Anda di halaman 1dari 49

 

IDEN
NTIFIKASSI PROTO
OZOA PA ARASITIIK
PADA
A TINJA OWA
O JAW
WA (Hylo
obates mooloch Aud
debert 179
98)
DI HABITAT
H T EX SITU U

SAL
LSABILA YAZTHII

FAKKULTAS KEDOKKTERAN HEWANN


IN
NSTITUT
T PERTA
ANIAN BO
OGOR
BOGOOR
2010
0
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Identifikasi Protozoa Parasitik


pada Tinja Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert 1798) di Habitat Ex Situ
adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum pernah diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2010

Salsabila Yazthi
NIM B04053747
ABSTRAK

SALSABILA YAZTHI. Identifikasi Protozoa Parasitik pada Tinja Owa Jawa


(Hylobates moloch Audebert 1798) di Habitat Ex Situ. Dibimbing oleh SRI
UTAMI HANDAJANI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan protozoa parasitik


pada tinja owa jawa (Hylobates moloch Audebert 1798) di habitat ex situ sehingga
dapat dilihat kemungkinan penularan protozoa ini melalui pakan, air, sanitasi
kandang atau perawatan satwa. Sampel tinja diambil dari owa jawa di Pusat Studi
Satwa Primata PSSP LPPM-IPB dan Javan Gibbon Center (JGC), Bodogol,
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Sukabumi. Pemeriksaan tinja
menggunakan metode natif dan metode pengapungan. Protozoa parasitik tidak
ditemukan pada tinja owa jawa di PSSP, sedangkan pada tinja owa jawa di JGC
ditemukan protozoa parasitik, yaitu genus Entamoeba dan genus Balantidium.
Keberadaan protozoa parasitik ini erat kaitannya dengan program pemeliharaan,
seperti manajemen pakan, kandang dan kesehatan owa jawa di habitat ex situ.
Program pemeliharaan yang baik dapat meminimalkan infeksi dari protozoa
parasitik dan penularan terhadap satwa atau pun SDM yang bekerja dengan owa
jawa.

Kata kunci: Owa jawa, Hylobates moloch, protozoa parasitik, pemeliharaan


ABSTRACT

SALSABILA YAZTHI. Identification of Parasitic Protozoa From Faeces of


Silvery Javan Gibbons (Hylobates moloch Audebert 1798) in Ex Situ Habitat.
Under direction of SRI UTAMI HANDAJANI.

This study was aimed to observe the existence of parasitic protozoa in


faeces sample, that were collected from silvery javan gibbons (Hylobates moloch
Audebert 1798) in ex situ habitat. It has been evaluated a probability of a
protozoa transmission through the feeding, water, cage sanitation or animal care.
Faeces were collected from silvery javan gibbons at The Primate Research Center
of Bogor Agricultural University and The Javan Gibbon Center, Bodogol,
Gunung Gede Pangrango National Park, Sukabumi. Faeces examination using
natif and flotation methods. No parasitic protozoa found in silvery javan
gibbons’s faeces from The Primate Research Center, while it was found in silvery
javan gibbons’s faeces from The Javan Gibbon Center. The genus of protozoa
were Entamoeba and Balantidium. The existence of these parasitic protozoa
closely related to the care programs, such as feeding, cage and healthy
management of silvery javan gibbons in ex situ habitat. A good care program can
minimize the risk of infection from parasitic protozoa and transmission of any
animal or human resources working with the gibbons.

Keywords: Silvery javan gibbons, Hylobates moloch, parasitic protozoa, care


IDENTIFIKASI PROTOZOA PARASITIK
PADA TINJA OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert 1798)
DI HABITAT EX SITU

SALSABILA YAZTHI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Judul Skripsi : Identifikasi Protozoa Parasitik pada Tinja Owa Jawa
(Hylobates moloch Audebert 1798) di Habitat Ex Situ
Nama : Salsabila Yazthi
NIM : B04053747

Disetujui

Dr. drh. Sri Utami Handajani, MS


Pembimbing

Diketahui
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan IPB

Dr. Nastiti Kusumorini


NIP: 19621205 198703 2 001

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Judul
karya ilmiah ini adalah ‘Identifikasi Protozoa Parasitik pada Tinja Owa Jawa
(Hylobates moloch Audebert 1798) di Habitat Ex Situ’. Penelitian ini dilaksanakan
sejak bulan Juli 2009 hingga Oktober 2009.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:
1. Ibu Dr. drh. Sri Utami Handajani, MS atas ilmu, bantuan, bimbingan
dan waktu yang diberikan selama penulisan skripsi ini
2. Bapak Dr. drh. Eko Sugeng Pribadi, MS selaku moderator dan Ibu Dr.
drh. Susi Soviana, M.Si selaku dosen penilai seminar hasil atas masukan
dan perbaikannya
3. Bapak drh. Isdoni, M.Biomed dan drh. Agus Wijaya, M.Sc, Ph.D selaku
dosen penguji pada UASKH atas ilmu, masukan dan perbaikan untuk
skripsi ini
4. Bapak drh. Nurhidayat, MS selaku dosen pembimbing akademik atas
kesabaran, nasehat dan bimbingan selama proses perkuliahan
5. Pimpinan Pusat Studi Satwa Primata (PSSP) LPPM-IPB Bpk. Dr. drh.
Joko Pamungkas, M.Sc, drh. Permanawati dan seluruh staf
6. Manajer Javan Gibbon Center (JGC) Bpk. Anton Ario, Teh Iip, keeper
(Ayung, Pak Icas, Igud)
7. Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Kepala
Bidang Wilayah III Bogor, Pak Ali atas perizinan
8. Seluruh staf dosen, pegawai dan laboran di Laboratorium Protozoologi
Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Ibu Dr. drh. Umi Cahyaningsih, MS,
Ibu drh. Hj Tutuk Astyawati, MS, Bu Nani, Pak Saryo dan Pak Komar
9. Kedua orangtua, Bapak Yazid Maksum dan Ibu Roestia serta adik
tersayang, Nur Millah Yazthi di Depok atas dukungan, kesabaran, kasih
sayang dan materi yang diberikan
10. Teman-teman Goblet 42 atas kebersamaan dan kenangan selama masa
perkuliahan
11. Astriwana, Syifa, Cipie, Kak Rani, Kak Winny atas masukan, dukungan
dan persahabatan selama ini
12. Keluarga Besar Uni Konservasi Fauna (UKF) IPB, atas kebersamaan,
dukungan, ilmu dan pengalaman yang berharga dan tak terlupakan
13. Keluarga Besar Himpro Satwaliar atas kebersamaan, ilmu dan
pengalaman yang berkesan
14. Keluarga Besar Alcatraz Balebak (Windi, Trimi, Mpuss, Baqi, Mbo,
Asti, Lidie, Saphie, Mamah, Yuni, Aan dan Putri) yang selalu menemani
hari-hari, dukungan, semangat, tawa canda dan persahabatan selama ini
15. Supriyono D. Atmojo atas kesabaran, dukungan dan kebersamaan
selama ini
16. Edi Wiraguna atas bantuan selama pengambilan sampel
17. Semua pihak yang telah membantu

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, saran dan kritik penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat. Terima kasih.

Bogor, Januari 2010

Salsabila Yazthi
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banyuwangi pada tanggal 31 Oktober 1986 dari


Ayahanda Yazid Maksum dan Ibunda Roestia. Penulis merupakan putri sulung
dari dua bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Mekar Jaya
31 Depok pada tahun 1999. Penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 103 Jakarta
Timur dan lulus tahun 2002. Penulis kemudian menghabiskan masa putih abu-abu
di SMA Negeri 39 Jakarta Timur pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis
lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB) dan Fakultas Kedokteran Hewan IPB menjadi pilihan pertama.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif di organisasi lingkup Fakultas
Kedokteran Hewan, yaitu Himpro Satwaliar dan panitia di beberapa acara
kelembagaan mahasiswa FKH. Penulis juga pernah mengikuti magang liburan di
Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga, Sukabumi pada tanggal 3-10 Juli 2007. Di
lingkup IPB, penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Uni Konservasi Fauna
(UKM UKF). Penulis juga mengikuti berbagai kepanitiaan kegiatan yang
diselenggarakan UKM UKF dan IPB. Selain itu, penulis juga tergabung dalam
organisasi ekstra kampus, yaitu Forum Badak Indonesia.
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii

1 PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................. 2
1.3 Manfaat ............................................................................................... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3


2.1 Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert 1798)................................... 3
2.1.1 Taksonomi .............................................................................. 3
2.1.2 Morfologi ............................................................................... 3
2.1.3 Perilaku .................................................................................. 4
2.1.4 Pakan ...................................................................................... 5
2.1.5 Habitat dan Penyebaran.......................................................... 5
2.1.6 Status Konservasi ................................................................... 6
2.1.7 Penyakit Parasit ...................................................................... 6
2.2 Protozoa .............................................................................................. 7
2.2.1 Morfologi ............................................................................... 7
2.2.2 Reproduksi dan Siklus Hidup ................................................ 8
2.2.3 Klasifikasi Protozoa ............................................................... 9

3 BAHAN DAN METODE ........................................................................... 10


3.1 Waktu dan Tempat .............................................................................. 10
3.2 Bahan dan Alat .................................................................................... 10
3.3 Metode ................................................................................................ 10
3.3.1 Pengambilan Sampel .............................................................. 10
3.3.2 Teknik Parasitologi ................................................................ 11
3.4 Identifikasi Protozoa ........................................................................... 12
3.5 Analisis Data ....................................................................................... 12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 13


4.1 Protozoa Parasitik ............................................................................... 13
4.1.1 Genus Entamoeba .................................................................. 13
4.1.2 Genus Balantidium ................................................................. 16
4.2 Profil Lembaga Ex Situ ....................................................................... 17
4.3 Hubungan Infeksi Parasit dengan Program Pemeliharaan .................. 18
4.3.1 Manajemen Pakan .................................................................. 18
4.3.2 Manajemen Kandang ............................................................. 21
4.3.3 Manajemen Kesehatan ........................................................... 22
5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 24
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 24
5.2 Saran.................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 25

LAMPIRAN ..................................................................................................... 28
DAFTAR TABEL

Halaman
1 Keberadaan protozoa parasitik pada owa jawa ............................................ 13
2 Jenis pakan owa jawa di dua lokasi studi ..................................................... 19
3 Manajemen kandang di dua lokasi studi ...................................................... 21
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert 1798)............................................ 3
2a Perbandingan protozoa pada tinja owa jawa hasil pengamatan dengan
kista genus Entamoeba................................................................................ 14
2b Perbandingan protozoa pada tinja owa jawa hasil pengamatan dengan
Entamoeba histolytica ................................................................................. 14
3 Perbandingan protozoa pada tinja owa jawa hasil pengamatan dengan
genus Balantidium ....................................................................................... 17
4 Jenis pakan owa jawa, (a) buah hutan dan (b) pakan tambahan di
Javan Gibbon Center ................................................................................... 19
5 Kandang introduksi di Javan Gibbon Center .............................................. 22
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Data individu owa jawa di dua lokasi studi ................................................. 29
2 Keberadaan protozoa parasitik pada owa jawa di dua lokasi studi .............. 30
3 Manajemen pakan owa jawa di dua lokasi studi .......................................... 31
4 Contoh kandang tertutup .............................................................................. 32
5 Owa jawa di dua lokasi studi ....................................................................... 34
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
1 PENDAHULUAN
 
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara utama dan penting di dunia dalam
keanekaragaman hayatinya. Sebagian satwaliar di dunia terdapat di Indonesia,
yaitu 12% jenis mamalia, 17% jenis burung, 15% jenis reptil dan amfibi dan 25%
jenis ikan (Colijn & Sozer 2000). Namun jumlah populasi satwaliar di Indonesia
dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan pemanfaatan oleh
manusia, gangguan alam maupun sifat genetik satwa itu sendiri. Perlindungan
terhadap satwaliar pun diberlakukan.
Di Indonesia status satwa dikelompokkan menjadi satwa dilindungi dan
satwa tidak dilindungi. Saat ini pemerintah telah memberlakukan perlindungan
mutlak terhadap beberapa jenis satwa, seperti mamalia sebanyak 95 jenis, aves
379 jenis, reptilia 30 jenis, pisces 6 jenis, dan insekta 20 jenis. Dasar
pengelompokan ini berpedoman pada status kelangkaan satwa dan derajat
ancaman terhadap satwa (Dirjen PKA 2000).
Ada 195 jenis primata di dunia, 40 jenis ditemukan di Indonesia dan 24
jenis diantaranya merupakan endemik yang hanya hidup di negeri ini (Supriatna &
Wahyono 2000). Owa jawa (Hylobates moloch Audebert 1798) merupakan
primata endemik di Pulau Jawa. Satwa ini hanya hidup di Jawa Barat dan Jawa
Tengah. Populasinya hingga saat ini kurang dari 200 ekor di alam bebas. Banyak
orang belum mengenal satwa ini sehingga kurang mendapat perhatian dalam
upaya pelestariannya.
Saat ini banyak lembaga konservasi ex situ yang berusaha untuk menjaga
kelestarian owa jawa. Kegiatan pengelolaan satwaliar mencakup usaha
perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan. Pencegahan penyakit merupakan
salah satu upaya perlindungan. Penyakit parasit pada primata disebabkan oleh
adanya baik infestasi ektoparasit maupun infeksi oleh endoparasit. Infestasi dan
infeksi oleh parasit dapat menyebabkan gangguan fisiologis tubuh hewan, seperti
penurunan bobot badan, penurunan tingkat produksi, stres dan bahkan kematian.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai keberadaan protozoa
parasitik pada owa jawa di habitat ex situ sehingga dapat dilihat kemungkinan
sumber penularan protozoa ini. Dengan adanya informasi awal ini maka tindakan
pencegahan dapat dilakukan terhadap infeksi protozoa parasitik.

1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis dan morfologi
protozoa parasitik pada owa jawa (Hylobates moloch Audebert 1798) dan
mempelajari manajemen perawatan satwa sehingga dapat meminimalkan
penularan protozoa parasitik.

1.3 Manfaat
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai jenis-
jenis protozoa parasitik pada satwaliar primata, khususnya owa jawa. Informasi
ini sebagai informasi awal kemungkinan penularan protozoa parasitik berkaitan
dengan manajemen perawatan satwa di habitat ex situ.

 
 
 
 
2 TINJAUAN PUSTAKA
 
2.1 Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert 1798)
2.1.1 Taksonomi
Menurut International Union for Conservation of Nature and Natural
Resources (IUCN) (2008), klasifikasi owa jawa atau Silvery Javan Gibbon
(Hylobates moloch) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Mammalia
Ordo : Primata
Famili : Hylobatidae
Genus : Hylobates
Spesies : Hylobates moloch (Audebert 1798)
Sub spesies : Hylobates moloch moloch
Hylobates moloch pangoalsoni

Sumber: http://www.belfastzoo.co.uk
Gambar 1 Owa jawa (Hylobates moloch Audebert 1798).

2.1.2 Morfologi
Tubuh owa jawa ditutupi rambut kecoklatan hingga keperakan atau kelabu.
Bagian atas kepala dan muka berwarna hitam dengan alis berwarna abu-abu. Dagu
pada beberapa individu berwarna hitam. Warna rambut jantan dan betina sedikit
berbeda terutama dalam tingkatan umur. Pada umumnya anak yang baru lahir
berwarna lebih cerah. Panjang tubuh owa jawa dewasa berkisar antara 750-800
mm dengan berat tubuh jantan 4-8 kg dan betina 4-7 kg. Owa jawa dibedakan
menjadi dua sub spesies, yaitu Hylobates moloch moloch yang berwarna lebih
gelap dan Hylobates moloch pangoalsoni yang berwarna lebih terang (Supriatna
& Wahyono 2000).
Owa jawa memiliki lengan dan jari yang panjang serta tidak memilki ekor
sehingga memudahkan pada saat berayun dari satu pohon ke pohon lain (Anonim
2009a). Owa jawa memiliki kantong suara yang terletak di bawah dagu untuk
mempertinggi suara yang dikeluarkan (Anonim 2009b). Baik jantan maupun
betina dapat mengeluarkan suara apabila terdapat bahaya atau yang lebih dikenal
dengan alarm call.

2.1.3 Perilaku
Owa jawa adalah satwa primata yang sepenuhnya hidup di atas pohon
(arboreal) dan jarang turun ke tanah. Pergerakan satwa ini dilakukan dengan
berayun (brankiasi) dari satu pohon ke pohon lain dengan jarak mencapai lebih
dari 10 m. Owa jawa juga memanjat saat makan dan bergerak pelan. Selain itu,
owa jawa juga mampu berpindah tempat dalam jarak pendek menggunakan kedua
kakinya (bipedal). Daerah jelajah owa jawa berkisar antara 16-17 ha dan jelajah
harian dapat mencapai 1500 m. Owa jawa aktif pada pagi hingga sore hari
(diurnal). Siang hari digunakan untuk beristirahat dengan saling mencari kutu
antara jantan dan betina pasangannya atau antara ibu dan anaknya dan pada
malam hari tidur di percabangan pohon (Supriatna & Wahyono 2000).
Satwa primata ini memiliki suara yang nyaring dan saling bersahutan. Pada
pagi hari owa jawa selalu mengeluarkan lengkingan nyaring yang disebut dengan
morning call. Suara yang sangat keras ini dapat terdengar hingga sejauh satu km.
Biasanya jantan lebih dahulu bersuara disusul betina. Ada empat jenis suara yang
dikeluarkan owa jawa, yaitu suara betina untuk menandakan daerah teritorialnya,
suara jantan yang dikeluarkan saat berjumpa dengan kelompok tetangganya, suara
yang dikeluarkan bersama antar keluarga saat terjadi konflik dan suara dari
anggota keluarga sebagai tanda bahaya. Suara tanda bahaya dikeluarkan bila ada
satwa pemangsa di sekitarnya, seperti macan tutul atau macan kumbang (Panthera
pardus) (Supriatna & Wahyono 2000).
Owa jawa hidup berpasangan dalam sistem keluarga monogami. Selain
kedua induk, di dalam keluarga juga terdapat 1-2 anak yang belum mandiri.
Pasangan owa jawa akan menghasilkan rata-rata 5-6 keturunan selama masa
reproduksi, yaitu sekitar 10-20 tahun. Owa jawa hanya melahirkan satu keturunan
tiap kelahiran dengan masa kebuntingan sekitar 197-210 hari dan jarak kelahiran
sekitar 3-4 tahun. Anak owa jawa akan meninggalkan kelompoknya ketika mereka
mencapai dewasa kelamin (siap kawin) pada umur 8-9 tahun. Umumnya owa jawa
dapat hidup hingga 35 tahun (Supriatna & Wahyono 2000).

2.1.4 Pakan
Owa jawa mengkonsumsi lebih kurang 125 jenis tumbuhan. Bagian
tumbuhan yang sering dimakan, antara lain 61% buah, 38% daun dan sisanya
berbagai jenis makanan, seperti bunga dan berbagai jenis serangga (Supriatna &
Wahyono 2000). Satwa primata ini merupakan hewan frugivora yang memakan
buah-buahan di kanopi bagian atas hutan hujan tropis. Owa jawa lebih menyukai
buah-buahan dengan kandungan gula yang tinggi.

2.1.5 Habitat dan Penyebaran


Owa jawa merupakan primata endemik yang hanya ditemukan di Pulau
Jawa. Sebaran Hylobates moloch moloch terbatas pada hutan-hutan di Jawa Barat,
terutama pada daerah yang dilindungi, seperti Taman Nasional Ujung Kulon,
Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango, Cagar Alam Gunung Simpang dan Leuweung Sancang serta hutan
lindung di Gunung Ciremai. Hylobates moloch pangoalsoni hanya ditemukan di
sekitar Gunung Slamet hingga sekitar Pegunungan Dieng di Jawa Tengah
(Supriatna & Wahyono 2000).
Owa jawa hidup di hutan hujan tropik, mulai dari dataran rendah, pesisir
hingga pegunungan pada ketinggian 1400-1600 m dpl. Namun satwa ini jarang
ditemukan di dalam hutan pada ketinggian lebih dari 1500 m dpl. Vegetasi dan
jenis tumbuhan yang berada pada daerah setinggi itu bukan merupakan sumber
pakan owa jawa. Selain itu, banyaknya lumut yang menutupi pepohonan dapat
menyulitkan pergerakan brankiasi owa jawa (Supriatna & Wahyono 2000).

2.1.6 Status Konservasi


Primata endemik ini merupakan salah satu satwa primata yang terancam
punah. Owa jawa termasuk kategori CR (Critically Endangered) dalam IUCN
Red List 2006 (IUCN 2008). Selain itu, CITES (Convention on International
Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) mengategorikan owa
jawa dalam Appendix 1, yaitu spesies satwaliar yang dilarang dari segala bentuk
perdagangan internasional.
Semua jenis dari famili Hylobatidae adalah dilindungi menurut PP No. 7
tahun 1999 (Maryanto et al. 2008). Owa jawa juga telah dilindungi oleh Peraturan
Perlindungan Binatang Liar No. 266 tahun 1931, Undang-undang No. 5 tahun
1990 dan SK Menteri Kehutanan 10 Juni 1991 No. 301/Kpts-II/1991. Meskipun
demikian, populasi dan habitat owa jawa mengalami penyusutan sebesar 96%,
yaitu semula menempati habitat seluas 43.274 km2 dan sekarang hanya tinggal
1.608 km2. Populasinya pun hanya 200-400 ekor di alam (Supriatna & Wahyono
2000). Oleh karena itu, upaya penangkaran ex situ, perlindungan habitat dan
penegakan hukum sangat diperlukan untuk menyelamatkan satwa endemik Pulau
Jawa ini.

2.1.7 Penyakit Parasit


Penyakit parasit merupakan salah satu komponen pendukung punahnya
satwa primata di alam bebas. Telah banyak penelitian mengungkapkan tentang
keberadaan parasit di satwaliar untuk tujuan konservasi. Kehidupan yang bebas
merupakan salah satu faktor timbulnya keanekaragaman parasit yang ada pada
satwaliar tersebut.
Menurut Sulistiawati (2008), penyakit pada primata yang disebabkan oleh
endoparasit, khususnya protozoa, antara lain enteritis, toxoplasmosis, dan malaria.
Enteritis atau radang pada usus disebabkan oleh Entamoeba histolytica,
Entamoeba coli, Giardia lambia dan Balantidium coli. Gejala klinis yang nampak
adalah diare, lemas terjadi kelemahan otot, sakit kepala dan penurunan berat
badan. Muangkram et al. (2006) melaporkan bahwa gejala klinis infestasi parasit
saluran pencernaan pada genus Hylobates, antara lain depresi, anorexia,
penurunan berat badan dan diare. Malaria pada primata disebabkan oleh
Plasmodium sp.. Gejala klinis yang terlihat, antara lain demam, pucat, lemas dan
penurunan berat badan. Penyebab penyakit parasit pada primata oleh cacing,
antara lain Hyostrongylus rubidis, Trychostrongylus sp., Oesphagustomum sp.,
Trichuris sp., Strongyloides sp. dan Ascaridia sp.. Diagnosa dapat dilakukan
dengan pengamatan pada tinja segar. Gejala yang sering terlihat adalah diare
ringan hingga berat, seperti disentri. Parasit masuk ke tubuh inangnya dengan cara
menelan langsung kista, melalui inang antara atau dengan cara tidak langsung
melalui penetrasi kulit oleh parasit darah. Semua parasit dapat menjadi patogen
ketika mekanisme kekebalan inang gagal, seperti pada saat stres, kebuntingan,
kondisi menurun, tua atau penyakit (Mul et al. 2007). Beberapa parasit dapat pula
menyebabkan penyakit yang bersifat zoonosis.

