RAHMAT HIDAYAT
SKRIPSI
RAHMAT HIDAYAT
C14103044
RAHMAT HIDAYAT
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Budidaya Perairan
SKRIPSI
Judul Skripsi
Nama Mahasiswa
NRP
Program Studi
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Alimuddin
NIP. 132133953
Mengetahui,
Wakil Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Tanggal lulus :
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, dengan perkenan-Nya jua penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul Gambaran Histologi Testis Muda dan Dewasa pada
Ikan Mas Cyprinus carpio.L, yaitu gambaran secara deskriptif morfologi dan
jumlah populasi sel spermatogonia testis ikan mas muda dan dewasa. Berkenaan
dengan selesainya penulisan skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Dr. Dinar Tri Soelistyowati dan Bapak Dr. Alimuddin yang telah banyak
memberikan bimbingan dan arahannya dalam penelitian dan penulisan skripsi
ini,
2. Bapak Ir. Irzal Effendi, M.Si yang telah berkenan menguji penulis dan
memberikan masukannya,
3. Bapak Adi Winarto P.hD atas arahan dan masukannya.
4. Abah dan Mamah, Teteh, Aa tercinta atas dukungan dan doanya selama ini,
5. Teman-teman dan adik- adik BDP (Firman, Anna, Bambang, Erik, Dwi, Maul,
Hendi, Uu) atas segala bantuannya.
6. Abang-abang dan teman-temanku (mas Warsito, mas Geru, mas Insan, Dekri,
Yanuar, Adit, Wasis, Komar, Hilman) atas dorongan dan bantuannya.
7. Semua pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini.
Skripsi ini tidak luput dari kekurangan, namun penulis berharap dapat
bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Penulis
RIWAYAT HIDUP
(2005 - 2006 dan 2006 - 2007). Untuk menambah wawasan tentang dunia perikanan
penulis lakukan dengan mengikuti Praktek Lapang (PL) di Balai Besar
Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung pada bulan Juni sampai bulan
September 2006 dengan judul Pembenihan dan Pembesaran Ikan Kerapu Tikus
Cromileptes altivelis di Balai Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut
(BBPBL) Lampung. Penulis melaksanakan tugas akhir dengan judul penelitian
Gambaran Histologis Testis Muda dan Dewasa pada Ikan Mas Cyprinus
carpio.L.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR . .
ii
I.
PENDAHULUAN ...
1. 1. Latar Belakang .
1. 2. Tujuan ..
TINJAUAN PUSTAKA .
2. 1. Sel Stem
2. 2. Testis
2. 3. Transplantasi
METODOLOGI ..
10
10
3. 2. Prosedur Kerja ..
10
3. 3. Analisis Data .
11
12
12
13
KESIMPULAN ..
18
DAFTAR PUSTAKA .
19
LAMPIRAN
21
II.
III.
IV.
V.
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Gambar histologis testis ikan ..
12
15
ii
I. PENDAHULUAN
sel
yang
mengandung
populasi
sel
stem.
Dalam
proses
salmon jantan memproduksi sperma ikan trout aktif setelah menyuntiknya dengan
sel spermatogonia dari ikan trout. Sperma itu mampu membuahi telur ikan trout
dan menghasilkan anak-anak ikan trout yang sehat. Kemudian Prof. Goro
Yoshizaki juga telah menghasilkan seratus persen sel sperma dan sel telur ikan
trout dari ikan salmon jantan dan betina yang mandul menggunakan teknologi
triploidisasi.
Penerapan teknologi transplantasi memerlukan informasi dasar mengenai
gambaran sel spermatogonia pada ikan. Informasi ini diperlukan untuk
mengetahui donor yang baik dengan porsi sel spermatogonia yang banyak. Donor
dengan porsi sel yang banyak dapat menghasilkan induk semang (Surrogate
broodstock) yang lebih banyak.
1.2. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran histologis
testis terkait dengan jumlah populasi sel spermatogonia pada ikan mas Cyprinus
carpio.L pada tingkat kedewasaan yang berbeda.
dikenal sebagai blastocyte; b). Embryonic germ cells: berasal dari jaringan fetus.
Sel tersebut diisolasi dari primordial stem cells yang di ambil dari jaringan gonad.
2). Adult stem cells, yaitu berasal dari sel yang belum berdiferensiasi pada sel
individu dewasa, tetapi memiliki sifat-sifat menyerupai sel stem (Faried,
2007). Sel induk dewasa mempunyai dua karakteristik, yaitu : a). Sel-sel
tersebut dapat berproliferasi dalam periode yang panjang untuk memperbarui
diri; b). Sel-sel tersebut dapat berdiferensiasi untuk menghasilkan sel-sel
khusus yang mempunyai karakteristik morfologi dan fungsi yang spesial.
