Anda di halaman 1dari 15

Laporan Praktikum I Kesehatan Ternak

PEMERIKSAAN INVESTASI CACING PADA FESES


TERNAK RUSA

Oleh

NAMA : DHARMA SANJAYA


NIM : L1A1 17 036
KELAS : A
KELOMPOK : VII (TUJUH)
ASISTEN : DEWO MADE ANDIKA PUTRA

JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
HALAMAN KONSULTASI

NO Hari/Tanggal MateriKonsultasi Paraf


1

Kendari, November 2019


Menyetujui
Asisten Praktikum,

Dewo Made Andika Putra


NIM. L1A1 16 084
I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara

IndonesiaRusa di Indonesia terdiri dari empat spesies rusa endemik yaitu: rusa

sambar (Cervus unicolor), rusa timor (Cervus timorensis), rusa bawean (Axix

kuhli) danmuncak (Muntiacus muntjak). Pada awalnya rusa merupakan satwa liar

tetapi saatini pemerintah telah menetapkan status rusa sebagai hewan liar yang

dapatdidomestikasi melalui SK Menteri Pertanian No. 362/KPTS/TN/12/V/1990

pada tanggal 20 Mei 1990.

Parasit merupakan organisme yang hidup baik di luar maupun di dalam

tubuh hewan yang untuk kelangsungan hidupnya mendapatkan perlindungan dan

memperoleh makanan dari induk semangnya.Kelompok hewan yang bersifat

parasit tergolong ke dalam Filum Protozoa, Platyhelminthes, Nemathelminthes,

dan Arthropoda.Parasit ini terdapat pada permukaan luar tubuh dan hidup di

dalam tubuh.Filum Platyhelminthes dan Nemathelminthes tergolong dalam

kelompok cacing.Penyakit parasitpada hewan akan menjadi penyebab beberapa

gangguan kesehatan, reproduksi, pertumbuhan, dan produktivitas.Jenis parasit

baik endoparasit maupun ektoparasit sangat merugikan tidak hanya hewan tapi

juga manusia.

Endoparasit adalah organisme yang hidup di dalam beberapa organisme

lain, yangdikenal sebagai induk semang (inang) adalah parasit yang meliputi

virus, bakteri,protozoa, cacing maupun arthropoda. Masuknya parasit

kedalamtubuh tidak selalu diikuti oleh proses sakitnya hewan, tetapi akan
memperlihatkangejala klinis atau parasitosis bila keseimbangan hubungan hospes

dan parasit terganggu.

Menyadari akibat yang dapat ditimbulkan oleh gangguan parasit terhadap

kesehatan ternak, maka sangat diperlukan suatu pengetahuan tentang kehidupan

organisme parasit yang bersangkutan selengkapnya.Oleh sebab itu pemeriksaan

feses dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupun larva

infektif.

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan praktikum pemeriksaan

investasi cacing pada feses ternak rusa.

1.2. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum pemeriksaan investasi cacing

pada feses ternak rusa yaitu mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan telur cacing

pada feses ternak rusa dengan metode natif, metode sedimen dan metode apung.

1.3. Manfaat

Manfaat yang ingin dicapai pada praktikumpemeriksaan investasi cacing

pada feses ternak rusa yaitu mahasiswa memiliki keterampilan melakukan

pemeriksaan telur cacing peda feses ternak rusa dengan metode natif, metode

sedimen dan metode apung.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ternak Rusa

Rusa sambar (Cervus unicolor) merupakan rusa tropis yang terbesar

ukuran badannya di Asia.Ukuran tubuh rusa sambar jantan dapat mencapai berat

225 kg dan betina 135 kg. Ciri-ciri dari rusa sambar adalah memiliki warna bulu

bervariasi antara coklat hingga coklat kehitaman atau coklat kemerah-merahan.

Rusa sambar yang telah dewasa memiliki rambut yang kasar, sedangkan anak rusa

sambar mempunyai bintik-bintik pucat yang samar. Rusa sambar biasanya bersifat

soliter (menyendiri), tetapi yang berkelompok umumnya terdiri dari dua individu

(Harianto dan Dewi, 2012). Aktivitas istirahat rusa biasanya dilakukan disela-sela

aktivitas makan sedangkan aktivitas bergerak dilakukan rusa untuk berpindah

dengan cara berjalan atau berlari (Dewi dan Wulandari, 2011).

Rusa sambar (Cervus unicolor) merupakan rusa yang terbesar ukuran

tubuhnya di daerah tropika. Penyebaran rusa sambar di Indonesia hanya terbatas

di daerah Sumatera, Kalimantan dan pulau kecil di sekitar Sumatera

(Wilson and Reeder, 2013).

