Anda di halaman 1dari 12

Zoo Indonesia 2021 30(2): 117-128

Karakteristik Spermatozoa pada Kuskus Waigeo (Spilocuscus papuensis) dan Kuskus Abu-Abu (Phalanger orientalis)

KARAKTERISTIK SPERMATOZOA PADA KUSKUS WAIGEO


(Spilocuscus papuensis) DAN KUSKUS ABU-ABU (Phalanger orientalis)

SPERMATOZOA CHARACTERISTICS OF WAIGEO CUSCUS


(Spilocuscus papuensis) AND GREY CUSCUS (Phalanger orientalis)

Yulianto, Syaiful Rizal, Edy Sophian, Nanang Supriatna


Museum Zoologicum Bogoriense, Pusat Riset Biologi BRIN,
Jalan Raya Jakarta Bogor Km. 46, Cibinong 16911
E-mail: yulianto.mzb@gmail.com

(diterima Oktober 2021, direvisi November 2021, disetujui Desember 2021)

ABSTRAK
Kuskus merupakan hewan yang mempunyai status konservasi rentan (vulnerable) dan informasi ilmiahnya belum banyak
diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil reproduksi jantan Phalanger orientalis dan Spilocuscus papuensis.
Testis dan epididimis dikoleksi dan dilakukan pengukuran, kemudian dimaserasi pada bagian cauda epididimis. Pengamatan
makroskopis meliputi pengukuran panjang, lebar, berat testis dan epididimis, sedangkan pengamatan mikroskopis
meliputi pengukuran panjang kepala, lebar kepala, panjang ekor, panjang total, konsentrasi, dan abnormalitas spermatozoa.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa morfometri spermatozoa P. orientalis meliputi panjang kepala 3,37 ± 0,32 µm; lebar
kepala 1,42 ± 0,20 µm; panjang ekor 56,37 ± 5,24 µm; dengan panjang total spermatozoa 59,75 ± 5,20 µm. Sementara itu,
morfometri spermatozoa S. papuensis meliputi panjang kepala 3,92 ± 0,91 µm; lebar kepala 3,02 ± 0,65 µm; panjang ekor
54,37 ± 12,12 µm; dan panjang total spermatozoa 58,29 ± 12,14 µm. Tingkat konsentrasi spermatozoa S. papuensis
mencapai 51 x 105/mL lebih tinggi jika dibandingkan dengan konsentrasi spermatozoa P. orientalis yang hanya 8,5 x
105/mL. Abnormalitas spermatozoa kedua sampel hampir sama, yaitu pada S. papuensis sebesar 35,82% dan pada
S. papuensis 37,36%. Di samping itu, S. papuensis memiliki ukuran testis yang lebih besar jika dibandingkan dengan P. orientalis.

Kata kunci: Kuskus, Phalanger orientalis, reproduksi, spermatozoa, Spilocuscus papuensis.

ABSTRACT
Cuscus is a vulnerable animal and the scientific information is not widely known. This study aimed to determine the
male reproductive profile of Phalanger orientalis and Spilocuscus papuensis. The testes and epididimis were collected
and measured, then maceration was carried out on the testes and cauda epididymis. Macroscopic observations included
measurements of the length, width, weight of the testes and epididymis,while microscopic observations included measurements
of head length, head width, tail length, total length, concentration, and sperm abnormality. The results showed that the
spermatozoa morphometry of P. orientalis included head length 3,37 ± 0,32 µm; head width 1.42 ± 0.20 µm; tail length
56,37 ± 5,24 µm; with a total length of sperm 59,75 ± 5,20 µm. Meanwhile, the spermatozoa morphometry of S.
papuensis included head length of 3.92 ± 0.91 µm; head width 3.02 ± 0.65 µm; tail length 54.37 ± 12.12 µm; and the
total length of sperm 58.29 ± 12.14 µm. The sperm concentration level of S. papuensis reached 51 x 105/ml, higher than
P. orientalis which reached 8.5 x 105/ml. Spermatozoa abnormalities in the two samples were almost the same,
S. papuensis 35.82% and S. papuensis 37.36%. In other that, S. papuensis had a larger testis size when compared to P. orientalis.

Keywords: Cuscus, Phalanger orientalis, reproduction, sperm, Spilocuscus papuensis.

PENDAHULUAN sering menjadi incaran para pemburu untuk


Kuskus adalah hewan mamalia berkantung dimanfaatkan daging dan rambutnya, serta
(marsupial) yang termasuk dalam famili diperjualbelikan. Kegiatan tersebut akan menjadi
Phalangeridae dan merupakan hewan endemik ancaman bagi populasi kuskus di alam. Selain
di Indonesia bagian timur, tepatnya Maluku itu, menurut Peraturan Menteri Lingkungan
dan Papua (Usmany et al., 2015). Kuskus Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
tergolong hewan arboreal (hidup di atas Nomor 106 tahun 2018 tentang jenis tumbuhan
pohon), aktif pada malam hari (nocturnal), dan satwa yang dilindungi, kuskus juga
pergerakannya cepat namun diam saat terkena termasuk ke dalam salah satu jenis satwa liar
cahaya, dan memiliki ekor prehensile (Tamalene yang dilindungi. Kuskus adalah salah satu
et al., 2019). Kuskus termasuk satwa liar yang satwa target perburuan yang dari waktu ke

