ItENNY SAFETY ANGGIE. Studi Histopatologi Insang, Usus dan Otot Ikan
Gurami (0sphronet~zu.sgouranzy) Akibat Infestasi Parasit Protozoa di Desa
Carangpulang Dramaga Bogor. Dibimbing oleh BAMBANG PONTJO
PRIOSOERYANTO dan SRI UTAMI HANDAJANI.
The aim o f the research was to find out the histopathological lesions of
gouranzy Jish gills, intestines, and muscles )on7 Cararzgpularzg Village Bogor.
Fifteen fishes about a year old wlere used as sample in this research.
Histopathological examination was done by lzenzatoxiilin and eosin stain (HE).
Microscopically, gill was the ~izostcommon organ with pathological lesions. Gill
was o f e n infected by j'lagellun~protozoa parrrsites, such as Ichthyobodo sp,
Myxozoa (Hennegujla sp and Myxobolus sp) and unidentified protozoa. In
intestines, no specijic pathological change was found, ~ ~ h i in
l e muscle tissue
hyaline and vacuola degenerations as well as necrotic lesions were commonly
detected. Based on all findings mentioned above, the lesion of gill fishes were
inzcted by protozoa Ichthyobodo sp and myxozoa which can cause
ichthyobodosis. Moreover, we suggest that a non infectious agent such crs
chemical polutans as one of the caused of oedema, telangiectasis and thickening
of Iamella of the gills.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk nxemperolzh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
Pembimbing I1
Mengetahui,
i -4 .-,
DENGAN n\rI SAYA MENYATAKAN BAHWA KARYA ILMIAH IN1 BENAR-
Halaman
DAFTAR IS1 ................................................................................................... vi
...
DAFTAR TABEL ............................................................................................ v111
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix
I . PENDAI-IULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2Tujuan............................................................................................... 2
..
1.3 Manfaat Penelltlan.................................................................... 2
V . KESIMPULAN ........................................................................................... 64
5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 64
5.2. Saran ................................................................................................ 65
No Teks Halatnan
I . Perubalian Histopatologi lnsang ....................................................... 34
2 . Perubahan Histopatologi Otot ......................................................... 57
3 . Perubahan Histopatologi Usus ....................................................... 61
DAFTAR GAMBAR
Teks Halaman
Ikan gurami (Osphr~onemusgouramy).................................................. 3
Ichtyobodo sp ........................................................................................ 17
Ichtyobodo sp yang memiliki bentuk spel-ti komdtetesan air mata ...... 18
. .
Ichthyobodo sp lnelekat di sepanjang epltel Insang ............................. !8
Ichihyobodo sp melekat di sel epitel .................................................. 19
Hennegqa sp dan spora Myxobolus sp ................................................ 22
Chloromyxutn sp merupakan salah satu spesies dari Myxozoa ............. 24
Myxidiurn sp merupakan salah satu spesies dari Myxozoa .................... 24
Telangiektasis pada insang ikan gurami ............................................... 40
Oedema pada insang ikan gurami ........................................................ 40
Lamela insang berbentuk seperti pentungan .......................................... 41
Ichthyobodo .sp dan Myxozoa di insang ikan gurami .......................... 46
Ichthyobodo sp dan Myxozoa di insang ikan gurami ........................... 46
Plasmodia muda di epithelium interlamela di ikan gurami dengan
....
kapsul kolagen mengeulingl plasmcdia ................................................. 50
Plasmodia muda di epithelium intralamela di ikan gurami dengan
kapsul kolagen mengelilingi plasmodia ................................................. 50
Lesio pada insang ikan gurami yang berisi plasmodia dengan
spora matang dari Myxobolus sp ..................................................... 51
Hiperplasia dan perubahan tempat epithelium respiratori dari insang
ikan yang terinfeksi oleh kista Henneguya sp ...................................... 53
Telangiektasis dan sarang Myxozoa mengintiltrasi lamela
..
sekunder dl Insang ikan gurami ........................................................... 53
Spora Myxobolus sp dan Henneguya sp berukuran
11,25 x 3, 75 pm menginfiltrasi kartilago insang ikan gurami .............. 54
Spora Myxozoa mengintiltrasi kartilago insnag ikan gurami .............. 54
21 . Protozoa belum teridentifikasi di epitel lamela insang ikan gurami ..... 5G
22 . Nekrosa pada olot ikan gurami ......................................... ................... 59
23 . Degenerasi lemalc dan hialin pada otot ikan gurami .......................... 59
24. Usus pada ikan gurami ......................................................................... 63
I. PENDAHULUAN
2.1.1 Klasifikasi
Penduduk di Jawa menyebutnya gurami, gurame, gurameh, grameh, brami. Di
Sumatra dan Kalimantan akrab disebut kalui, kalua, kalwe, kali dan sialui. Dalam
daftar klasifikasi (pengelompokan biologi), gurami termasuk dalam bangsa
Labirinthici dan suku Anabantidae (Sitanggang dan Sarwono 1987).
Klasifikasi gurami secara lengkap menurut Saanin (1984) adalah sebagai
berikut, termasuk dalam filum Chordata yang merupakan hewan bertulang belakang,
kelas Pisces yaitu ikan yang bernafas dengan insang, ordo Labyrinthici adalah ikan
yang memiliki alat pernafasan tambahan labirin, sub-ordo Anabantoidea dan famili
Anabantidae memiliki sekitar 20 genus. Ikan guralni yang dikonsumsi manusia
inasuk ke dalam genus Osphvonemzrs dan memiliki nama spesies Osphr-onenzzcs
gournmy.
2.1.2 Morfologi
Gurami memiliki bentuk fisik khas. Badalinya pipih, agak panjang dan lebar.
Badan itu tertutup sisik yang kuat dengan tepi agak kasar. Mulutnya kecil, letaknya
miring, tidak tepat di bawah ujung bibir. Bibir bawah terlihat menonjol sedikit
dibandingkan bibir atas. Ujung mulut dapat disembulkan sehingga muka menonjol
(Sitanggang dan Sarwono 2002).
Penampilan gurami dewasa (tua) berbeda dengan yang masih muda.
Perbedaan itu dapat diamati berdasarkan ukuran tubub, warna bentuk kepala dan dahi.