2.2. Testis
Testis merupakan sepasang organ memanjang yang terletak pada dinding
dorsal (Tang dan Affandi, 2002). Pada ikan mas, testis berbentuk lonjong dan
berwarna putih susu. Testis sebagai gonad jantan memiliki fungsi ganda, yaitu
sebagai penghasil spermatogonia dan mensekresi hormon androgen (Nalbandov,
1990). Pada testis muda biasanya terlihat hanya ada sel spermatogonia dan sel
sertoli pada tubulusnya (Prasetyaningtyas, 2006). Tubulus biasanya belum
mengandung rumen dan terdapat jaringan ikat yang tebal di sekitar tubulus
(Prasetyaningtyas, 2001). Terdapat beberapa jaringan di dalam testis (Pergiwa,
2003) yaitu :
1). Tubuli seminiferi, epitelnya terdiri dari dua macam sel yang berbeda, yaitu
sel germinatif dan sel sertoli. Sel Germinatif merupakan sel yang akan
mengalami perubahan selama proses spermatogenesis sebelum siap untuk
mengadakan fertilisasi. Sel sertoli merupakan sel yang berbentuk panjang dan
kadang-kadang seperti piramid, terletak dekat atau diantara sel germinatif. Sel
ini memberi makan kepada spermatozoa yang masih muda, memfagosit sel-sel
spermatozoa yang telah mati atau mengalami degradasi; 2). Sel stroma atau
tenunan pengikat di luar tubuli seminiferi, yang mengandung pembuluh darah,
limfe, sel saraf dan sel makrofag; 3). Sel interstitial dan sel-sel Leydig. Sel
Leydig dapat menghasilkan hormon testosteron, yang juga dihasilkan oleh
spermatozoa dan kelenjar adrenal.
Sel spermatozoa merupakan hasil perkembangan dari sel spermatogonia
yang diproduksi oleh tubul seminiferi dari testis pada epitel germinatif dengan
2.3. Transplantasi
Transplantasi adalah pemindahan sel, jaringan, maupun organ hidup dari
donor kepada resipien atau dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lainnya dengan
tujuan mengembalikan fungsi yang telah hilang (Nurcahyo, 2007) Jaringan atau
organ yang didonorkan bisa berasal dari tubuh yang masih hidup maupun yang
belum lama mati. Yang lebih efektif adalah jaringan yang berasal dari tubuh yang
masih hidup karena angka keberhasilannya tinggi. Transplantasi sel induk dapat
berupa (Arifin, 2004): 1). Transplantasi autologus, menggunakan sel induk pasien
bersangkutan, yang dikumpulkan sebelum pemberian kemoterapi dosis tinggi; 2).
Transplantasi alogenik menggunakan sel induk dari donor yang cocok, yaitu
berasal dari induk yang memiliki hubungan keluarga atau tanpa hubungan
keluarga; 3). Transplantasi singenik, menggunakan sel induk dari saudara kembar
identik.
Masalah terbesar dalam transplantasi adalah rejeksi (penolakan),
sebagaimana kuman atau benda asing yang memasuki tubuh, dan tubuh penerima
akan mengembangkan berbagai reaksi penolakan atau rejeksi terhadap organ dan
jaringan yang baru dicangkokkan tersebut. Untuk mengurangi besarnya penolakan
tersebut, maka sebaiknya jaringan donor dan jaringan resipien harus memiliki
kesesuaian yang semaksimal mungkin. Untuk mencapai tingkat kesesuaian yang
semaksimal mungkin, dilakukan penentuan jenis jaringan donor dan resipien.
Transplantasi yang paling baik dilakukan bila organ atau jaringan pengganti
berasal dari tubuh sendiri (Anonimous, 2002), karena tidak akan menimbulkan
rejeksi. Sebaliknya, organ atau jaringan yang berasal dari orang lain (kecuali
saudara kembar satu telur) sering menimbulkan reaksi penolakan yang mungkin
mengakibtakan berbagai komplikasi.
Jika seseorang menerima jaringan dari donor, maka antigen pada jaringan
yang dicangkokkan tersebut akan memberi peringatan kepada tubuh resipien
bahwa jaringan tersebut merupakan benda asing (Nurcahyo, 2007). Antigen
adalah zat yang dapat merangsang terjadinya suatu respon kekebalan, yang
ditemukan pada permukaan setiap sel di tubuh manusia. Tiga antigen spesifik
pada permukaan sel darah merah adalah A, B dan Rh, yang menentukan apakah
akan terjadi penolakan atau penerimaan pada suatu transfusi darah. Karena itu
darah digolongkan berdasarkan ketiga jenis antigen tersebut. Jaringan lainnya
memiliki berbagai antigen, sehingga penyesuaian menjadi lebih mungkin terjadi.