117
Zoo Indonesia 2021 30(2): 117-128
Karakteristik Spermatozoa pada Kuskus Waigeo (Spilocuscus papuensis) dan Kuskus Abu-Abu (Phalanger orientalis)

waktu semakin marak dilakukan untuk dikonsumsi reproduksi P. orientalis dan S. papuensis baik
dan dijual sebagai sumber pendapatan tambahan secara makroskopis maupun mikroskopis. Hasil
keluarga (Pattiselanno, 2007). yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan
Pulau Waigeo merupakan salah satu menjadi acuan dan rujukan informasi ilmiah
pulau yang berada di Kabupaten Raja Ampat, terkait dengan aspek biologi reproduksi
Provinsi Papua Barat. Menurut Menzies (1991), kuskus.
di pulau ini terdapat spesies kuskus endemik,
yaitu Spilocuscus papuensis. Ciri khas kuskus METODE PENELITIAN
ini adalah baik pejantan maupun betina Waktu dan Lokasi Penelitian
memiliki pola warna dan totol yang sama Penelitian dilakukan di Laboratorium
(Purba, 2000). Selain S. papuensis, di wilayah Pengelolaan dan Reproduksi Satwa Liar
Papua juga terdapat spesies kuskus lainnya, (PRSL), Bidang Zoologi, Pusat Penelitian
yaitu Phalanger orientalis (Dwiranti et al., 2018). Biologi – LIPI pada bulan Maret – Juli 2020.
Kuskus jenis ini memiliki tampilan rambut S. papuensis didapatkan dari Desa Lopintol,
berwarna cokelat dan pada bagian dorsal Distrik Teluk Manyailibit, Kabupaten Raja
terdapat rambut hitam yang membentuk garis Ampat, Provinsi Papua Barat dan P. orientalis
(Usmany et al., 2015). Kedua jenis kuskus dari Distrik Karulu, Kabupaten Wamena,
tersebut termasuk dalam daftar IUCN, yaitu Provinsi Jayapura. Objek yang digunakan
kategori rentan (vulnerable) untuk S. papuensis masing-masing berjumlah satu ekor jantan dan
(Helgen et al., 2016) dan risiko rendah (least satwa yang digunakan merupakan satwa yang
concern) untuk P. orientalis (Leary et al., 2016). telah dilakukan pembiusan/euthanasi dan
Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya terminasi untuk penelitian dan dikoleksi di
konservasi terhadap kedua jenis kuskus Museum Zoologi Bogor. Satwa yang telah mati
tersebut. kemudian dilakukan pembedahan untuk diambil
Aspek reproduksi merupakan salah satu organ reproduksinya (testis dan epididimis).
faktor penting dalam menunjang keberhasilan Sampel organ testis dan epididimis S. papuensis
di bidang konservasi satwa liar. Comizzoli & dan P. orientalis yang digunakan dalam penelitian
Holt (2019) menyatakan bahwa ancaman ini merupakan koleksi spesimen jaringan yang
kepunahan pada satwa liar seringkali disebabkan dideposit di Museum Zoologicum Bogoriense
oleh gangguan reproduksi. Karakterisasi (MZB), Pusat Penelitian Biologi – LIPI.
spermatozoa merupakan aktivitas yang sangat
penting untuk mengidentifikasi suatu individu Alat dan Bahan Penelitian
pejantan beserta kualitas spermatozoanya Alat yang digunakan dalam penelitian ini
(Ardhani et al., 2018). Karakteristik spermatozoa diantaranya adalah timbangan, jangka sorong,
juga dapat memberikan informasi dasar biologi mikroskop cahaya euromex yang dilengkapi
reproduksi yang sangat diperlukan demi dengan mikrometer dan kamera. Bahan atau
keberhasilan pembiakan satwa. Namun, aspek objek penelitian ini adalah organ reproduksi
ilmiah reproduksi hewan jantan kuskus masih kuskus jantan yang diperoleh dari lapangan dan
belum banyak dikaji sehingga penelitian ini dikoleksi di Museum Zoologicum Bogoriense
dilakukan untuk mengkarakterisasi aspek sebanyak dua ekor.

118
Zoo Indonesia 2021 30(2): 117-128
Karakteristik Spermatozoa pada Kuskus Waigeo (Spilocuscus papuensis) dan Kuskus Abu-Abu (Phalanger orientalis)

