Oleh
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
HALAMAN KONSULTASI
Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara
IndonesiaRusa di Indonesia terdiri dari empat spesies rusa endemik yaitu: rusa
sambar (Cervus unicolor), rusa timor (Cervus timorensis), rusa bawean (Axix
kuhli) danmuncak (Muntiacus muntjak). Pada awalnya rusa merupakan satwa liar
tetapi saatini pemerintah telah menetapkan status rusa sebagai hewan liar yang
dan Arthropoda.Parasit ini terdapat pada permukaan luar tubuh dan hidup di
baik endoparasit maupun ektoparasit sangat merugikan tidak hanya hewan tapi
juga manusia.
lain, yangdikenal sebagai induk semang (inang) adalah parasit yang meliputi
kedalamtubuh tidak selalu diikuti oleh proses sakitnya hewan, tetapi akan
memperlihatkangejala klinis atau parasitosis bila keseimbangan hubungan hospes
feses dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupun larva
infektif.
1.2. Tujuan
pada feses ternak rusa yaitu mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan telur cacing
pada feses ternak rusa dengan metode natif, metode sedimen dan metode apung.
1.3. Manfaat
pemeriksaan telur cacing peda feses ternak rusa dengan metode natif, metode
ukuran badannya di Asia.Ukuran tubuh rusa sambar jantan dapat mencapai berat
225 kg dan betina 135 kg. Ciri-ciri dari rusa sambar adalah memiliki warna bulu
Rusa sambar yang telah dewasa memiliki rambut yang kasar, sedangkan anak rusa
sambar mempunyai bintik-bintik pucat yang samar. Rusa sambar biasanya bersifat
soliter (menyendiri), tetapi yang berkelompok umumnya terdiri dari dua individu
(Harianto dan Dewi, 2012). Aktivitas istirahat rusa biasanya dilakukan disela-sela
Menurut Harianto dan Dewi (2011) klasifikasi rusa timor sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Mammalia
Ordo : Artiodactyla
Family : Cervidae
Sub-Family : Carvidae
Genus : Cervus
Rusa timor mempunyai ukuran tubuh yang kecil, dengan berat badan rusa
timor dewasa mencapai 60-100 kg, tingkat pendek, ekor panjang, dahi cekung,
gigi seri relatif lebih besar, dan rambut berwarna coklat kekuning-kuningan.
Warna rambut berbeda pada musim kemarau dan penghujan. Warna rambut rusa
timor pada musim kemarau adalah coklat kekuning-kuningan, agak gelap pada
bagian belakang, dan lebih terang pada bagian dada (Semiadi dan Nugraha, 2010).
total mikroba kotoran sapi mencapai 3,05 x 1011 cfu/gr dan total fungi mencapai
(Bacillus sp., Vigna sinensis, Corynebacterium sp., dan Lactobacillus sp.), jamur
dan Candida).Bakteri yang terdapat pada kotoran sapi mayoritas jenis bakteri
dan lendir.
butiran yangagak sukar dipecah secara fisik sehingga berpengaruh terhadap proses
olehHidayati dkk (2010), menyatakan bahwa total jumlah bakteri yang terdapat
padakotoran kambing adalah 52 x106 cfu/gr, sedangkan total koliform mencapai
27,8 x 106 cfu/gr. Umumnya kotoran kambing mempunyai C/N rasio diatas 30.
sangat besar.Hal ini akibat cacing parasit menyerap zat-zat makanan, menghisap
darah /cairan tubuh, atau makan jaringan tubuh ternak. Cacing parasit juga
kemampuan usus dalam proses pencernaan dan penyerapan zat-zat makanan serta
berkumpulnya parasit dalam jumlah besar di usus atau lambung ternak dapat
susu pada ternak dewasa dan hambatan pertumbuhan pada ternak muda. Selain itu
penyakit lain seperti bakterial, viral maupun parasit lainnya (Zalizar, 2017).
Jenis cacing yang umum ditemukan pada ruminansia terutama sapi adalah
Toxocara vitulorum. Infeksi paten Toxocara sp. umumnya terjadi pada hewan-
hewan yang masih muda dan sangat jarang ditemukan pada hewan-hewan dewasa
(Estuningsih, 2010).
III. METODEOLOGI PRAKTIKUM
3.3.1.Metode Natif
di object glass
2. Beri satu tetes air pada feses kemudian aduk menggunakan cotton
bud/lidi
10. Tutup permukaan tabung dnegan cover glass, biarkan selama 5 menit
4.2. Pembahasan
Cacing Pada Feses Ternak Rusa”, dimana praktikum ini dilakukan dengan 3
metode kerja diantaranya metode natif, metode sedimen dan metode apung.
