SKRIPSI
Oleh:
DWI PANGESTU WIJAKSONO
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Pada
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
ii
iii
KATA PENGANTAR
Banyak hal yang terjadi berkat kuasa Allah SWT sehingga segala sesuatunya
dimudahkan. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita
kiamat.
bimbingan Prof. Dr. Ir. Joeharnani Tresnati, DEA. dan Moh. Tauhid Umar, S.Pi,
MP.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian Skripsi ini masih jauh dari
1. Kedua orang tua saya, Ayahanda Sutomo, Amd, S.St dan Ibunda Rosna, dan
Pamungkas. Terima kasih atas segala yang telah diberikan selama ini kepada
dan juga terima kasih atas dorongan dan materil yang telah penulis dapatkan,
2. Prof. Dr. Ir. Joeharnani Tresnati, DEA sebagai pembimbing utama dan Bapak
Moh. Tauhid Umar, S.Pi, MP sebagai pembimbing anggota yang telah banyak
iv
3. Seluruh staf pengajar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan khususnya para
semua doa, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan, keberhasilan ini
yang telah memberi dukungan dan semangat nya selama proses penyusunan
6.Terima kasih kepada seluruh staf pegawai Fakultas Ilmu Kelautan dan
v
RIWAYAT HIDUP
Hasanuddin Makassar.
2015-2016 sebagai koordinator bidang, aktif sebagai wakil ketua umum Ikatan
Makassar”
vi
ABSTRACT
Keywords : Indian mackerel, growth type, condition factor value, mortality, yield
per recruitment.
vii
ABSTRAK
Dwi Pangestu Wijaksono. Hubungan panjang bobot dan dinamika populasi ikan
kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) di Selat Makassar. Dibimbing oleh
Joeharnani Tresnati, dan Moh. Tauhid Umar.
Aktivitas penangkapan ikan kembung lelaki secara terus menerus akan
menyebabkan penurunan stok ikan kembung. Penelitian ini bertujuan
mengetahui hubungan panjang bobot, faktor kondisi, dan beberapa aspek
dinamika populasi antara lain meliputi distribusi frekuensi panjang, kelompok
umur, model pertumbuhan Von Bertalanffy, mortalitas, laju eksploitasi, dan yield
per recruitmen relatif. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan di Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) Paotere dari bulan September sampai November 2017.
Hasil penelitian menunjukkan persamaan hubungan panjang bobot ikan jantan
W= 0,00015L2,53657 dan ikan betina W= 0,00817L1,79772 termasuk tipe
pertumbuhan allometrik negatif. Nilai faktor kondisi ikan jantan terbesar pada
TKG IV (1,0839) dan ikan betina pada TKG V (1,1051). Frekuensi Panjang ikan
berkisar 111-289 mm dan terdapat 4 (empat) kelompok umur. Panjang asimtot
(L∞) yaitu 313,00 mm dan umur teoritis (t0) sebesar -0,2052 per tahun. Laju
mortalitas total (Z) yaitu 1,90 per tahun. Mortalitas alami (M) yaitu 0,54 per tahun,
mortalitas penangkapan (F) yaitu 1,37, Laju eksploitasi (E) yaitu 0,72 per tahun,
melebihi tingkat laju eksploitasi optimum (0,50) dan kemampuan Y’/R saat ini
(0,0072) gram. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ikan kembung lelaki
yang berada di Selat Makassar telah mengalami kelebihan tangkapan.
Kata Kunci : Ikan kembung lelaki, tipe pertumbuhan, nilai faktor kondisi, mortalitas, Yield
per rekrukmen
viii
DAFTAR ISI
Halaman
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xii
13. Nilai Hasil Yield Per Recruitment Relative (Y’/R) Ikan Kembung
Lelaki (Rastrelliger kanagurta) ...................................................... 62
xiii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri
Indonesia. Luas perairan laut Indonesia diperkirakan sebesar 5,8 juta km2 yang
memiliki potensi sumberdaya ikan diperkirakan sebanyak 6,26 juta ton per tahun.
Dari jumlah tersebut sebanyak 4,4 juta ton dapat ditangkap di perairan Indonesia
dan 1,86 juta ton dapat diperoleh dari Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).
sumberdaya ikan pelagis kecil memiliki peranan yang penting bagi produksi
perikanan laut indonesia yang memiliki potensi cukup besar. Ikan kembung lelaki
di Kalimantan, Sumatera Barat, Laut Jawa dan Selat Makassar. Ikan kembung
lelaki cenderung berenang mendekati permukaan air pada waktu malam hari dan
pada siang hari turun ke lapisan yang lebih dalam (Hardenberg, 1938).
Potere. Pada tahun 2012 produksi tangkapan ikan kembung lelaki mencapai
kurang lebih 563.680 kg dan pada tahun 2016 produksi tangkapan ikan kembung
ikan menurun.
1
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan panjang
bobot, faktor kondisi dan dinamika populasi antara lain meliputi distribusi
mortalitas, laju eksploitasi, dan yield per recruitmen relatif, karena informasi
mengenai hubungan panjang bobot dan aspek dinamika populasi ikan kembung
penelitian.
