Anda di halaman 1dari 5

Tugas farmasi

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELARUTAN

Disusun :
GENNA PRAMA NUGROHO (O111 13 512)

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017
A. Polaritas
Polaritas molekul pelarut dan zat terlarut dapat mempengaruhi kelarutan.
Molekul zat terlarut polar akan terlarut pada pelarut polar. Molekul zat terlarut non-
polar akan terlarut dalam pelarut nonpolar (Effendi, 2003).
B. Co-solvency
Kosolvensi merupakan suatu fenomena dimana zat terlarut memiliki kelarutan
yang lebih besar dalam campuran pelarut dibandingkan dalam satu jenis pelarut.
Kosolvent adalah pelarut yang digunakan dalam kombinasi untuk meningkatkan
kelarutan solut (Effendi, 2003).

C. Kelarutan
Kebanyakan garam anorganik lebih larut dalam air dari pada dalam pelarut
organik seperti metanol, etanol, propanol, aseton dan sebagainya. Air mempunyai
momen dwi kutub besar dan tertarik ke kedua kation dan anion untuk membentuk ion
terhidrat. Ion hidrogen dalam air terhidrasi sempurna membentuk ion hidroksonium
(H3O+). Semua ion pasti terhidrasi sampai beberapa jauh dalam larutan berair, dan
energi yang dilepaskan oleh interaksi ion dan pelarut membantu mengatasi gaya tarik
yang mencoba menahan ion-ion di dalam kisi padatan. Ion di dalam sebuah kristal tidak
mempunyai tarikan demikian besar untuk pelarut organik dan karenanya kelarutannya
biasanya lebih kecil dari pada dalam air.
D. Temperatur
Temperatur dapat meningkatkan kelarutan zat padat terutama kelarutan garam
dalam air, sedangkan kelarutan senyawa non polar hanya sedikit sekali dipengaruhi
oleh temperatur (Ditjen POM, 1979).
Kelarutan gas umumnya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi. Misalnya
jika air dipanaskan, maka timbul gelembung-gelembung gas yang keluar dari dalam air,
sehingga gas yang terlarut dalam air tersebut menjadi berkurang. Kebanyakan zat padat
kelarutannya lebih besar pada temperatur yang lebih tinggi (Ditjen POM, 1979).
Ada beberapa zat padat yang kelarutannya berkurang pada temperatur yang
lebih tinggi, misalnya natrium sulfat dan serium sulfat. Pada larutan jenuh terdapat
kesetimbangan antara proses pelarutan dan proses pengkristalan kembali. Jika salah
satu proses bersifat endoterm, maka proses sebaliknya bersifat eksoterm. Jika
temperatur dinaikkan, maka sesuai dengan azas Le Chatelier (Henri Louis Le
Chatelier: 1850-1936) kesetimbangan itu bergeser ke arah proses endoterm. Jadi jika
proses pelarutan bersifat endoterm, maka kelarutannya bertambah pada temperatur
yang lebih tinggi. Sebaliknya jika proses pelarutan bersifat eksoterm, maka
kelarutannya berkurang pada suhu yang lebih tinggi (Voight, 1994).
E. Salting out
Salting Out adalah Peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai
kelarutan lebih besar dibanding zat utama, akan menyebabkan penurunan kelarutan zat
utama atau terbentuknya endapan karena ada reaksi kimia. Contohnya : kelarutan
minyak atsiri dalam air akan turun bila kedalam air tersebut ditambahkan larutan NaCl
jenuh (Voight, 1994).
Pengendapan pada metode salting-out terjadi karena proses persaingan antara
garam dan protein untuk mengikat air. Grup ion pada permukaan protein menarik
banyak molekul air dan berikatan dengan sangat kuat. Contohnya Amonium sulfat yang
ditambahkan ke dalam larutan protein akan menyebabkan tertariknya molekul air oleh
ion garam. Hal tersebut disebabkan ion garam memiliki densitas muatan yang lebih
besar dibandingkan protein. Kekuatan ionic garam pada konsentrasi tinggi semakin
kuat sehingga garam dapat lebih mengikat molekul air. Menurunnya jumlah air yang
terikat pada protein menyebabkan gaya tarik menarik antara molekul protein lebih kuat
bila dibandingkan dengan gaya tarik menarik anatara molekul protein dan air
(mempertinggi interaksi hidrofobik), sehingga protein akan mengendap dari larutan
atau berikatan dengan kolom hidrofobik. Selama proses salting-out, konsentrasi garam
harus tetap dijaga agar tidak menurun dalam larutan sehingga tidak terjadi pengendapan
yang bersamaan antara protein yang ingin dimumikan dan protein yang tidak
diinginkan (Ditjen POM, 1979).
F. Salting in
Salting in adalah adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan kelarutan zat
utama dalam solvent menjadi lebih besar. Contohnya : Riboflavin tidak larut dalam air
tetapi larut dalam larutan yang mengandung Nicotinamida (Voight, 1994).
Metode Salting-in dilakukan dengan menambahkan garam yang tidak jenuh
atau pada konsentrasi rendah sehingga protein menjadi bermuatan dan larut dalam
larutan garam. Kelarutan protein akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan
konsentrasi garam, apabila konsentrasi garam ditingkatkan terus, maka kelarutan
protein akan turun, pada konsentrasi garam yang lebih tinggi,protein akan mengendap.
G. Pembentukan ion kompleks
Bertambahnya kelarutan suatu endapan dengan penambahan suatu zat
pengendapan sering kali disebabkan oleh pembentukan ion kompleks. Suatu ion
kompleks dibentuk dengan bersenyawanya sebuah ion sederhana baik dengan ion lain
yang muatannya berlawanan ataupun dengan molekul netral. Misalnya bila larutan
kalium sianida ditambahkan kepada suatu larutan perak nitrat, mula-mula akan
terbentuk endapan putih perak sianida :
AgNO3 + KCN AgCN + KNO3
Endapan melarut dengan penambahan kalium sianida belebih, dengan
dihasilkannya ion kompleks ( Ag(CN)2 - :
AgCN(padat) + KCN(berlebih) K Ag(CN)2
suatu garam kompleks dapat larut (Voight, 1994).
DAFTAR PUSTAKA

R. Voight., (1994), Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi Kelima, Penerbit


Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Tim asisten., (2008), Penuntun Praktikum Farmasi Fisika, Jurusan farmasi
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Drs. M. Idris Effendi., (2003), Materi Kuliah Farmasi Fisika, Jurusan farmasi
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Ditjen POM., (1979), Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai