+
=
n
25 , 0 1 1 . 0 2
F
1
rad
dimana :
rad
: sudut pembeda terkecil (menit);
F : jarak fokus (berdasarkan formula Matthienssons F = 2,55x r);
0,25 : nilai penyusutan spesimen mata akibat proses histologi; dan
n : kepadatan sel kon tertinggi per luasan 0.1 mm
2
yang merupakan hasil
pengamatan di bawah mikroskop.
Ketajaman penglihatan (visual aquity) merupakan kebalikan dari nilai sudut
pembeda terkecil yang dikonversi dengan rumus sebagai berikut (Shiobara et al.1999)
VA = (
rad
x
180
x 60)
-1
3.5.2 Analisis sumbu penglihatan
Sumbu penglihatan (visual axis) diidentifikasi untuk mengetahui kebiasaan ikan
dalam melihat makanan atau objek yamg lain (Blaxter, 1980 diacu oleh Geonita,
2004). Sumbu penglihatan diperoleh setelah nilai kepadatan sel kon tiap bagian dari
retina mata diketahui yaitu dengan cara menarik garis lurus dari bagian retina yang
memiliki nilai kepadatan sel kon tertinggi menuju titik pusat lensa mata (Tamura,
1957 diacu oleh Fitri, 2002).
F
3.5.3 Analisis jarak pandang maksimum
Jarak pandang maksimum adalah kemampuan ikan untuk melihat objek pada
jarak terjauh berdasarkan nilai ketajaman penglihatan yang dimilikinya (Zhang dan
Arimoto, 1993). Perhitungan jarak pandang maksimum ikan dapat dilakukan dengan
asumsi sebagai berikut :
(1) Kondisi perairan cerah (clear water condition);
(2) Kemampuan penglihatan ( ) yang digunakan adalah dalam satuan menit;
(3) Objek penglihatan dalam bentuk noktah dan dinyatakan dalam ukuran diameter
objek (point aquity).
Gambar 7 Skema perhitungan jarak pandang maksimum
dimana :
D : jarak pandang maksimum (meter) ;
d : diameter objek (mm) ;
: sudut pembeda terkecil (menit) ; dan
F : jarak titik fokus
Adapun jarak pandang maksimum (maximum sighting distance, ) dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
tan (0,5) =
D
d ) 5 , 0 (
d
D
F
Mata ikan
D =
) 5 , 0 tan(
d ) 5 , 0 (
dimana :
D : jarak pandang maksimum (meter)
: sudut pembeda terkecil (menit)
d : diameter objek pandang (mm)
d
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Keadaan Umum Palabuhanratu
4.1.1 Kondisi Geografi, Letak dan Luas Wilayah
Secara Geografis Kecamatan Palabuhanratu terletak diantara koordinat 106
0
49-107
0
00 BT dan 06
0
67- 07
0
25 LS. Kecamatan Palabuhanratu berjarak sekitar 1
km dari kabupaten Sukabumi. Luas wilayah Kecamatan Palabuhanratu sekitar
27.210,07 Ha atau sekitar 6,59 % dari total luas kabupaten Sukabumi yang mencapai
412.799,54 Ha.(Hermawati,2005)
Kecamatan Palabuhanratu memiliki satu kelurahan, yaitu Kelurahan
Palabuhanratu, dan tiga belas desa, yaitu Desa Citepus, Buniwangi, Citarik, Cikadu,
Tonjong, Loji, Cibodas, Mekarasih, Cidadap, Kertajaya, Cihaur, Cibuntu, Pasir suren.
Kecamatan Palabuhanratu dibatasi oleh :
Sebelah utara : Kecamatan Cikidang
Sebelah selatan : Kecamatan Ciemas
Sebelah timur : Kecamatan Warung kiara
Sebelah barat : Samudera Indonesia
4.1.2 Keadaan Iklim dan Musim
Musim penangkapan ikan berdasarkan jumlah hasil tangkapan di daerah
Palabuhanratu dibagi menjadi tiga musim, yaitu musim banyak ikan (Juni-
September), musim sedang (Maret-Mei dan Oktober-November) dan musim kurang
ikan (Desember-Februari).(Tampubolon (1990) diacu dalam Hermawati (2005)) .