2.2. Klasifikasi Ternak Rusa

Menurut Harianto dan Dewi (2011) klasifikasi rusa timor sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Class : Mammalia

Ordo : Artiodactyla

Family : Cervidae
Sub-Family : Carvidae

Genus : Cervus

Spesies : Cervus timorrensis

Rusa timor mempunyai ukuran tubuh yang kecil, dengan berat badan rusa

timor dewasa mencapai 60-100 kg, tingkat pendek, ekor panjang, dahi cekung,

gigi seri relatif lebih besar, dan rambut berwarna coklat kekuning-kuningan.

Warna rambut berbeda pada musim kemarau dan penghujan. Warna rambut rusa

timor pada musim kemarau adalah coklat kekuning-kuningan, agak gelap pada

bagian belakang, dan lebih terang pada bagian dada (Semiadi dan Nugraha, 2010).

2.2. Feses Ternak

Hasil analisis yangdilakukan oleh Bai dkk (2012), menyebutkan bahwa

total mikroba kotoran sapi mencapai 3,05 x 1011 cfu/gr dan total fungi mencapai

6,55 x 104. Komposisimikroba dari kotoran sapi mencakup ± 60 spesies bakteri

(Bacillus sp., Vigna sinensis, Corynebacterium sp., dan Lactobacillus sp.), jamur

(Aspergillus dan Trichoderma), ± 100 spesies protozoa dan ragi (Saccharomyces

dan Candida).Bakteri yang terdapat pada kotoran sapi mayoritas jenis bakteri

fermentorselulosa, hemiselulosa, dan pektin.Kotoran sapi terdiri dari serat

tercerna,beberapa produk terekskresi berasal dari empedu (pigmen), bakteri usus,

dan lendir.

Tekstur feses kambing adalah sangat khas, karena berbentuk butiran-

butiran yangagak sukar dipecah secara fisik sehingga berpengaruh terhadap proses

dekomposisi dan proses penyediaan haranya. Hasil analisis yang dilakukan

olehHidayati dkk (2010), menyatakan bahwa total jumlah bakteri yang terdapat
padakotoran kambing adalah 52 x106 cfu/gr, sedangkan total koliform mencapai

27,8 x 106 cfu/gr. Umumnya kotoran kambing mempunyai C/N rasio diatas 30.

2.3. Cacing Pada Feses Ternak

Kerugian akibat infeksi parasit khususnya cacing pada ternak di Indonesia

sangat besar.Hal ini akibat cacing parasit menyerap zat-zat makanan, menghisap

darah /cairan tubuh, atau makan jaringan tubuh ternak. Cacing parasit juga

menyebabkan kerusakan pada sel-sel epitel usus sehingga dapat menurunkan

kemampuan usus dalam proses pencernaan dan penyerapan zat-zat makanan serta

produksi enzim-enzim yang berperanan dalam proses pencernaan. Selain itu

berkumpulnya parasit dalam jumlah besar di usus atau lambung ternak dapat

menyebabkan penyumbatan atau obstruksi sehingga proses pencernaan makanan

terganggu. Gangguan akibat cacing pada sapimenyebabkan penurunan produksi

susu pada ternak dewasa dan hambatan pertumbuhan pada ternak muda. Selain itu

akibat infeksi cacing parasit menyebabkan kondisi tubuh ternak menurun

sehingga dapat menggagalkan vaksinasi dan memungkinkan timbulnya berbagai

penyakit lain seperti bakterial, viral maupun parasit lainnya (Zalizar, 2017).

Jenis cacing yang umum ditemukan pada ruminansia terutama sapi adalah

Toxocara vitulorum. Infeksi paten Toxocara sp. umumnya terjadi pada hewan-

hewan yang masih muda dan sangat jarang ditemukan pada hewan-hewan dewasa

(Estuningsih, 2010).
III. METODEOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu Dan Tempat

Praktikum pemeriksaan investasi cacing pada feses ternak

rusadilaksanakan pada Selasa, 19 November2019. Jam 13.00 WITA sampai

selesai. Bertempat di Laboratorium Unit Fisiologi, Reproduksi dan Kesehatan

Ternak, Fakultas Petarnakan, Universitas Halu Oleo, Kendari.