Warna dan perilaku gurami muda jzuh lebih menarik dibandingkan gurami dewasa.
Ciri khas gurami dewasa yaitu memiliki lebar badan hampir dua kali pa11jang
kepala atau ?4 kali panjang tubuh. Bentuk kepala dempak (tumpul), berdahi agak
menonjol. Tonjolan dahi gurami jantan yarlg sudah tua berbentuk seperti cula.
Gurami dewasa berpunggung tinggi. Di atas punggung terdapat sirip punggung yang
keras dan tajam. Di bawah sirip punggung terdapat tulang rusuk yang bergaris
menyilang. Panjang sirip punggung dapat mencapai pangkal ekor, begitu pula sirip
dubur. Sirip ekor berbentuk busur.
Ciri khas gurami muda yaitu berukuran seperti korek api, memiliki 8 garis
tegak berwarna hitam pada kedua sisi badannya. Garis tegak itu biasanya hilang
setelah ikan dewasa. Gurami muda berkepala lancip ke depan, berdahi rata. Sirip
duburnya terdapat bintik gelap yang dilingkari wama kuning atau keperakan. Sirip
dadanya terdapat bintik hitam. Pada perut terdapat sirip perut. Jari-jari sirip perutnya
akan mengalami perubahan menjadi sepasang benang panjang yang berfungsi sebagai
alat peraba setelah ikan dewasa. Warna tubuh dan punggung gurami muda pada
umumnya bin1 kehitaman dengan bagian perut putih. Menjelang dewasa warna tubuh
dan punggung berubah menjadi kecoklatan dan warna perutnya berubah menjadi
kuning keperakan (Sitanggang dan Sarwono 2002).
2.1.3 Habitat
Di ala~n,gurami mendiami perairan yang tenang dau tergenang seperti rawa-
rawa, situ dan danau. Di sungai yang berarus deras, jarang dijumpai guranii.
Kehidupannya yang menyukai perairan bebas arus itu terbukti, ketika gurami sangat
mudah dipelihara di kolaln (Sitanggang dan Sarwono 2002). Budidaya ikan gurami di
air yang agak asin dilaltukan penduduk di Cengkareng, Kamal, dan Tegal Alur di
wilayah Jakarta Barat.
Walau gtrami dapat dibudidayakan di dataran rendah dekat pantai, perairan
yang paling optimal untult budidaya adalah yang terletak pada ketinggian 5 - 4 0 0
meter di atas permukaan laut seperti di Bogor, Jawa Barat. Ikan ini masih bertoleransi
sampai pada ketinggian 600 meter di atas permukaan laut seperti di Banjarnegara,
Jawa Tengah. Yang jadi patokan adalah suhu air di lingkungan hidupnya. Suhu ideal
untuk gurami adalah 24C -28C (Sitanggang dan Sarwono 2002).
2.1.5 Pencernaan
Saluran pencernaan ikan terdiri dari segmen mufut, faring, esophagus,
lambung, pilorik, usus, rektum dan anus. Usus s-bagai salah satu segmen saluran
pencemaan ikan yang berfungsi sebagai telnpat terjadinya pencernaan dan
penyerapan zat makanan. Perbandingan panjang usus dengan panjang tubuh ikan
herbivora (pemakan nabati) adalah 3.70-6.0, ikan omnivora (pemakan nabati dan
hewani) 1.30-4.20 dan ikan karnivora (pemakan hewani) adalah 0.50-2.40 panjang
tubuh (Opuszynsky dan Shireman 1995).
Ikan gurami adalah salah satu jenis ikan pemakan tumbuh-tumbuhan air yang
mempunyai usus yang pendek dibandingkan ikan jenis herbivora lainnya. Menurut
Affandi (1993) ikan gurami yang panjang total tubuhnya antara 3.8-5.0 cm
mempunyai rasio panjang usus terhadap panjang total tubuh sebesar 1.11-1.64
sedangkan yang berukuran panjang total 13.5-15 cm mempunyai rasio panjang usus
terhadap panjang total tubuh sebesar 1.31-2.3 1.
2.1.6 Pertumbuhan
Pertumbuhan gurami sangat lambat dibandingkan jenis-jenis ikan budidaya
yang lain. Pertumbuhan gurami sangat dipengaruhi oleh faktor keturunan, kesehatan,
pakan, ruang hidup dan umur. Untuk mendapatkan gurami dengan berat 1 kg dari
benih 1 cm membutuhkan waktu sekitar 4-5 tahun di kolam pekarangan dengan
pemeliharaan tradisional (Sitanggang dan Sarwono 1987).
Secara umum, di habitat alaminya gurami mencapai panjang total sekitar 15
cm pada umur satu tahun, 25 cm pada umur dua tahun, dan 30 cm pada umur tiga
tahun. Berbeda dengan burung dan mamalia, sebagian besar ikan mempunyai
kapasitas meneruskan pertumbuhan selama hidupnya bila kondisi lingkungan
llidupnya memungkinkan. Walaupun detnikian, pertumbuhan ikan di usia tua relatif
lambat (Jangkaru 2002).
Pertumbuhan ikan akan berlangsung cepat pada umur 3-5 tahun. Selanjutnya
ikan tua lebih banyak mempergunakan pasokan energi dan zat hara untuk
pemeliharaan tubuhnya. Pertumbuhan awal individu mengalami perlambatan selama
pematangan kelamin pertama kali. Sebagian besar energi dan zat hara dipergunakan
untuk perkembangan kelamin. Selain itu, selama rnembuat sarang dan menjaga
anaknya, pertumbuhan gurami mengalami hambatan karena pada masa it11 gurami
umumnya makan sedikit bahkan tidak makan sama sekali (Jangkaru 2002).
Pertumbuhan individu gurami per hari raia-rata hanya mencapai 2,O gram
menurut hasil penelitian Pusat Percobaan Perikanan Darat di Depok (197811979).