Metode Penelitian epididimis meliputi bagian caput, corpus, dan


1. Pengukuran Data Pendukung cauda. Penimbangan testis dan epididimis
Data morfologi kuskus seperti panjang dilakukan secara terpisah dengan menggunakan
tubuh, panjang ekor, dan berat badan neraca analitik dengan ketelitian 0,0001 gram
diperoleh dari database koleksi Museum (Matrix ESJ210-4B).
Zoologicum Bogoriense (MZB). Organ yang 3. Preparasi Testis dan Epididimis
diperoleh merupakan koleksi dari spesimen Testis dan epididimis yang telah diukur
bernomor NS.132 (Phalanger orientalis) dan dan ditimbang, kemudian dilakukan ekstraksi
29979 (Spilocuscus papuensis). Testis dan spermatozoa dengan metode maserasi.
epididimis dari kuskus dewasa dipilih Metode maserasi adalah proses penghancuran
sebagai sampel yang diteliti dikarenakan atau pelunakan suatu organ atau jaringan
testis berfungsi dalam proses spermatogenesis untuk memperoleh isi atau ekstrak dari organ
dan epididimis berperan dalam penyimpanan tersebut (Phadmacanty & Wirdateti, 2014).
dan pematangan spermatozoa. Pengambilan Maserasi dilakukan dengan cara memotong-
sampel spermatozoa diambil dari bagian motong organ epididimis menjadi bagian
ekor epididimis dengan menggunakan metode kecil menggunakan gunting medis lalu
maserasi. Individu P. orientalis dan S. papuensis dimasukkan ke dalam microtube yang
yang organ reproduksinya dikoleksi merupakan mengandung NaCl fisiologis. Bagian yang
kuskus liar dewasa berdasarkan ukuran tubuh diambil untuk proses pengamatan spermatozoa,
dan perkiraan umur dewasa kuskus, yaitu di yaitu pada bagian ekor epididimis.
atas delapan bulan (Sinery et al., 2013). Pada 4. Pewarnaan Spermatozoa dan Pembuatan
penelitian ini tidak melakukan pembiusan Preparat
dan euthanasi melainkan menggunakan satwa Sebanyak 5-10 µl larutan fisiologis
koleksi dari MZB. tercampur sampel diambil dengan menggunakan
2. Pengukuran Morfometri Testis dan mikropipet untuk dibuat preparat ulas tipis
Epididimis pada object glass dan dikering-anginkan.
Pengukuran testis penting dilakukan Preparat ulas kemudian dicuci dalam alkohol
untuk melihat korelasi dengan berat tubuh absolut selama empat menit dan dikering-
satwa dan konsentrasi sperma yang dihasilkan. anginkan, kemudian dimasukkan ke dalam
Metode pengukuran panjang dan lebar testis larutan 0,5% chloramin selama 1-2 menit.
mengacu pada penelitian Panggabean et al. Setelah itu, preparat dicuci dalam distilled
(2014). Larutan 10% Neutral Buffered Formalin water, dilanjutkan dalam alkohol 95%, dan
(NBF) digunakan sebagai media transport diwarnai dengan larutan Williams selama
dan pengawet organ testis dan epididimis 8-10 menit. Preparat selanjutnya dicuci pada
kuskus. Testis dan epididimis yang berada air mengalir dan dikering-anginkan (Yudi et
dalam botol berisi 10% NBF diletakkan pada al., 2010).
nampan kemudian dilakukan pengukuran 5. Pengukuran Morfometri Spermatozoa
panjang dan lebar dengan menggunakan Preparat yang telah kering kemudian
digimatic caliper (Mitutoyo CD-15CP) diamati dengan perbesaran 400x pada
dengan ketelitian 0,01 mm. Pengukuran mikroskop cahaya Euromex© yang tersambung

119
Zoo Indonesia 2021 30(2): 117-128
Karakteristik Spermatozoa pada Kuskus Waigeo (Spilocuscus papuensis) dan Kuskus Abu-Abu (Phalanger orientalis)

dengan komputer. Morfometri spermatozoa rata-rata dan simpangan bakunya. Data


difoto dengan aplikasi DinoCapture 2.0© tersebut selanjutnya dianalisa secara deskriptif.
dan kemudian dihitung panjang kepala,
lebar kepala, panjang ekor, panjang total, HASIL DAN PEMBAHASAN
dan abnormalitas. Data morfometri yang Spilocuscus papuensis yang didapatkan
telah difoto kemudian diukur dengan aplikasi memiliki ciri morfologi badan berbulu putih
ImageJ© versi64-bit Java 1.8.0_172. Sel dengan totol hitam di seluruh tubuh,
spermatozoa yang diukur minimal 200 sel sedangkan Phalanger orientalis yang didapatkan
dari setiap individu. memiliki bulu abu-abu dengan bulu putih di
6. Pengukuran Konsentrasi Spermatozoa sekitar telinga. Kemudian kedua spesies
Sebanyak 8 µl larutan NaCl fisiologis diukur secara morfometri dengan hasil pada
tercampur sampel dipipet dan dimasukkan Tabel 1.
ke dalam counting chamber dan diamati Berdasarkan hasil pengukuran morfometri
pada mikroskop optik Euromex© perbesaran tubuh, S. papuensis memiliki panjang tubuh
100x. Konsentrasi spermatozoa dihitung 550 mm dan panjang ekor 510 mm dengan
menurut Ridla (2018) dengan menggunakan usia kuskus kategori dewasa. Hal ini dilihat
rumus: dari perbandingan ukuran tubuh kuskus
Rata - rata spermatozoa (N) = dengan melihat data penelitian Sinery (2006)
Σ Spermatozoa chamber kanan + Σ Spermatozoa chamber kiri
dan hasil pengamatan pada organ kelamin
2
jantannya. Pengukuran S. papuensis dilakukan
pendekatan terhadap penelitian yang dilakukan
N = jumlah spermatozoa oleh Sinery et al. (2016) pada S. Maculatus
FP = Faktor/volume pengenceran yang masih dalam satu genus dengan
Pengukuran konsentrasi spermatozoa dilakukan S. papuensis. Berdasarkan hasil penelitian
pengulangan sebanyak tiga kali ulangan. tersebut, diperoleh panjang tubuh S. maculatus
muda berkisar antara 30 – 75 mm, sedangkan
Analisis Data panjang tubuh pejantan dewasa berkisar
Data hasil pengukuran morfologi, antara 512 – 550 mm. Penelitian lain yang
morfometri, dan konsentrasi spermatozoa dilakukan oleh Sinery (2006) juga diperoleh
ditabulasi pada tabel kemudian dihitung nilai pengukuran panjang tubuh pejantan S. maculatus

a b
Gambar 1. Penampakan kuskus: (a) Spilocuscus papuensis, (b) Phalanger orientalis.