3.2.Alat Dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum pemeriksaan investasi cacing pada

feses ternak rusadapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.Alat dan Kegunaan


No. Nama Alat Kegunaan
1. Mikroskop Untuk mengamati sampel
2. Objek glass Untuk meletakan sampel agar dapat
diamati dimikroskop
3. Cover glass Untuk menutup feses pada saat diamati
4. Cotton bud/lidi Untuk mengambil sampel dan
mengaduk feses
5. Tabung sentrifus Untuk menyimpan sampel
6. Sentrifus Untuk menghomogenkan sampel
dengan putaran yang tinggi
7. Pipet pasteur Untuk mengambil campuran bahan
8. Gelas beaker Untuk menyimpan larutan garam jenuh
9. Rak tabung Untuk tempat menyimpan gelas ukur
10. Alat tulis Untukmencatat data pengamatan
11. Kamera/hp Untuk dokumentasi

Bahan yang digunakan pada praktikum pemeriksaan investasi cacing pada

feses ternak rusadapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.Bahan dan Kegunaan


No. Nama Bahan Kegunaan
1. Sampel feses Sebagai objek pengamatan
2. Larutan garam jenuh Sebagai objek pengamatan
3. Air Sebagai objek pengamatan
3.3. Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada pemeriksaan investasi cacing pada feses ternak

rusaadalah sebagai berikut :

3.3.1.Metode Natif

1. Ambil sejumlah kecil feses menggunakan cotton bud/lidi dan letakkan

di object glass

2. Beri satu tetes air pada feses kemudian aduk menggunakan cotton

bud/lidi

3. Tutup dengan cover glass

4. Segera periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 100X

3.3.2. Metode Sedimen

1. Ambil ±3 gram sampel feses kemudian tambahkan ±20 ml air dan

aduk sampai homogen.

2. Saring feses kemudian masukkan filtrate ke tabung sentrifus

3. Tutup tabung sentrifus kemudian lakukan sentrifus dengan kecepatan

1500 rpm selama 5 menit

4. Buang supernatant dan sisakan sedimen dalam tabung

5. Aduk sedimen sampai homogen

6. Ambil sedimen dengan pipet pasteur kemudian letakkan di object glass

7. Tutup dengan cover glass

8. Segera amati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100X


3.3.3. Metode Apung

1. Aduk sedimen yang didapatkan dari metode sebelumnya

2. Tambahkan air dan aduk sampai homogen

3. Lakukan sentrifus dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit

4. Buang supernatant dan sisakan sedimen

5. Ulangi metode di atas bila supernatant belum jernih

6. Bila supernatant sudah jernih, buang supernatant

7. Tambahkan larutan garam jenuh sampai hampir penuh, lalu aduk

dengan cara membolak-balik tabung

8. Letakkan tabung sentrifus pada rak tabung

9. Tambakan larutan garam jenuh sampai permukaannya cembung

10. Tutup permukaan tabung dnegan cover glass, biarkan selama 5 menit

11. Ambil cover glass lalu letakkan di object glass

12. Periksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 100X


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan dalam praktikum pemeriksaan investasi cacing pada

feses ternak rusa dapat di lihat pada Tabel 3.

Tabel 3.Hasil Pengamatan Pemeriksaan Investasi Cacing pada Feses Ternak


Rusa.
No. Metode Hasil Gambar Jenis Cacing

1. Natif + Ascaris equrium

2. Sedimen + Ascaris equrium

3. Apung + Ascaris equrium

4.2. Pembahasan

Praktikum yang telah kami lakukan tentang “Pemeriksaan Investasi Telur

Cacing Pada Feses Ternak Rusa”, dimana praktikum ini dilakukan dengan 3

metode kerja diantaranya metode natif, metode sedimen dan metode apung.

Ketiga metode ini dilakukan oleh setiap kelompok dan feses yang digunakan juga

berbeda disetiap kelompok. Dalam praktikum ini kelompok kami menggunakan

sampel feses rusa untuk dilakukan pemeriksaan telur cacing dengan ke tiga

metode tersebut.

Berdasarkan Tabel 3. Hasil pengamatan pemeriksaan investasi cacing pada

feses ternak rusa dengan menggunakan metode natif didapatkan hasil positif
terdapat telur cacing Ascaris equrium. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh

manajemen pemeliharaan rusa yang kurang diperhatikan , di antaranya pemberian

pakan tambahan dan kualitas sumber air. Selain itu, tidak ada dokter hewan dinas

yang mengontrol kesehatan ternak rusa. Namun demikian, jenis telur cacing yang

ditemukan dalam feses rusa tersebut merupakan jenis telur cacing yang bersifat

zoonosis (Singh, 2002, Borecka, 2010, Strube et al, 2013).

Metode sedimentasi adalah pemisahan larutan berdasarkan perbedaan BJ,

Dalam partikel yang tersuspensi akan mengendap ke dasar wadah. Metode

sedimentasi dilakukan dengan mengaduk sampel atau larutan uji menggunakan

sentrifus dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit.Dalam pemeriksaan telur

cacing pada feses ternak rusa dengan metode sendimen didapatkan hasil positif

terdapat telur cacing Ascaris equrium.Menurut Gandahusada (2010), metode

sedimentasi dari segi proses pemeriksaannya waktu yang digunakan lebih cepat

dan juga metode sedimentasi lebih mudah untuk mendapatkan telur cacing

dibandingkan dengan metode lain.

Metode apung menggunakan larutan garam jenuh yang didasarkan atas

berat jenis telur sehingga telur akan mengapung dan mudah diamati. Dalam

pemeriksaan telur cacing pada feses ternak rusa dengan metode apung didapatkan

hasil positif terdapat telur cacing Ascaris equrium. Dengan metode apung sangat

terlihat jelas telur cacing hal ini dikarenakan dalam metode apung terjadi

pemisahan pertikel-partikel yang besar yang terdapat dalam feses.

Dari ketiga cara yang kami lakukan dengan menggunakan metode natif,

metode sedimentasi dan metode apung dalam pemeriksaan investasi cacing pada

feses ternak rusa yang kami periksa positif terdapat telur cacing (Ascaris equrium)
pada feses tersebut. Menurut pendapat Purwata dkk, (2016) yang mengemukakan

bahwa ternak yang dipelihara secara ekstensif, dimana untuk mendapatkan

makanan, ternak mencari sendiri sehingga tidak menjamin kuantitas dan kualitas

makanan ternak tersebut dengan kebutuhannya, kekurangan makanan akan

menyebabkan ternak mengalami malnutrisi sehiingga mengakibatkan ternak lebih

peka terhadap infeksi cacing.


V. PENUTUP

V.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum pemeriksaan investasi cacing pada feses ternak

rusa menggunakan 3 metode yaitu metode natif, metode sedimen, dan metode

apung.Dari ketiga metode tersebut positif ditemukan telur cacing ataupun cacing

dalam feses tersebut.Hal ini menunjukkan bahwa feses ternak rusa yang kami

periksaterinfeksi cacing.

5.2.Saran

Saran dari praktikum ini yaitu para praktikan harus melakukan praktikum

dengan serius karna dalam laboratorium terdapat alat-alat yang rentan akan

kerusakan sehingga tidak terjadi kesalahan.


DAFTAR PUSTAKA

Bai, S., M. Ravi K., D.J Mukesh K., Balashanmugan, M.D. Balakumaran., P.T.
Kalaicchevlan. 2012. Cellulase Production by Bacillus subtilis
Isolated from Cow Dung, Archives of Applied Science Research, 4(1):
269-279.
Borecka A. 2010. The spread of nematodes from Toxocara genus in the world.
Journal Wiad Parazytol. 56(2): 117-124.
Dewi, B.S dan Wulandari, E. 2011. Studi Perilaku Harian Rusa Sambar (Cervus
unicolor) di Taman Wisata Alam Bumi Kedaton. Jurnal Sains MIPA.
17(2): 75-82 p.
Estuningsih SE. 2010. Toxocariasis Pada Hewan dan Bahayanya Pada Manusia.
Jurnal Wartozoa. 15(3): 136-142.
Harianto S.P. dan Dewi, B.S. 2011. Laporan Pengabdian Perilaku Harian Rusa
Sambar (Cervus Unicolor) Pada Siswa SD N 1 Sukarame Bandar
Lampung. Universitas Lampung.
Harianto, S.P., Dewi, B.S. 2012. Pemahaman Konservasi bagi Penerus Bangsa
Penangkaran Rusa Universitas Lampung. Lampung. 152 p.
Hidayati, Y. A., Ellin H., dan Eulis T. M. 2010. Pengaruh Imbangan Feses Sapi
Potong dan Sampah Organik pada Proses Pengomposan terhadap
Kualitas Kompos.Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains. Vol
12, No. 3 Bulan Agustus.
Purwanta, Nuraeni, Hutauruk JD, Setiawaty S. 2016. Identifikasi cacing saluran
pencernaan (gastrointestinal) pada sapi bali melalui pemeriksaan tinja
di KabupatenGowa.Jurnal Agrisistem. 5(1):10-21.
Semiadi G, RTP Nugraha. 2010. Panduan Pemeliharaan Rusa Tropis. Pusat
Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor.
Singh S. 2002. Human Strongyloidiasis in AIDS era: its zoonotic
importance.Journal of the Association of Physicians of India. 50: 415-
422.
Strube C, Heuer L, Janecek E. 2013. Toxocara spp. infection in paratenic hosts.
Journal Veterinary Parasitology. 193(4): 375-389
Wilson, E. And D.A.M. Reeder. 2013. Cervidae. Mammal Species of the World. A
Taxonimic and Geographic Reference (3rded). Johns Hopkins
University Press, Baltimore.
Zalizar, L. (2017). Helminthiasis Saluran Cerna Pada Sapi Perah. Jurnal Ilmu-
Ilmu Peternakan.Universitas Brawijaya, 27(2), 1-7.

Anda mungkin juga menyukai