2.2 Protozoa
2.2.1 Morfologi
Protozoa adalah organisme monoseluler dengan inti yang diselubungi oleh
membran (selaput) atau eukaryotik. Protozoa tersusun dari organela-organela dan
bukan organ karena mereka merupakan sel yang berdeferensiasi (Levine 1990).
Protozoa berukuran mikroskopis dan bentuk tubuhnya bervariasi sesuai
dengan jenis makanannya. Komponen dasar protozoa adalah inti dan sitoplasma.
Inti protozoa memiliki berbagai bentuk, ukuran dan struktur. Komponen penting
inti protozoa adalah membrana inti, kromatin, plastin dan nukleoplasma atau
cairan inti. Secara struktural inti dibagi menjadi dua tipe, yaitu vesikuler dan
kompak. Inti vesikuler terdiri dari membrana inti yang kadang-kadang sangat
lembut tetapi jelas, nukleoplasma, akromatin dan kromatin. Disamping itu, badan
intranuklear biasanya agak bulat dan tersusun dari kromatin, nukleolus atau
plasmasoma. Sebaliknya inti kompak bersifat padat karena mengandung banyak
substansi kromatin dan sedikit jumlah nukleoplasma (Tampubolon 2004).
Sitoplasma protozoa berisi bermacam-macam organel, antara lain retikulum
endoplasma dan ribosom seperti pada sel eukaryotik lainnya. Pada
mitokondrianya, krista berbentuk tubuler lebih banyak daripada yang berbentuk
piringan seperti yang terdapat pada organisme tingkat tinggi serta organel yang
lain seperti aparat golgi, vakuola kontraktil, vakuola makanan dan silia atau
flagela (Tampubolon 2004). Protozoa bergerak dengan flagela, silia, pseudopodia
dan selaput undulasi (Levine 1990). Alat gerak ini juga berguna dalam usaha
mendapatkan makanan.

2.2.2 Reproduksi dan Siklus Hidup


Reproduksi pada protozoa dapat terjadi secara seksual atau aseksual. Ada
tiga tipe reproduksi aseksual, yaitu pembelahan biner, pembelahan multiple
(skizogoni) dan tunas (budding). Pembelahan biner biasanya terdapat pada
Amoeba, flagellata dan ciliata; inti membagi dua dan tubuh melakukan hal yang
sama. Pada pembelahan skizogoni, inti membelah berulang-ulang, sitoplasma
bergabung mengelilingi setiap inti, dan kemudian sitoplasma membelah (Levine
1990).
Endodiogeni merupakan tipe istimewa dari pembelahan biner dimana dua
sel anak terbentuk di dalam sel induk dan kemudian pecah keluar dengan
merusakkannya. Endopoligeni merupakan tipe yang sama dengan skizogoni. Tipe
ke-3 dari reproduksi aseksual adalah tunas, dimana sel anak yang kecil secara
individu memisahkan dari sisi induk dan kemudian tumbuh menjadi berukuran
penuh. Pembelahan inti yang vesikuler atau inti mikro biasanya melalui mitosis,
sedangkan pembelahan inti makro secara amitosis (Levine 1990).
Menurut Levine (1990) terdapat dua tipe reproduksi seksual yang terdapat
pada protozoa, yaitu singami dan konjugasi. Singami adalah terbentuknya dua
gamet haploid yang bergabung membentuk suatu zigot. Gamet-gamet yang
mungkin mirip satu sama lain disebut isogami, sedangkan yang berbeda disebut
anisogami. Pada anisogami, gamet yang lebih kecil adalah mikrogamet dan yang
lebih besar disebut makrogamet. Gamet-gamet diproduksi oleh sel khusus
(gamon), mikrogamet diproduksi oleh mikrogamon atau mikrogametosit dan
makrogamet diproduksi oleh makrogamon atau makrogametosit. Proses
pembentukan gamet tersebut disebut dengan gametogoni. Pada konjugasi, dua
individu dari spesies yang sama mendekat satu sama lain untuk tujuan pertukaran
badan inti. Inti makro berdegenerasi dan inti mikro membelah beberapa kali.
Salah satu bakal inti haploid hasil pembelahan ini beralih dari satu konjugan ke
dalam konjugan lain. Kemudian konjugan-konjugan tersebut memisah, bakal inti
bergabung dan terjadi regenerasi inti.
Beberapa protozoa membentuk kista yang resisten terhadap lingkungan luar
pada kondisi tertentu (Levine 1990). Protozoa menjadi kista pada kondisi suhu
yang optimum, penguapan, perubahan pH, kandungan oksigen yang cukup dan
kelembaban yang mendukung (Tampubolon 2004).

2.2.3 KIasifikasi Protozoa


Protozoa diklasifikasikan menjadi lima kelompok utama, yaitu filum
Sarcomastigophora (memiliki flagela, pseudopodia atau kedua tipe organel
lokomosi, tidak membentuk spora), filum Apicomplexa (memiliki komplek
apikal, tidak memiliki silia dan flagela, seringkali ada kista dan bersifat parasit),
filum Microspora (memiliki spora, pada invertebrata dan vertebrata berderajat
rendah), filum Myxospora (memiliki spora, parasit pada vertebrata berderajat
rendah terutama ikan), dan filum Ciliophora (memiliki silia, hampir semua
jenisnya hidup bebas) (Levine 1990).
3 BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat


Pengambilan sampel dimulai pada bulan Juli hingga September 2009 di
Pusat Studi Satwa Primata Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat Institut Pertanian Bogor (PSSP LPPM-IPB) dan Pusat Penyelamatan
dan Rehabilitasi Owa Jawa atau Javan Gibbon Center (JGC), Bodogol, Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango, Sukabumi. Identifikasi protozoa dilakukan
pada bulan Juli hingga Oktober 2009 di Laboratorium Protozoologi, Bagian
Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan
Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor.

3.2 Bahan dan Alat


Bahan-bahan yang digunakan adalah tinja owa jawa, eosin 2%, lugol, air
dan larutan garam jenuh.
Alat-alat yang digunakan adalah kantong plastik transparan (zip lock)
ukuran 0,5 kg, kantong plastik hitam, label nama, pulpen, cool box, timbangan,
tabung sentrifus, sentrifus, pipet tetes, mikroskop cahaya, tisu, gelas obyek, gelas
penutup, pengaduk (lidi), sendok, gelas ukur, lemari es dan kamera digital.

3.3 Metode
3.3.1 Pengambilan Sampel
Penelitian ini menggunakan sampel tinja owa jawa (Hylobates moloch
Audebert 1798) yang diambil di PSSP LPPM-IPB dan Javan Gibbon Center
(JGC). Pengambilan sampel di PSSP LPPM-IPB dilakukan sebanyak 8 kali, yaitu
seminggu 2 kali selama satu bulan dari 4 ekor owa jawa. Jumlah sampel dari
PSSP LPPM-IPB adalah 37, sedangkan pengambilan sampel di JGC dilakukan
sebanyak 4 kali dari 6 ekor owa jawa dengan jumlah sampel adalah 24. Semua
sampel diperoleh dengan mengambil langsung tinja segar dari kandang.
Pengambilan sampel tinja di PSSP LPPM-IPB dilakukan oleh dokter hewan
berwenang, sedangkan pengambilan sampel di JGC dilakukan sendiri dengan
pengawasan dari perawat satwa (keeper). Sampel kemudian dimasukkan ke
kantong plastik transparan zip lock dan diberi identitas, yaitu nama, kondisi tinja,
tempat dan tanggal pengambilan. Sampel kemudian dimasukkan ke cool box dan
dibawa untuk selanjutnya diamati di laboratorium.

3.3.2 Teknik Parasitologi


Metode Pemeriksaan Natif
Prosedur:
1 Satu hingga tiga tetes lugol/eosin 2% diteteskan diatas gelas obyek dan
ditambahkan sedikit tinja yang masih segar di atas gelas obyek.
2 Kemudian dihomogenkan menggunakan lidi dan setelah homogen
kemudian ditutup dengan gelas penutup.
3 Setelah itu diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 10
dan 10 x 45 (Cahyaningsih et al. 2008).

Metode Pengapungan (Flotasi) dengan Garam Jenuh


Metode ini dilakukan apabila pada pemeriksaan natif tidak terlihat adanya
protozoa.
Prosedur:
1 Tinja sebanyak 1 gram dicampur dengan larutan garam jenuh sebanyak
29 ml, kemudian dihomogenkan dengan cara mengaduk dengan lidi dan
kemudian disentrifus dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit.
2 Setelah disentrifus, kemudian didapatkan larutan hasil akhir.
Supernatan pada larutan tersebut diambil sedikit pada bagian
permukaan dengan menggunakan pipet tetes dan diteteskan pada gelas
obyek dan ditutupi dengan gelas penutup kemudian diamati dibawah
mikroskop dengan perbesaran 10 x 10 dan 10 x 45 (Cahyaningsih et al.
2008).
3.4 Identifikasi Protozoa
Protozoa yang ditemukan diidentifikasi berdasarkan morfologi dan struktur
yang dicocokkan dengan literatur bahan pustaka.