Hampir sebagian besar nelayan di Palabuhanratu melakukan operasi
penangkapan ikan di setiap musim pada sepanjang tahun. Berdasarkan hasil
wawancara dengan nelayan setempat, terdapat empat periode musim penagkapan
ikan, yaitu musim barat (Desember-Februari), musim timur (Juni-Agustus) dan dua
periode musim peralihan (pancaroba) yang dikenal dengan musim liwung, yang
terdiri dari musim utara atau musim peralihan awal tahun (Maret- Mei) merupakan
musim peralihan dari musim berat ke musim timur serta musim selatan atau musim
peralihan akhir tahun (September November) yang merupakan musim peralihan
dari musim timur ke musim barat.
Periode musim barat merupakan musim hujan, dimana kondisi perairan relatif
buruk. Hal ini ditandai dengan besarnya ombak yang ada di perairan Palabuhanratu,
sehinga menyebabkan sebagian besar nelayan tidak melaut. Kondisi ini dimanfaatkan
oleh sebagian nelayan untuk kegiatan lain, seperti memperbaiki kapal/perahu,
memperbaiki alat tangkap atau usaha dibidang lain.
Periode musim timur merupakan musim kemarau dimana kondisi perairan
relatif lebih tenang. Pada kondisi ini nelayan banyak turun ke laut dan melakukan
operasi penangkapan ikan, sehingga selama periode ini hasil tangkapan ikan cukup
tinggi akibat dari jumlah upaya penangkapan ikan yang tinggi. Pada musim peralihan
(awal tahun atau akhir tahun) kondisi perairan umumnya tidak menentu sehingga
menyebabkan jumlah hasil tangkapan tidak menentu akibat berfluktuasinya jumlah
upaya penangkapan.
4.2 Keadaan Umum Perikanan Laut Palabuhanratu
4.2.1 Total produksi dan nilai produksi ikan yang didaratkan di PPN
Palabuhanratu
Produksi ikan adalah banyaknya jumlah hasil tangkapan ikan yang didaratkan
di suatu tempat pendaratan ikan sedangkan nilai produksi ikan adalah nilai yang
diberikan terhadap jumlah hasil tangkapan (satuan rupiah). Produksi ikan dan nilai
produksi ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2 Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan laut di PPN
Palabuhanratu (1994-2003)
Pendaratan ikan Fluktuasi (%)
No Tahun
Produksi (Kg) Nilai Produksi (Rp) Produksi (%) Nilai (%)
1 1994 3.424.725 3.617.532.454 0 0
2 1995 3.521.745 3.724.407.663 2,83 2,95
3 1996 3.386.376 3.511.595.509 -3,84 -5,71
4 1997 4.134.871 3.784.958.974 22,10 7,78
5 1998 2.381.967 3.892.123.735 -42,39 2,83
6 1999 2.765.495 5.971.420.461 16,10 53,42
7 2000 2.505.091 3.857.799.500 -9,42 -35,40
8 2001 1.766.963 4.793.267.839 -29,4 24,25
9 2002 2.890.118 9.885.365.315 63,56 106,23
10 2003 4.105.260 15.273.292.568 42,,4 54,50
Jumlah 30.882.611 58.311.763.568
Rata-rata 3.088.261 5.831.176.357
Sumber : Statistik Perikanan PPN Palabuhanratu (1994-2003)
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa produksi ikan tertinggi terjadi pada
tahun 1999 yaitu sebesar 4.134.871 Kg. Hal ini dikarenakan pada tahun tersebut
musim ikan cukup bagus, banyak nelayan yang mendaratkan ikannya, dan banyak
kapal yang mendaratkan hasil tangkapannya di Palabuhanratu.
4.2.2 Produksi dan Nilai Produksi Ikan Layur yang didaratkan di
Palabuhanratu
Tabel 3 Produksi dan Nilai Produksi Ikan Layur di PPN Palabuhanratu tahun
1994-2003
Pendaratan ikan Fluktuasi (%)
No Tahun
Produksi (Kg) Nilai Produksi (Rp) Produksi (%) Nilai (%)
1 1994 19.324 11.433.50 0 0
2 1995 74.490 67.661.220 285,48 491,78
3 1996 212.815 186.324.355 185,70 175,38
4 1997 216.324 210.837.450 1,65 13,16
5 1998 283.187 674.259.003 30,91 219,80
6 1999 304.077 1.225.608.483 7,38 81,77
7 2000 51.332 225.324.300 -4,50 -7,56
8 2001 103.645 606.700.800 101,91 169,26
9 2002 194.347 1.165.923.950 100,90 94,60
10 2003 177.676 1.065.911.168 95,78 90,45
Sumber : Statistik Perikanan PPN Palabuhanratu (1994-2003)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa produksi ikan layur terbesar yang
didaratkan di PPN Palabuhanratu selama 10 tahun (1994-2003) adalah pada tahun
1999 dengan produksi sebesar 304.077 Kg, dengan nilai produksi sebesar
Rp1.225.608.483.