Sekelompok antigen yang disebut human leukocyte antigen (HLA) merupakan
antigen yang paling penting pada pencangkokan jaringan lain selain darah.
Semakin sesuai antigen HLA-nya, maka kemungkinan besar pencangkokan akan
berhasil. Biasanya sebelum suatu organ dicangkokkan, jaringan dari donor dan
resipien diperiksa jenis HLA-nya. Pada kembar identik, antigen HLAnya benarbenar sama.
Pada orang tua dan sebagian besar saudara kandung, beberapa memiliki
antigen yang sama, 1 diantara 4 pasang saudara kandung memiliki antigen yang
sama. Meskipun jenis HLA agak mirip, tetapi jika sistem kekebalan resipien tidak
benang-benang
kromatin,
dengan
satu
atau
dua
nukleoli.
Spermatogonia tipe A merupakan sel yang dapat membentuk generasi baru baik
berupa sel spermatogonia tipe B maupun sel spermatogonia tipe A. Sel ini
III.
METODOLOGI
10
11
Gambar 2. Grafik perbandingan bobot testis dengan nilai GSI pada ikan
mas ukuran kecil dan besar
Bobot testis ikan kecil yang terdiri dari 3 ukuran ikan dengan bobot 30 g
bervariasi dari 0.13 g sampai 0.99 g. Sedangkan pada ikan besar yang mempunyai
bobot 150 g, bobot testisnya berkisar antara 9.56 g sampai 27.89 g.
Nilai GSI berkisar antara 1.65 sampai 8.99. Nilai GSI terkecil terdapat
pada ikan mas berukuran kecil dengan bobot testis 0.13 g, sedangkan nilai GSI
terbesar terdapat pada ikan mas berukuran besar dengan bobot testis 27.89 g.
Pada ketiga ukuran ikan besar, terdapat perbedaan nilai GSI, yaitu GSI
lebih kecil pada ikan berbobot 270 g dibandingkan dengan ikan yang berbobot
150 g. Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan gambaran histologisnya bahwa pada
ikan dengan bobot 270 g (ikan besar ke-III) telah mengalami pemijahan,
sedangkan pada ikan dengan bobot 150 g (ikan besar 1) masih dalam
perkembangan untuk menjadi matang.
12
Wodzicka-Tomaszewska
dkk
(1991),
sel
spermatogonia
merupakan sel yang paling awal yang terdiri dari dan terletak satu lapis dibawah
membran dasar, sedangkan turunan berikutnya secara cepat mendekati lumen. Sel
spermatosit primer terletak di sekitar sel spermatogonia, tetapi lebih dekat ke
lumen, setiap sel membelah secara meitotik menjadi dua sel yang lebih kecil.
Sedangkan sel spermatosit sekunder, membelah segera setelah pembentukannya,
sehingga jarang terlihat. Sel spermatid merupakan sel yang jauh lebih kecil, sangat
dekat dan berhubungan dengan sel sertoli, kebanyakan dari sel ini mempunyai inti
dan tidak menunjukkan gambaran mitotik, sel-sel ini mengalami perubahan
bentuk menjadi spermatozoa.
Yani (1994) dalam Tang dan Affandi (2002), menjelaskan gambaran
gonad jantan ikan bentulu, Barbichtys laevis dalam 5 fase, yaitu : 1). Pada ikan
muda, sel spermatogonia telah terlihat dengan jelas (pembesaran 200 x), tubulus
seminiferus jelas terlihat yang merupakan tempat spermatozoa dihasilkan, banyak
dijumpai pada jaringan ikat; 2). Tahap perkembangan gonad, gonad lebih
berkembang, jaringan ikat semakin sedikit, kantung tubulus seminiferus sudah
mulai di isi spermatosit primer; 3). Dewasa, spermatosit primer berkembang
13
14
3.a3.b
3. c
3. d
3. e
3. f
15
16
bahwa pada ikan kecil I memperlihatkan testis yang lebih muda, yaitu terlihat
dengan adanya populasi sel spermatogonia dalam jumlah yang lebih banyak.