3.5 Analisis Data


Data yang didapat dianalisis secara deskriptif.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini kondisi semua tinja yang diperoleh adalah normal. Ciri-
ciri tinja owa jawa yang normal, yaitu berwarna kuning hingga coklat kehitaman,
berbentuk seperti tinja manusia namun berukuran lebih kecil, tidak ada darah dan
mukus serta konsistensi lembek dan tidak berair.

4.1 Protozoa Parasitik


Hasil pengamatan pada 37 sampel tinja dari 4 ekor owa jawa di PSSP
LPPM-IPB tidak ditemukan protozoa parasitik. Menurut Permanawati1 (2009,
komunikasi pribadi), pada tahun 2006 pernah ditemukan protozoa parasitik pada
pemeriksaan tinja owa jawa di PSSP LPPM-IPB. Protozoa parasitik yang
ditemukan, yaitu Entamoeba sp. dan Balantidium sp.. Protozoa ini ditemukan
hanya pada satu ekor owa jawa.
Hasil pengamatan 24 sampel tinja dari 6 ekor owa jawa di JGC ditemukan
protozoa parasitik. Protozoa parasitik ini ditemukan tidak pada semua owa jawa di
JGC.

Tabel 1 Keberadaan protozoa parasitik pada owa jawa


No Lokasi Protozoa

Entamoeba Balantidium

1 PSSP LPPM-IPB - -

2 JGC + +

Keterangan: - tidak ditemukan protozoa parasitik


+ ditemukan protozoa parasitik

4.1.1 Genus Entamoeba


Menurut Soulsby (1982), Noble dan Noble (1989), dan Levine (1990),
genus Entamoeba biasanya ditemukan di dalam intestinum invertebrata dan
vertebrata. Kista memiliki inti yang vesikuler dengan endosoma kecil di dekat
                                                            
1
drh. Permanawati, Pusat Studi Satwa Primata PSSP LPPM-IPB
pusat inti dan granul-granul di sekitarnya. Inti berjumlah 1-8 buah dan dapat
disertai benda kromatid pada kista yang masih muda.
Pada hasil penelitian ditemukan protozoa berbentuk bulat dengan inti seperti
gelembung dengan jumlah yang bervariasi. Berdasarkan ciri-ciri yang diperoleh
dan disesuaikan dengan literatur, maka protozoa yang ditemukan adalah bentuk
kista dan dapat dimasukkan ke dalam genus Entamoeba.

Entamoeba sp. (kista)

    1        1
 
2 2

Hasil pengamatan perbesaran 10 x 45 Sumber: http://www.wodsworth.org


Keterangan: 1. Dinding kista
2. Inti

Gambar 2a Perbandingan protozoa pada tinja owa jawa hasil pengamatan dengan
kista genus Entamoeba.

Entamoeba histolytica

           3
 
3
2
1
1

Hasil pengamatan perbesaran 10 x 45 Sumber: http://www.msgpp.org


Keterangan: 1. Dinding kista
2. Inti
3. Benda kromatid

Gambar 2b Perbandingan protozoa pada tinja owa jawa hasil pengamatan dengan
Entamoeba histolytica
Selain itu, ditemukan pula protozoa (Gambar 2b) berbentuk bulat dengan
inti yang tidak terlalu terlihat jelas dan benda kromatid yang berbentuk
menyerupai batang/cerutu. Bentuk benda kromatid yang menyerupai
batang/cerutu merupakan bentuk yang khas pada kista Entamoeba histolytica
(Levine 1990). Berdasarkan persamaan bentuk dan struktur, maka protozoa ini
adalah Entamoeba histolytica.
Menurut Soulsby (1982) dan Noble dan Noble (1989), E. histolytica dan
Entamoeba coli dapat dijumpai pada manusia, primata, babi, anjing dan kucing.
Joslin (1993) juga menyatakan bahwa E. histolytica patogen pada primata dan
manusia. Entamoeba juga bahkan dapat ditemui di dalam protozoa lainnya
(Farmer 1980). Protozoa ini memproduksi sebuah kista infektif yang tahan
terhadap kekeringan dan disinfektan. Menurut Fortman et al. (2002) protozoa
saluran pencernaan yang sering menginfeksi satwa primata, antara lain E.
histolytica, Cryptosporidium spp. dan Balantidium coli. Penularan protozoa
parasitik ini melalui fecal-oral route, kontak langsung dengan hewan yang
terinfeksi dan ekskretanya serta pakan dan air minum yang terkontaminasi.
Menurut Gandahusada et al. (1998), manusia merupakan induk semang dari enam
spesies Entamoeba yang hidup dalam usus besar, yaitu Entamoeba histolytica,
Entamoeba coli, Entamoeba hartmanni, Iodamoeba butschlii, Dientamoeba
fragilis, Endolimax nana dan satu spesies Entamoeba yang hidup dalam mulut,
yaitu Entamoeba gingivalis. Semua Entamoeba ini tidak patogen kecuali E.
histolytica yang dapat menjadi patogen.
Menurut Gandahusada et al. (1998), E. histolytica memilki 3 bentuk dalam
daur hidupnya, yaitu bentuk histolitika, bentuk minuta dan bentuk kista. Bentuk
histolitika dan minuta adalah bentuk trofozoit. Perbedaan antara kedua bentuk
trofozoit tersebut adalah bentuk histolitika bersifat patogen dan memiliki ukuran
yang lebih besar dari bentuk minuta. Bentuk histolitika berukuran 20-40 mikron,
sedangkan ukuran bentuk minuta adalah 10-20 mikron. Bentuk kista berukuran
10-20 mikron dan berbentuk bulat atau lonjong. Bentuk kista ini juga merupakan
bentuk yang infektif. Kista dikeluarkan bersama tinja dan dapat bertahan lama
pada lingkungan.
Pada penelitian ini bentuk trofozoit tidak ditemukan pada tinja. Hal ini
dikarenakan bentuk trofozoit tidak dapat bertahan lama diluar tubuh induk semang
dibandingkan dengan bentuk kista (Handajani 2009, komunikasi pribadi)2. Namun
menurut Soulsby (1982), trofozoit dapat ditemukan pada tinja hewan penderita
diare.
Menurut Linn et al. (2006), genus Entamoeba umumnya menginfeksi
primata dunia baru (New World Monkey), primata dunia lama (Old World
Monkey) dan kera. Old World Monkey biasanya lebih mudah tertular oleh E.
histolytica (Joslin 1993). Gejala klinis yang ditimbulkan berupa kekurusan,
dehidrasi, anorexia, muntah dan diare yang dapat disertai mukus dan darah,
meskipun lebih sering asimtomatis. Penemuan patologi dari infeksi protozoa ini
adalah ulcer pada mukosa usus yang selanjutnya dapat mengakibatkan colitis
ringan. Rothman dan Bowman (2003) juga menemukan genus Entamoeba pada
tinja gorilla pegunungan di Virunga dan Bwindi, Afrika. Kejadian alami E.
histolytica dapat menyebabkan risiko morbiditas dan mortalitas pada primata
(Lilly et al. 2002).

4.1.2 Genus Balantidium


Selain Entamoeba, pada penelitian ditemukan protozoa berbentuk agak
bulat dan oval. Berdasarkan morfologi yang sesuai, maka protozoa yang
ditemukan dapat digolongkan ke dalam genus Balantidium. Genus Balantidium
adalah parasit yang berhabitat pada usus besar manusia, babi, monyet dan
beberapa hewan lainnya, seperti ruminansia dan kuda (Soulsby 1982). Menurut
Soulsby (1982) dan Gandahusada et al. (1998), Balantidium coli memiliki dua
bentuk, yaitu bentuk vegetatif (trofozoit) dan bentuk kista. Bentuk trofozoit adalah
lonjong dan berukuran 60-70 mikron. Bagian anterior menyempit dan terdapat
sitostoma yang berfungsi sebagai mulut, sedangkan bagian posterior bentuknya
melebar dan terdapat sitopig (cytopyge) yang berfungsi untuk mengeluarkan zat-
zat yang tidak diperlukan. Pada bentuk trofozoit juga terlihat adanya vakuola dan
makronukleus. Seluruh permukaan dikelilingi oleh bulu getar (cilia) yang
berfungsi sebagai alat lokomosi dan mengambil makanan. Kista genus
                                                            
2
 Dr. drh. Sri Utami Handajani, FKH IPB
Balantidium berbentuk ovoid, memiliki makronukleus berbentuk ginjal atau sosis
dan berdinding tebal. Kista dalam tinja dapat hidup 1-2 hari pada suhu kamar.

