IDEN
NTIFIKASSI PROTO
OZOA PA ARASITIIK
PADA
A TINJA OWA
O JAW
WA (Hylo
obates mooloch Aud
debert 179
98)
DI HABITAT
H T EX SITU U
SAL
LSABILA YAZTHII
Salsabila Yazthi
NIM B04053747
ABSTRAK
SALSABILA YAZTHI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
Disetujui
Diketahui
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan IPB
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Judul
karya ilmiah ini adalah ‘Identifikasi Protozoa Parasitik pada Tinja Owa Jawa
(Hylobates moloch Audebert 1798) di Habitat Ex Situ’. Penelitian ini dilaksanakan
sejak bulan Juli 2009 hingga Oktober 2009.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:
1. Ibu Dr. drh. Sri Utami Handajani, MS atas ilmu, bantuan, bimbingan
dan waktu yang diberikan selama penulisan skripsi ini
2. Bapak Dr. drh. Eko Sugeng Pribadi, MS selaku moderator dan Ibu Dr.
drh. Susi Soviana, M.Si selaku dosen penilai seminar hasil atas masukan
dan perbaikannya
3. Bapak drh. Isdoni, M.Biomed dan drh. Agus Wijaya, M.Sc, Ph.D selaku
dosen penguji pada UASKH atas ilmu, masukan dan perbaikan untuk
skripsi ini
4. Bapak drh. Nurhidayat, MS selaku dosen pembimbing akademik atas
kesabaran, nasehat dan bimbingan selama proses perkuliahan
5. Pimpinan Pusat Studi Satwa Primata (PSSP) LPPM-IPB Bpk. Dr. drh.
Joko Pamungkas, M.Sc, drh. Permanawati dan seluruh staf
6. Manajer Javan Gibbon Center (JGC) Bpk. Anton Ario, Teh Iip, keeper
(Ayung, Pak Icas, Igud)
7. Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Kepala
Bidang Wilayah III Bogor, Pak Ali atas perizinan
8. Seluruh staf dosen, pegawai dan laboran di Laboratorium Protozoologi
Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Ibu Dr. drh. Umi Cahyaningsih, MS,
Ibu drh. Hj Tutuk Astyawati, MS, Bu Nani, Pak Saryo dan Pak Komar
9. Kedua orangtua, Bapak Yazid Maksum dan Ibu Roestia serta adik
tersayang, Nur Millah Yazthi di Depok atas dukungan, kesabaran, kasih
sayang dan materi yang diberikan
10. Teman-teman Goblet 42 atas kebersamaan dan kenangan selama masa
perkuliahan
11. Astriwana, Syifa, Cipie, Kak Rani, Kak Winny atas masukan, dukungan
dan persahabatan selama ini
12. Keluarga Besar Uni Konservasi Fauna (UKF) IPB, atas kebersamaan,
dukungan, ilmu dan pengalaman yang berharga dan tak terlupakan
13. Keluarga Besar Himpro Satwaliar atas kebersamaan, ilmu dan
pengalaman yang berkesan
14. Keluarga Besar Alcatraz Balebak (Windi, Trimi, Mpuss, Baqi, Mbo,
Asti, Lidie, Saphie, Mamah, Yuni, Aan dan Putri) yang selalu menemani
hari-hari, dukungan, semangat, tawa canda dan persahabatan selama ini
15. Supriyono D. Atmojo atas kesabaran, dukungan dan kebersamaan
selama ini
16. Edi Wiraguna atas bantuan selama pengambilan sampel
17. Semua pihak yang telah membantu
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, saran dan kritik penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat. Terima kasih.
Salsabila Yazthi
RIWAYAT HIDUP
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi
1 PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................. 2
1.3 Manfaat ............................................................................................... 2
LAMPIRAN ..................................................................................................... 28
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Keberadaan protozoa parasitik pada owa jawa ............................................ 13
2 Jenis pakan owa jawa di dua lokasi studi ..................................................... 19
3 Manajemen kandang di dua lokasi studi ...................................................... 21
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert 1798)............................................ 3
2a Perbandingan protozoa pada tinja owa jawa hasil pengamatan dengan
kista genus Entamoeba................................................................................ 14
2b Perbandingan protozoa pada tinja owa jawa hasil pengamatan dengan
Entamoeba histolytica ................................................................................. 14
3 Perbandingan protozoa pada tinja owa jawa hasil pengamatan dengan
genus Balantidium ....................................................................................... 17
4 Jenis pakan owa jawa, (a) buah hutan dan (b) pakan tambahan di
Javan Gibbon Center ................................................................................... 19
5 Kandang introduksi di Javan Gibbon Center .............................................. 22
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Data individu owa jawa di dua lokasi studi ................................................. 29
2 Keberadaan protozoa parasitik pada owa jawa di dua lokasi studi .............. 30
3 Manajemen pakan owa jawa di dua lokasi studi .......................................... 31
4 Contoh kandang tertutup .............................................................................. 32
5 Owa jawa di dua lokasi studi ....................................................................... 34
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara utama dan penting di dunia dalam
keanekaragaman hayatinya. Sebagian satwaliar di dunia terdapat di Indonesia,
yaitu 12% jenis mamalia, 17% jenis burung, 15% jenis reptil dan amfibi dan 25%
jenis ikan (Colijn & Sozer 2000). Namun jumlah populasi satwaliar di Indonesia
dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan pemanfaatan oleh
manusia, gangguan alam maupun sifat genetik satwa itu sendiri. Perlindungan
terhadap satwaliar pun diberlakukan.
Di Indonesia status satwa dikelompokkan menjadi satwa dilindungi dan
satwa tidak dilindungi. Saat ini pemerintah telah memberlakukan perlindungan
mutlak terhadap beberapa jenis satwa, seperti mamalia sebanyak 95 jenis, aves
379 jenis, reptilia 30 jenis, pisces 6 jenis, dan insekta 20 jenis. Dasar
pengelompokan ini berpedoman pada status kelangkaan satwa dan derajat
ancaman terhadap satwa (Dirjen PKA 2000).
Ada 195 jenis primata di dunia, 40 jenis ditemukan di Indonesia dan 24
jenis diantaranya merupakan endemik yang hanya hidup di negeri ini (Supriatna &
Wahyono 2000). Owa jawa (Hylobates moloch Audebert 1798) merupakan
primata endemik di Pulau Jawa. Satwa ini hanya hidup di Jawa Barat dan Jawa
Tengah. Populasinya hingga saat ini kurang dari 200 ekor di alam bebas. Banyak
orang belum mengenal satwa ini sehingga kurang mendapat perhatian dalam
upaya pelestariannya.
Saat ini banyak lembaga konservasi ex situ yang berusaha untuk menjaga
kelestarian owa jawa. Kegiatan pengelolaan satwaliar mencakup usaha
perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan. Pencegahan penyakit merupakan
salah satu upaya perlindungan. Penyakit parasit pada primata disebabkan oleh
adanya baik infestasi ektoparasit maupun infeksi oleh endoparasit. Infestasi dan
infeksi oleh parasit dapat menyebabkan gangguan fisiologis tubuh hewan, seperti
penurunan bobot badan, penurunan tingkat produksi, stres dan bahkan kematian.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai keberadaan protozoa
parasitik pada owa jawa di habitat ex situ sehingga dapat dilihat kemungkinan
sumber penularan protozoa ini. Dengan adanya informasi awal ini maka tindakan
pencegahan dapat dilakukan terhadap infeksi protozoa parasitik.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis dan morfologi
protozoa parasitik pada owa jawa (Hylobates moloch Audebert 1798) dan
mempelajari manajemen perawatan satwa sehingga dapat meminimalkan
penularan protozoa parasitik.
1.3 Manfaat
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai jenis-
jenis protozoa parasitik pada satwaliar primata, khususnya owa jawa. Informasi
ini sebagai informasi awal kemungkinan penularan protozoa parasitik berkaitan
dengan manajemen perawatan satwa di habitat ex situ.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert 1798)
2.1.1 Taksonomi
Menurut International Union for Conservation of Nature and Natural
Resources (IUCN) (2008), klasifikasi owa jawa atau Silvery Javan Gibbon
(Hylobates moloch) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Mammalia
Ordo : Primata
Famili : Hylobatidae
Genus : Hylobates
Spesies : Hylobates moloch (Audebert 1798)
Sub spesies : Hylobates moloch moloch
Hylobates moloch pangoalsoni
Sumber: http://www.belfastzoo.co.uk
Gambar 1 Owa jawa (Hylobates moloch Audebert 1798).
2.1.2 Morfologi
Tubuh owa jawa ditutupi rambut kecoklatan hingga keperakan atau kelabu.
Bagian atas kepala dan muka berwarna hitam dengan alis berwarna abu-abu. Dagu
pada beberapa individu berwarna hitam. Warna rambut jantan dan betina sedikit
berbeda terutama dalam tingkatan umur. Pada umumnya anak yang baru lahir
berwarna lebih cerah. Panjang tubuh owa jawa dewasa berkisar antara 750-800
mm dengan berat tubuh jantan 4-8 kg dan betina 4-7 kg. Owa jawa dibedakan
menjadi dua sub spesies, yaitu Hylobates moloch moloch yang berwarna lebih
gelap dan Hylobates moloch pangoalsoni yang berwarna lebih terang (Supriatna
& Wahyono 2000).
Owa jawa memiliki lengan dan jari yang panjang serta tidak memilki ekor
sehingga memudahkan pada saat berayun dari satu pohon ke pohon lain (Anonim
2009a). Owa jawa memiliki kantong suara yang terletak di bawah dagu untuk
mempertinggi suara yang dikeluarkan (Anonim 2009b). Baik jantan maupun
betina dapat mengeluarkan suara apabila terdapat bahaya atau yang lebih dikenal
dengan alarm call.
2.1.3 Perilaku
Owa jawa adalah satwa primata yang sepenuhnya hidup di atas pohon
(arboreal) dan jarang turun ke tanah. Pergerakan satwa ini dilakukan dengan
berayun (brankiasi) dari satu pohon ke pohon lain dengan jarak mencapai lebih
dari 10 m. Owa jawa juga memanjat saat makan dan bergerak pelan. Selain itu,
owa jawa juga mampu berpindah tempat dalam jarak pendek menggunakan kedua
kakinya (bipedal). Daerah jelajah owa jawa berkisar antara 16-17 ha dan jelajah
harian dapat mencapai 1500 m. Owa jawa aktif pada pagi hingga sore hari
(diurnal). Siang hari digunakan untuk beristirahat dengan saling mencari kutu
antara jantan dan betina pasangannya atau antara ibu dan anaknya dan pada
malam hari tidur di percabangan pohon (Supriatna & Wahyono 2000).
Satwa primata ini memiliki suara yang nyaring dan saling bersahutan. Pada
pagi hari owa jawa selalu mengeluarkan lengkingan nyaring yang disebut dengan
morning call. Suara yang sangat keras ini dapat terdengar hingga sejauh satu km.
Biasanya jantan lebih dahulu bersuara disusul betina. Ada empat jenis suara yang
dikeluarkan owa jawa, yaitu suara betina untuk menandakan daerah teritorialnya,
suara jantan yang dikeluarkan saat berjumpa dengan kelompok tetangganya, suara
yang dikeluarkan bersama antar keluarga saat terjadi konflik dan suara dari
anggota keluarga sebagai tanda bahaya. Suara tanda bahaya dikeluarkan bila ada
satwa pemangsa di sekitarnya, seperti macan tutul atau macan kumbang (Panthera
pardus) (Supriatna & Wahyono 2000).
Owa jawa hidup berpasangan dalam sistem keluarga monogami. Selain
kedua induk, di dalam keluarga juga terdapat 1-2 anak yang belum mandiri.
Pasangan owa jawa akan menghasilkan rata-rata 5-6 keturunan selama masa
reproduksi, yaitu sekitar 10-20 tahun. Owa jawa hanya melahirkan satu keturunan
tiap kelahiran dengan masa kebuntingan sekitar 197-210 hari dan jarak kelahiran
sekitar 3-4 tahun. Anak owa jawa akan meninggalkan kelompoknya ketika mereka
mencapai dewasa kelamin (siap kawin) pada umur 8-9 tahun. Umumnya owa jawa
dapat hidup hingga 35 tahun (Supriatna & Wahyono 2000).
2.1.4 Pakan
Owa jawa mengkonsumsi lebih kurang 125 jenis tumbuhan. Bagian
tumbuhan yang sering dimakan, antara lain 61% buah, 38% daun dan sisanya
berbagai jenis makanan, seperti bunga dan berbagai jenis serangga (Supriatna &
Wahyono 2000). Satwa primata ini merupakan hewan frugivora yang memakan
buah-buahan di kanopi bagian atas hutan hujan tropis. Owa jawa lebih menyukai
buah-buahan dengan kandungan gula yang tinggi.
2.2 Protozoa
2.2.1 Morfologi
Protozoa adalah organisme monoseluler dengan inti yang diselubungi oleh
membran (selaput) atau eukaryotik. Protozoa tersusun dari organela-organela dan
bukan organ karena mereka merupakan sel yang berdeferensiasi (Levine 1990).
Protozoa berukuran mikroskopis dan bentuk tubuhnya bervariasi sesuai
dengan jenis makanannya. Komponen dasar protozoa adalah inti dan sitoplasma.
Inti protozoa memiliki berbagai bentuk, ukuran dan struktur. Komponen penting
inti protozoa adalah membrana inti, kromatin, plastin dan nukleoplasma atau
cairan inti. Secara struktural inti dibagi menjadi dua tipe, yaitu vesikuler dan
kompak. Inti vesikuler terdiri dari membrana inti yang kadang-kadang sangat
lembut tetapi jelas, nukleoplasma, akromatin dan kromatin. Disamping itu, badan
intranuklear biasanya agak bulat dan tersusun dari kromatin, nukleolus atau
plasmasoma. Sebaliknya inti kompak bersifat padat karena mengandung banyak
substansi kromatin dan sedikit jumlah nukleoplasma (Tampubolon 2004).
Sitoplasma protozoa berisi bermacam-macam organel, antara lain retikulum
endoplasma dan ribosom seperti pada sel eukaryotik lainnya. Pada
mitokondrianya, krista berbentuk tubuler lebih banyak daripada yang berbentuk
piringan seperti yang terdapat pada organisme tingkat tinggi serta organel yang
lain seperti aparat golgi, vakuola kontraktil, vakuola makanan dan silia atau
flagela (Tampubolon 2004). Protozoa bergerak dengan flagela, silia, pseudopodia
dan selaput undulasi (Levine 1990). Alat gerak ini juga berguna dalam usaha
mendapatkan makanan.
3.3 Metode
3.3.1 Pengambilan Sampel
Penelitian ini menggunakan sampel tinja owa jawa (Hylobates moloch
Audebert 1798) yang diambil di PSSP LPPM-IPB dan Javan Gibbon Center
(JGC). Pengambilan sampel di PSSP LPPM-IPB dilakukan sebanyak 8 kali, yaitu
seminggu 2 kali selama satu bulan dari 4 ekor owa jawa. Jumlah sampel dari
PSSP LPPM-IPB adalah 37, sedangkan pengambilan sampel di JGC dilakukan
sebanyak 4 kali dari 6 ekor owa jawa dengan jumlah sampel adalah 24. Semua
sampel diperoleh dengan mengambil langsung tinja segar dari kandang.
Pengambilan sampel tinja di PSSP LPPM-IPB dilakukan oleh dokter hewan
berwenang, sedangkan pengambilan sampel di JGC dilakukan sendiri dengan
pengawasan dari perawat satwa (keeper). Sampel kemudian dimasukkan ke
kantong plastik transparan zip lock dan diberi identitas, yaitu nama, kondisi tinja,
tempat dan tanggal pengambilan. Sampel kemudian dimasukkan ke cool box dan
dibawa untuk selanjutnya diamati di laboratorium.
Pada penelitian ini kondisi semua tinja yang diperoleh adalah normal. Ciri-
ciri tinja owa jawa yang normal, yaitu berwarna kuning hingga coklat kehitaman,
berbentuk seperti tinja manusia namun berukuran lebih kecil, tidak ada darah dan
mukus serta konsistensi lembek dan tidak berair.
Entamoeba Balantidium
1 PSSP LPPM-IPB - -
2 JGC + +
1 1
2 2
Gambar 2a Perbandingan protozoa pada tinja owa jawa hasil pengamatan dengan
kista genus Entamoeba.
Entamoeba histolytica
3
3
2
1
1
Gambar 2b Perbandingan protozoa pada tinja owa jawa hasil pengamatan dengan
Entamoeba histolytica
Selain itu, ditemukan pula protozoa (Gambar 2b) berbentuk bulat dengan
inti yang tidak terlalu terlihat jelas dan benda kromatid yang berbentuk
menyerupai batang/cerutu. Bentuk benda kromatid yang menyerupai
batang/cerutu merupakan bentuk yang khas pada kista Entamoeba histolytica
(Levine 1990). Berdasarkan persamaan bentuk dan struktur, maka protozoa ini
adalah Entamoeba histolytica.
Menurut Soulsby (1982) dan Noble dan Noble (1989), E. histolytica dan
Entamoeba coli dapat dijumpai pada manusia, primata, babi, anjing dan kucing.
Joslin (1993) juga menyatakan bahwa E. histolytica patogen pada primata dan
manusia. Entamoeba juga bahkan dapat ditemui di dalam protozoa lainnya
(Farmer 1980). Protozoa ini memproduksi sebuah kista infektif yang tahan
terhadap kekeringan dan disinfektan. Menurut Fortman et al. (2002) protozoa
saluran pencernaan yang sering menginfeksi satwa primata, antara lain E.
histolytica, Cryptosporidium spp. dan Balantidium coli. Penularan protozoa
parasitik ini melalui fecal-oral route, kontak langsung dengan hewan yang
terinfeksi dan ekskretanya serta pakan dan air minum yang terkontaminasi.
Menurut Gandahusada et al. (1998), manusia merupakan induk semang dari enam
spesies Entamoeba yang hidup dalam usus besar, yaitu Entamoeba histolytica,
Entamoeba coli, Entamoeba hartmanni, Iodamoeba butschlii, Dientamoeba
fragilis, Endolimax nana dan satu spesies Entamoeba yang hidup dalam mulut,
yaitu Entamoeba gingivalis. Semua Entamoeba ini tidak patogen kecuali E.
histolytica yang dapat menjadi patogen.
Menurut Gandahusada et al. (1998), E. histolytica memilki 3 bentuk dalam
daur hidupnya, yaitu bentuk histolitika, bentuk minuta dan bentuk kista. Bentuk
histolitika dan minuta adalah bentuk trofozoit. Perbedaan antara kedua bentuk
trofozoit tersebut adalah bentuk histolitika bersifat patogen dan memiliki ukuran
yang lebih besar dari bentuk minuta. Bentuk histolitika berukuran 20-40 mikron,
sedangkan ukuran bentuk minuta adalah 10-20 mikron. Bentuk kista berukuran
10-20 mikron dan berbentuk bulat atau lonjong. Bentuk kista ini juga merupakan
bentuk yang infektif. Kista dikeluarkan bersama tinja dan dapat bertahan lama
pada lingkungan.
Pada penelitian ini bentuk trofozoit tidak ditemukan pada tinja. Hal ini
dikarenakan bentuk trofozoit tidak dapat bertahan lama diluar tubuh induk semang
dibandingkan dengan bentuk kista (Handajani 2009, komunikasi pribadi)2. Namun
menurut Soulsby (1982), trofozoit dapat ditemukan pada tinja hewan penderita
diare.
Menurut Linn et al. (2006), genus Entamoeba umumnya menginfeksi
primata dunia baru (New World Monkey), primata dunia lama (Old World
Monkey) dan kera. Old World Monkey biasanya lebih mudah tertular oleh E.
histolytica (Joslin 1993). Gejala klinis yang ditimbulkan berupa kekurusan,
dehidrasi, anorexia, muntah dan diare yang dapat disertai mukus dan darah,
meskipun lebih sering asimtomatis. Penemuan patologi dari infeksi protozoa ini
adalah ulcer pada mukosa usus yang selanjutnya dapat mengakibatkan colitis
ringan. Rothman dan Bowman (2003) juga menemukan genus Entamoeba pada
tinja gorilla pegunungan di Virunga dan Bwindi, Afrika. Kejadian alami E.
histolytica dapat menyebabkan risiko morbiditas dan mortalitas pada primata
(Lilly et al. 2002).
1
1
2 2
Sumber: www.Kotabelinyu.blogspot.com
/IMG_3103_resize_resize1.jpg
(a) (b)
Gambar 4 Jenis pakan owa jawa, (a) buah hutan dan (b) pakan tambahan di Javan
Gibbon Center.
3
Anton Ario, Manajer Javan Gibbon Center
4.3.2 Manajemen Kandang
Kandang owa jawa secara umum terbagi dua jenis, yaitu kandang tertutup
dan kandang terbuka (pulau). Kandang tertutup adalah kandang yang dibatasi atap
dan dinding, baik berbahan kawat, besi, kaca, plastik maupun bata. Adapun
kandang terbuka berupa tempat terbuka yang tidak ditutupi oleh apapun dan
biasanya dikelilingi parit sebagai pengaman sehingga disebut kandang pulau.
Pemilihan bentuk kandang disesuaikan dengan luas lahan, jumlah owa jawa yang
akan ditempatkan dan tujuan pembuatan kandang (Pramesywari 2008).
Kandang owa jawa di JGC dilengkapi dengan kandang malam atau hook
dan sistem pintu ganda. Hook berupa bangunan di belakang kandang peraga
dengan panggung kayu dan dihubungkan dengan pintu geser yang dapat dibuka
dari luar oleh perawat satwa. Unsur fisik kandang terdiri atas dinding kawat dan
besi, atap fiber glass, daun dan plastik serta lantai semen.
Sistem menjaga kebersihan kandang di JGC dilakukan tiap dua kali sehari
dengan cara menggiring owa jawa masuk ke hook. Hal ini untuk memudahkan
perawat satwa membersihkan kandang. Pertama, kotoran dan sisa pakan
dibersihkan kemudian air disemprotkan ke lantai, dinding dan sudut kandang.
5.3 Kesimpulan
1. Protozoa parasitik yang ditemukan pada owa jawa di Javan Gibbon
Center berdasarkan morfologi dan struktur adalah genus Entamoeba
dan Balantidium.
2. Salah satu spesies dari genus Entamoeba yang diidentifikasi
berdasarkan morfologi dan struktur adalah E. histolytica.
3. Keberadaan protozoa parasitik erat kaitannya dengan program
pemeliharaan, seperti manajeman pakan, kandang dan kesehatan.
5.4 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai protozoa parasitik hingga
tingkat spesies.
2. Perlu dilakukan pemeriksaan rutin terhadap protozoa parasitik pada owa
jawa di seluruh lembaga konservasi ex situ lainnya.
3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai keberadaan protozoa
parasitik dan kaitannya dengan manajemen pemeliharaan dan
perawatan di habitat ex situ.
4. Perlu dilakukan pemeriksaan rutin pada kualitas pakan dan air yang
akan diberikan pada owa jawa.
5. Perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh vektor serangga terhadap
penularan protozoa.
6. Perlu diberikan informasi dan pengetahuan kepada perawat satwa di
Javan Gibbon Center tentang bahaya protozoa parasitik (genus
Entamoeba dan genus Balantidium) yang bersifat zoonosis serta
pemeriksaan kesehatan rutin bagi SDM yang bekerja dengan owa jawa.
7. Pengetahuan mengenai prosedur membersihkan kandang, penanganan
pakan dan tinja owa jawa perlu dilakukan mengingat bahaya penularan
protozoa melalui penanganan kebersihan yang buruk.
DAFTAR PUSTAKA
Colijn Ed, Sozer R. 2000. Satwa Liar yang Dilindungi: A Review of the
Protection Status of Wildlife Species listed in PP 7/1999 and PP 8/1999.
Prosiding Lokakarya Penanganan Satwaliar Peliharaan yang Dilindungi
(SPL), Bogor, 20-21 Juli 2000. Bogor: Yayasan Gibbon Indonesia.
hlm 9-22.