B. Tujuan Penelitian
kondisi dan beberapa aspek dinamika populasi antara lain distribusi frekuensi
eksploitasi, dan yield per recruitmen relatif ikan kembung lelaki (Rastrelliger
C. Manfaat Penelitian
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Famili : Scombridae
Genus : Rastrelliger
seperti cerutu dan ditutupi oleh sisik yang berukuran kecil dan tidak lepas. Bentuk
tubuh pipih dengan bagian dada lebih besar dari pada bagian tubuh yang lain.
3
Ikan kembung lelaki tidak punya gigi pada bagian tulang langit-langit. Ikan
kembung lelaki memiliki dua buah sirip punggung. Sirip punggung kedua dan
sirip dubur terdapat 5 - 6 sirip tambahan yang disebut finlet. Sirip ekor bercagak
dalam, sirip dada lebar, dan meruncing sedangkan sirip perut terdiri dari 1 jari-jari
lemah. Ikan kembung lelaki memiliki warna keperakan dan titik gelap sepanjang
Ikan kembung memiliki karakteristik badan lonjong dan pipih. Belakang sirip
punggung kedua dan sirip dubur terdapat 5 sirip tambahan (finlet) dan terdapat
sepasang keel pada ekor. Pada ikan ini terdapat noda hitam di belakang sirip
dada. Pada semua jenis terdapat barisan noda hitam di bawah sirip punggung.
Jenis ikan Kembung yang tertangkap di Indonesia terdiri dari spesies Rastelliger
Distribusi ikan kembung lelaki secara geografis sangat luas, kecuali bagian
selatan perairan pantai Australia, bagian barat Laut Merah dan bagian timur
Selatan dan Arafuru (DJP, 1979). Ikan kembung lelaki merupakan ikan pelagis
Whitehead, 1974).
4
C. Habitat dan Kebiasaan Makan Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta)
Ikan kembung termasuk salah satu ikan pelagis yang hidup di perairan
pantai maupun perairan lepas pantai. Ikan kembung juga termasuk ikan pelagis
pantai. Ikan kembung juga masuk ke dalam perairan estuari untuk mencari
crustacea. Sebagai pemakan plankton, ikan kembung ditandai oleh adanya tapis
Pukat cincin adalah jaring yang umumnya berbentuk empat persegi panjang,
dilengkapi dengan tali kerut yang dilewatkan melalui cincin yang diikatkan pada
bagian bawah jaring (tali ris bawah), sehingga dengan menarik tali kerut bagian
(Baskoro, 2002).
secara aktif dengan cara mengejar dan melingkarkan jaring pada suatu
berbentuk dinding melingkari gerombolan ikan dan bagian atas dari jaring berada
dipermukaan laut. Purse seine terdiri dari kantong, badan jaring, tepi jaring,
pelampung, tali pelampung, sayap, pemberat, tali penarik, dan tali cincin. Fungsi
mata jaring dan jaring yaitu sebagai dinding penghadang dan bukan sebagai
penjerat ikan, sehingga perlu ditentukan besarnya ukuran mata jaring dan ukuran
benang jaring yang sesuai untuk setiap ikan yang menjadi tujuan
5
Gambar 2. Alat Tangkap Pukat Cincin (Ardidja, 2007).
b. Payang
Payang merupakan alat penangkap ikan berupa jaring yang terdiri atas
kantong, dua buah sayap dibagian kiri dan kanan, badan, dan tali ris. Pada alat
tangkap payang, tali ris atas lebih panjang dari tali ris bawah dengan tujuan agar
ikan dapat masuk dalam kantong jaring dengan mudah dan mencegah lolosnya
ikan ke arah bawah. Hal ini disebabkan payang biasanya digunakan untuk
menangkap jenis ikan pelagis yang biasa hidup dibagian lapisan permukaan
perairan dan cenderung memiliki sifat lari kebawah apabila terkurung jaring
(Subani & Barus, 1989). Penangkapan dengan payang dapat digunakan dengan
tahap yaitu tahap persiapan, tahap penurunan, dan tahap penarikan jaring.
6
Gambar 3. Alat Tangkap Payang (Ardidja, 2007).
ikan untuk menduga besarnya populasi, dan untuk menduga laju kematiannya.
untuk menentukan selektivitas alat tangkap agar ikan-ikan non target (ikan-ikan
panjang bobot ikan dapat diketahui koefisien kondisi ikan yang menunjukan
matematis antara panjang dan bobot ikan, sehingga dapat dikonservasi dari
panjang ke bobot, dan sebaliknya. Selain itu, analisis ini juga bertujuan untuk
mengukur variasi bobot harapan ikan untuk suatu ukuran panjang tertentu, baik
dapat digunakan yaitu model yang berhubungan dengan bobot dan model yang
7
menggunakan persamaan matematik untuk menggambarkan suatu
pertumbuhan.
fungsi dari panjang. Hubungan panjang bobot ikan sebagai pangkat tiga dari
panjangnya. Dengan kata lain hubungan ini dapat dimanfaatkan untuk menduga
keseimbangan pertumbuhan panjang dan bobot tubuh ikan. Apabila nilai b sama
tubuh dan berat jenisnya tidak berubah selama proses pertumbuhannya atau
tidak sama dengan tiga maka pertumbuhannya allometrik. Jika b<3 menunjukkan
keadaan ikan yang kurus dimana pertambahan panjangnya lebih cepat dari
pertambahan beratnya dan jika b>3 maka menunjukkan ikan gemuk dimana
Gunaisah, 2013).