120
Zoo Indonesia 2021 30(2): 117-128
Karakteristik Spermatozoa pada Kuskus Waigeo (Spilocuscus papuensis) dan Kuskus Abu-Abu (Phalanger orientalis)

Tabel 1. Hasil pengukuran morfometri tubuh dan konsentrasi spermatozoa P. orientalis dan S.
papuensis.
Panjang Tubuh Panjang Ekor
Jenis Berat Badan (g) Usia
(mm) (mm)

Hasil Pengukuran
S. papuensis 550 510 > 3.000* dewasa
P. orientalis 490 304 1.845 dewasa

*Menggunakan timbangan dengan kapasitas 3 kg

Menurut Kasi et al. (2019)


P. orientalis 102-200 - 3.460-3.500 dewasa
Menurut Sinery (2006)
P. orientalis 374-400 - 2.300-2.500 dewasa
P. maculatus 490-525 - 4.100-4.700 dewasa
P. maculatus 30-75 - - muda

yang relatif sama, yaitu berkisar antara 490 – 3.500 gram. Perbedaan ukuran tersebut dapat
525 mm dengan berat 4.100 – 4.750 gram. dipengaruhi oleh perbedaan geografi ,
Pengukuran morfometri tubuh dari ketersediaan pakan di habitat, dan proses
P. orientalis yang tertera pada Tabel 1 evolusi yang dipengaruhi faktor genetik
memiliki panjang tubuh 490 mm, panjang dalam waktu yang panjang serta perubahan
ekor 304 mm, dan berat tubuh 1.845 gram. lingkungan (Kasi et al., 2019).
Hasil tersebut didukung oleh penelitian yang Setelah dilakukan pengukuran morfometri
dilakukan Sinery (2006), didapatkan ukuran tubuh S. papuensis, dilakukan observasi
tubuh P. Orientalis pejantan berkisar antara makroskopis testis yang tertera pada Gambar
374 – 400 mm dan berat 2.000 – 2.200 gram. 2. Berdasarkan observasi makroskopis, bentuk
Ukuran ini berbeda dari penelitian yang testis dari S. papuensis adalah elipsoid. Bentuk
dilakukan oleh Kasi et al.(2019) dengan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan
panjang tubuh pejantan yang lebih kecil, yaitu Hogan et al. (2013) pada marsupial juga
berkisar antara 102 – 200 mm dan berat 3.460 – memiliki bentuk yang sama, yaitu elipsoid.

Gambar 2. Testis Spilocuscus papuensis (a) dan testis Phalanger orientalis (b).

121
Zoo Indonesia 2021 30(2): 117-128
Karakteristik Spermatozoa pada Kuskus Waigeo (Spilocuscus papuensis) dan Kuskus Abu-Abu (Phalanger orientalis)

Tabel 2. Hasil pengukuran berat testis dan epididimis, serta konsentrasi spermatozoa P.orientalis
dan S. papuensis.

Berat testis (g) Berat epididymis (g) Konsentrasi


Jenis Spermatozoa
Kanan Kiri Kanan Kiri (/mL)