Untuk mendapatkan gurami konsumsi berbobot 500 gramlekor dari benih 1 cm,
diperlukan masa pemeliharaan lebih dari setahun. Pembesaran gurami secara
tnonokultur dan intensif, untuk mencapai panjang total sekitar 15 cm (berbobot 400-
600 gramlekor) dari benih 1 cm, membutuhkan waktu pemeiiharaan satu sampai satu
setengah tahun. Panjang 25 cm (600-800 gramlekor) dicapai pada umur dua tahun,
dan 30 cm (1000 gramlekor) pada umur 3 tahun. Pertumbuhan gurami baru
berlangsung cepat pada umur 3-5 tahun. Untuk mendapatkan gurami sebagai ikan
konsumsi berbobot 500 gramlekor butuh masa pemeliharaan lebih dari satu tahun
(Sitanggang dan Sanvono 2002).
2.1.11.1 OtotPolos
Serabut otot polos memanjang, sel spindle-shaped berfungsi melakukan
pergerakan kontraktil involuntari dan memelihara bentuk dari banyak jaringan sepel-ti
dinding dari saluran pencernaan makanan, hati dan saluran pankreas. Sel otot diatur
satu demi satu atau di dalam bungkus. Di dalam lapisan atau hungkus dari otot polos,
suatu kuantitas kecil dari jaringan berhubungan dengan fibroblasts, kolagenous,
serabut elastis dan kapiler serta syaraf autonom hadir di antara serabut itu. Permukaan
dari pembungkus otot pada umumnya ditutup dengan suatu membran tipis ke lamina
basal dari epithelial. S t ~ ~ dult~~astruktural
i sudah menunjukkan bahwa tidak ada
penghubung khusus antara sel berdekatan. Sarcoplasma zuxtanuclear berisi
mitokondria yang sedikit langsing. Sitoplasma diisi myofilamen paralel tipis. Dalam
potongan melintang, myofilarnen teriihat seperii titik kecil. Dalam penampang
longitudinal. inti yang panjang, tunggal dan tipis terpusat. di bagian tengah paling luas
dari serabut. inti sel lcaya akan kromatin dan berisi satu sampai lima nukleoli
(Takashima dan Hibiya 1995).
al. 2005).
2.2.4.2.1 Pengendalian
Ichthyobodosis secara luas terdistribusi dalam spesies ikan yang berbeda,
terutama dalam larva dan umur muda, serta kematian dapat terjadi pada anak ikan
atau ikan hias dengan infeksi sedang hingga infeksi hebat. Selain keinatian langsung,
kerusakan tidak langsung terjadi hingga mengurangi kondisi kesehatan dan lesion
insang harus dipertimbangkan. Diagnosis berdasarkan uji mikroskopis dan
histopatologi.
Penangulangan penyakit pada gurami dapat dilakukan melalui sanitasi air dan
kolam, desinfeksi peralatan dan ikan, serta vaksinasi. Sebelum masuk ke kolam, air
dapat disanitasi dengan melewatkannya pada bak pengendapan lalu ke bak filter.
Sanitasi kolam yang dilakukan setelah pemanenan dapat ditempuh dengan
menaburkan kapur. Deinfeksi peralatan dilakukan dengan KMn04. Desinfeksi ikan
yang akan ditebar dilakukan dengan betadine atau KMn04. Agar kekebalan ikan
meningkat dan berlanjut maka dilakukan vaksinasi ulang pada umur 1-1,s bulan
melalui pakan (Jangkaru 1998).
Semua ikan yang baru masulc harus dikarantina sarnpai yakin bahwa rnereka
bebas dari' parasit. Ikan-ikan harus dipisahkan berdasarkan umur dan ikan carrier
harus dicegah tnasuk ke dalam kolam. Usaha pencegahan dapat dilakukan yaitu
dengan menciptakan suasana kesegaran dan menjamin kesehatan bagi ikan sehingga
ikan mempunyai daya tahan terhadap serangan penyakit. Bila terdapat ikan yang
diserang segera dipindahkan ikan tersebut dan segera melakukan pengeringan kolam.
Memperbaiki kondisi air secara umum sering paling mudah dilakukan. Pencegahan
yang baik adalah dengan menjaga kondisi air dengan baik dan selalu meiakukan
pergantian dengan teratur (Reclos 2006). Usahakan air selalu dalam temperatur 80-83
"F dalam beberapa hari.
Pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kimia dan
antibiotika melalui perendaman, penambahan dalam pakan dan injeksi (Jangkaru
1998). Pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan CuS04 (Copper Sulfat) dan
KMnOj (Kalium Permanganat) dengan dosis tunggal pada konsentrasi yang pas
biasanya efektif (Durborow 2003).
Pengobatan terbaik adalah menggunakan copper sulfat selama beherspa hari.
Copper sulfat atau potassium permanganat dalam bak ikan joga dapat digunakan
sebagai obat altematif (Anonim 2006). Acriflavine (trypaflavine) bisa digunakan
sebagai pengganti. Acriflavine dapat berkemungkinan menyebabkan ikan menjadi
steril dan copper dapat meracuni ikan (Anonim 2008).
Ichthyobodosis atau costiasis dapat diobati dengan formalin 1:4000 atau
1:6000 dalam bak ikan dengan kandungan udara oksigen yang bagus (Pellitero 2008).
Pengobatan yang mudah juga dapat dilakukan dengan pemberian garam NaCl di bak
ikan, yang biasanya disebut dengan salt treatment. Malachite green juga dapat
digunakan sebagai pengobatan pada ikan gurami (Anonim 2006). Solusi ini stabil
hanya sepanjang malachite green terjaga tetap dingin dan jauh dari cahaya. Tidak
boleh menjaga atau menyimpan malachite green bersama dengan makanan di dalam
lemari es karena malachite green bersifat toksik tinggi dan karsinogenik.
2.2.4.3 Myxozoa
Sampai saat ini Myxozoa diklasifikasikan sebagai parasit Protista. Pada
awalnya klasifikasi menempatkan Myxozoa dengan Mikrosporida, dan di bawah
filum Apicomplexa, bersama-sama dalam kelas Sporozoa. Sebagaimana keragaman
sejarah makhluk hidup yang telah dipahami dengan lebih baik, kelas Sporozoa hanya
mengacu pada Apicomplexa sedangkan Mikrosporida dan Myxozoa tetap daiam
Cnidospora. Baru-baru ini, sesuai dengan perbedaan yang sangat besar pada
kompc?s:si ultrastruktural parasit-parasit ini, Myxozoa telah dinaikkan ke tingkat
filum. Hal ini menyebabkan Myxozoa berdiri sendiri sebagai filum tanpa afinitas
filogenetik yang jelas terhadap Protista yang lain. Ahli sistematika telah gaga1
menentukan tentang afinitas filogenetik Myxozoa, juga tidak bisa menemukao
hubungan yang sinkron pada asal-usul Cnidaria. Jadi sekarang Myxozoa berdiri
sendiri dan berpisah dengan Cnidaria (Siddal et al. 1995).