F. Faktor Kondisi
al., 1977). Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan baik dilihat dari segi
secara komersil maka kondisi ini mempunyai arti kualitas dan kuantitas daging
ikan yang tersedia untuk dapat dimakan. Jadi kondisi ini dapat memberi
8
Faktor kondisi atau Ponderal index merupakan salah satu derivat penting
dari pertumbuhan. Faktor kondisi ini menunjukan keadaan dari ikan, dilihat dari
segi kapasitas fisik untuk survival dan produksi. Dalam pengunaan secara
komersial maka kondisi ini mempunyai arti kualitas dan kuantitas daging ikan
yang tersedia untuk dapat dimakan. Kondisi ini mempunyai arti dapat memberi
keterangan, baik secara biologis maupun secara komersial (Andy Omar, 2007).
mencari atau memanfatkan sumber itu tersedia dalam jumlah yang terbatas.
1993).
Ikan yang berukuran kecil mempunyai faktor kondisi yang lebih tinggi,
Faktor kondisi dapat dijadikan indikator kondisi pertumbuhan ikan dan dapat
ukuran ikan maka nilai faktor kondisinya akan bertambah dengan asumsi faktor
9
panjang ke dalam komposisi umur. Oleh karena itu kompromi paling baik bagi
pengkajian stok dari spesies tropis adalah suatu analisis sejumlah data frekuensi
akan dapat terlihat erat kaitannya dengan pengolahan ikan sebagai sumberdaya
hayati dari suatu perairan dengan mengetahui umur ikan tersebut dan komposisi
jumlah yang ada dan yang berhasil hidup, kita dapat mengetahui keberhasilan
Umur ikan bisa ditentukan dari distribusi frekuensi panjang melalui analisis
kelompok umur karena panjang ikan dari umur yang sama cenderung
panjang kelas tersebut untuk mewakili panjang kelompok umur. Hasil identifikasi
10
Sparre & Venema (1999) menjelaskan bahwa terdapat beberapa metode
Diantaranya adalah metode Bhattacharya, dasar dari metode ini yaitu pemisahan
ada tiga kelompok umur dimana pembagian kelompok umur ini berdasarkan
berkelanjutan yang dapat diambil dari suatu stok ikan (King, 1995). Studi
maka ukuran baik panjang maupun berat suatu individu ikan pada umur tertentu
interval waktu pengambilan contoh yang sama (Sparre & Venema 1999).
Metode ini memerlukan masukan panjang rata-rata ikan dari beberapa kelompok
11
I. Mortalitas dan Laju Eksploitasi
populasi. Pada suatu stok yang telah dieksploitasi perlu untuk membedakan
mortalitas akibat penangkapan dan mortalitas alami. Laju mortalitas total (Z)
adalah penjumlahan laju mortalitas penangkapan (F) dan laju mortalitas alami
Mortalitas alami adalah mortalitas yang terjadi karena berbagai sebab selain
usia tua (Sparre & Venema, 1999). Beverton & Holt (1957) menduga bahwa
alami. Nilai laju mortalitas alami berkaitan dengan nilai parameter pertumbuhan
von Bertalanffy K dan L∞. Ikan yang pertumbuhannya cepat (nilai K tinggi)
pemangsa ikan besar lebih sedikit dari ikan kecil. Menurut Pauly (1980) dalam
Sparre & Venema (1999) berdasarkan penelitiannya terhadap 175 stok ikan yang
perairan selain faktor panjang maksimum (L∞) dan laju pertumbuhan. Sedangkan
Laju eksploitasi (E) didefinisikan sebagai bagian suatu kelompok umur yang
akan ditangkap selama ikan tersebut hidup. Oleh karena itu laju eksploitasi juga
dapat diartikan sebagai jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah
total ikan yang mati karena semua faktor baik faktor alam maupun faktor
penangkapan (Pauly 1984). Pauly (1984) menduga bahwa dalam stok yang
dieksploitasi optimal maka laju mortalitas penangkapan (F) sama dengan laju
mortalitas alami (M) atau laju eksploitasi (E) sama dengan 0,5. Penentuan laju
12
eksploitasi merupakan salah satu faktor yang perlu diketahui untuk menentukan
Model yield per recruitment relatif merupakan salah satu model non-linear
yang disebut juga model analisis rekrutmen, dan dikembangkan oleh Beverton
dan Holt (1957). Model yield ini lebih mudah dan praktis digunakan karena
Secara sederhana yield diartikan sebagai porsi atau bagian dari populasi
anggota baru diikuti oleh suatu kelompok yang dalam perikanan dapat diartikan
sebagai penambahan suplai baru yang sudah dapat dieksploitasi diikuti oleh stok
Pendugaan stok yield per recruitment (Y’/R) merupakan salah satu model
model recruitment dan surplus produksi. Model (Y’/R) menurut Beverton dan
Holt lebih mudah dan praktis digunakan karena model tersebut hanya
memerlukan input nilai parameter populasi lebih sedikit jika dibandingkan model
13
III. METODE PENELITIAN
Sulawesi Selatan.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain yaitu penggaris 30 cm
dengan skala terkecil 1 mm, timbangan digital dengan skala terkecil 1 gram, alat
tulis sebagai pencatatan data yang didapatkan di lapangan, alat bedah untuk
14
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ikan kembung lelaki
Contoh ikan yang diambil sebanyak 50% dari total tangkapan, sedangkan
ikan yang di bedah untuk mengetahui jenis kelamin dan TKGnya sebayak 25%
Panjang yang akan diukur yaitu panjang total tubuh ikan yang diukur mulai
dari ujung terdepan bagian kepala sampai ke ujung sirip ekor yang paling
15
D. Analisi Data
a. Hubungan Bobot-Panjang
Hubungan panjang dan berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa
bobot ikan sebagai pangkat tiga. Namun sebenarnya tidak demikian karena
W = aLb
Keterangan :
W = Bobot
L = Panjang
sumbu y)
y = a + bx
hipotesis :
16
panjang lebih cepat dari pada pertambahan bobot).
Keterangan :
Setelah itu bandingkan nilai thitung dengan nilai ttabel pada selang
b. Faktor Kondisi
faktor kondisi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Effendie, 1979) :
Keterangan :
K = Faktor kondisi
(a & b) = Konstan
selang kelas, nilai tengah kelas, dan frekuensi dalam setiap kelompok panjang.
17
menggunakan tahapan-tahapan sebagai berikut :
3. Menentukan limit bawah kelas bagi selang kelas pertama dan kemudian
lebih dari satu kohort, maka dilakukan pemisahan distribusi normal. Menurut
Sparre & Venema (1999), metode yang dapat digunakan untuk memisahkan
dari distribusi keseluruhan, dimulai dari bagian sebelah kiri dari distribusi total.
Setelah distribusi normal yang pertama ditentukan, lalu dipisahkan dari distribusi
18
d. Model Pertumbuhan Von Bertalanffy
interval waktu pengambilan contoh yang sama. Berikut ini adalah persamaan
[-K(t- t0)]
Lt = L∞ (1-e )
Keterangan :
t = Umur (tahun)
perangkat lunak FiSAT II (Gayanilo et al., 2005). Umur teoritis (to) di estimasi
tangkapan dengan panjang (length converted catch curve) pada program FISAT
keterangan :
Z = Mortalitas total
F = Mortalitas Penangkapan
19
M = Mortalitas alami
E = Laju eksploitasi
(1983) yang menggunakan data rata-rata suhu permukaan Selat Makassar tahun
Keterangan :
M = Mortalitas alami
L∞ = Panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy
K = Koefisien pertumbuhan pada persamaan pertumbuhan Von
Bertalanffy
T = Rata-rata suhu permukaan perairan Selat Makassar 29⁰ C
al., 1999).
Keterangan :
(cm).
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
689 ekor, ikan yang bedah sejumlah 231 ekor terdiri dari jantan 141 ekor dan
betina 90 ekor. Hasil analisis hubungan panjang bobot tubuh ikan kembung
jantan lebih banyak dari pada ikan kembung lelaki betina yaitu 141 ekor ikan
jantan dan 90 ekor ikan betina. Ukuran panjang-total tubuh ikan kembung lelaki
betina tidak berbeda jauh pada ikan kembung jantan yaitu betina memiliki kisaran
panjang total tubuh 169,00 – 250,00 mm dengan rata-rata 206,28 dan untuk ikan
202,64 mm, sedangkan untuk bobot ikan kembung lelaki betina lebih relatif berat
dibandingkan dengan ikan kembung lelaki jantan yaitu betina dengan kisaran
bobot tubuh 66,00 – 165,00 g dengan rata-rata 119,43 g dan untuk ikan
21
kembung lelaki jantan 54,00 - 154,00 g dengan rata-rata 105,83 g. Menurut
Nikolsky (1963) apabila pada suatu perairan terdapat perbedaan ukuran dan
jumlah dari salah satu jenis kelamin kemungkinan disebabkan oleh perbedaan
masa hidup, dan adanya introduksi jenis ikan / spesies baru pada suatu populasi
Menurut Effendie (2002) yang mempengaruhi pertumbuhan ikan terdiri atas dua
faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain
keturunan, jenis kelamin, umur dan penyakit, sedangkan faktor eksternal yang
memiliki pola pertumbuhan ikan yang berbeda pada penelitian di atas dimana
pola pertumbuhan ikan kembung lelaki jantan dan betina bersifat alometrik positif
artinya pertambahan bobot tubuh lebih cepat dari pada pertambahan panjang
tubuh.
regresi (Tabel 1) yaitu pada ikan kembung lelaki jantan yaitu W= 0,00015L2,5365
dan nilai koefisien regresi (b = 2,5365), ikan betina persamaan regresinya yaitu
ikan jantan dan betina persamaan regresi yaitu W = 0,00055L2,2983 dan nilai
koefisien regresi (b = 2,2983). Berdasarkan hasil uji t terhadap nilai b baik ikan
jantan, ikan betina dan ikan gabungan menunjukkan bahwa di semua nilai thitung
lebih besar dari pada ttabel ( thitung > ttabel ). Hal ini berarti nilai b berbeda dengan 3
22
dalam hal ini semuanya lebih kecil 3 (Tabel 1) yaitu ikan jantan (2,5365), ikan
betina (1,7977) dan ikan gabungan (2,2983). Hasil penelitan ini menunjukkan
dalam pola pertumbuhan ikan kembung lelaki yang tertangkap di Selat Makassar
adalah berpola alometrik negatif yang berarti pertambahan panjang lebih cepat
Nilai koefisien korelasi (r) ikan kembung lelaki pada ikan jantan yaitu 0,7251,
ikan betina yaitu 0,7113 dan gabungan ikan jantan dan betina yaitu 0,7287
dapat dilihat di Tabel 1 dan Gambar 6. Berdasarkan nilai koefisien korelasi (r)
yang diperoleh, ikan kembung lelaki memiliki hubungan korelasi yang kuat
bobot tubuh ikan. Nilai koefisien korelasi yang tergolong kuat berkisar antara
beberapa fenomena ekologis yang dialami oleh suatu organisme dalam daur
berubah dari suatu populasi akibat faktor lingkungan yang berbeda (Bluewis,
ketersediaan makanan serta penyakit dan parasit merupakan hal yang dapat
Berdasarkan uji t kesamaan nilai kofisien regresi (b) antara jantan dan
betina menunjukkan bahwa nilai b jantan dan betina adalah berbeda nyata,
(thitung>ttabel) yang berarti bahwa pertumbuhan ikan kembung lelaki jantan dan
23
a
24
B. Faktor Kondisi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta)
Nilai faktor kondisi ikan kembung lelaki berdasarkan jenis kelamin dan
Faktor Kondisi
I 55 0,9968 ± 0,1956 0,5145 - 1,4197 10 0,9664 ± 0,1640 0,5536 - 1,1795 65 0,9630 ± 0,1864 0,4898 - 1,3515
II 51 1,0086 ± 0,1802 0,7059 - 1,4600 32 0,9872 ± 0,1434 0,6570 - 1,2111 83 0,9998 ± 0,1717 0,6721 - 1,3900
III 25 1,0137 ± 0,2176 0,5576 - 1,4673 27 1,0154 ± 0,2006 0,7976 - 1,3903 52 1,0315 ± 0,2194 0,5308 - 1,4967
IV 8 1,0839 ± 0,1070 0,9486 - 1,2261 16 1,0233 ± 0,1297 0,7899 - 1,2471 24 1,0784 ± 0,1303 0,8503 - 1,3425
V 2 0,9518 ± 0,0248 0,9343 - 0,9694 5 1,1051 ± 0,1239 0,9275 - 1,2296 7 1,1086 ± 0,1763 0,8895 - 1,3236
gonad (TKG) dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai faktor kondisi ikan kembung lelaki
jantan memiliki nilai faktor kondisi terbesar pada TKG IV (1,0839) dan pada ikan
betina dicapai pada TKG V (1,1051). Berdasarkan hasil yang diperoleh, nilai
faktor kondisi meningkat seiring dengan peningkatan TKG, baik ikan betina
penurunan. Walaupun terjadi penurunan nilai faktor kondisi pada TKG V, faktor
kondisi ikan kembung lelaki cenderung stabil. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Suwarni (2009) bahwa nilai faktor kondisi < 1, tergolong ikan yang pipih atau
tidak gemuk sementara nilai faktor kondisi 1 – 3, tergolong ikan yang bentuk
Hasil penelitian Julia (2015), bahwa ikan kembung lelaki jantan dan betina
kondisi ikan kembung lelaki jantan memiliki nilai faktor kondisi terbesar pada TKG
IV (1,32) dan pada ikan betina pada TKG IV (1,19), walaupun pada TKG V baik
25
ikan jantan dan betina mengalami penurunan, nilai faktor kondisi ikan kembung
Berdasarkan uji statistik faktor kondisi ikan kembung lelaki jantan dan betina
selama penelitian (Lampiran 8) diperoleh nilai thitung sebesar -1,7394 dan ttabel
sebesar 1,9705. Hal tersebut menunjukkan bahwa antara faktor kondisi ikan
kembung lelaki jantan dan ikan kembung lelaki betina (thitung<ttabel) tidak berbeda
nyata.
berkisar 111 - 289 mm. Panjang ikan tersebut dikelompokkan ke dalam 37 kelas
panjang, dan frekuensi ikan terbanyak terdapat pada kelas ukuran 200 - 204 mm
yaitu sebanyak 65 ekor dari total tangkapan dapat dilihat pada gambar 4.
yaitu kelompok umur pertama dengan rata-rata 120 mm, kelompok umur kedua
dengan rata-rata 151,08 mm, kelompok umur ketiga dengan 197,06 mm dan
26
Tabel 3. Hasil analisis kelompok umur ikan kembung lelaki (Rastrelliger
kanagurta) yang tertangkap di perairan Selat Makassar menggunakan
metode Bhattacharya’s.
Blanakan, Subang, Jawa Barat frekuensi panjang Panjang ikan berkisar 140 mm
- 210 mm. Panjang ikan dikelompokkan ke dalam 17 kelas panjang total ikan
yang menggunakan interval kelas 5 mm, panjang total terbanyak terdapat pada
kelas 175 - 181 mm yaitu sebanyak 193 ekor dari total tangkapan.
umur pertama dengan rata-rata 182 mm dan kelompok umur kedua dengan rata-
Gambar 7. Grafik distribusi frekuensi panjang dan kelompok umur (Kohort) Ikan
Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) yang tertangkap di Selat
Makassar.
Menurut Hasselblad (1969), McNew & Summerflat (1978) dan Clark (1981)
dalam Sparre & Venema (1999) jika nilai I < 2 maka pemisahan kelompok ukuran
tidak mungkin dilakukan karena terjadi tumpang tindih yang besar antar
27
kembung pada Tabel 3 bahwa nilai indeks separasi antar kelompok ukuran yaitu
2,15 , 2,31 dan 2,28. Hal ini menunjukkan bahwa pemisahan kelompok ukuran
ELEFAN I yang terdapat dalam program FISAT II, nilai L∞ = 313,00 mm dan nilai
mengunakan rumus empiris Pauly yaitu -0,2052 dapat dilihat pada Lampiran 11.
Nilai dugaan parameter pertumbuhan yang telah diperoleh (L∞, K dan t0)
maksimum secara teoritis sebesar 313,00 mm. Kurva tersebut juga menunjukkan
bahwa laju pertumbuhan ikan kembung lelaki berbeda setiap waktu. Ikan
28
kembung lelaki pada waktu muda mengalami laju pertumbuhan lebih cepat
Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie (2002) bahwa pertumbuhan cepat
terjadi pada ikan ketika berumur 3 - 5 tahun. Pada ikan tua walaupun
pertumbuhan itu terus tetapi berjalan dengan lambat. Pada Ikan tua energi yang
kematangan gonad.
laju mortalitas total (Z) adalah penjumlahan laju mortalitas penangkapan (F) dan
laju mortalitas alami (M) sehingga ketiga jenis mortalitas tersebut perlu dianalisis.
Pendugaan konstanta laju mortalitas total (Z) ikan kembung lelaki dilakukan
dengan kurva hasil tangkapan yang dilinearkan berbasis data panjang. Kurva
empiris Pauly (Sparre & Venema 1999) dengan suhu rata-rata permukaan
⁰
perairan Selat Makassar 29,0 C (BMKG, 2016). Hasil analisis dugaan laju
mortalitas dan laju eksploitasi ikan kembung dapat dilihat pada Tabel 4.
29
Tabel 4. Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan Kembung lelaki (Rastrelliger
kanagurta) yang tertangkap di perairan Selat Makassar.
dibandikang mortalitas alami (M) 0,54. Hal ini menunjukan bahwa kematian ikan
Berdasarkan hasil wawancara, ikan kembung lelaki ini merupakan salah satu
ikan yang sangat digemari karena permintaan masyarakat yang semakin banyak
dan terbukti dari hasil tangkapan ikan kembung lelaki di Pelabuhan Paotere pada
tahun 2016 yang mencapai 836.450 ton/tahun dibandingkan pada tahun 2012
yang mencapai 563.680 ton/tahun, dari Tabel 4 juga dapat dilihat laju eksploitasi
Pesisir Pulau Ternate Provinsi Maluku Utara, nilai mortalitas penangkapan (F)
yaitu 1,72, nilai mortalitas alami (M) yaitu 1,47, nilai mortalitas total (Z) yaitu 3,19
Berdasarkan nilai laju eksploitasi (E) ikan kembung lelaki yang terdapat di
Selat Makassar, menunjukkan bahwa ikan kembung lelaki telah mengalami over
eksploitasi (E) maksimum = 0,5 , apabila lebih besar dari 0,5 maka dikategorikan
lebih tangkap (Gulland, 1983). Penyebab tingginya laju eksploitasi ikan kembung
30
F. Yeild per Recruitment Relatif Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger
kanagurta)
Pendugaan yield per recruitment relatif (Y’/R) merupakan salah satu model
persamaan Beverton dan Holt (Sparre et al., 1989). Hasil dugaan didapatkan
nilai (Y’/R) ikan kembung lelaki di Selat Makassar sebesar 0,0772 gram yang
Gambar 9 terlihat bahwa laju eksploitasi yang diperoleh sebesar 0,72 per
tahun, dan (Y’/R) sebesar 0,0772 gram per recruitment, nilai ini lebih besar dari
0,5 sehingga ikan kembung lelaki di Selat Makassar dikategorikan telah berada
Keterangan :
: E Sekarang
Gambar 9. Kurva Hubungan Yield per Recruitment (Y’/R) Terhadap Nilai Laju
Eksploitasi (E) ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) yang
Tertangkap di Selat Makassar.
telah melewati nilai lestari, dan apabila dilakukan penangkapan secara terus
menerus maka populasi ikan kembung lelaki tersebut akan semakin berkurang
31
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pola pertumbuhan ikan kembung lelaki baik jantan maupun betina bersifat
alometrik negatif.
2. Nilai faktor kondisi ikan kembung lelaki betina lebih besar dibandingkan ikan
4. Panjang asimptot (L∞) ikan kembng lelaki di Selat Makassar dapat mencapai
ukuran 131,00 mm dengan laju pertumbuhan sebesar K= 0,42 per tahun dan
t0 = -0,2052 tahun.
5. Nilai mortalitas alami (M) sebesar 0,54, dan mortalitas penamgkapan (F)
adalah sebesar 1,37 serta nilai eksploitasi (E) sebesar 0,72 per tahun dan
6. Yeild per recruitment relatif ikan kembung lelaki di perairan Selat Makassar
B. Saran
dan pola rekrutmen agar dapat diketahui musim pemijahan ikan kembung lelaki
sehingga dapat diduga musim penangkapan ikan kembung lelaki. Selain itu,
tidak menutup kemungkinan untuk digunakan model pengkajian stok yang lain
32
sehingga dapat ditentukan model stok yang lebih mewakili untuk sumberdaya
33
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, T. & Usman. 1997. Bigfin squid cultur: the Indonesian experience.
Phuket Marine Biological Center Publication 17 (1): 285-287.
Andy Omar, S. Bin. 2005. Modul Praktikum Biologi Perikanan. Jurusan Perikanan
FIKP UNHAS. Makassar. 161 hal.
Badan Meteorologi, Klimatologi & Geofisika (BMKG) . 2017. Data Statistik Suhu
Perairan Selat Makassar Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
34
Bhattacharya, C. G. 1976. A Simple Method of Resolution, A Distribution In To
Gaussion Componen. Biometris 23.
Dahuri, R. Rais J. Ginting SP, & Sitepu MJ. 2001. Pengelolaan sumberdaya
wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.
292 hlm.
Fitrahwati, R. 2013. Hubungan Bobot Panjang dan Faktor Kondisi Ikan Layang
(Decapterus macrosoma Bleeker, 1851) Tertangkap di Perairan Selat
Makassar, Sulawesi Selatan. Skripsi. Universitas Hasanuddin.
Makassar.
35
Gulland J. A. 1969. Manual of methods for fish stock assessment, part fish
population analysis. FAO. Rome, Italy. 154 p.
Murphy, B.R. Brown, M. L. & Springer, T.A. 1991. The relative weight (Wr) index
in fisheries management: status and needs. Fisheries, 16 (2): 30-38.
36
Ongkers, O. T. S. 2006. Pemantauan Terhadap Parameter Populasi Ikan Teri
Merah (Encrasicholina heteroloba) di Teluk Ambon Bagian Dalam.
Prosiding Seminar Nasional Ikan IV di Jatiluhur tanggal 29-30 Agustus
2006. Masyarakat Iktiologi Indonesia kerjasama dengan Loka Riset
Pemacuan Stok Ikan, PRPT-DKP, Departemen MSP-IPB, dan Puslit
Biologi LIPI: 31-40.
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Potere. 2017. Data Produksi Pertahun Ikan
kembung Lelaki Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Pauly D. 1984. Fish population dynamics in tropical waters : a manual for use
with programmable calculators. ICLARM. Manila. Filipina. 325 p.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I dan II. Bandung
(ID) : Bina Cipta.
Sinaga, P. 2010. Dinamika Stok dan Analisis Bioekonomi Ikan Kembung Lelaki
(Rastrelliger kanagurta) di TPI Blanakan, Subang, Jawa Barat. [skripsi].
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan
Dan Ilmu Kelautan. Intitut Pertanian Bogor. Bogor.
Sparre & Venema S. C. 1999. Introduksi pengkajian stok ikan tropis, Buku I:
manual. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Penerjemah. Jakarta (ID):
Pusat Penelitian dan Pengembanagan Perikanan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Terj. dari: Introduction to Tropical Fish Stock
Assessment, Part I: Manual.
37
Tresnati, R. V., S. Sukimin, dan M. F. Rahardjo. 2001. Aspek Biologi Di Perairan
Kepulauan Spermonde. Sulawesi Selatan. Disertasi. Program Pasca
Sarjan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Umar, M. T. Tresnati, J. & Andy omar, S. Bin. 2013. Kajian Pertumbuhan Bulu
Babi Salmacis Sphaeroides Linnaeus, 1758 Di Perairan Pesisir Desa
Bontolempangan, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. In
:Prosiding Seminar Nasional Tahun X Hasil Penelitian Kelutan dan
Perikanan 31 Agustus 2013. UGM. yogyakarta.
38
39
Lampiran 1. Data Analisis Hubungan Panjang Bobot dan Faktor Kondisi Ikan
Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Jantan yang Tertangap di
Selat Makassar
39
Lampiran 1. Lanjutan
40
Lampiran 1. Lanjutan
41
Lampiran 1. Lanjutan
42
Lampiran 2. Analisis Regresi Hubungan Panjang Bobot Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Jantan di Selat Makassar
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,725156621
R Square 0,525852125
Adjusted R Square 0,52244099
Standard Error 0,057740322
Observations 141
ANOVA
Df SS MS F Significance F
Regression 1 0,51395256 0,5139526 154,15749 2,77009E-24
Residual 139 0,46341833 0,0033339
Total 140 0,97737089
Lower Upper
Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% 95,0% 95,0%
Intercept -3,81994613 0,4701272 -8,125346 2,182E-13 -4,749471133 -2,89042 -4,74947 -2,89042
X Variable 1 2,536570979 0,20429828 12,416017 2,77E-24 2,132636981 2,940505 2,132637 2,940505
Thitun
,
g= = = 2,2684, Ttabel = TINV (0,05;140) = 1,9771
,
Karena Thitung > Ttabel maka kesimpulannya adalah nilai kofisien regresi (b) berbeda dengan 3 ( hipotesis ditolak)
43
Lampiran 3.Data Analisis Hubungan Panjang Bobot dan Faktor Kondisi Ikan
Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Betina yang Tertangap di
Selat Makassar
44
Lampiran 3. Lanjutan
45
Lampiran 3. Lanjutan
46
Lampiran 4. Analisis Regresi Hubungan Panjang Bobot Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Betina di Selat Makassar
SUMMARY
OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,711387477
R Square 0,506072143
Adjusted R
Square 0,500459326
Standard Error 0,05125987
Observations 90
ANOVA
Df SS MS F Significance F
Regression 1 0,236911741 0,236912 90,16367 3,91708E-15
Residual 88 0,231226536 0,002628
Total 89 0,468138277
Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95,0% Upper 95,0%
Intercept -2,087745996 0,438037753 -4,76613 7,37E-06 -2,958253965 -1,217238026 -2,958254 -1,21723803
X Variable 1 1,797723694 0,189324645 9,495455 3,92E-15 1,421480754 2,173966633 1,42148075 2,173966633
,
Thitung = = = 6,3505 , Ttabel = TINV (0,05;89) = 1,9870
,
Karena Thitung > Ttabel maka kesimpulannya adalah nilai kofisien regresi (b) berbeda dengan 3 ( hipotesis ditolak)
47
Lampiran 5. Uji Statistik Kofisien Relatif Antara Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Ikan Jantan dan Betina di Selat Makassar
=
( )
2,5366 − 1,7977
=
0,2785
,
&
,
= 2,6530
Karena Thitung > Ttabel maka kesimpulannya adalah nilai kofisien regresi (b) berbeda dengan 3 ( hipotesis ditolak)
48
Lampiran 6. Data Analisis Hubungan Panjang Bobot dan Faktor Kondisi Ikan
Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) gabungan yang Tertangap
di Selat Makassar
49
Lampiran 6. Lanjutan
50
Lampiran 6. Lanjutan
51
Lampiran 6. Lanjutan
52
Lampiran 6. Lanjutan
53
Lampiran 6. Lanjutan
54
Lampiran 7. Analisis Regresi Hubungan Panjang Bobot Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Gabungan di Selat Makassar.