S. papuensis 0,7103 0,7145 0,2352 0,2013 51 x 105


P. orientalis 0,4723 0,4734 0,2067 0,2048 8,5 x 105

Tabel 2 menunjukkan data pengukuran dengan berat tubuh P. orientalis sehingga


berat testis dan epididimis serta konsentrasi berpengaruh terhadap berat testisnya.
spermatozoa pada P. orientalis dan S. papuensis. Pen el i t i a n ini j u ga di l a ku kan
Berat testis kanan dan kiri dari P. Orientalis, pengukuran konsentrasi spermatozoa dengan
yaitu 0,4723 gram dan 0,4734 gram, menggunakan counting chamber. Konsentrasi
sedangkan berat testis kanan dan kiri dari spermatozoa penting diketahui untuk
S. papuensis, yaitu 0,7103 gram dan 0,7145 menentukan kemampuan pejantan membuahi
gram. Untuk berat epididimis kanan dan kiri sel telur. Hal ini dilakukan karena kuskus
antara P. orientalis dan S. papuensis, yaitu merupakan salah satu jenis satwa monogami,
sebesar 0,2067 gram dan 0,248 gram. Dari yaitu satwa yang hidup tanpa berganti-ganti
data tersebut diketahui bahwa berat testis dan pasangan (Mustari, 2020). Dari hasil
epididimis bagian kanan dan kiri P. Orientalis pengukuran didapatkan konsentrasi spermatozoa
tidak berbeda jauh, begitu pula pada P. orientalis dan S. papuensis secara berturut-
S. papuensis. Tabel 2 juga menunjukkan turut adalah 8,5 x 105/mL dan 51 x 105/mL,
bahwa testis S. papuensis lebih berat dari dan diketahui bahwa konsentrasi spermatozoa
P. orientalis. Perbedaan berat testis tersebut S. papuensis lebih tinggi daripada P.
dapat disebabkan oleh perbedaan spesies, orientalis. Konsentrasi spermatozoa dipengaruhi
ukuran, dan berat badan dari masing-masing oleh ukuran tubuh dari tiap spesies,
kelompok hewan. Sarasa et al. (2010) semakin besar suatu individu akan semakin
menyatakan bahwa berat testis memiliki besar pula ukuran testisnya sehingga semakin
korelasi dengan berat tubuh. Knight et al. banyak sperma yang dihasilkan (Jacyno et al.,
(1984) juga menyatakan bahwa ukuran testis 2015). Dari data pengukuran berat tubuh P.
berkorelasi dengan berat badan sesuai dengan orientalis dan S. papuensis (Tabel 1) dan
bertambahnya umur sampai umur tertentu. berat testis (Tabel 2) diketahui bahwa
Hasil penelitian Samsudewa dan Purbowati S. papuensis memiliki berat tubuh dan berat
(2006) pada domba lokal umur 3 - 7 bulan testis yang lebih besar dari P. orientalis
menunjukkan bahwa umur mempunyai sehingga konsentrasi spermatozoa dari
pengaruh yang sangat nyata terhadap panjang S. papuensis juga lebih tinggi dari P.
testis. Jadi, berat tubuh suatu spesies memiliki orientalis. Lebih lanjut, konsentrasi
hubungan yang erat terhadap berat testisnya. spermatozoa dipengaruhi oleh kondisi
Berdasarkan hasil yang diperoleh, data berat individu, genetik, dan pakan (Tethool et al.,
tubuh S. papuensis lebih berat dibanding 2012).

122
Zoo Indonesia 2021 30(2): 117-128
Karakteristik Spermatozoa pada Kuskus Waigeo (Spilocuscus papuensis) dan Kuskus Abu-Abu (Phalanger orientalis)

Tabel 3. Hasil pengukuran morfometri testis dan epididimis P. orientalis dan S. papuensis.
P. orientalis S. papuensis
Kanan Kiri Kanan Kiri
Organ
Panjang Lebar Panjang Lebar Panjang Lebar Panjang Lebar
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)
Testis
10,30 10,20 10,30 10,00 10,40 10,30 13,90 10,40
Epididimis
a. Caput 8,20 7,50 8,60 9,30 7,30 6,10 6,70 7,10
b. Corpus 7,10 6,55 7,50 7,40 7,50 6,50 9,90 5,70
c. Cauda 5,50 4,50 5,50 4,50 6,00 6,10 5,70 6,00

Pada Tabel 3 diperoleh data hasil S. papuensis (Gambar 3b) menggunakan


pengukuran morfometri testis dan epididimis mikroskop optik dengan perbesaran 100x.
P. orientalis dan S. papuensis. Diketahui dari Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa
tabel tersebut bahwa ukuran panjang, lebar, morfologi kedua spesies adalah normal
dan berat epididimis pada S. papuensis dan dengan bentuk kepala elipsoid dengan ekor
P. orientalis relatif bervariasi. memanjang. Morfologi spermatozoa P. orientalis
Epididimis memiliki empat fungsi utama dan S. papuensis yang normal menunjukkan
yang salah satu fungsinya, yaitu sebagai terpenuhinya asupan pakan di alam.
penyimpanan spermatozoa. Epididimis ini Tersedianya sumber pakan yang cukup
memiliki tiga bagian untuk menjalankan merupakan indikator habitat satwa yang baik
fungsinya, yaitu caput, corpus, dan cauda. dari segi kelimpahannya maupun jumlahnya
Panjang epididimis (caput, corpus, cauda) (Martin et al., 2018). Faktor ketersediaan
yang bervariasi selain disebabkan oleh pakan di alam dapat mempengaruhi kehadiran
perbedaan spesies hewan, faktor lain dapat kuskus di alam. Kuskus lebih mudah dijumpai
disebabkan tiap individu memiliki kapasitas pada bulan Oktober – Desember karena adanya
yang berbeda dalam penyimpanan spermatozoa musim bunga dan buah (Marthinus & Tuaputty,
(Tourmente et al., 2011). 2015; Wondama et al., 2018). Hewan
Gambar 3 menunjukkan morfologi umumnya memerlukan bahan pakan yang
spermatozoa P. orientalis (Gambar 3a) dan mengandung enam zat, yaitu air, protein,

Gambar 3. Morfologi spermatozoa: a. Phalanger orientalis, b. Spilocuscus papuensis.

123
Zoo Indonesia 2021 30(2): 117-128
Karakteristik Spermatozoa pada Kuskus Waigeo (Spilocuscus papuensis) dan Kuskus Abu-Abu (Phalanger orientalis)

Tabel 4. Hasil pengukuran morfometri spermatozoa P. orientalis dan S. papuensis.

Parameter P. orientalis S. papuensis


Rerata ± SD Rerata ± SD
Panjang kepala (µm) 3,37 ± 0,32 3,92 ± 00,91
Lebar kepala (µm) 1,42 ± 0,20 3,02 ± 00,65
Panjang ekor (µm) 56,37 ± 5,24 54,37 ± 12,12
Panjang total spermatozoa (µm) 59,75 ± 5,20 58,29 ± 12,14
Abnormalitas 35,82 % 37,36 %
Keterangan : SD = simpangan baku (Standard deviation) dengan jumlah n=200 sel.

karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin. morfometri spermatozoa dengan tingkat


Apabila kekurangan salah satu zat tersebut fertilitas.
dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan Panjang ekor juga mempengaruhi tingkat
dan gangguan reproduksi yang menyebabkan motilitas spermatozoa menuju sel telur, semakin
gangguan birahi, kebuntingan, dan kelahiran panjang flagella/ekor sperma maka semakin
(Hariadi et al., 2011). besar juga kecepatan dan kekuatan dorongan
Tabel 4 menunjukkan data pengukuran yang dihasilkan (Katz & Drobnis, 1990). Dari
morfometri spermatozoa P. orientalis dan hasil pengukuran didapatkan panjang ekor
S. papuensis. Panjang kepala P. orientalis dan P. orientalis dan S. papuensis sebesar 56,37 ±
S. papuensis secara berturut-turut, yaitu 3,37 5,24 dan 54,37 ± 12,12, sedangkan panjang
± 0,32 dan 3,92 ± 0,91, sedangkan untuk lebar total spermatozoa kedua spesies 59,75 ± 5,20
kepala P. orientalis sebesar 1,42 ± 0,20 dan dan 58,29 ± 12,14. Hasil pengukuran kedua
S. papuensis sebesar 3,02 ± 0,65. Dari data parameter ini relatif sama antara P. orientalis
panjang kepala kedua spesies relatif sama, dan S. papuensis.
sedangkan lebar kepala spermatozoa Abnormalitas sperma pada P.orientalis
S. papuensis lebih besar hampir tiga kali lipat sebesar 35,82 % dan pada P. papuensis
dari spermatozoa P. orientalis. Panjang dan sebesar 37,36 %. Hasil abnormalitas ini lebih
lebar kepala spermatozoa mempengaruhi tingkat tinggi jika dibandingkan dengan owa jawa
fertilitas pada beberapa spesies mamalia sebesar 16­% (Astuti et al., 2004) dan Macaca
seperti kuda, babi, dan kelinci. Pada kuda, fascicularis 17% (Gago et al., 1999 dalam
tingkat fertilitas lebih tinggi ditemukan pada Astuti et al., 2004). Peningkatan jumlah
kelompok yang memiliki panjang, lebar, dan abnormalitas sperma berhubungan dengan
luas sperma yang nilainya rendah, sedangkan faktor lingkungan atau habitat satwa tersebut
pada babi, dikatakan fertil apabila panjang tinggal. Selain itu, faktor penyakit, heat
dan luas sperma bernilai rendah dan memiliki stress, serta musim juga mempengaruhi
sperma yang lebar. Lain halnya dengan abnormalitas sperma tersebut (Neu et al., 1992).
kelinci, ukuran kepala sperma yang besar
memiliki tingkat fertilitas yang tinggi (Garcia KESIMPULAN
-Vazquez et al., 2016). Pada marsupial belum Karakteristik sperma pada berat testis
ada penelitian yang mengorelasikan antara dan konsentrasi spermatozoa S. Papuensis

124
Zoo Indonesia 2021 30(2): 117-128
Karakteristik Spermatozoa pada Kuskus Waigeo (Spilocuscus papuensis) dan Kuskus Abu-Abu (Phalanger orientalis)

lebih tinggi dari P. orientalis, namun untuk Budipitojo, T., Sjahfirdi, L., & Maheswari,
karakteristik morfometri spermatozoa kedua H. (2004). Morfometri, Morfologi serta
spesies relatif sama. Perbedaan karakteristik Abnormalitas Spermatozoa Owa Jawa
sperma P. orientalis dan S. papuensis (Hylobates moloch) Asal Ejakulat.
disebabkan oleh variasi spesies, ketersediaan Jurnal Sain Veteriner, XXII (2), 69-72.
pakan, dan lokasi geografis. Lebih lanjut, Comizzoli, P. & Holt, W.V. (2019). Breakthroughs
perlu dilakukan penelitian yang lebih and new horizons in reproductive biology
menyeluruh dari aspek reproduksinya agar of rare and endangered animal species.
konservasi P. orientalis dan S. papuensis di Biology of Reproduction, 101(3), 514-
alam maupun di penangkaran tetap terjaga. 525. doi: 10.1093/biolre/ioz031.
Berdasarkan hasil secara keseluruhan Dwiranti, F., Maker, U.P., & Yohanita, A.M.
memberikan simpulan bahwa reproduksi (2018). Profil darah kuskus Phalangeridae
jantan S. papuensis yang diteliti memiliki di dataran rendah Papua. Scripta
karakteristik lebih baik dibanding dengan Biologica, 5(2), 91-96.
P. orientalis. Hal ini tercermin pada kondisi Gago C, Perez-Sanchez F., Yeung C.H.,
di alam bahwa S. papuensis yang berdasarkan Tablado L., Cooper T.G., & Soler C.
IUCN dikategorikan dengan status rentan, (1999). Morphological Characterization
sedangkan P. orientalis dengan status risiko of Ejaculated Cynomolgus monkey
rendah. (Macaca fascilaris) Sperm. Dalam
Astuti, P., Yusuf, T.L., Sajuthi, D.,
UCAPAN TERIMA KASIH Hayes, E., Budipitojo, T., Sjahfirdi, L.,
Penulis mengucapkan terima kasih & Maheswari, H. (2004). Morfometri,
kepada Prof. Dr. Gono Semiadi, Sigit Wiantoro., Morfologi serta Abnormalitas Spermatozoa
M.Sc., dan seluruh staf Laboratorium PRSL Owa Jawa (Hylobates moloch) Asal
untuk bantuannya dalam penelitian baik di Ejakulat. Jurnal Sain Veteriner, XXII
lapangan maupun di laboratorium pada saat (2), 69-72.
penulisan jurnal ini. Penelitian ini didanai Garcia-Vazquez, F.A., Gadea, J., Matas, C., &
oleh dana DIPA Pusat Penelitian Biologi, LIPI Holt, W.H. (2016). Importance of sperm
Tahun Anggaran 2020. Para penulis morphology during sperm transport and
mendeklarasikan bahwa semua penulis fertilization in mammals. Asian J Androl,
memiliki kontribusi yang sama (in equal 18(6), 844-850.
contribution) dalam penelitian ini. Hariadi, M., Hardjopranyoto, S., Wurlina,
Hermadi, H.A., Utomo, B., Rimayanti,
DAFTAR PUSTAKA Triana, I.N., & Ratnani, H. (2011).
Ardhani, F., Raharja, I.M.U., Boangmanalu, Buku ajar ilmu kemajiran pada ternak.
B.M., & Handoko, J. (2018). Karakteristik Surabaya: Airlangga University Press.
morfologik dan morfometrik spermatozoa Helgen, K., Aplin, K., & Dickman, C.
ayam nunukan. Jurnal Peternakan, 15 (2016). Spilocuscus papuensis. The IUCN
(2): 62-67. Red List of Threatened Species 2016:
Astuti, P., Yusuf, T.L., Sajuthi, D., Hayes, E., e.T20638A21949972. Diakses dari