Klasifikasi Henneguya sp menurut Wikipedia (2008)adalah sebagai berikut,
Henneguya sp merupakan kingdom Animalia. Karakterisitlk dari kingdom tersebut
adalah multiseluler dengan tipe sel eukaryotik tanpa dinding sel. Henneguya sp dari
genus Henneguya ini masuk ke dalam filum Myxozoa. Filum Myxozoa
dikarakteristikan dengan spora multiseluler, dengan satu atau lebih kapsul polar dan
katup. Klasifikasi berdasarkan struktur dari spora, Henneguya sp merupakan kelas
Myxosporea karena karakteristik dari kelas tersebut memiliki dua tipe yang unik,
tetapi lebih dari enam nematosit seperti kapsul polar, masing-masing memiliki
filamen polar bergulung. Tahap trophozoit secara umum berkembang baik dan pada
tahap ini mengambil tempat utama proliferasi. Spora tersebut bisa jadi coelozoic atau
histozoic. Henneguya sp termasuk ordo Bivalvulida. Karakteristik dari ordo tersebut
adalah spora dengan dua katup. Henneguya sp merupakan sub ordo Platysporina.
Platysporina memiliki karakteristik yaitu spora dengan dua kapsul polar pada satu
kutub dalam tempat sutural. Gambar 6 adalah gambar Henneguya sp dan spora
Myxobolus sp yang merupakan salah satu spesies dari Myxozoa.
Gambar 6. Henneguya sp (panah) dan spora Myxoboltcs sp (kepala panah)
(Siddal et al. 1995)
2.3 Imunitas
Sistem kekebalan non-spesifik mencakup pertahanan pertama dan pertahanan
kedua. Pertahanan pertama yaitu pertahanan fisik meliputi, sisik, kulit dan mukus.
Mukus memiliki kemampuen menghambat kolonisasi mikroorganisme pada kulit,
insang dan mukosa. Mukus ikan mengandung imunoglobulin (IgM) alami dan bukan
sebagai respon dari pemaparan antigen (Irianto 2005). lmunoglobulin merupakan
antibodi yang dapat menghancurkan patogen yang menyerang tubuh. Adapun sisik
dan kulit berperan dalam melindungi ikan dari kemungkinan luka dan sangat penting
peranannya dalam mengendalikan osmolaritas tubuh. Kerusakan pada sisik atau kulit
dapat mempermudah patogen menginfeksi inang.
Aktivitas sel yang merupakan kekebalan non-spesifik atas masuknya antigen
tertentu ke dalam tubuh ikan dibagi atas dua aksi. Pertama, sistem kekebalan non-
spesifik bekerja dengan mempertahankan diri terhadap masuknya antigen.
Mekanisme pertahanan tersebut yaitu dengan menghancurkan antigen bersangkutan
secara non-spesifik melalui proses fagositosis (Irianto 2005). Sel-sel fagositik
utamanya terdiri dari monosit (prekursor-prekursor makrofag), makrofag dan
granulosit (leukosit granular) (Kresno 1996).
Selain fagositosis, respon kekebalan non-spesifik yang kedua adalah reaksi
inflamasi. Sel-sel sistem kekebalan tersebar di seluruh tubuh, tetapi bila terjadi infeksi
di satu tempat maka sel-sel kekebalan perlu dipusatkan ke lokasi infeksi. Sela~na
respon tersebut berjalan, terjadi tiga proses penting, yaitu : peningkatan aliran darah
yang banyak membawa sel polimorfonuklear (PMN) ke area infeksi polilnorfonuklear
(PMN) merupakan gabungan sel neutrofil, eosinofil dan basofil (Icresno 1996).
Sistem imun pada ikan umumnya hampir sama dengan hewan vetebrata lain,
perbedaannya hanya terletak pada organ pembentukannya, proses pembentukan, serta
jenis dan komponen imunnya (Fange 1982). Sistem ini sangat tergantung pada suhu
dan dipengaruhi faktor lingkungan yang lain (Anderson 1974). Organ pembentuk
respon imun dan darah dikenal sebagai organ limphomieloid disebut demikian karena
jaringan limphoid dan meiloid bergabung menjadi satu. Jaringan tersebut terutama
terbentuk dari jaringan granulopoietik yang kaya akan enzim lisozim yang diduga
mempunyai peran penting dalam reaksi kekebalan tubuh (Fange 1982). Pada ikan,
jaringan pembentuk darah terdapat dalam stroma limpa dan intersitiuxi ginjal.
Antigen yang masuk ke dalam tubuh akan difagosit oleh makrofag, selanjutnya
makrofag akan mengirim pesan kepada limfosit yang aktif. Limfosit akan membelah
diri (proliferasi) dan akan membentuk antibodi (Anderson 1974).
Gambar 10. Oedema pada insang ikan gurami (HE, 1 bar= 60 pm)
Gambar 11. Lamela insang berbentuk seperti pentungan (HE,l b a d 0 ~ m )
Secara histologi, jelas bahwa luka-luka berawal dalam ruptur sisa-sisa pilar
atau pilaster, sel-sel yang biasanya bergabung pada permukaan dorsal lamela
sekunder sampai ventral. Hasilnya dilatasi kapiler lamela dan penggumpalan darah,
di mana trombosit dan fibrosis bergabung dengan lamela di dekatnya atau diserap
lagi. Jika ada banyak telangiektasis lamela, fungsi respirator bisa terganggu terutama
pada suhu tinggi, saat level oksigen metabolik tinggi. Bila ikan tersebut terus-
menerus mengalami trauma itu, dapat terjadi ruptur dan hemoragi fatal.
Telangiektasis yang ekstensif membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih daripada
luka-luka hiperplasia pada insang (Robert 2001).