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,728752
R Square 0,53108
Adjusted R
Square 0,529032
Standard Error 0,057389
Observations 231
ANOVA
Df SS MS F Significance F
Regression 1 0,854199 0,854199 259,3562 1,58E-39
Residual 229 0,75422 0,003294
Total 230 1,608419
,
Thitung = = ,
= 4,9161 , Ttabel = TINV (0,05;230) = 1,9703
Karena Thitung > Ttabel maka kesimpulannya adalah nilai kofisien regresi (b) berbeda dengan 3 ( hipotesis ditolak)
55
Lampiran 8. Uji Statistik Faktor Kondisi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger
kanagurta) Jantan dan Betina di Selat Makassar
0,73473241 1,019577219
Mean 0,96517469 1,006192724
Variance 0,03269955 0,026395805
Observations 140 89
Pooled Variance 0,0302558
Hypothesized Mean
Difference 0
Df 227
t Stat -1,7394493
P(T<=t) one-tail 0,04165562
t Critical one-tail 1,65159391
P(T<=t) two-tail 0,08331125
t Critical two-tail 1,97046946
56
Lampiran 9. Distribusi Kelas Panjang Ikan kembung Lelaki (Rastrelliger
kanagurta) yang Tertangkap di Selat Makassar
57
Lampiran 10. Hasil Analisi Penentuan Kelompok Umur Ikan Kembung Lelaki
(Rastrelliger kanagurta) yang Tertangkap di Selat Makassar
dengan Mengunakan Metode Batacharya yang Terdapat dalam
Program FISAT II
58
Lampiran 11. Penentuan Nilai Koefisien Pertumbuhan (K), Panjang Asimptot (L∞)
dengan Menggunakan Metode ELLEFAN I, Penentuan Nilai t0
dengan Metode Empiris Pauly dan Umur Relatif Mengunakan
Software FISAT II.
Penentuan Nilai Umur Teoritis Pada Saat Panjang Ikan Nol (t0 )
L∞ = 313,00 mm K = 0,42
t0 = -0,2052
59
Lampiran 11. Lanjutan
Hubungan Antara Panjang Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Pada Berbagai
Tingkat Umur di Selat Makassar
T L(t) L infiniti
-0,2051 0,0000 313,0000
1 124,3184 313,0000
2 189,0273 313,0000
3 231,5441 313,0000
4 259,4797 313,0000
5 277,8347 313,0000
6 289,8947 313,0000
7 297,8187 313,0000
8 303,0252 313,0000
9 306,4461 313,0000
10 308,6938 313,0000
11 310,1706 313,0000
12 311,1410 313,0000
13 311,7785 313,0000
14 312,1974 313,0000
15 312,4727 313,0000
16 312,6535 313,0000
17 312,7723 313,0000
18 312,8504 313,0000
19 312,9017 313,0000
20 312,9354 313,0000
21 312,9576 313,0000
22 312,9721 313,0000
23 312,9817 313,0000
24 312,9880 313,0000
25 312,9921 313,0000
60
Lampiran 12. Perhitungan Laju Mortalitas (Z) dan laju eksploitasi Mengunakan
Sofware FISAT II dengan Menggunakan Metode Length-Converted
Catch Curve
61
Lampiran 13. Nilai Hasil Yield per Recruitment Relatif (Y/R’) Menggunakan
Persamaan Beverton Dan Holt
11,1 1 − 0,72
/ =1− = 0,6454 ; 1 = = 0,2177
313,00 0,54/0,42
3 ,
3(0,6454) 3(0,6454) 0,6454
= 0,72 . 0,6454 (1 − + − =
4 1 + 0,2177 1 + 2(0,2177) 1 + 3(0,2177)
3
= 0,6546(1 − 1,590 + 0,8706 − 0,1626) =
4
7
8
= 0,0772
62
Lampiran 14. Foto Kegiatan Selama di Lokasi Pengambilan (Pengukuran)
Sampel Ikan di PPI Paotere
63