Pada nilai GSI yang paling besar yaitu ikan besar II, terlihat adanya jumlah
populasi sel spermatozoa yang lebih banyak (Gambar 3.e), hal ini memperlihatkan
bahwa ikan tersebut sedang mencapai puncak pematangan dan akan mulai
memijah. Diantara kelompok ikan besar, ikan besar III nilai GSI-nya lebih kecil,
padahal bobot tubuh dan bobot testisnya lebih besar dari ikan besar I yang nilai
GSI-nya lebih besar (gambar 3.f). Dalam hal ini, nilai GSI yang lebih kecil ini
dikarenakan ikan besar III tersebut sudah melewati proses pemijahan sehingga
bobot tubuh dan bobot testisnya pun menjadi menurun. Secara histologis sel- sel
spermatozoa-nya terlihat lebih sedikit, kemudian terlihat pula sel-sel germinal lain
yang mulai terbentuk kembali.
17
V. KESIMPULAN
18
VI.
DAFTAR PUSTAKA
.2008.
Pengobatan
Regeneratif
Dengan
Sel
Induk.
http:www.ristek.go.id.
Faried,
A.
2007.
Cancer,
Stem
cells,
And
Cancer
Stem
Cells.
http://www.ahmadfaried.com.
19
2006.
Spermatogonia
ikan
Jantan
Bisa
Betina
Bisa.
http://www.kompas.co.id.
Wodzicka-Tomaszewska, Manika. Sutama, I.K. Putu, I.G. Chaniago, Tamrin.D.
1991. Reproduksi, Tingkah Laku, Dan Produksi Ternak Di
Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
20
LAMPIRAN
Lampiran 1.
Pembuatan Preparat Histologis dengan Pewarna Hematoksilin-Eosin (HE) :
a. Fiksasi
Ikan mas yang telah diambil testisnya dimasukan kedalam larutan fiksatif
(Bouin) selama 24 jam. Setelah fiksasi, beberapa bagian dari testis dipotong dan
dilabeli, kemudian dimasukkan kedalam basket untuk selanjutnya dimasukkan
kedalam larutan dehidrasi.
b. Dehidrasi
Dehidrasi dilakukan dengan memasukkan potongan testes yang telah difiksasi
kedalam alkohol 70 % sebagai stopping point selama jangka waktu yang tidak
ditentukan. Setelah itu potongan testes dipindahkan ke dalam alkohol 80 %, 90 %,
95 %, masing-masing selama 24 jam, sedangkan pada alkohol 100 % (absolut I,
II, III), lama pemaparan masing-masing I jam.
c. Clearing atau Penjernihan
Clearing atau penjernihan dilakukan dengan memindahkan jaringan dari
alkohol absolut III ke larutan penjernih (Xylol). Pemaparan dilakukan dalam
xylol I (30 menit), xylol II (30 menit), dan xylol III (1 jam).
d. Infiltrasi dan Embedding
Infiltrasi dilakukan dalam parafin cair yang ditempatkan dalam inkubator
bersuhu 60-70
21
diambil dengan cara melekatkan pada kertas basah dan ditempatkan diatas
permukaan air dingin selama beberapa saat, pindahkan ke atas permukaan air
hangat dan selanjutnya ditempelkan pada gelas objek dan diamati di bawah
mikroskop. Hasil potongan yang baik dilabeli pada bagian yang terdapat sediaan,
dikeringkan dan disimpan di dalam inkubator.
f. Deparafinisasi dan Rehidrasi
Proses deparafinisasi dan rehidrasi pada dasarnya membalik rangkaian proses
sebelumnya dengan tujuan sediaan bersih dari parafin dan terisi air kembali
sehingga agen pewarna dapat bekerja untuk mewarnai sel-sel komponen
ekstraseluler. Sediaan dimasukan kedalam xylol sebanyak 3 kali untuk melarutkan
parafin. Rehidrasi dilakukan bertahap dengan cara memasukkan sediaan ke dalam
larutan alkohol bertingkat dari alkohol absolut tiga kali, 95 %, 90 % 80 % dan 70
% dengan lama pada masing-masing tahap 3-5 menit, setelah itu dilakukan
rehidrasi dalam air kran selama 10 menit dan aquades 5 menit.
g. Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE)
Pewarnaan diawali dengan mencuci preparat pada air mengalir selama 10
menit dan destilated water selama 5 menit. Preparat direndam dalam hematoksilin
selama 5-10 menit, kemudian direndam dalam air mengalir selama 15-30 menit,
dan DW selama 5 menit. Setiap tahapan harus diamati di bawah mikroskop untuk
mengetahui apakah pewarnaan sudah cukup baik atau belum. Tanda bahwa
preparat telah terwarnai dengan baik bila inti berwarna biru. Bila sudah member
hasil yang dikehendaki dilanjutkan dengan pewarnaan dengan eosin 5 menit,
kemudian dilakukan dehidrasi dimulai dengan alkohol konsentrasi mulai 70 %, 80
%, 90 %, 95 % dan alkohol absolut I, II, dan III. Untuk clearing dilakukan dengan
xylol I, II, dan III.
22