals. J Appl
Microbiol. 110:597-604.
Djide MN, Sartini. 2008. Analisis Mikrobiologi Farmasi. Makassar (ID): Univ
Hasanuddin.
Dzidic S, Suskovic J, Kos B. 2008. Antibiotic resistance mechanisms in bacteria:
biochemical and genetic aspects. Food Technol Biotechnol. 46(1):11-21.
Forsythe SJ. 2000. The Microbiology of Safe Food. London (UK): Blackwell.
Ganiswarna S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Ed ke-4. Jakarta (ID): UI Pr.
Guilfole PG. 2007. Antibiotic Resistant Bacteria. New York (US): Chelsea House.
James J, Baker C, Swain H. 2008. Prinsip-prinsip Sains untuk Keperawatan.
Jakarta (ID): Erlangga.
Katzung BG. 2000. Basic and Clinical Pharmacology. 9th ed. New York (US):
Mc Graw Hill.
Kee Jl, Hayes ER. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta
(ID): EGC.
Khadafi MY. 2013. Sistem pakar diagnosa penyakit pada kucing melalui
pendekatan inferensi forward chaining berbasis platform android [skripsi].
Depok (ID): Univ Gunadharma.
Koneman EW, Winn W, Allen S, Janda W, Procop G, Schreckenberger P, Woods
G. 1983. Koneman’s Color Atlas and Textbook of Diagnostic Microbiology.
Philadelphia (US): Lippincott Williams & Wilkins.
Krisnaningsih MMF, Asmara W, Wibowo MH. 2005. Uji sensitivitas ísolat
Escherichia coli patogen pada ayam terhadap beberapa jenis antibiotik. J
Sains Vet. 1:13-18.
Kroemer S, Garch FE, Galland D, Petit JL, Woehrle F, Boulouis HJ. 2014.
Antibiotic susceptibility of bacteria isolated from infections in cats and dogs
throughout Europe (2002-2009). Eur J Clin Microbiol Infect Dis. 37(2):97-
108.
Lay BW. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta (ID): Raja Grafindo
Persada.
Lüllmann H, Mohr K, Hein L, Bieger D. 2005. Color Atlas of Pharmacology. 3rd
ed. Stuttgart (DE): Thieme.
Made P, Wenagama IW. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran
rumah tangga untuk hewan peliharaan; studi kasus di Kelurahan Padang
Sambian. J EP Unud. 2(11):525-532.
Manning SD. 2010. Escherichia coli Infections. New York (US): Infobase.
Marques C, Belas A, Franco A, Aboim C, Gama LT, Pomba C. 2017. Increase in
antimicrobial resistance and emergence of major international high-risk
clonal lineages in dogs and cats with urinary tract infection: 16 year
retrospective study. J Antimicro Chemo. 73(2):377-384.
13

Milanda B, Saragih BC, Kusuma SAF. 2014. Deteksi gen resistensi ampisilin
(bla) pada Escherichia coli isolat klinik dengan metode polymerase chain
reaction. IJCP. 3(3):98-106.
Murwani S, Qosimah D, Amri IA. 2017. 2017. Penyakit Bakterial pada Ternak
Hewan Besar dan Unggas. Malang (ID): UB Pr.
Mycek MJ. 2001. Farmakologi. Ed ke-2. Jakarta (ID): Widya Medika.
Neal MJ. 2006. Medical Pharmacology at a Glance. 5th ed. Jakarta (ID):
Erlangga.
Noor SM, Poeloengan M. 2004. Pemakaian antibiotik pada ternak dan dampaknya
pada kesehatan manusia. Dalam: Lokakarya nasional keamanan pangan
produk peternakan. Bogor (ID): Balai Penelitian Veteriner.
Peterson DL, Bonomo RA. 2005. Extended spectrum E-lactamase: a clinical
update. Clin Micro Rev. 18(4):657-86.
Pickens LB, Tang Y. 2010. Oxytetracycline biosynthesis. J Biol Chem.
285(36):27509-27515.
Pratiwi RH. 2017. Mekanisme pertahanan bakteri patogen terhadap antibiotik. J
Pro Life. 4(3):418-429.
Pratiwi ST. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta (ID): Erlangga.
Rachmad B. 2017. Isolasi dan identifikasi gen resistensi ciprofloxacin pada isolat
Escherichia coli multidrug resistance dari penderita infeksi saluran kemih di
RSUD Abdoel Moeloek Provinsi Lampung [tesis]. Univ Lampung.
Raini M. 2016. Antibiotik golongan fluorokuinolon: manfaat dan kerugian. Med
Litbangkes. 26(3):163-174.
Rzewuska M, Czopowicz M, Świda MK, Chrobak D, Błaszczak B, Binek M. 2015.
Multidrug resistance in Escherichia coli strains isolated from infections in
dogs and cats in Poland (2007–2013). J World Sci. 15:1-8.
Singh OV. 2017. Foodborne Pathogens and Antibiotic Resistance. New Jersey
(US): John Wiley & Sons Inc.
Siswandono. 2016. Kimia Medisinal 2. Ed ke-2. Surabaya (ID): UNAIR Pr.
Songer JG, Post KW. 2005. Veterinary Microbiology: Bacterial and Fungal
Agents of Animal Disease. Missouri (US): Elsevier.
Spellberg B, Bartlett JG, Gilbert DN. 2013. The future of antibiotics and
resistance. N Engl J Med. 368(4):299-302.
Suardana IW, Sumiarto B, Lukman DW. 2007. Isolasi dan identifikasi
Escherichia coli O157:H7 pada daging sapi di Kabupaten Badung Provinsi
Bali. J Vet. 8(1):16-23.
Suwito A, Andriani. 2018. Uji toksisitas Escherichia coli asal daging terhadap sel
vero. J Bio Tropis. 18(2):230-234.
Syarif A, Estuningtyas A, Setiawati A, Muchtar A, Arif A, Bahry B, Suyatna FD,
Dewoto HR, Utama H, Darmansjah I. 2007. Farmakologi dan Terapi. Ed
ke-5. Jakarta (ID): UI Pr.
Tariq S, Rizvi AFA, Anwar U. 2018. Tetracycline: classification, structure
activity relationship and mechanism of action as a theranostic agent for
infectious lesions: a mini review. Biomed J Sci and Tech Res. 7(2):1-10.
Tjay TH, Rahardja K. 2007. Obat- Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-
efek Sampingnya. Jakarta (ID): Elex Media Komputindo.
Torrence ME, Isaacson RE. 2007. Microbial Food Safety in Animal Agriculture.
Iowa (US): Iowa State Pr.
14

Utami ER. 2011. Antibiotika, resistensi, dan rasionalitas terapi. El Hayah. 1(4):
191-198.
Wikrama SD, Masanto R. 2011. Merawat Kucing Kesayangan. Klaten (ID): Intan
Sejati.
Zaman S, Hussain M, Nye R, Mehta V, Mamun KT, Hossain N. 2017. A review
on antibiotic resistance: alarm bells are ringing. Cureus J Med Sci. 9(6):1-9.
15

LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil uji resistansi E. coli terhadap beberapa antibiotika
Isolat Antibiotika
E. coli AMP CIP CN TE OT
A.2 R R R R R
A.3 S S S S S
A.4 R S S R R
A.7 R S S R R
B.1 S S S S S
B.2 R S S S S
B.5 R R R R R
B.9 S S S S S
C.10 R S S R R
C.11 S S S R R
C.14 S S S S S
C.15 S S S S R
E.1 S I S R R
E.2 R I S R R
E.3 S S S S S
E.4 R S S R R
G.1 R R R R R
G.7 R R S S S
G.8 R I S I I
I.1 S S S S S
I.5 S S S S S
I.8 S S S S S
J.3 S S S S S
J.4 R R S R R
J.9 R S S I I
Keterangan: AMP (Ampisilin), CIP (Ciprofloksasin), CN (Gentamisin), TE (Tetrasiklin),
dan OT (Oksitetrasiklin)
16

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan pada tanggal 3


April 1998 dari ayah Syafuan Nur dan ibu Jaliah. Penulis adalah putri kedua dari
tiga bersaudara. Tahun 2016 penulis lulus dari SMAN 1 Banjarbaru. Pada tahun
yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur
SNMPTN.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum pada
mata kuliah Virologi dan Ektoparasit. Penulis juga aktif sebagai Kepala
Departemen Fundraishing and Relationship BEM FKH 2018/2019. Selanjutnya
penulis aktif sebagai staf divisi Komunikasi dan Informasi Himpro Ornitologi
2017/2018 hingga 2018/2019.

Anda mungkin juga menyukai