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Ketajaman Penglihatan Ikan Layur
Hasil analisis histologi retina mata ikan Layur memperlihatkan susunan sel
reseptor yang terdiri dari sel kon tunggal (single cone cell) dan sel kon ganda (twine
cone cell) dengan posisi sel kon tunggal dikelilingi 4 buah sel kon ganda membentuk
susunan mozaik. (Gambar 8 )
Gambar 8 Bentuk mozaik sel kon tunggal dan sel kon ganda pada ikan Layur
Pada umumnya retina mata ikan terdiri dari 3 tipe pada lapisan indra
penglihatannya (visual cell layer), yaitu sel kon tunggal (single cone cell), sel kon
ganda (twine cone cell) dan sel rod. Sel kon tunggal dan sel kon ganda pada ikan
layur sebagaimana pada ikan- ikan pada umumnya, merupakan sel reseptor
penglihatan. dimana sel kon ganda tersusun dari kombinasi sel kon tunggal. Sehingga
sel kon ganda mempunyai kemampuan lebih sensitif terhadap cahaya dibandingkan
dengan sel kon tunggal, sedangkan sel rod umumnya hanya dimiliki oleh ikan dasar
yang selama hidupnya tidak pernah terkena sinar matahari.
Dilihat dari susunan sel sebagaimana tercantum pada Gambar 8 ikan layur
dapat dikelompokan kedalam jenis ikan yang aktif memburu mangsa dengan
menggunakan indra penglihatannya, sebagaimana disebutkan oleh Dwiponggo et al.,
single cone cell
twine cone cell
0 0,05 0,1 mm
single cone cell
twine cone cell
(1991) bahwa ikan layur merupakan ikan pemangsa ikan- ikan kecil. Kemampuan
ikan untuk melihat objek pada jarak tertentu dapat diketahui melalui nilai ketajaman
penglihatan (visual acuity), dimana ketajaman penglihatan tersebut dipengaruhi oleh
diameter lensa dan kepadatan sel kon pada retina. Apabila dihubungkan dengan
panjang ikan, diameter lensa akan berbanding lurus dengan panjang ikan, dalam
artian semakin panjang tubuh ikan maka ukuran diameter lensanya akan semakin
besar pula, sebagaimana terlihat pada Gambar 9. Sedangkan kepadatan sel kon akan
berbanding terbalik dengan panjang tubuh ikan, dalam artian semakin panjang tubuh
ikan maka kepadatan sel kon ikan akan berkurang seperti terlihat pada Gambar 10.
Gambar 9 Hubungan antara panjang tubuh ikan dengan diameter lensa ikan
layur
Dari gambar diatas dapat kita simpulkan bahwa terdapat hubungan linier antara
panjang tubuh ikan dengan diameter lensa mata ikan layur, sesuai dengan apa yang
dinyatakan oleh Purbayanto (1999) bahwa diameter lensa mata ikan akan meningkat
seiring dengan bertambah panjangnya ukuran tubuh ikan. Ikan layur yang berukuran
650 mm memiliki diameter lensa 6,15 mm, sedangkan ikan yang berukuran panjang
total 850 mm memiliki diameter lensa 9,15 mm. Dari persamaan diatas didapatkan
nilai regresi linear sebasar 0,9968 yang menunjukan hubungan panjang tubuh dengan
diameter lensa mata ikan sangat erat, dimana setiap kenaikan satu satuan dari panjang
total dapat menjelaskan perubahan diameter lensa mata sebesar 99%, dan dapat
y = 0.0152x - 3.71
r = 0.9984
5
6
7
8
9
10
600 650 700 750 800 850 900
Panjang Total (mm)
D
i
a
m
e
t
e
r
l
e
n
s
a
(
m
m
)
dikatakan pula dengan semakin besar diameter lensa maka ketajaman penglihatannya
akan semakin baik.
Gambar 10 Hubungan antara panjang total dan kepadatan sel kon (per 0.1
mm
2
) ikan layur
Gambar diatas memperlihatkan bahwa adanya hubungan linier antara panjang
total dengan kepadatan sel kon, semakin panjang ukuran tubuh ikan maka kepadatan
sel kon akan berkurang, hal ini dikarenakan sel kon tersebut membesar seiring dengan
pertumbuhan badan ikan sehingga semakin tumbuh ikan maka kepadatan selnya akan
semakin menurun. Kepadatan sel kon tertinggi terletak pada daerah ventro temporal,
yaitu sebesar 126 sel/0,1mm
2
untuk ikan dengan panjang total 850 mm dan 226
sel/0,1 mm
2
untuk ikan berukuran panjang total 650 mm, dengan nilai regresi linier
sebesar 0,9860 yang menunjukan hubungan panjang total dengan kepadatan sel kon
sangat erat, dimana setiap kenaikan satu satuan dari panjang total dapat menjelaskan
perubahan diameter lensa mata sebesar 98%, dan dapat dikatakan pula dengan
semakin berkurangnya kepadatan sel kon ikan maka ketajaman penglihatannya akan
semakin baik.
Setelah mengetahui diameter lensa dan kepadatan sel kon, selanjutnya dapat
ditentukan nilai sudut pembeda terkecil () dan ketajaman penglihatan ikan.hubungan
linier antara panjang total dengan sudut pembeda terkecil () ikan Layur dapat dilihat
pada Gambar 11, serta hubungan linier antara panjang total dengan ketajaman
penglihatan ikan layur dapat dilihat pada Gambar 12 .
y = -0.488x + 535
r = 0.9860
0
50
100
150
200
250
500 600 700 800 900
Panjang total (mm)
K
e
p
a
d
a
t
a
n
s
e
l
k
o
n
(
p
e
r
0
.
1
m
m
2
)
Gambar 11 Hubungan antara panjang total dan sudut pembeda terkecil (menit)
ikan layur
Gambar diatas menunjukan hubungan linier antara panjang total dengan sudut
pembeda terkecil ikan layur. Dimana semakin panjang ukuran tubuh ikan maka sudut
pembeda terkecilnya akan semakin turun. Ikan dengan ukuran panjang total 650 mm
memiliki nilai sudut pembeda terkecil sebesar 7,29 menit dan ikan dengan ukuran
panjang total 850 mm memiliki sudut pembeda terkecil sebesar 6,59 menit.
Nilai regresi r sebesar 0.9292 yang berarti antar panjang total tubuh ikan layur
dengan sudut pembeda terkecil memiliki hubungan yang sangat erat, dan dapat
diktakan pula bahwa setiap kenaikan satu satuan dari panjang total dapat menjelaskan
nilai sudut pembeda terkecil sebesar 92%. Semakin kecil nilai sudut pembeda terkecil
maka penglihatan ikan terhadap suatu objek akan semakin tajam.
Gambar 12 Hubungan antara panjang total dan ketajaman penglihatan ikan
layur
y = -0.0039x + 9.8512
r = 0.9292
5.40
5.90
6.40
6.90
7.40
500 600 700 800 900
Panjang total (mm)
s
u
d
u
t
p
e
m
b
e
d
a
t
e
r
k
e
c
i
l
(
m
e
n
i
t
)
y = 8E-05x + 0.0838
r = 0.9319
0.12
0.13
0.14
0.15
0.16
550 600 650 700 750 800 850 900
Panjang total (mm)
K
e
t
a
j
a
m
a
n
p
e
n
l
i
h
a
t
a
n
Hubungan linier antara panjang total ikan dan ketajaman penglihatan ikan layur
dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar tersebut menunjukan bahwa semakin panjang
ukuran tubuh ikan maka ketajaman penglihatannya pun akan semakin meningkat.
Ikan yang berukuran panjang 650 mm memilki nilai ketajaman penglihatan sebesar
0,14, sedangkan ikan yang berukuran 850 mm memiliki nilai ketajaman penglihatan
sebesar 0,15. nilai regresi linier didapatkan sebesar 0,9319 yang berarti adanya
hubungan yang sangat erat antara panjang total ikan dengan ketajaman penglihatan
ikan layur. Dari persamaan diatas juga dapat dikatakan bahwa setiap kenaikan satu
satuan dari ukuran panjang total dapat menjelaskan nilai ketajaman penglihatan
sebesar 93%.