Ketiga metode ini dilakukan oleh setiap kelompok dan feses yang digunakan juga
sampel feses rusa untuk dilakukan pemeriksaan telur cacing dengan ke tiga
metode tersebut.
feses ternak rusa dengan menggunakan metode natif didapatkan hasil positif
terdapat telur cacing Ascaris equrium. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh
pakan tambahan dan kualitas sumber air. Selain itu, tidak ada dokter hewan dinas
yang mengontrol kesehatan ternak rusa. Namun demikian, jenis telur cacing yang
ditemukan dalam feses rusa tersebut merupakan jenis telur cacing yang bersifat
cacing pada feses ternak rusa dengan metode sendimen didapatkan hasil positif
sedimentasi dari segi proses pemeriksaannya waktu yang digunakan lebih cepat
dan juga metode sedimentasi lebih mudah untuk mendapatkan telur cacing
berat jenis telur sehingga telur akan mengapung dan mudah diamati. Dalam
pemeriksaan telur cacing pada feses ternak rusa dengan metode apung didapatkan
hasil positif terdapat telur cacing Ascaris equrium. Dengan metode apung sangat
terlihat jelas telur cacing hal ini dikarenakan dalam metode apung terjadi
Dari ketiga cara yang kami lakukan dengan menggunakan metode natif,
metode sedimentasi dan metode apung dalam pemeriksaan investasi cacing pada
feses ternak rusa yang kami periksa positif terdapat telur cacing (Ascaris equrium)
pada feses tersebut. Menurut pendapat Purwata dkk, (2016) yang mengemukakan
makanan, ternak mencari sendiri sehingga tidak menjamin kuantitas dan kualitas
V.1. Kesimpulan
rusa menggunakan 3 metode yaitu metode natif, metode sedimen, dan metode
apung.Dari ketiga metode tersebut positif ditemukan telur cacing ataupun cacing
dalam feses tersebut.Hal ini menunjukkan bahwa feses ternak rusa yang kami
periksaterinfeksi cacing.
5.2.Saran
Saran dari praktikum ini yaitu para praktikan harus melakukan praktikum
dengan serius karna dalam laboratorium terdapat alat-alat yang rentan akan
Bai, S., M. Ravi K., D.J Mukesh K., Balashanmugan, M.D. Balakumaran., P.T.
Kalaicchevlan. 2012. Cellulase Production by Bacillus subtilis
Isolated from Cow Dung, Archives of Applied Science Research, 4(1):
269-279.
Borecka A. 2010. The spread of nematodes from Toxocara genus in the world.
Journal Wiad Parazytol. 56(2): 117-124.
Dewi, B.S dan Wulandari, E. 2011. Studi Perilaku Harian Rusa Sambar (Cervus
unicolor) di Taman Wisata Alam Bumi Kedaton. Jurnal Sains MIPA.
17(2): 75-82 p.
Estuningsih SE. 2010. Toxocariasis Pada Hewan dan Bahayanya Pada Manusia.
Jurnal Wartozoa. 15(3): 136-142.
Harianto S.P. dan Dewi, B.S. 2011. Laporan Pengabdian Perilaku Harian Rusa
Sambar (Cervus Unicolor) Pada Siswa SD N 1 Sukarame Bandar
Lampung. Universitas Lampung.
Harianto, S.P., Dewi, B.S. 2012. Pemahaman Konservasi bagi Penerus Bangsa
Penangkaran Rusa Universitas Lampung. Lampung. 152 p.
Hidayati, Y. A., Ellin H., dan Eulis T. M. 2010. Pengaruh Imbangan Feses Sapi
Potong dan Sampah Organik pada Proses Pengomposan terhadap
Kualitas Kompos.Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains. Vol
12, No. 3 Bulan Agustus.
Purwanta, Nuraeni, Hutauruk JD, Setiawaty S. 2016. Identifikasi cacing saluran
pencernaan (gastrointestinal) pada sapi bali melalui pemeriksaan tinja
di KabupatenGowa.Jurnal Agrisistem. 5(1):10-21.
Semiadi G, RTP Nugraha. 2010. Panduan Pemeliharaan Rusa Tropis. Pusat
Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor.
Singh S. 2002. Human Strongyloidiasis in AIDS era: its zoonotic
importance.Journal of the Association of Physicians of India. 50: 415-
422.
Strube C, Heuer L, Janecek E. 2013. Toxocara spp. infection in paratenic hosts.
Journal Veterinary Parasitology. 193(4): 375-389
Wilson, E. And D.A.M. Reeder. 2013. Cervidae. Mammal Species of the World. A
Taxonimic and Geographic Reference (3rded). Johns Hopkins
University Press, Baltimore.
Zalizar, L. (2017). Helminthiasis Saluran Cerna Pada Sapi Perah. Jurnal Ilmu-
Ilmu Peternakan.Universitas Brawijaya, 27(2), 1-7.