Fortman JD, Hewett TA, Bennett BT. 2002. The Laboratory Nonhuman Primate.
Washington DC: CRC Press LLC.
Linn MJ, Struuck RD, Trivedi AK, Zajic LB, Wrobleski SK, Hawley AE, Myers
DD. 2006. Biology and Medicine of Non-human Primates Part II: Clinical
Medicine and Uses. Di dalam: Rueter JD, Suckow MA, editor. Laboratory
Animal Medicine and Management. [terhubung berkala].
http://www.ivis.org/advancesReutermyers2/chapter.aspLA=1 [20 Oktober
2009].
Mootnick A. 1998. Health and Sanitation Standards for Gibbon Studies. Di dalam:
Agoramoorthy G, Pei K, Lin V, editor. First International Workshop on
The Management of Wildlife Rescue Centers in South and Southeast Asia;
13(8): 39-40. [terhubung berkala]. http//www.gibboncenter.org [23
Oktober 2009].
Mul IF, Paembonan W, Singleton I, Wich SA, Bolhuis HG. 2007. Intestinal
Parasites of free-ranging, Semicaptive, and Captive Pongo abelii in
Sumatera, Indonesia. Int J Primatol 28:407-420
Noble ER, Noble GA. 1989. Parasitologi: Biologi Parasit Hewan. Wardiarto,
penerjemah; Soeripto N, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press. Terjemahan dari: Parasitology: The Biology of Animal Parasites
Fifth Edition.
Schuster FL, Visvesvara GS. 2004. Amebae and Ciliated Protozoa As Causal
Agents of Waterborne Zoonotic Disease. Vet Parasitol 126(1-2):91-120
[terhubung berkala]. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed [3 November
2009].
No Nama enis Kelamin Lokasi Lembaga Konservasi Tahun Asal Tanggal/Tahun Keterangan
Kelahiran Datang
1 Ari Jantan PSSP LPPM-IPB 1992 TSI Cisarua 2003
2 Mimis Betina PSSP LPPM-IPB 1994 TSI Cisarua 2003
3 Oje Jantan PSSP LPPM-IPB 2005 PSSP - Hasil
pengembangbiakan
4 J-Lo Betina PSSP LPPM-IPB 2006 PSSP - Hasil
pengembangbiakan
5 Dompu Betina Javan Gibbon Center 1999 PPS Cikananga 13 April 2008
6 Simon Jantan Javan Gibbon Center 1999 PPS Gadog 14 Desember 2007
7 Cuplis Betina Javan Gibbon Center 2001 TNGHS 4 April 2008
8 Uu Betina Javan Gibbon Center 1998 PPS Gadog 14 Desember 2007
9 Saar Jantan Javan Gibbon Center 2007 Gn. Halimun 19 Juni 2008
10 Sasa Betina Javan Gibbon Center 2004 PPS Cikananga 13 April 2008
Lampiran 2 Keberadaan protozoa parasitik pada owa jawa di dua lokasi
studi
2 PSSP 2 PSSP - - - -
3 PSSP 3 PSSP - - - -
4 PSSP 4 PSSP - - - -
5 Dompu JGC - - - -
7 Cuplis JGC - - - -
Jenis pakan Buah: jeruk, apel, salak Buah: pisang, apel, markisa, jeruk,
Hijauan: kangkung, sawi, buncis, pepaya, manggis, asam, rambutan,
wortel sawo, kedondong, semangka, nanas,
Tambahan: monkey chow mangga, duku, anggur, bengkuang
Buah hutan: harendong, afrika,
darangdang, kondang, beunying,
rasamala
Hijauan: kangkung, wortel, ketimun,
terong, tomat, kacang panjang, jagung,
daun pepaya
Tambahan: tahu rebus, ubi, tempe,
vitamin Vitcom, telur puyuh
Pencegahan Penyimpanan pada lemari pendingin Pemasokan pakan dua kali seminggu
pembusukan
Frekuensi 2x sehari (pagi dan siang) 6x sehari (06.00, 08.00, 10.00, 12.00,
pemberian 14.00, 16.00 WIB)
Property of PSSP