Nilai ketajaman penglihatan ikan layur yang semakin tinggi ini berhubungan
erat dengan nilai sudut pembeda terkecil yang semakin menurun, seiring dengan
bertambah panjangnya ukuran tubuh ikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
semakin besar ukuran ikan maka ketajaman penglihatannya akan semakin meningkat.
Namun karena terbatasnya jumlah sampel ikan yang diamati batas maksimum nilai
ketajaman penglihatan ikan layur belum dapat ditentukan.
Nilai ketajaman penglihatan ikan layur ini cukup baik, walaupun ikan layur ini
umumnya hidup di perairan pantai yang dalam dengan dasar lumpur, namun ikan ini
biasanya muncul ke permukaan pada waktu senja atau sore hari, sebagaimana
disebutkan oleh Araga et al., (1975). Agustini (2005) dalam penelitiannya
menyebutkan nilai ketajaman penglihatan ikan gulamah yang merupakan ikan
demersal berkisar antara 0,8 0,10 untuk ukuran 100-300 mm selain itu Geonita
(2004) juga menyebutkan nilai ketajaman penglihatan ikan kakap merah (Lutjanus
malabaricus) yang juga termasuk ikan demersal, berkisar antara 0,08 0,13 untuk
kisaran panjang ikan antara 100 185 mm. Hal ini menunjukan bahwa kondisi
perairan yang gelap dan kurang mendapatkan cahaya akan berpengaruh terhadap
daya penglihatan ikan- ikan yang berada jauh dari permukaan air. Berbeda dengan
ikan-ikan yang pelagis sebagaimana dinyatakan oleh Alatas (2004) dalam
penelitiannya menyebutkan bahwa ketajaman penglihatan ikan Tongkol (Euthynnus
affinis) berkisar antara 0,14 0,19 untuk ukuran ikan 285 375 mm. Besarnya
ukuran ikan dan kondisi perairan yang cukup terang menyebabkan ikan tersebut
mempunyai ketajaman penglihatan yang cukup baik.
5.2 Sumbu penglihatan (Visual Axis)
Berdasarkan hasil analisis histologi ternyata ikan layur memiliki kepadatan sel
kon terbesar di bagian ventro-temporal (Gambar 14 ). Dengan menarik garis lurus
melalui pusat lensa mata maka terlihat bahwa sumbu penglihatan ikan layur adalah
kearah depan- naik (upper-fore) (Gambar 15 ). Kepadatan terbesar sel kon dibagian
ventro-temporal akan menyebabkan perubahan arah pada diopter kearah depan-naik
(upper-fore) pada sudut 45
o
.
Sumbu penglihatan atau arah pandang yang dimiliki oleh ikan layur menunjukan
pola makan dan pola hidup dari ikan tersebut. Makanan ikan layur ini berupa ikan-
ikan kecil, udang- udangan (crustacea) dan berbagai jenis cumi-cumi (Dwiponggo et
al.,1991). Hal ini menunjukan bahwa ikan layur merupakan ikan yang aktif memburu
mangsanya. Sebagaimana dinyatakan oleh Tamura (1957) bahwa jenis ikan yang
memperoleh makanannya dengan terlebih dulu memburu mangsanya maka pada
umumnya mereka mempunyai pengkonsentrasian sel kon pada bagian temporal atau
ventro-temporal retinanya.
5.3 Jarak Pandang Maksimum
Jarak pandang maksimum ikan layur dapat diketahui setelah nilai sudut
pembeda terkecil diketahui. Objek yang dilihat adalah umpan yang terbuat dari
potongan daging ikan layur dengan ukuran yang bervariasi antara 40-70 mm. Tabel 4
dan Gambar 13 memperlihatkan kemampuan jarak pandang maksimum ikan layur
yang mempunyai ukuran panjang total 650-850 mm dalam melihat objek.
Tabel 4 Jarak pandang maksimum ikan layur terhadap umpan pancing rawai
Jarak pandang maksimum (m)
Panjang total
40 mm 50 mm 60 mm 70 mm
650 6.006 7.508 9.009 10.511
700 6.098 7.622 9.146 10.671
750 6.536 8.170 9.804 11.438
800 6.601 8.251 9.901 11.551
850 6.623 8.278 9.933 11.589
Jarak pandang maksimum ikan layur terhadap umpan yang ada pada pancing
rawai akan semakin meningkat dengan semakin besarnya ukuran umpan yang dilihat,
serta semakin meningkat pula dengan besarnya ukuran panjang total tubuh ikan.