4.1.2 Hiperplasia dan Hipertroil Lamela
Hipcrplasia lamela lebih merupakan respon jangka panjang dari sel malpigi
terhadap level terendah iritasi. Sel-sel pada dasarnya berasal dari lamela primer,
kemudian pindah secara distal. Pada tahap awalnya, membentuk sekelompok sel pada
tepi tonjolan lamela sekunder dan disebut "clubbing lamela".
Mungkin sekali terjadi penambahan jumlah sel mukus di dasar lamela, tapi
sangat bervariasi hasilnya. Nantinya seluruh ruang lamela terisi oleh metaplasia
mukus yang bergerak sehingga daerah respirasi sangat berkurang.
Penebalan epitelium lamela biasanya berhubungan dengan peningkatan
jumlah dan migrasi sel malpigi pada lamela primer. Insang yang rusak karena
keasaman air yang disebabkan oleh hujan asam dan kemudian peningkatan dalam
larutan alumunium tanah, menunjukkan bahwa oedema lamela memang terjadi. Hal
ini disertai dengan derajat pembengkakan lamela dan hipertropi pada sel-sel epitelia
individu.
Ada juga perubahan yang terjadi pada arsitektur sel pilar dasar, tetapi faktor
utananya adalah peningkatan jumlah se! klorid yang signifikan. Hal ini meluas pada
permukaan lamela sekunder dan bukannya bertempat di lubang kecil yang cekung
(terbenam). Sel-sel klorid tersebut bahkan muncul di permukaan.
Tipe sel-set klorid ini memunc~:lkan hiperplasia lamela dengan level-level
penyerapan alumunium tinggi dalam insang, dapat juga terlibat dengan fluksionik
melalui epitelia dan dengan fungsi sel klorid normal. Hal ini dapat terjadi lebih jelas
dan akut pada suhu rendah, pada daerah yang terjadi peradangan pada insang, sekresi
mukus dan komponen-komponen khusus. Utamanya dari dasar lamela dan epidermis
lamela primer terpoliferasi, terbentuk lapisan luas yang buruk (kenyal) dan kutikula
insang yang terlihat normal (Robert 2001).
Gambar 13. Ichthyobodo sp (panah) dan Myxozoa (kepala panah) di insang ikan
gurami (HE,I ba~=20 pm)
Hasil pengamatan yang telali dilakukan yaitu terlihat sebagian besar
~chrh~obodo
sp tidak menginfiltrasi sel epitel lamela, melainkan terlihat jelas berada
bebas di antara lalnela primer dan sekunder insang membentuk kelompok. Sedangkar.
sebagian kecil lainnya menginfiltrasi sel epitel lamela primer dan sekunder insang,
dapat dilihat pada Gambar 12 dan 13.
Akibat umum dari infeksi Ichthyobodo sp terhadap insang adalah
telangiektasis atau dilatasi dari sejumlah kecil pembuluh darah di lamela sekunder.
Kondisi ini dapat juga akibat dari sejumlah racun yang mencemari lingkungan
(environmental toxin). Telangiektasis dapat menjadi penyebab secara iatrogenik
dalam beberapa ikan oleh konkusi cranial (Herman and Meade 1985 dalam Noga
2000). Nekrosis nampak jelas dari jaringan insang (gillrot) berkarakter dari rusaknya
lamela sekunder dan dalam kebanyakan kasus, mengelupasnya jaringan insang
hingga ke tulang cartilago/tulang rawan dari lamela primer. Itu juga dapat terjadi
akibat pigmentasi bakteri dan macam-macam toksin.
4.1.4 Myxozoa
Myxozoa parasit utama pada invertebrata dan vertebrata poikilotermik,
dicirikan dengan spora mu!tiseluler, dinding sel yang terdiri atas satu, dua atau tiga
sampai enam katub yang terkadang dilengkapi dengan Senjolan yang panjang. Spora
dikembangkan dalam plasmodia multinukleat (pansporoblast) dan dicirikan dengan
adanya 1-6 kapsul polar, yang masing-masing terdiri dari satu padatan yang
bergelung filamen polar. Dengan menggunakan alat yang terakhir (kapsul polar ke-6)
spora disentuhkan ke dinding usus ketika ingestasi oleh induwsemang. Sporoplasma
meninggalkan spora dan masuk ke dinding usus dan (mungkin) didistribusikan ke
organ-organ dan reproduksi aseksual dimulai. Myxozoa didiagnosa dan
diklasifikasikan menurut susunan katub spora dan lokasi kapsul polarnya.
Kelas Myxosporea dari filum Myxozoa terdapat banyak spesies, beberapa dari
mereka patogen, parasit pada organ ikan dan jaringan yang berbeda. Uji ulas
menunjukkan adanya beberapa spora lamela filamen insang, yang diidentifikasi
sebagai Henrteguya sp (Myxozoa : Myxobolidae).
Tahap perkembangan Myxozoa yaitu spora memiliki satu binukleat atau dua
sporoplasma uninukleat, satu hingga enam (biasanya dua) kapsul kutub (refraktil
dalam spora hidup; masing-masing memiliki filamen kutub) dan sebuah kulit
cangkang dengan dua sampai enam pembuluh. Ketika spora memasuki tubuh si
inang, ha1 tersebut memicu adanya kutub lingkar filamen. Pembuluh spora
memisahkan diri, menghasilkan infektif sporoplasma. Saat spora pecah, terjadi
~ e n g ~ a b u n g adua
n sporoplasma uninukleat, menghasilkan satu-satunya tahapan
uninukleat dalam siklus hidup parasit. Kemudian zigot akan berpindah ke target
jaringan inang. Walau begiru, terdapat gejala bahwa kejadian tersebut dapat terjadi
dalam intermediate host. Sekali waktu dalam inang, tropozoit biasanya berpindah
secepat mungkin ke dalam jaringan target. Meski begitu, di beberapa spesies, tahap
pemisahan proliferatif dapat menimbulkan gejala dalam organ daripada jaringan
target yang meningkatkan jumlah parasit dalam inang tanpa adanya sporogenesis
(tahap ekstrasporogonik) (Noga 2000).
