Anda di halaman 1dari 77

HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN DINAMIKA POPULASI

IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta)


DI SELAT MAKASSAR

SKRIPSI

DWI PANGESTU WIJAKSONO


L211 13 506

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN DINAMIKA POPULASI
IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta)
DI SELAT MAKASSAR

Oleh:
DWI PANGESTU WIJAKSONO

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Pada
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

ii
iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH Subhanahuwata’ala karena atas limpahan

Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Banyak hal yang terjadi berkat kuasa Allah SWT sehingga segala sesuatunya

dimudahkan. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita

Rasulullah Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam, beserta keluarganya,

sahabat-sahabatnya, serta orang–orang yang mengikuti beliau hingga hari

kiamat.

Skripsi ini berjudul “Hubungan Panjang Bobot dan Dinamika Populasi

Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) di Selat Makassar” dibawah

bimbingan Prof. Dr. Ir. Joeharnani Tresnati, DEA. dan Moh. Tauhid Umar, S.Pi,

MP.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian Skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, ini disebabkan bahwa pengalaman penulis masih kurang dan

banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari pihak, maka penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua saya, Ayahanda Sutomo, Amd, S.St dan Ibunda Rosna, dan

saudara-saudara saya Nilam Saraswati S.Kes, Trimurti Wulandari dan Gilang

Pamungkas. Terima kasih atas segala yang telah diberikan selama ini kepada

penulis, atas doa–doa yang senantiasa dipanjatkan atas kesuksesan penulis,

dan juga terima kasih atas dorongan dan materil yang telah penulis dapatkan,

keberhasilan ini saya persembahkan kepada kalian.

2. Prof. Dr. Ir. Joeharnani Tresnati, DEA sebagai pembimbing utama dan Bapak

Moh. Tauhid Umar, S.Pi, MP sebagai pembimbing anggota yang telah banyak

meluangkan waktu, dukungan dan sumbangan pemikirannya yang sangat

berharga dan bermanfaat bagi penulis.

iv
3. Seluruh staf pengajar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan khususnya para

dosen Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.

4. Sahabat-Sahabat Ikatan Keluarga Mahasiswa Parepare saya terima kasih atas

semua doa, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan, keberhasilan ini

saya persembahkan kepada kalian.

5. Teman-teman Manajemen Sumberdaya Perairan khususnya angkatan 2013

yang telah memberi dukungan dan semangat nya selama proses penyusunan

Proposal Penelitian dijalankan.

6.Terima kasih kepada seluruh staf pegawai Fakultas Ilmu Kelautan dan

Perikanan dan pegawai Jurusan Perikanan yang senantiasa membantu saya

dalam segala administrasi selama ini.

Akhir kata semoga Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan balasan yang

setimpal kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam

pengembangan diri dikemudian hari, Aamiin.

Makassar, Mei 2018

Dwi Pangestu Wijaksono

v
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 17 September 1995 di

Parepare. Orang tua bernama Sutomo S,ST dan Rosna.

Pada tahun 2007 lulus SD 1 Parepare, tahun 2010 lulus di

SMP 1 Parepare, tahun 2013 lulus di SMA 1 Parepare.

Pada tahun 2013 penulis diterima di Universitas

Hasanuddin Makassar melalui jalur Prestasi Olaraga Seni dan Keterampilan

(POSK) dan terdaftar di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,

Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas

Hasanuddin Makassar.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan non akademik.

Penulis aktif di Kesektariatan Ikatan Keluarga Mahasiswa Parepare (IKMP) tahun

2015-2016 sebagai koordinator bidang, aktif sebagai wakil ketua umum Ikatan

Keluarga Mahasiswa Parepare (IKMP) tahun 2016-2017.

Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Hubungan Panjang Bobot dan

Dinamika Populasi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) di Selat

Makassar”

vi
ABSTRACT

Dwi Pangestu Wijaksono. The length – weight relationship and the


population dynamics of Indian mackerel (Rastrelliger kanagurta) in the Makassar
Strait. Supervised by Joeharnani Tresnati and Moh. Tauhid Umar.
The catch activity Indian mackerel continuously will cause a decline in their
stock.This research purpose to know the relationship of length and weight,
conditions factors, and several aspects of population dynamics nemely length
distribution frequency, age groups, growth with Von Bertalanffy model, mortality,
exploitation rate, and yield per recruitmen relative. The research was conducted
for 3 months at the fish landing Paotere (PPI) from September to November
2017. The results showed length – weight relationship equation weights
W = 0, 00015L2,53657 for the male and W = 0, 00817L1,79772 for the female. They
have negative allometric growth type. The greatest values of condition factor are
(1.0839) for the male at Gonad Maturity Stage (GMS) IV and 1.1051 for the
female at GMS V. Fish length frequency ranged between 111-289 mm and
there are 4 age groups. Asymptotic length is (L∞) 313.00 mm and the theoretical
age (t0) is 0.2052 per year. Total mortality rate (Z) is 1.90 per year. Natural
mortality (M) is 0.54 per year, catch mortality (F) is 1.37. The rate of exploitation
(E) is 0.72 per year, surpassing the optimum exploitation rate (0.50) and the
ability of the Y/R current (0.0072) grams. Thus it can be concluded that the Indian
mackerel is over exploited in Makassar Strait.

Keywords : Indian mackerel, growth type, condition factor value, mortality, yield
per recruitment.

vii
ABSTRAK

Dwi Pangestu Wijaksono. Hubungan panjang bobot dan dinamika populasi ikan
kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) di Selat Makassar. Dibimbing oleh
Joeharnani Tresnati, dan Moh. Tauhid Umar.
Aktivitas penangkapan ikan kembung lelaki secara terus menerus akan
menyebabkan penurunan stok ikan kembung. Penelitian ini bertujuan
mengetahui hubungan panjang bobot, faktor kondisi, dan beberapa aspek
dinamika populasi antara lain meliputi distribusi frekuensi panjang, kelompok
umur, model pertumbuhan Von Bertalanffy, mortalitas, laju eksploitasi, dan yield
per recruitmen relatif. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan di Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) Paotere dari bulan September sampai November 2017.
Hasil penelitian menunjukkan persamaan hubungan panjang bobot ikan jantan
W= 0,00015L2,53657 dan ikan betina W= 0,00817L1,79772 termasuk tipe
pertumbuhan allometrik negatif. Nilai faktor kondisi ikan jantan terbesar pada
TKG IV (1,0839) dan ikan betina pada TKG V (1,1051). Frekuensi Panjang ikan
berkisar 111-289 mm dan terdapat 4 (empat) kelompok umur. Panjang asimtot
(L∞) yaitu 313,00 mm dan umur teoritis (t0) sebesar -0,2052 per tahun. Laju
mortalitas total (Z) yaitu 1,90 per tahun. Mortalitas alami (M) yaitu 0,54 per tahun,
mortalitas penangkapan (F) yaitu 1,37, Laju eksploitasi (E) yaitu 0,72 per tahun,
melebihi tingkat laju eksploitasi optimum (0,50) dan kemampuan Y’/R saat ini
(0,0072) gram. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ikan kembung lelaki
yang berada di Selat Makassar telah mengalami kelebihan tangkapan.

Kata Kunci : Ikan kembung lelaki, tipe pertumbuhan, nilai faktor kondisi, mortalitas, Yield
per rekrukmen

viii
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ................................................................................................ x


DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ................................................................................. 2
C. Manfaat Penelitian ............................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 3
A. Klasifikasi Dan Taksonomi Ikan Kembung Lelaki (Rastrellinger
kanagurta) ............................................................................................ 3
B. Distribusi Ikan Kembung Lelaki (Rastrellinger kanagurta) ................. 4
C. Habitat dan Kebiasaan Makan Ikan Kembung Lelaki (Rastrellinger
kanagurta) ............................................................................................ 5
D. Alat Tangkap Ikan Kembung Lelaki (Rastrellinger kanagurta) ............ 5
E. Hubungan Panjang Bobot ................................................................... 7
F. Faktor Kondisi ...................................................................................... 8
G. Distribusi Frekuensi Panjang dan Kelompok Umur (kohort) ............... 9
H. Model Pertumbuhan Von Bertalanffy................................................... 11
I. Mortalitas dan Laju Eksploitasi ........................................................... 12
J. Yield per Rekruitmen Relatif ................................................................ 13
III. METODE PENELITIAN ............................................................................... 14
A. Waktu dan Lokasi Penelitian .............................................................. 14
B. Alat dan Bahan Penelitian ................................................................... 14
C. Pengambilan Contoh Ikan ................................................................... 15
D. Analisis Data ........................................................................................ 16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 21
A. Hubungan Panjang Bobot Ikan Kembung Lelaki (Rastrellinger
kanagurta) ............................................................................................ 21
B. Faktor Kondisi Ikan Kembung Lelaki (Rastrellinger kanagurta) .......... 25
C. Ditribusi Frekuensi Panjang dan Kelompok Umur (Kohort) Ikan
Kembung Lelaki (Rastrellinger kanagurta) .......................................... 26
D. Model Pertumbuhan Von Bertalanffy Ikan Kembung Lelaki
(Rastrellinger kanagurta) ..................................................................... 28
E. Mortalitas dan Laju Eksploitasi Ikan Kembung Lelaki (Rastrellinger
kanagurta) ............................................................................................ 29
F. Yield per Rekruitmen Relatif Ikan Kembung Lelaki (Rastrellinger
kanagurta) ............................................................................................ 31
V. KESIMPULAN ............................................................................................. 32
A. KESIMPULAN ................................................................................ 32
B. SARAN ........................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 34
LAMPIRAN ......................................................................................................... 39

ix
DAFTAR TABEL

Halaman

1. Hasil Analisis Hubungan Panjang Bobot Ikan Kembung Lelaki


(Rastrelliger kanagurta) Jantan dan Betina yang Tertangkap di
Selat Makassar ............................................................................. 21

2. Nilai Faktor Kondisi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger


kanagurta) Berdasarkan Jenis Kelamin yang Tertangkap di Selat
Makassar ...................................................................................... 25

3. Hasil Analisis Kelompok Ukuran Ikan Kembung Lelaki


(Rastrelliger kanagurta) yang Tertangkap di Selat Makassar ........ 26

4. Laju Mortalitas Dan Laju Eksploitasi Ikan Kembung Lelaki


(Rastrelliger kanagurta) yang Tertangkap di Selat Makassar ....... 30

x
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta)......................................... 3

2. Alat Tangkap Pukat Cicin.............................................................. 6

3. Alat Tangkap Payang .................................................................. 7

4. Peta Lokasi Penelitian .................................................................. 14

5. Contoh Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) .................. 15

6. Grafik Hubungan Panjang Bobot Ikan Kembung Lelaki


(Rastrelliger kanagurta) a. Ikan Jantan b. Ikan Betina c.
Gabungan Ikan Jantan dan Betina................................................ 24

7. Grafik Frekuensi Panjang Dan Kelompok Umur (Kohort) Ikan


Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) yang Tertangkap di
Selat Makassar ............................................................................. 27

8. Kurva Pertumbuhan Ikan Kembung Lelaki yang (Rastrelliger


kanagurta) Tertangkap di Selat Makassar ................................... 28

9. Kurva Hubungan Yield per Recruitment (Y/R’) Terhadap Nilai


Laju Eksploitasi (E) Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta)
yang Tertangkap di Selat Makassar.............................................. 31

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Data Analisis Regresi Hubungan Panjang Bobot dan Faktor


Kondisi Ikan kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Jantan
yang Tertangkap di Selat Makassar ............................................. 39

2. Analisis Regresi Hubungan Panjang Bobot Ikan Kembung Lelaki


(Rastrelliger kanagurta) Jantan di Selat Makassar ........................ 43

3. Data Analisis Regresi Hubungan Panjang Bobot dan Faktor


Kondisi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Betina
yang Tertangkap di Selat Makassar.............................................. 44

4. Analisis Regresi Hubungan Panjang Bobot Ikan Kembung Lelaki


(Rastrelliger kanagurta) Betina di Selat Makassar ....................... 47

5. Uji Statistik Koefisien Relatif Antara Ikan Kembung Lelaki


(Rastrelliger kanagurta) Jantan dan Betina di Selat Makassar ...... 48

6. Analisis Regresi Hubungan Panjang Bobot dan Faktor Kondisi


Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Gabungan yang
Tertangkap di Selat Makassar ...................................................... 49