Artinya, dengan ukuran panjang total tubuh yang semakin besar maka kemampuan
ikan layur untuk mendeteksi adanya benda dihadapannya akan semakin jauh,
sehingga dari jarak jauh ikan tersebut sudah dapat mendeteksi/melihat umpan.
Gambar 13 Hubungan antara panjang total dengan jarak pandang maksimum
ikan layur
Grafik dan tabel diatas dapat memberikan informasi bahwa jarak pandang
maksimum dari ikan layur dengan perbedaan ukuran panang total tidak berbeda jauh.
Ikan layur dengan ukuran panjang total antara 650-850 mm memiliki kisaran jarak
pandang maksimum antara 6.006 - 11.589 meter.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa proses penangkapan ikan
layur dengan menggunakan rawai layur dilakukan pada pagi hari, meskipun banyak
juga nelayan yang menangkap layur pada malam hari namun dengan alat tangkap
yang berbeda yaitu pancing ulur. Untuk itu hasil penelitian ini dapat memberikan
informasi bagi kegiatan penangkapan maupun kegiatan wisata bahari atau olahraga
memancing, dimana ukuran ikan layur yang akan ditangkap dapat diupayakan dengan
memperhatikan ukuran umpan yang digunakan. Selain itu dengan memperhatikan
ukuran umpan juga diharapkan ikan layur yang berukuran kecil dan belum layak
Ukuran umpan
3
5
7
9
11
13
550 600 650 700 750 800 850 900
Panjang total (mm)
J
a
r
a
k
P
a
n
d
a
n
g
M
a
k
s
i
m
u
m
(
m
)
40 mm
50 mm
60 mm
70 mm
untuk ditangkap tidak tertangkap, dengan begitu maka sumberdaya ikan layur dapat
terjaga kelestariannya sebagaimana yang kita harapkan.
Gambar 14 Bentuk dan kepadatan sel kon pada setiap bagian retina mata ikan layur
3
2
Dorsal
Nasal
Temporal
Ventral
Ventro-temporal
Dorsal
Ventro-temporal
Ventral
Temporal
Nasal
Gambar 15 Peta kepadatan sel kon (Isodensity) dan sumbu penglihatan ikan layur
3
3
Panjang Total : 700 mm
180
175
170
165
160
155
150
155
140
120
115
125
145
D
T N
V
Daerah dengan
kepadatan sel kon
tertinggi
Sumbu penglihatan
Panjang Total :650 mm
Daerah dengan
kepadatan sel
kon tertinggi
170
175
170
190
195
205
215
210
220
225
D
N
V
T
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Ketajaman penglihatan ikan layur semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya ukuran panjang tubuh ikan, yaitu berkisar antara 0,14-0,15 untuk
ukuran panjang tubuh 650-850 mm.
2. Kepadatan sel kon tertinggi ikan layur terletak pada bagian ventro-temporal
retina mata. Hal ini mengindikasikan bahwa arah penglihatan ikan layur ke arah
depan naik (upper-fore).
3. Jarak pandang maksimum ikan layur dapat melihat objek pada pancing rawai
dalam hal ini umpan, akan semakin meningkat seiring dengan bertambah
besarnya ukuran tubuh ikan dan ukuran umpan atau objek yang dilihat. Diprediksi
Jarak pandang maksimum ikan layur dalam melihat umpan berukuran 40 mm
berkisar antara 6,006 6,623 meter; untuk ukuran umpan 50 mm berkisar antara
7,508 - 8,278 meter; untuk ukuran umpan 60 mm berkisar antara 9,009 - 9,933
meter; untuk ukuran umpan 70 mm berkisar antara 10,511 - 11,589 meter.
6.2 Saran
Keterbatasan jumlah sampel ikan yang di gunakan dalam penelitian ini
menyebabkan belum diketahuinya nilai ketajaman penglihatan optimum pada ikan
layur, sehingga diperlukan penelitian lanjutan dengan sampel yang lebih banyak dan
lebih bervariasi ukurannya, untuk menentukan visual acuity optimum ikan layur.
DAFTAR PUSTAKA
Agustini, W. 2005. Ketajaman Penglihatan Ikan Gulamah (Argyrosomus amoyensis)
Kaitannya Dengan Respon Penglihatan Terhadap Objek Jaring Arad (Skripsi).
Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 52
hal.
Alatas, U. 2004. Analisis Hasil Tangkapan dan Respon Ikan Tonkol (Euthynnus
affinis) pada Pancing Tonda Menggunakan Umpan Tiruan (Thesis). Bogor.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 57 hal.
Ali, M.A dan M. Anctil. 1976. Retinas of Fishes an tlas. Springer-Verlag-Berlin. P :
267.
Anita. 2005. Produksi Layur (Trichiurus sp) di PPN Palabuhanratu Untuk Tujuan
Ekspor (Skripsi). Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. 82 hal.
Araga, C. ; H. Masuda dan T. Yossihono.1975. Costal Fishes of Southern Japan.
Tokai University Press Shinjuku. Tokyo. Japan
Ayodhyoa Dan Diniah. 1989. Handbook Perikanan Indonesia. Diktat Kuliah (Tidak
dipublikasikan). Bogor. Fakultas Perikanan. Hal: 39.
Blaxter, J.H.S and M.P Jones. 1980. Vision and The Feeding Of Fishes in Fish
Behaviour and Its Use In The Capture and Culture of Fishes. Roceeding in
The Conference on The Physiology and Behavioral Manipulation Of Food As
Production and Management, Manila. p: 32-56
Direktorat Jendral Perikanan. 1979. Buku Pedoman Pengembangan Sumberdaya
Perikanan Laut. Bagian I (Jenis dan ekonomi penting). Jakarta.
Direktorat Jenderal Perikanan. 1994. Spesifikasi Teknis Kapal dan Alat Penangkapan
Ikan Laut dan Perairan Umum. Direktorat Bina Produksi, Direktorat jenderal
Perikanan. Departemen Pertanian. Jakarta. 75 hal.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2001. Departemen Kelautan dan Perikanan.
http://www.pelabuhanperikanan.or.id [25 Juni 2005]
Dwiponggo, M.Badrudin, D. Nogroho dan Sriyono. 1991. Potensi dan pengembangan
sumberdaya demersal. Direktorat Jendral Perikanan. Puslitbang Perikanan.
P3O-LIPI, Jakarta.
Fitri, A.D.P. 2002. Ketajaman Penglihatan Ikan Juwi (Anodontostoma chacunda) dan
Aplikasinya pada Proses Penangkapan Pukat Cincin Mini (Thesis. Bogor.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 88 hal.
Geonita, G. 2004. Ketajaman Penglihatan Kakap Merah dalam Kaitannya dengan
Proses Penangkapan menggunakan Pancing Ulur (Skripsi). Bogor. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 41 hal.
Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metoda dan
Taktik Penangkapan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas
Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hermawati, Y. 2005. Analisis Komoditas Unggulan Perikanan Laut dan Unit
Penangkapan Ikan di Palabuhanratu, Jawa Barat (Skripsi). Bogor. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 72 hal.
Imron, M.F. 1999. Pengaruh Kedalaman Posisi Mata Pancing Terhadap Hasil
Tangkapan Ikan Layur (Trichiurus Savala) dalam Uji Coba Pancing Ulur di
Perairan Palabuhanratu, Sukabumi. 5 hal.
Matsuoka, M. 1999. Histological Characteristics and Development of the Retina in
the Japanese Sardine (Sardinops malanostictus). Fisheries Science, 65 (2):
224-229.
Muntz, W.R.A. 1974. 1974. Comparative Aspects In Behavioral Studies Of
Vertebrate Vision, in Cmparative Pshysiology. Academic Press, New York. p:
255-261.
Nicol, J.A.C. 1989. The Eyes Of Fishes. Clarendon Press. Oxford. p: 308.
Nomura, M. 1981. Fishing Technique (II). Japan International Cooperation Agency
Tokyo. Tokyo. 206 p.
Nomura, M. 1991. Fishing Technique (IV). Japan International Cooperation Agency
Tokyo. Tokyo.
Purbayanto, A.1999. Behavioral Studies for Improving Survival of Fish in Mesh
Selectivity of Sweeping Trammel Net. Ph.D thesis, Graduate School of
Fisheries, Tokyo University of Fisheries. Tokyo.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Volume I dan II. Bina
Cipta, Bandung.
Sadhori, N. 1984. Teknik Penangkapan Ikan. Penerbit Angkasa, Bandung.