125
Zoo Indonesia 2021 30(2): 117-128
Karakteristik Spermatozoa pada Kuskus Waigeo (Spilocuscus papuensis) dan Kuskus Abu-Abu (Phalanger orientalis)

https://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2016- Lumoli. Jurnal Sains Veteriner, 33(2),


2.RLTS.T20638A21949972.en. [23 Novem­ 180-189.
ber 2020] Knight, S.A., Baker, R.L., Gianola, D., &
Hogan, L.A., Janssen, T., & Johnston, S.D. Gibb, J.B. (1984). Estimates of
(2013). Wombat reproduction (Marsupialia; Heritabilities and of Genetic and
Vombatidae): an update and future Phenotypic Correlations among Growth
directions for the development of and Reproductive Traits in Yearling
artificial breeding technology. Reproduction, Angus Bulls. Journal of Animal Science,
145, R157-R173. doi: 10.1530/REP-13- 58(4), 887-893.
0012. Martin, T.E., Monkhouse, J., O’Connell, D.P.,
Jacyno, E., Kawecka, M., Pietruszka, A., & Analuddin, K., Karya, A., Priston,
Sosnowska, A. (2015). Phenotypic N.E.C., & Tosh, D.G. (2018). Distribution
correlation of testes size with semen and status of threatened and endemic
traits and the productive traits of young marsupials on the offshore islands of
boars. Reproduction in Dosmestic Southeast Sulawesi, Indonesia. Australian
Animals, 50(6), 926-930. doi: 10.1111/ Mammalogy, 41(1), 76-81. doi: 10.1071/
rda.12610. AM17052.
Leary, T., Singadan, R., Menzies, J., Helgen, Menzies, J.L. (1991). A Handbook of New
K., Wright, D., Allison, A., Hamilton, Guinea’s Marsupials & Monotremes.
S., Sal as, L., & Di ckman, C. Madang, Papua New Guinea: University
(2016). Phalanger orientalis. The IUCN of Papua New Guinea Press.
Red List of Threatened Species 2016: Mustari, A.H. (2020). Manual Identifikasi dan
e.T16847A21951519. Diakses dari Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi.
https://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2016- Bogor : IPB Press.
2.RLTS.T16847A21951519.en. [23 Novem­ Neu, S.M., Timoney, P.J, & Lowry, S.R.
ber 2020] (1992). Changes in semen quality in the
Katz D.F. & Drobnis, E. (1990). Analysis and stallion following experimental infection
interpretation of the forces generated by with equine arteritis virus. Theriogenology,
spermatozoa. In Bavister, B. D. (Editor). 37, 407-431.
Proceedings of the Serono Symposium Panggabean, R., Arifiantini, I., Nalley, W.M.,
on Fertilization in Mammals, Serono & Achmadi, B. (2014). Hubungan antara
Symposia, Norwell, M.S. pp. 125–137. Ukuran Testis dengan Volume Semen
Kasi, S., Meliza, S., Worabai, & Warmetan, dan Konsentrasi Spermatozoa pada Ba­
H. (2019). Identifikasi Jenis-Jenis bi. Dalam Budaarsa, K., Ardana, I.B.K.,
Kuskus di Wilayah Kabupaten Tambrauw. Dhar mawan, N. S., Su ar na, I.W.,
Jurnal Kehutanan Papuasia, 5(2), 175- Suryani, I.G.M.N.N., Ariana, I.N.T., &
185. Trisnadewi, A.A.A.S. (Editor), Prosiding
Marthinus, U. & Tuaputty, P.K. (2015). Seminar dan Lokakarya Nasional
Kajian Fenotip Kuskus (Famili Ternak Babi. Fakultas Peternakan Uni­
Phalangeridae) di Penangkaran Desa versitas Udayana.