Balantidium sp. (kista)

       
1
1

2 2

Hasil pengamatan perbesaran 10 x 45 Sumber: http://www.course1winona.edu


Keterangan: 1. Dinding kista
2. Makronukleus
Gambar 3 Perbandingan protozoa pada tinja owa jawa hasil pengamatan dengan
genus Balantidium.

Genus Balantidium biasanya bersifat non patogen namun terkadang dapat


menyebabkan diare, colitis, penurunan berat badan dan letargi pada primata.
Protozoa ini dapat ditemukan di Old World Monkey dan New World Monkey serta
kera. Balantidium sp. juga dapat menyebabkan enterocolitis ulceratif yang hebat
dan kematian pada jenis kera besar (Fortman et al. 2002).

4.2 Profil Lembaga Ex Situ


Berdasarkan studi, dua lokasi studi memiliki tujuan yang berbeda dalam hal
upaya pelestarian owa jawa di habitat ex situ. PSSP LPPM-IPB yang bekerja sama
dengan Taman Safari Indonesia (TSI) mendirikan sebuah fasilitas
pengembangbiakan (breeding) ex situ untuk owa jawa yang dikenal dengan
Fasilitas Breeding PSSP LPPM-IPB. Tujuan dari program ini adalah untuk
mendukung program konservasi spesies melalui pengembangbiakan dalam
penangkaran ex situ. Lain halnya dengan PSSP LPPM-IPB, program konservasi
ex situ yang dilakukan oleh JGC adalah rehabilitasi. Rehabilitasi adalah upaya
mengembalikan satwa yang berada diluar habitatnya untuk dikembalikan ke
habitat aslinya melalui rangkaian proses rehabilitasi. Upaya inilah yang dilakukan
oleh Yayasan Owa Jawa yang bekerja sama dengan Departemen Kehutanan RI
yang didukung oleh Conservation International Indonesia, Balai Besar Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam
Jawa Barat, Universitas Indonesia dan Silvery Gibbon Project melalui program
rehabilitasi di Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Owa Jawa (Javan Gibbon
Center).
Perbedaan tujuan dari dua lokasi studi ini menyebabkan adanya perbedaan
perlakuan dalam program pemeliharaan. Namun kedua lokasi studi ini juga tetap
memperhatikan prosedur dan standar pemeliharaan satwa primata yang diizinkan
oleh Center for Disease Control (CDC).

4.3 Hubungan Infeksi Parasit dengan Program Pemeliharaan


4.3.1 Manajemen Pakan
Owa jawa merupakan satwa primata frugivora, yaitu pemakan buah-buahan.
Buah-buahan yang sering diberikan di JGC, antara lain pisang, apel, markisa,
jeruk, pepaya dan manggis. JGC juga memberikan buah hutan yang didapatkan
dari hutan sekitar. Pemberian pakan buah hutan ini dimaksudkan agar owa jawa
terbiasa dengan pakan alaminya. Contoh buah hutan yang sering diberikan adalah
buah harendong dan buah afrika. Selain buah, owa jawa juga menyukai hijauan,
seperti kangkung. Pakan hijauan yang berasal dari hutan yang sering diberikan
adalah daun rasamala. Pemberian pakan di JGC dilakukan setiap dua jam sekali,
yaitu mulai pukul 06.00 hingga 16.00 WIB.
Buah-buahan yang sering diberikan pada owa jawa di PSSP LPPM-IPB
adalah jeruk, apel dan salak, sedangkan pakan hijauan yang diberikan adalah
kangkung, sawi, buncis dan wortel. Selain buah dan hijauan, di PSSP LPPM-IPB
juga memberikan monkey chow dan diberikan bersama pakan buah lainnya. Pakan
diberikan dua kali sehari, yaitu pada pagi dan siang hari.
Tabel 2 Jenis pakan owa jawa di dua lokasi studi
Lokasi Jenis Pakan
Buah-buahan Hijauan Pakan Tambahan

Buah hutan Buah pasar


(alami) (non alami)
PSSP - Jeruk Kangkung Monkey chow
LPPM-IPB Apel Sawi
Salak Buncis
Wortel
JGC Harendong Pisang Kangkung Tahu rebus
Afrika Apel Wortel Ubi
Darangdang Markisa Ketimun Tempe
Kondang Jeruk Terong Vitamin Vitcom
Beunying Pepaya Tomat Telur puyuh
Rasamala Manggis Kacang panjang
Asam Jagung
Rambutan Daun pepaya
Sawo
Kedondong
Semangka
Nanas
Mangga
Duku
Anggur
Bengkuang

Sumber: www.Kotabelinyu.blogspot.com
/IMG_3103_resize_resize1.jpg
(a) (b)
Gambar 4 Jenis pakan owa jawa, (a) buah hutan dan (b) pakan tambahan di Javan
Gibbon Center.

Usaha pencegahan pembusukan pakan berbeda pada dua lokasi studi. Di


PSSP LPPM-IPB pakan disimpan pada lemari pendingin, sedangkan di JGC
memilih untuk memasok pakan dua kali seminggu. Kedua lokasi studi menjaga
kebersihan pakan dengan mencuci pakan lebih dahulu. Di PSSP LPPM-IPB buah
dan hijauan dibersihkan menggunakan cairan pembersih khusus untuk buah dan
sayur, sedangkan di JGC hanya dicuci dengan air dan buah hutan tidak dicuci.
Buah hutan yang tidak dicuci ini dimaksudkan agar membiasakan owa jawa
dengan kondisi buah alaminya. Penularan protozoa parasitik dapat terjadi melalui
pakan dan air yang telah tercemar. Menurut Mootnick (1999) semua pakan harus
diperiksa dan dicuci untuk menjamin kualitas pakan. Selain pakan, tempat pakan
juga harus diperhatikan kebersihannya. PSSP LPPM-IPB membersihkan tempat
pakan dua kali sehari. Air minum pada kedua lokasi studi ini selalu tersedia. PSSP
LPPM-IPB dan JGC menggunakan sipper dan mangkuk air (ad libitum). PSSP
LPPM-IPB melakukan evaluasi air rutin tiap tahun dan pengukuran pH air tiap
dua minggu sekali. JGC tidak melakukan evaluasi kualitas air. Air yang
digunakan untuk keseharian di JGC berasal dari sumber mata air gunung
Pangrango yang dialiri melalui pipa sejauh 3,5 km (Ario 2009, komunikasi
pribadi)3.
Peran Entamoeba yang hidup bebas dan protozoa parasitik, yaitu E. histolytica
dan B. coli sebagai agen dari waterborne zoonotic disease menurut Schuster dan
Visvesvara (2004) telah teruji. Kedua protozoa parasitik ini menyebabkan disentri
amoeba dan balantidiosis. Genus Entamoeba mudah menular melalui pakan atau
air, dan sayuran mentah juga dapat menjadi sumber penularan (Soulsby 1982).
Genus Entamoeba dapat ditemukan pada air yang terkontaminasi oleh tinja yang
mengandung Entamoeba dan pakan yang dibersihkan dengan air yang telah
terkontaminasi. Joslin (1993) menyatakan bahwa penularan E. histolytica adalah
melalui pakan, air dan serangga. Menurut Marshall et al. (1997) pada tahun 1991
hingga 1994, protozoa parasitik yang sering ditemukan pada kasus waterborne
disease, adalah Giardia lambia, Naegleria Fowleri, Acanthamoeba spp., E.
histolytica, Cryptosporidium parvum, Cyclospora cayetanesis, Isospora belii dan
mikrosporidia. Oleh karena itu, penanganan pakan dan air yang baik dapat
meminimalkan dan mencegah kontaminasi dari protozoa parasitik ini dan
menghindari penularan penyakit antar hewan.