7. Analisis Regresi Hubungan Panjang Bobot Ikan Kembung Lelaki


(Rastrelliger kanagurta) Betina yang Tertangkap di Selat
Makassar ...................................................................................... 55

8. Uji Statistik Faktor Kondisi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger


kanagurta) Jantan Dan Betina yang Tertangkap di Selat
Makassar ...................................................................................... 56

9. Distribusi Kelas Panjang Ikan Kembung Lalaki (Rastrelliger


kanagurta) yang Tertangkap di Selat Makassar ........................... 57

10. Hasil Analisis Penentuan Kelompok Umur Ikan Kembung Lelaki


(Rastrelliger kanagurta) yang Tertangkap di Selat Makassar
Dengan Menggunakan Metode Batacharya yang Terdapat Dalam
Program FISAT II .......................................................................... 58

11. Penentuan Nilai Koefisien Pertumbuhan (K), Panjang Asimptot


(L∞) Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Dengan
Menggunakan Metode ELLEFAN I, Penentuan Nilai t0 Dengan
Empiris Pauly dan Umur Relatif Mengunakan Software FISAT II .. 59

12. Perhitungan Laju Mortalitas (Z) dan Laju Eksploitasi Ikan


Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Mengunakan Sofware
FISAT II Dengan Menggunakan Metode Length-Converted Catch
Curve. ........................................................................................... 61

xii
13. Nilai Hasil Yield Per Recruitment Relative (Y’/R) Ikan Kembung
Lelaki (Rastrelliger kanagurta) ...................................................... 62

14. Foto Kegiatan Selama di Lokasi Pengambilan (Pengukuran)


Sampel Ikan di TPI Paotere .......................................................... 63

xiii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri

bioteknologi kelautan merupakan aset bagi pertumbuhan ekonomi bangsa

Indonesia. Luas perairan laut Indonesia diperkirakan sebesar 5,8 juta km2 yang

memiliki potensi sumberdaya ikan diperkirakan sebanyak 6,26 juta ton per tahun.

Dari jumlah tersebut sebanyak 4,4 juta ton dapat ditangkap di perairan Indonesia

dan 1,86 juta ton dapat diperoleh dari Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).

Sampai tahun 1999, potensi pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut baru

dimanfaatkan sebesar 76 % dengan tingkat produksi sebesar 3,82 juta ton

(Dahuri et al., 2001).

Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) sebagai salah satu jenis

sumberdaya ikan pelagis kecil memiliki peranan yang penting bagi produksi

perikanan laut indonesia yang memiliki potensi cukup besar. Ikan kembung lelaki

biasanya hidup di wilayah dekat pantai dan membentuk gerombolan besar.

Daerah penyebarannya di perairan pantai Indonesia dengan konsentrasi terbesar

di Kalimantan, Sumatera Barat, Laut Jawa dan Selat Makassar. Ikan kembung

lelaki cenderung berenang mendekati permukaan air pada waktu malam hari dan

pada siang hari turun ke lapisan yang lebih dalam (Hardenberg, 1938).

Produksi tangkapan ikan kembung lelaki dari tahun ke tahun mengalami

peningkatan yang cukup tinggi berdasarkan data Produksi tangkapan di PPI

Potere. Pada tahun 2012 produksi tangkapan ikan kembung lelaki mencapai

kurang lebih 563.680 kg dan pada tahun 2016 produksi tangkapan ikan kembung

lelaki mencapai kurang lebih 836.450 kg. Tingginya pemanfaatan tangkapan

sumberdaya ikan kembung lelaki di Selat Makassar dapat mengakibatkan stok

ikan menurun.

1
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan panjang

bobot, faktor kondisi dan dinamika populasi antara lain meliputi distribusi

frekuensi panjang, kelompok umur, model pertumbuhan Von Bertalanffy,

mortalitas, laju eksploitasi, dan yield per recruitmen relatif, karena informasi

mengenai hubungan panjang bobot dan aspek dinamika populasi ikan kembung

(Rastrelliger kanagurta) di Selat Makassar kurang sehingga perlu dilakukan

penelitian.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan panjang bobot, faktor

kondisi dan beberapa aspek dinamika populasi antara lain distribusi frekuensi

panjang, kelompok umur, model pertumbuhan Von Bertalanffy, mortalitas, laju

eksploitasi, dan yield per recruitmen relatif ikan kembung lelaki (Rastrelliger

kanagurta) di Selat Makassar.