Subani, W dan H.R Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang di Indonesia.
Edisi Khusus Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 05 Balai Penelitian
Perikanan Laut. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen
Pertanian. Jakarta.
Syandri, H. 1988. Tingkah Laku Ikan. Padang : Universitas Bung Hatta. Fakultas
Perikanan. Hal 20 22.
Tamura, T.1957. A Study of Visual Perception in Fish, Especially on Resolving
Power and Accomodation. Bulletin of The Japanese Society of Scientific
Fisheries. Vol 22, No. 9. Fisheries Institute, Faculty of Agriculture, Japan.
p:536-557.
Zhang, X. M., and T. Arimoto. 1993. Visual Physiology of Walleye Pollock
(Theragra chalcogramma) in Relation to Capture by Trawl Nets. ICES
Marine Science Symposium. p : 113-116.
Lampiran 1. Jumlah sel kon pada setiap bagian dari retina mata ikan layur
1kan 1. Panjang total = 650 mm; 1kan 2. Panjang total = 700 mm;
Panjang baku = 600 mm; Panjang baku = 650 mm;
Diameter lensa = 6,15 mm Diameter lensa = 6,85 mm
Bagian Jumlah sel kon Bagian Jumlah sel kon
1 170 1 140
2 180 2 156
3 193 3 146
4 186 4 140
5 188 5 120
6 190 6 142
7 180 7 140
8 210 8 136
9 226 9 186
10 215 10 154
11 168 11 160
12 210 12 156
13 160 13 162
14 174 14 134
15 180 15 110
16 166 16 125
17 176 17 125
18 186 18 142
19 198 19 150
Dorsal
Ventral
11
8
9
10
12
1
3
2
14 13
4
5
6
7
19
18
17
16
15
Ventro-temporal
Temporal Nasal
Optic left
Dorso-temporal
11
8
9
10
12
1
3
2
14 13
4
5
6
7
19
18
17
16
15
Ventro-temporal
Temporal Nasal
Optic left
Dorso-temporal
1kan 3. Panjang total = 750 mm; 1kan 4. Panjang total = 800 mm;
Panjang baku = 700 mm; Panjang baku = 750 mm;
Diameter lensa = 7,85mm Diameter lensa = 8,45mm
Bagian Jumlah sel kon Bagian Jumlah sel kon
1 154 1 140
2 98 2 80
7 86 7 76
8 112 8 116
9 160 9 144
10 142 10 130
1kan 5. Panjang total = 850 mm;
Panjang baku = 800 mm;
Diameter lensa = 9,15mm
Bagian Jumlah sel kon
1 122
2 78
7 76
8 98
9 126
10 106
Dorsal
Ventral
Lampiran 2. Nilai sudut pembeda terkecil dan ketajaman penglihatan ikan layur
No
Panjang Total
(mm)
Kepadatan sel kon
(per 0.1 mm
2
)
Diameter lensa
(mm)
Fokus lensa
(mm)
Sudut pembeda terkecil
(menit)
*
Ketajaman
penglihatan
**
1
650 226 6.15 7.84 7.29 0.14
2 700 186 6.85 8.73 7.22 0.14
3 750 164 7.85 10.01 6.71 0.15
4
800 144 8.45 10.77 6.65 0.15
5 850 125 9.15 11.67 6.59 0.15
*
=
( )
+
=
n
25 , 0 1 1 . 0 2
F
1
rad
**
= VA = (
rad
180
60 )
-1
Lampiran 3. Konstruksi alat tangkap pancing rawai
Keterangan :
1. Pelampung 7. Kawat (Barlen)
2. Swivel 8. Kail (No 9)
3. Snap
4. Pemberat
5. Main line
6. Branch line
4
1
1
4
3
2
5
6
7
8
2 m
115 m
1.5 m
Dasar perairan
10 m
2
3
Lampiran 4 Peta daerah penelitian
7.00
o
LS
7.10
o
LS
106.20
o
BT
106.10
o
BT
U U
Lokasi penelitian
Lampiran 5. Alat-alat, bahan dan proses analisis histologi
Proses infiltrasi
Kain kasa pembungkus potangan retina
Mikrotom
Vial Evendorf
Mesin histoembedder
Proses dehidrasi dan clearing
Lampiran 6. Unit penangkapan dan hasil tangkapan pancing rawai
Perahu jukung
Ikan layur