Di dalam jaringan target, tropozoit dapat berkembangbiak dengan salah satu
diantara dua cara. Di beberapa spesies, nukleus dibagi untuk menghasilkan plamodia
besar berisi sel generatif, sebanyak mungkin nuklei yang merupakan plasmodia itu
sendiri. Dalam spesies lain terdapat plasmodia kecil dalam jumlah besar, masing-
masing memiliki satu nukleus vegetatif yang dibagi untuk menghasilkan banyak
parasit sebelum sporogoni. Dalam coelozoic spesies, plasmodia melapisi dinding
lumen atau permukaan epithelial, dimana mereka bisanya terbagi dengan membelah
diri menjadi dua bagian atau lebih atau dengan memproduksi kuncup multinukleat
mega 2000).
Dalam Coelozoic spesies, secara tetap plasmodia membelah diri dan
memproduksi spora terus-menerus, menghasilkan infeksi yang dapat bertahan lama.
Sebaliknya, produksi spora dalam histozoic plasmodia terjadi secara berkelanjutan
dan bahkan plasmodium matang dalam paket besar spora. Plasmodia dikondisikan
dekat dengan suatu permukaan luar, seperti insang atau intestine, mungkin ruptur,
menghasilkan spora. Diseminasi spora dari jaringan yang lebih dalam kemungkinan
bergantung pada kematian inang oleh predator. Spora termasuk talian terhadap
lingkungan sekitar Woga 2000).
Dapat dilihat pada Gambar 14 adalah insang ikan gurami, terlihat jelas sarang
Myxozoa yaitu plasmodia muda Henneguya sp di epithelium interlamela yang
dikelilingi kapsul kolagen, sedangkan Gambar 15 adalah bentuk epithelium
intralamela yang berisi plasmodia muda yang dikelilingi kapsul kolagen juga.
Parasit berkembang di dalam bagian insang interlamela (luar) dan intralamela
(dalam). Plasmodia dikelilingi ole11 kolagen tipis. Pada tahap lanjut, infeksi
menyebabkan deformasi (per~bahansusunan) struktur lamela, dan menyebabkan
hiperplasia yang hebat di dalam sel epitel, tapi tidak di dalam sel mukus. Tidak ada
reaksi peradangan yang teramati pada ikan yang terinfeksi (Adriano el al. 1995).
Berdasarkan hasil pengamatan terdapat protozoa Myxozoa di intralamela dan
interlamela pada insang. Protozoa tersebut dikelilingi kolagen tipis yang
kemungkinan berisi Myxozoa dari salah satu siklus hidupnya yaitu tahap plasmodia
muda dari Henneguya sp.
Studi histcpatologi menunjukkan hiperplasia epitel dan memenuhi ruang
diantara lamela sekunder, kongesti dan teleangiektasis sinusoidal, juga mengamati
hyperplasia pada sel goblet dan beberapa kista parasit. Beberapa kista terletak di
antara lamela sekunder, tertutup atau tidak dengan epithelium hiperplasik.
Patogenesis sebagian besar Myxozoa yang menginfeksi ikan relatif tak
berbahaya, hanya memacu reaksi ringan inang. Tetapi infeksi hebat dapat menjadi
serius, mengakibatkan kerusakan mekanik dari pseudokista dari nekrosis jaringan dan
inflamasi dari trophozoit. Ikan muda biasanya paling rentan terinfeksi myxozoan
(Noga 2000).
Tahap awal dari siklus hidup biasanya inemacu sedikit reaksi inang, tetapi
plasmodia dengan spora matang sering menyebabkan inflamasi besar. Secara
menarik, dalam banyak kasus, kerusakan jaringan terjadi paling besar setelah
kematian inang, ketika enzim dilepaskan oleh parasit dipercaya dapat menyebabkan
liquifaksi otot dalam jumlah besar. Otot lisis dapat menyebabkan reduksi serius
dalam nilai karkas (Noga 2000).
Gambar 14. Plasmodia muda di epithelium interlamela di ikan gurami dengan
kapsul kolagen mengelilingi plasmodia (HE, 1 bar= 40 pm)
Gambar 15. Plasmodia muda di epithelium intralamela pada ikan gurami dengan
kapsul kolagen mengelilingi plasmodia (HE, 1 bar= 40 pm)
Gambar 16. Lesio pada insang ikan gurami yang berisi plasmodia dengan spora
matang dari Myxobolus sp (HE, I bar= 60 pm)
Gambar 21. Protozoa belum teridentifikasi di epitel lamela insang ikan gurami.
(HE, I bar= 40 pm)
Nekrosa pada sel otot dapat bersifat seinentara atau permanen. Pada kerusakan
sel yang bersifat sementara, sel mengalami perubahan untuk beradaptasi agar tetap
hidup sedangkan sel yang mengalami kelusakan permanen maka sel akan mengalami
kematian. Sel yang mengalami kerusakan dapat diendapi oleh berbagai macam zat
kimia atau zat-zat seperti cairan, lipid, protein, gula, mineral dan pigmen.
Akumulasi lemak iiltraseluler dinamakan degenerasi lemak. Berbagai jenis
lemak dapat mengendap dalam sel, seperti kolesterol, trigliserida dan fosfolipid. Di
bawah pengamatan mikroskop, akumulasi lemak intraseluler menyebabkan sel
membesar berisi vakuola-vakuola lemak (Gambar 23). Membedakan antara ruang
jernih cairan dengan lemak sulit dilakukan jika menggunakan pewarnaan Hematoxilin
dan Eosin. Seharusnya pewamaan yang tepat digunakan adalah pewamaan khusus
lemak, misalnya Sudan 111, Sudan IV atau Oil Red mewarnai lemak menjadi merah,
Nile Blue Sulfat menjadi biru atau Sudan Black menjadi hitam.
Pada sel otot ikan banyak ditemukan degenerasi lemak dan nekrosa. Hal ini
mungkin disebabkan oleh myopathy yaitu (I) trauma atau stress fisik akibat beniuran,
kekasaran sewaktu penangkapan dan panas matahari pada air kolam yang dangkal,
(2) defisiensi vitamin misalnya vitamin E dan vitamin B, (3) Toksisitas seperti
hidrocortisone dan alloxan, dan (4) Infeksius seperti sarang parasitik. Degenerasi-
degenerasi tersebut bisa juga karena rhabdomyopathy defisiensi vitamin E yang
sering dijumpai pada kondisi ( I ) defisiensi nutrisi vit E, C d m Se sebagai antioksidan
membran sel, (2) pada pakan banyak terdapat lemak tengik, kelebihan lemak tak
jenuh, antioksidan kurang, (3) iklim d m suhu air lebih dingin sedangkan kebutuhan
pakan juga bertambah banyak serta (4) terjadi anorexia sewaktu sakit.
Gambar 23 adalah degenerasi lemak d m hialin pada otot ikan gurami, vakuola
terlihat besar pada satu sel otot, yang merupakan kelanjutan dari degenerasi granuler.
Degenerasi granuler adalah penambahan-penambahan yang paling parah pada serat
otot. Degenerasi hialin yang tersebut di atas diistilahkan nekrosis koagulasi,
sementara degenerasi granuler kadang disebut nekrosis liquifaksi. Seperti dijelaskan
perubahan-perubahan di atas, degenerasi granuler menginfeksi serat seluruhnya atau
hanya sebagian. Penampilan serat terinfeksi bervariasi sesuai kondisi patologisnya.
Sarkoplasma menjadi granuler dan menampilkan banyak massa eosinofilik tak teratur
dalam sarkolema terkadang serabut yang bersih dapat tetap dala~nbagian yang tidak
terinfeksi dalam serat. Infiltrasi fagosit ke dalam bagian yang rusak sering ditemukan
tetapi kadang serat seluruhnya (kecuali untuk intinya) dapat kolaps dan menghilang
bersama-sama serat-serat dengan fagosit yang mengisi bagian-bagian yang
terdegenerasi disebut kantong-kantong tubular (Zellenschlauche). Serat-serat otot
yang berdekatan pada serat terinfeksi juga menunjukkan pembelahan longitudinal
dengan hipertropi inti dan hiperplasia inti, tetapi lebih terlihat daripada pada serat-
serat degenerasi hialin (Takashima dan Hibiya 1995).
Gambar 22. Nekrosa pada otot ikan gurami (HE, 1 bar= 60 pm)
Gambar 23. Degenerasi lemak (kepala panah) dan hialin (panah) pada otot ikan
gurami (HE, 1 bar= 40 pm )
Degenerasi hialin merupakan perubahan yang mengikuti clozrdy swelling.
Kromatik inti berkondensasi dan serabut menghilang. Dan serat-seralnya
menunjukkan kehomogenan dan temoda dengan eosin. Serat-serat terhyalinisasi
nampak lebih rapuh dari pada serat-serat yang utuh. Jika degenarasi hialin terjadi
pada sebagian serat otot yang terlihat normal didekat serat yang terinfeksi dapat
menampakkan pembelahan longitudinal yang cukup sering dengan pemeriksaan yang
lebih intens (Takashima dan Hibiya 1995). Gambar 22 adalah nekrosa yang terjadi
pada otot ikan gurami, terlihat jelas terbentulcnya kerusakan-kerusakan pada sel otot.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, degenerasi hialin dapat
dijumpai pada sitoplasma atau inti sel. Degenerasi hialin intraseluler dapat terjadi
akibat absorbsi, sekresi, zat toksik (logam berat, racun dari lingkungan), infeksi virus,
protein agregasi dan pclimerasi.
Cloudy swelling sering terlihat selama penambahan patologis awal pada serat-
serat otot, mengacu pada pembengkakan lokal atau umum yang diikuti dengan
menghilangnya striation pada bagian yang terinfeksi. Inti hanya terjadi sedikit
perubahan tapi bagian yang bengkak bisa memperlihatkan bagian-bagian eosinofilik.
Cloudy .welling kemungkinan kondisi tidak baik yang dihasilkan oleh perubahan-
perubahan sitoplasma (Takashima dan Hibiya 1995).
Dapat dilihat pada Gambar 24 yaitu usus dengan mukosa memiliki vilus
pendek. Kemungkinan merupakan potongan usus besar. Menurut Bevelander dan
Ramaley 1988, vilus usus besar berbeda dengan vilus usus kecil. Keistimewaan usus
kecil pada duodenum yaitu vilus seperti daun, pada jejunum khas dengan vilus tinggi
dan pada ileum memiliki vilus berbentuk gada. Permukaan dalamnya pada
pemeriksaan sepintas tampak ditandai oleh adanya rigi-rigi yang terletak melingkar
dan meluas ke dalam lumen.
V. KESlMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Ditemukan protozoa pada epitel lamela insang yaitu Ichthyobodo pada lima
ekor ikan gurami, Myxozoa (Henneguya sp dan Myxobolus sp) pada sembilan
ekor ikan gurami dan protozoa belum teridentifikasi pada empat ekor ikan
gurami.
2. Perubahan histopatologi pada insang yang terinfeksi Ichthyobodo sp yaitu
terjadi hiperpiasia pada sel mukus dan hipertrofi pada sel lamela sekunder,
sedangkan perubahan histopatologi pada insang yang terinfeksi Myxozoa
yaitu deformasi (perubahan susunan) struktur lamela dan menyebabkan
hiperplasia yang hebat di dalam sel epitel, tapi tidak di daiam sel mukus, tidak
ada reaksi peradangan yang teramati pada ikan yang terinfeksi.
3. Infeksi Ichthyobodo sp dan Myxozoa (Hennegzya sp dan Myxobolus sp)
dalam jumlah kecil pada insang tidak berpengaruh pada ikan gurami, tetapi
jika dalam infestasi yang lebih banyak Ichthyobodo sp dapat menyebabkan
ichthyobodosis, sedangkan Myxozoa (Henneguyn sp dan Myxobolus sp) dapat
menyebabkan kerusakan insang yang berakibat kemsakan jaringan dan
kematian ikan gurami.
4. Perubahan histopatologi pada insang akibat infeksi protozoa yang belum
teridentifikasi yaitu tidak ditemukan perubahan secara spesifik, hanya terlihat
hipertrofi pada sel lamela sekunder dan hiperplasia sel mukus lamela.
5. Hasil pemeriksaan histopatologi otot menunjukkan bahwa otot banyak
mengalami degenerasi vakuola, degenerasi hialin dan nekrosa. Hanya empat
ekor ikan yang tidak ditemukan perubahan spesifik.
6. Hasil pemeriksaan histopatologi usus menunjukkan bahwa tidak ditemukan
kelainan secara spesifik.
7. Gangguan non parasit yang menyebabkan oedema, telangiektasis dan
penebalan pada lamela menyerupai pentungan kemungkinan karena polutan
kimia
5.2. Saran
Penyakit pada ikan gurami dapat menimbulkan kerugian yang besar pada
petani budi daya ikan gurami. Khususnya penyakit yang disebabkan oleh
Ichthyobodo sp dan Myxozoa (Henneguya sp dan Myxobolus sp) pada ikan gurami
yang dapat menyebabkan kerusakan insang bahkan kematian ikan. Pencegahan awal
dan pengobatan intensif dapat dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi kasus
infeksi Ichthyobodo sp dan Myxozoa (Nenneguya sp dan Myxobolus sp). Sanitasi
yang baik, mutu air, kandungan oksigen yang cukup untuk populasi ikan, luas kolam
sebagai tempat hidup ikan dan makanan ikan cukup gizi harus diperhatikan dalam
menjaga kondisi ikan terhadap penyakit yang disebabkan oleh parasit protozoa. Serta
harus dijauhkan dari polutan kimia yang dapat menyebabkan kontaminasi pada
insang ikan.
Sebaiknya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang membutuhkan waktu
lebih lama untuk protozoa yang belum teridentifikasi sehingga dapat diketahui
sifatnya yang patogen atau tidak patogen pada ikan gurami serta dapat diketahui cara
pencegahan dan pengobatannya.
DAFTAR PUSTAIL4
Affandi, R. 1993. Studi Kebiasaan Makanan tkan Gurami (Osphronemous gouramny).
Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia l(2): 56-57.
Affriailto, E., E. Liviawati. 1992. Pengendalian Harna dun Penyakit Ikan. Yogyakarta.
Penerbit Kanisius.
Adriano, EA. Sarah, A and Nelson SC. 2005. Histophatology and ultrastructure of
Henneguya caudalongula sp and infecting Prochilodus lineatus (Pisces:
Prochilodontidae) cultivated in the state of SZo Paulo, Brazil. Vol. 100(2):
117-181.
Anderson DP. 1974. Fish Immunology. TFH Publication Ltd Hongkong. 239 ps.
Anderson DP and A. K. Siwicki. 1993. Basic Haematology and Serology for Fish
Health Programs. Paper Presented in second Symposiuln on Diseases in
Asian Aquaculture "Aquatic Animal Health and The Environment". Phuket,
Thailand. 25-29"' October 1993.p. 185-202.
Awal MA, Anjuman AB, Kartic JC, Gias UA dan Masamichi, K. 2001.
Myxosporidian Infection of Gills and Skin among Carp from Nursery Ponds
in Bangladesh: Histopathology. (5): 265-276.
Banks, WJ. 1993. Applied Veterinary Histology Third Edition. Mosby, inc. St Louis.
Boris, IK dan Victoria EM. 2000. Ectoparasites of Fish an Invertebrates of the Salton
Sea. Center for Inland Waters and Department of Biology, San Diego State
University, San Diego. htt~://~~\v~v.sci.sdsu.ed~~/sdItonlFisliParasile
Poster.html [ 15 maret 2008 ]
Dykova, I. Iva, F dan Pin, N. 2003. New data on Myxobolus longisporus (Myxozoa:
Myxobolidae), a gill infecting parasite of carp, Cyprinus carpio
haernatopterus, from Chinese lakes. 50:263-268.
Guyton, AC. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC. Terjemahan dari:
TextBook of Medical Physiology. Philadelphia, Pennsylvania. Hlm 544-
551.
Guyton AC, dan Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9 (Terjemah).
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Herbek, RA dan Howard HH. 1989. Handbook of Fish Diseases. TFH Publication,
inc. United State.
Hoole, D., D. Bucke. P, Burgess dan I, Wellby. 2001. Disease of Carp and other
Cyprinid Fishes. United Kingdom: Blackwell Science.
Irianto A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press, Yogyakaka.
256 hlm.
Martins ML, Souza VN, Moraes JRE dan Moraes FR. 1999. Gill Infection of
Leporir?us niacrocephalus Garavello & Britski, 1988
0steichthyes:Anostomidae) by Hennegya leporinicola n. sp. (Myxozoa:
Myxobolidae). Vol 59No 3.
Mills, D. 1992. Tropical Aquarium Fishes, How to Keep Fresh Water Fish. London:
Chancellor Press.
Nabib R dan Pasaribu FH. 1989. Patologi dun Penyakit Ikan. Pusat Antar Universitas
Institut Pertanian Bogor.
Noga EJ. 2000. Fish Diseases Diagnosis and Treatnzent. Iowa State University Press.
State Avenue, Ames, Iowa.
[OIE]. 2003. Manual of Diagnostic test for Aquatic Animal 2003. hti~:!!www.oie.int
Opuszynski, K dan J. V. Shireman. 1995. Herbivorous Fishes Culture and Use for
Wced Managenzent. Departmen of Fisheries and Aquatic Sciences Institut of
Food Agricultural Sciences, University F!orida. CRC Press. 233p.
Sendjaja, JT dan M.H. Riski. 2002. Usaha Pembenihan Gurumi. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dun Kunci Identz3kasi Ikan. Volume I dan 11. Jakarta:
Bina Cipta.
Siddall ME, Martin DS, Bridge, D, Cone DM, Desser SS. 1995. Say goodbye to a
phylum: Myxozoa are Cnidaria. http://\~~\\~\~~.koidoctor.co.uklhealtli/
~n~sazoa.html126 April 20081
Sitanggang, M. dan B. Sarwono. 2002. Bzrdi Duyu Gurumi. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Studivianto dan Gunesti. 2007. Identifikasi Parasit yang Menyerang lkan di Balai
Karantina lkan Juanda, Surabaya, Jawa Timur. litt~~:!iadin.lib.t~~iair.ac.id!
[20 Februari 20083
Wedemeyer GA. Bartob BA. dan McLeay DJ. 1990. Stress and Aclimation In Moylr
P (Eds.). Methods for Fish Biology. American Fisheries Society.