126
Zoo Indonesia 2021 30(2): 117-128
Karakteristik Spermatozoa pada Kuskus Waigeo (Spilocuscus papuensis) dan Kuskus Abu-Abu (Phalanger orientalis)

Pattiselanno, F. (2007). Perburuan Kuskus Taman Wisata Gunung Meja Manokwari


Oleh Masyarakat Napan di Pulau Regency, West Irian Jaya. Biodiversitas,
Ratewi Nabire Papua. Biodiversitas,18 7(2), 175-180.
(4), 123-126. Sinery, A.S., Boer, C.D., & Farida, W.R.
Phadmacanty, N.L.P. & Wirdateti. (2014). (2013). Population dynamics of cuscus
Pengamatan histologi, anatomi organ in tourist island of Ahe, District of
reproduksi jantan pada kukang nabire, Papua. Biodiversitas, 14(2), 95-
(Nycticebus coucang). Zoo Indonesia, 100. doi: 10.13057/biodiv/d14020.
23(2), 84-91. Sinery, A.S., Farida, W.R., & Manusawai, J.
Purba, H.J. (2000). Identifikasi Jenis Kuskus (2016). The population of spotted cuscus
di Desa Warkapi Kawasan Cagar Alam (Spilocuscus maculatus) and its habitat
Pegunungan Arfak Kabupaten Manokwari carrying capacity in Numfor Island,
[Skripsi]. Program Studi Budidaya Papua, Indonesia. Biodiversitas, 17(1),
Hutan, Fakultas Pertanian, Universitas 315-321. doi: 10.13057/biodiv/d170143.
Cendrawasih Manokwari. Tamalene, M.N., Payama, B.L., Rahwani, &
Ridla, M.R. (2018). Morfometri testis dan Hasan, S. (2019). Kepadatan kuskus
epididimis serta evaluasi spermatozoa genus Phalanger dan identifikasi
epididimis kucing (Felis catus) pasca tumbuhan pakannya di pulau Obi (The
aplikasi kastrasi metode lubang jarum density of kuskus genus Phalanger and
[Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. its feed plant identification in Obi
Samsudewa, D. & Purbowati, E. (2006). island). Jurnal Penelitian Hutan dan
Ukuran Organ Reproduksi Domba Konservasi Alam, 16(2), 159-171.
Lokal Jantan pada Umur yang Berbeda Tethool, A.N., Arifiantini, R.I., & Agungpriyono,
(Size of Local Rams Reproduction S. (2012). Konsentrasi dan motilitas
Organ at Difference Age). Seminar spermatozoa cauda epididimis bandikut
Nasional Teknologi Peternakan dan (Echymipera kalubu). Jurnal Ilmu
Veteriner, 413-418. Peternakan, 7(1), 26 – 30.
Saragih, E.W., Sadsoeitoeboen, M.J., & Tourmente, M., Gomendio, M., & Roldan
Pattiselanno, F. (2010). The diet of E.R.S. (2011). Mass-specific metabolic
spotted cuscus (Spilocuscus maculatus) rate and sperm competition determine
in natural and captivity habitat. Nusantara sperm size in marsupial mammals.
Bioscience, 2(2), 78-83. PLoS ONE, 6(6), e21244. doi: 10.1371/
Sarasa, M., Serrano, E., Perez, J., Soriguer, R., journal.pone.0021244.
Gonzalez, G., Joachim, J., Fanos, P., & Usmany, M., Tuaputty, H., & Kakisina, P.
Granados, J. (2010). Effect of season, (2015). Kajian Fenotip Kuskus (Famili
age, and body condition on allocation to Phalangeridae) di Penangkaran Desa
testes mass in Iberian ibex. Journal of Lumoli, Kecamatan Piru, Maluku.
Zoology, 281(2), 125-131. DOI: 10.1111/ Jurnal Sain Veteriner, 33(2), 180-189.
j.1469-7998.2009.00689.x Valverde, A., Arenan, H., Sancho, M.,
Sinery, AS. (2006). Species of cuscus in Contell, J., Yaniz, J., Fernandez, A., &

127
Zoo Indonesia 2021 30(2): 117-128
Karakteristik Spermatozoa pada Kuskus Waigeo (Spilocuscus papuensis) dan Kuskus Abu-Abu (Phalanger orientalis)

Soler, C. (2016). Morphometry and Sentosa.


subpopulation structure of Holstein bull Yudi, Yusuf, T.L., Purwantara, B., Agil, M.,
spermatozoa: variations in ejaculates and Wresdiyati, T., Sayuthi, D., Aditya,
cryopreservation straws. Asian Journal Manansang, J., Sudarwati, R., &
of Andrology, 18(6), 851-857. doi: Hastuti, Y.T. (2010). Morfologi dan
10.4103/1008-682X.187579. Biometri Spermatozoa Anoa (Bubalus
Wondama, K.T., Barat, P., & Jenis, V. (2018). sp.) yang Diwarnai dengan Pewarna
Laporan Hasil Kegiatan Survei Populasi William’s dan Eosin-Nigrosin. Media
dan Habitat Kuskus di PT. Wijaya Peternakan, 33(2), 88-94.

128

Anda mungkin juga menyukai