                                                            
3
Anton Ario, Manajer Javan Gibbon Center
4.3.2 Manajemen Kandang
Kandang owa jawa secara umum terbagi dua jenis, yaitu kandang tertutup
dan kandang terbuka (pulau). Kandang tertutup adalah kandang yang dibatasi atap
dan dinding, baik berbahan kawat, besi, kaca, plastik maupun bata. Adapun
kandang terbuka berupa tempat terbuka yang tidak ditutupi oleh apapun dan
biasanya dikelilingi parit sebagai pengaman sehingga disebut kandang pulau.
Pemilihan bentuk kandang disesuaikan dengan luas lahan, jumlah owa jawa yang
akan ditempatkan dan tujuan pembuatan kandang (Pramesywari 2008).
Kandang owa jawa di JGC dilengkapi dengan kandang malam atau hook
dan sistem pintu ganda. Hook berupa bangunan di belakang kandang peraga
dengan panggung kayu dan dihubungkan dengan pintu geser yang dapat dibuka
dari luar oleh perawat satwa. Unsur fisik kandang terdiri atas dinding kawat dan
besi, atap fiber glass, daun dan plastik serta lantai semen.
Sistem menjaga kebersihan kandang di JGC dilakukan tiap dua kali sehari
dengan cara menggiring owa jawa masuk ke hook. Hal ini untuk memudahkan
perawat satwa membersihkan kandang. Pertama, kotoran dan sisa pakan
dibersihkan kemudian air disemprotkan ke lantai, dinding dan sudut kandang.

Tabel 3 Manajemen kandang di dua lokasi studi


Profil PSSP JGC
Unsur Dinding kawat dan besi, lantai Dinding kawat dan besi, lantai
semen dan paving block semen
Kondisi Baik dan terawat Dinding korosif dan terkelupas,
kandang lantai berlumut dan basah
Tempat pakan Ada Ada
dan air
Frekuensi 2x sehari (pagi dan sore) 2x sehari (pagi dan sore)
pembersihan

Di PSSP LPPM-IPB terdapat dua kandang yang dihubungkan dengan lorong


sehingga pergerakan owa jawa menjadi luas. Dinding kandang terbuat dari kawat
dan besi, sedangkan lantai terbuat dari semen dan paving block. Berdasarkan
pengamatan pada kandang, kebersihan kandang selalu dijaga di dua lokasi studi.
Di PSSP LPPM-IPB dinding dan lantai dalam keadaan baik, bersih dan terawat.
Lantai kandang di JGC telah banyak ditumbuhi lumut dan basah. Beberapa
dinding kandang di JGC juga telah korosif dan terkelupas. Lokasi kandang dekat
dengan vegetasi di sekitar. Hal ini juga dapat menyebabkan owa jawa terinfeksi
protozoa parasitik. Menurut Gandahusada et al. (1998) dan Soulsby (1982), kista
Entamoeba dapat hidup dalam lingkungan dingin dan lembab selama kurang lebih
12 hari dan mati pada suhu 50°C dalam waktu 7,5 jam atau kurang.

Gambar 5 Kandang introduksi di Javan Gibbon Center.

4.3.3 Manajemen Kesehatan


Pemeriksaan kesehatan owa jawa di dua lokasi studi dilakukan secara rutin.
Tindakan ini merupakan upaya pencegahan penyakit pada owa jawa. Salah satu
prosedur pemeriksaan kesehatan pada dua lokasi studi ini adalah deteksi dan
kontrol parasit yang mencakup pemeriksaan tinja. Pemeriksaan kesehatan di PSSP
LPPM-IPB dilakukan tiap enam bulan atau apabila ditemukan kasus. Menurut
Permanawati (2009, komunikasi pribadi) parasit yang pernah ditemukan pada owa
jawa di PSSP LPPM-IPB, antara lain protozoa Entamoeba sp. dan Balantidium sp.
serta cacing, antara lain larva Strongylus, Taenia sp., dan Trichuris sp.. Upaya
pencegahan infeksi strongyloid dilakukan dengan pemberian kapur tohor tiap satu
tahun sekali di kandang dan pemberian anthelmentik (deworming). Anthelmentik
yang biasa digunakan adalah Trivexan® (Pyrantel pamoat dan mebendazole) dosis
0,5-1 tablet PO dan diberikan bersama dengan pakan. Teknik pemeriksaan tinja
yang digunakan adalah pemeriksaan natif dan teknik apung.
Pemeriksaan kesehatan di JGC juga dilakukan tiap enam bulan atau apabila
ditemukan kasus dan tidak ada pengobatan khusus. Pemeriksaan kesehatan
meliputi, pemeriksaan darah, tinja dan TB (Tuberculosis). Menurut Mootnick
(1998), sebaiknya seluruh tinja owa diamati tiap hari dan diperiksa rutin tiap tiga
kali dalam setahun. Selain pemeriksaan tinja, pemeriksaan darah dan tes TB juga
dilakukan kira-kira sekali dalam setahun untuk memastikan owa dalam keadaan
sehat serta vaksinasi tetanus tiap tujuh tahun sekali. Kasus diare pernah terjadi di
PSSP LPPM-IPB dan JGC namun belum diketahui penyebabnya.
5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.3 Kesimpulan
1. Protozoa parasitik yang ditemukan pada owa jawa di Javan Gibbon
Center berdasarkan morfologi dan struktur adalah genus Entamoeba
dan Balantidium.
2. Salah satu spesies dari genus Entamoeba yang diidentifikasi
berdasarkan morfologi dan struktur adalah E. histolytica.
3. Keberadaan protozoa parasitik erat kaitannya dengan program
pemeliharaan, seperti manajeman pakan, kandang dan kesehatan.

5.4 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai protozoa parasitik hingga
tingkat spesies.
2. Perlu dilakukan pemeriksaan rutin terhadap protozoa parasitik pada owa
jawa di seluruh lembaga konservasi ex situ lainnya.
3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai keberadaan protozoa
parasitik dan kaitannya dengan manajemen pemeliharaan dan
perawatan di habitat ex situ.
4. Perlu dilakukan pemeriksaan rutin pada kualitas pakan dan air yang
akan diberikan pada owa jawa.
5. Perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh vektor serangga terhadap
penularan protozoa.
6. Perlu diberikan informasi dan pengetahuan kepada perawat satwa di
Javan Gibbon Center tentang bahaya protozoa parasitik (genus
Entamoeba dan genus Balantidium) yang bersifat zoonosis serta
pemeriksaan kesehatan rutin bagi SDM yang bekerja dengan owa jawa.
7. Pengetahuan mengenai prosedur membersihkan kandang, penanganan
pakan dan tinja owa jawa perlu dilakukan mengingat bahaya penularan
protozoa melalui penanganan kebersihan yang buruk.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009a. http://www.arkive.org/javan-gibbon/hylobates-moloch [21


Februari 2009].

------------. 2009b. http://www.theprimate.com/hylobates_moloch.html [21


Februari 2009].

------------. 2009c. http://www.belfastzoo.co.uk/animals/animal.aspx?id=65  [1


Maret 2009].
 
------------. 2009d. http://www.wodsworth.org [6 Oktober 2009]

------------. 2009e. http://www.Kotabelinyu.blogspot.com/IMG_3103_resize_


resize1.jpg [18 Oktober 2009]
 
------------. 2009f. http://www.msgpp.org [21 Oktober 2009]

------------. 2009g. http://www.course1winona.edu [21 Oktober 2009]

Cahyaningsih U, Handayani SU, Astyawati T. 2008. Penuntun Praktikum


Parasitologi Veteriner Endoparasit. Bogor: FKH IPB

Colijn Ed, Sozer R. 2000. Satwa Liar yang Dilindungi: A Review of the
Protection Status of Wildlife Species listed in PP 7/1999 and PP 8/1999.
Prosiding Lokakarya Penanganan Satwaliar Peliharaan yang Dilindungi
(SPL), Bogor, 20-21 Juli 2000. Bogor: Yayasan Gibbon Indonesia.
hlm 9-22.

[Dirjen PKA] Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam. 2000.


Kebijaksanaan Pengelolaan Satwaliar Peliharaan Dilindungi (SPL).
Prosiding Lokakarya Penanganan Satwaliar Peliharaan yang Dilindungi
(SPL); Bogor, 20-21 Juli 2000. Bogor: Yayasan Gibbon Indonesia.
hlm 1-7.

Farmer JN. 1980. The Protozoa-Introduction to Protozoology. London: The C.V.


Mosby Company.

Fortman JD, Hewett TA, Bennett BT. 2002. The Laboratory Nonhuman Primate.
Washington DC: CRC Press LLC.

Gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W. 1998. Parasitologi Kedokteran. Jakarta:


Balai Penerbit FK UI.

[IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Resources.


2008. http://www.iucnredlist.org [21 Februari 2009].
Joslin JO. 1993. Zoonotic Disease of Nonhuman Primates. Di dalam: Fowler ME,
editor. Zoo and Wild Animal Medicine Current Therapy 3rd Ed. USA: WB
Saunders Company

Levine ND. 1990. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner, penerjemah: Gatut


Ashadi, Wardiarto, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Lilly AA, Mehlman PT, Doran D. 2002. Intestinal Parasites in Gorillas,


Chimpanzees, and Humans at Mondika Research Site, Dzanga-Ndoki
National Park, Central African Republic. Int J Primatol 23:555-573.

Linn MJ, Struuck RD, Trivedi AK, Zajic LB, Wrobleski SK, Hawley AE, Myers
DD. 2006. Biology and Medicine of Non-human Primates Part II: Clinical
Medicine and Uses. Di dalam: Rueter JD, Suckow MA, editor. Laboratory
Animal Medicine and Management. [terhubung berkala].
http://www.ivis.org/advancesReutermyers2/chapter.aspLA=1 [20 Oktober
2009].

Marshall MM, Naumovitz D, Ortega Y, Sterling CR. 1997. Waterborne Protozoan


Pathogens. Clin Microbiol Rev 10(1):67-85 [terhubung berkala].
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed [3 November 2009].

Maryanto I, Achmadi AS, Kartono AP. 2008. Mamalia Dilindungi Perundang-


undangan Indonesia. Jakarta: LIPI Press.

Mootnick A. 1998. Health and Sanitation Standards for Gibbon Studies. Di dalam:
Agoramoorthy G, Pei K, Lin V, editor. First International Workshop on
The Management of Wildlife Rescue Centers in South and Southeast Asia;
13(8): 39-40. [terhubung berkala]. http//www.gibboncenter.org [23
Oktober 2009].

--------------. 1999 Nutrition, Health and Sanitation Standards Used at The


International Center for Gibbon Studies Which Could be Applied at A
Javan Gibbon Rescue. Di dalam: Supriatna J, Manullang BO, editor.
Proceedings of the International Workshop on Rescue and Rehabilitation;
20-24. [terhubung berkala]. http://www.gibboncenter.org. [23 Oktober
2009]

Muangkram Y, Taweethavonsawat P, Pattanarangsan R. 2006. A Survey of


Intestinal Parasites in Gibbons at Krabokkoo Breeding Center
Chachoengsao Province, Thailand. Proceedings of AZWMP; Bangkok, 26-
29 Oct 2006.

Mul IF, Paembonan W, Singleton I, Wich SA, Bolhuis HG. 2007. Intestinal
Parasites of free-ranging, Semicaptive, and Captive Pongo abelii in
Sumatera, Indonesia. Int J Primatol 28:407-420
Noble ER, Noble GA. 1989. Parasitologi: Biologi Parasit Hewan. Wardiarto,
penerjemah; Soeripto N, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press. Terjemahan dari: Parasitology: The Biology of Animal Parasites
Fifth Edition.

Pramesywari W. 2008. Implementasi Medik Konservasi Pada Owa Jawa


(Hylobates moloch Audebert 1798): Studi Kasus Pada Empat Lembaga
Konservasi Eksitu di Indonesia [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor.

Rothman J, Bowman DD. 2003. A Review of The Endoparasites of Mountain


Gorillas. Di dalam: Bowman DD, editor. Companion and Exotic Animal
Parasitology. [terhubung berkala]. http://www.ivis.org [6 Oktober 2009]

Schuster FL, Visvesvara GS. 2004. Amebae and Ciliated Protozoa As Causal
Agents of Waterborne Zoonotic Disease. Vet Parasitol 126(1-2):91-120
[terhubung berkala]. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed [3 November
2009].

Soulsby EJL. 1982. Helminths, Arthropods, and Protozoa of Domesticated


Animals 7th Ed. London: Bailliere Tindall.

Sulistiawati E. 2008. Parasit Satwa Primata. Di dalam: Pelatihan Manajemen


Kesehatan Satwa Primata; Bogor 1-4 Desember 2008. Bogor: Pusat Studi
Satwa Primata LPPM-IPB

Supriatna J, Wahyono EH. 2000. Panduan Lapang Primata Indonesia. Jakarta:


Yayasan Obor Indonesia.

Tampubolon M. 2004. Protozoologi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan;


Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi; Pusat Studi Ilmu Hayati; Institut
Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Data individu owa jawa di dua lokasi studi

No Nama enis Kelamin Lokasi Lembaga Konservasi Tahun Asal Tanggal/Tahun Keterangan
Kelahiran Datang
1 Ari Jantan PSSP LPPM-IPB 1992 TSI Cisarua 2003
2 Mimis Betina PSSP LPPM-IPB 1994 TSI Cisarua 2003
3 Oje Jantan PSSP LPPM-IPB 2005 PSSP - Hasil
pengembangbiakan
4 J-Lo Betina PSSP LPPM-IPB 2006 PSSP - Hasil
pengembangbiakan
5 Dompu Betina Javan Gibbon Center 1999 PPS Cikananga 13 April 2008
6 Simon Jantan Javan Gibbon Center 1999 PPS Gadog 14 Desember 2007
7 Cuplis Betina Javan Gibbon Center 2001 TNGHS 4 April 2008
8 Uu Betina Javan Gibbon Center 1998 PPS Gadog 14 Desember 2007
9 Saar Jantan Javan Gibbon Center 2007 Gn. Halimun 19 Juni 2008
10 Sasa Betina Javan Gibbon Center 2004 PPS Cikananga 13 April 2008
Lampiran 2 Keberadaan protozoa parasitik pada owa jawa di dua lokasi
studi

No Nama/Kode Lokasi Metode

Owa Natif Pengapungan

Entamoeba Balantidium Entamoeba Balantidium


sp. sp. sp. sp.
1 PSSP 1 PSSP  - - - -

2 PSSP 2 PSSP  - - - -

3 PSSP 3 PSSP  - - - -

4 PSSP 4 PSSP  - - - -

5 Dompu JGC  - - - -

6 Simon JGC  + - Tidak dilakukan Tidak dilakukan

7 Cuplis JGC  - - - -

8 Uu JGC  + + Tidak dilakukan Tidak dilakukan

9 Saar JGC  + + Tidak dilakukan Tidak dilakukan

10 Sasa JGC  + - Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Keterangan: - tidak ditemukan protozoa parasitik


+ ditemukan protozoa parasitik
Lampiran 3 Manajemen pakan owa jawa di dua lokasi studi

Profil PSSP JGC

Jenis pakan Buah: jeruk, apel, salak Buah: pisang, apel, markisa, jeruk,
Hijauan: kangkung, sawi, buncis, pepaya, manggis, asam, rambutan,
wortel sawo, kedondong, semangka, nanas,
Tambahan: monkey chow mangga, duku, anggur, bengkuang
Buah hutan: harendong, afrika,
darangdang, kondang, beunying,
rasamala
Hijauan: kangkung, wortel, ketimun,
terong, tomat, kacang panjang, jagung,
daun pepaya
Tambahan: tahu rebus, ubi, tempe,
vitamin Vitcom, telur puyuh

Sumber Pasar Pasar dan hutan sekitar

Kontrol Pencucian dengan cairan pembersih Pencucian, perebusan makanan olah


kebersihan khusus (tahu), buah hutan tidak dicuci

Pencegahan Penyimpanan pada lemari pendingin Pemasokan pakan dua kali seminggu
pembusukan
Frekuensi 2x sehari (pagi dan siang) 6x sehari (06.00, 08.00, 10.00, 12.00,
pemberian 14.00, 16.00 WIB)

Air bersih Tersedia tiap hari Tersedia tiap hari

Sumber air PAM Mata air Gunung Pangrango

Kontrol Pengukuran pH air 2 minggu sekali Tidak dilakukan


kualitas air dan pengecekan kualitas air tiap
setahun sekali
Lampiran 4 Contoh kandang tertutup

Kandang introduksi di Javan Gibbon Center

Kandang introduksi untuk anakan di Javan Gibbon Center


Property of PSSP 

Kandang tertutup di Pusat Studi Satwa Primata LPPM-IPB

Property of PSSP 

Kandang tertutup di Pusat Studi Satwa Primata LPPM-IPB


Lampiran 5 Owa jawa di dua lokasi studi

Sasa (kiri) dan Saar (kanan) di Javan Gibbon Center

Simon di Javan Gibbon Center


Property of PSSP 

Induk dan anak di Pusat Studi Satwa Primata LPPM-IPB

Anda mungkin juga menyukai