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa informasi mengenai

pertumbuhan dan beberapa aspek dinamika populasi ikan kembung lelaki

(Rastrelliger kanagurta) sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan

dalam pengelolaan ikan kembung lelaki secara berkelanjutan.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi dan Taksonomi Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta)

Klasifikasi ikan kembung lelaki menurut Cuvier (1817) dalam buku

identifikasi Saanin (1984) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Subkelas : Teleostei

Ordo : Percomorphi

Sub ordo : Scombridae

Famili : Scombridae

Genus : Rastrelliger

Spesies : Rastrelliger kanagurta

Nama umum : Indian mackerel (Inggris) dan kembung lelaki (Indonesia).

Nama Lokal : banyar (Makassar)

Gambar 1. Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta)

Secara umum ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) memiliki tubuh

seperti cerutu dan ditutupi oleh sisik yang berukuran kecil dan tidak lepas. Bentuk

tubuh pipih dengan bagian dada lebih besar dari pada bagian tubuh yang lain.

3
Ikan kembung lelaki tidak punya gigi pada bagian tulang langit-langit. Ikan

kembung lelaki memiliki dua buah sirip punggung. Sirip punggung kedua dan

sirip dubur terdapat 5 - 6 sirip tambahan yang disebut finlet. Sirip ekor bercagak

dalam, sirip dada lebar, dan meruncing sedangkan sirip perut terdiri dari 1 jari-jari

lemah. Ikan kembung lelaki memiliki warna keperakan dan titik gelap sepanjang

punggung. Warna punggung biru kehijau-hijauan. Sirip dorsal berwarna

kekuning-kuningan dengan ujung berwarna hitam (Sujastani, 1972).

Ikan kembung memiliki karakteristik badan lonjong dan pipih. Belakang sirip

punggung kedua dan sirip dubur terdapat 5 sirip tambahan (finlet) dan terdapat

sepasang keel pada ekor. Pada ikan ini terdapat noda hitam di belakang sirip

dada. Pada semua jenis terdapat barisan noda hitam di bawah sirip punggung.

Jenis ikan Kembung yang tertangkap di Indonesia terdiri dari spesies Rastelliger

brachysoma, R. faughni dan R. kanagurta. Ikan kembung memiliki nama lokal,

Temenong, Mabong, Pelaling, Banyar, Kembung Lelaki (Wiadnya, 2012).

B. Distribusi Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta)

Distribusi ikan kembung lelaki secara geografis sangat luas, kecuali bagian

selatan perairan pantai Australia, bagian barat Laut Merah dan bagian timur

Jepang. Ikan kembung lelaki daerah penyebarannya hampir terdapat di seluruh

perairan Indonesia dengan konsentrasi terbesar di Kalimantan Timur (Tanjung

Satai), Kalimantan Selatan (Pegatan), Laut Jawa, Selat Malaka, Sulawesi

Selatan dan Arafuru (DJP, 1979). Ikan kembung lelaki merupakan ikan pelagis

yang sering ditemukan dalam bentuk kelompok besar di permukaan.

Makanannya adalah mikroorganisme plankton, terutama crustacea (Fischer &

Whitehead, 1974).

4
C. Habitat dan Kebiasaan Makan Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta)

Ikan kembung termasuk salah satu ikan pelagis yang hidup di perairan

pantai maupun perairan lepas pantai. Ikan kembung juga termasuk ikan pelagis

yang bergerombol, yang hidup di perairan dangkal khususnya di sepanjang garis

pantai. Ikan kembung juga masuk ke dalam perairan estuari untuk mencari

makan seperti plankton (Moazzam et al., 2005).

Kebiasaan makan ikan kembung adalah memakan plankton, copepoda atau

crustacea. Sebagai pemakan plankton, ikan kembung ditandai oleh adanya tapis

insang yang banyak dan halus (Jawad, 2001).

D. Alat Tangkap Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta)

a. Pukat Cincin (purse Seine)

Pukat cincin adalah jaring yang umumnya berbentuk empat persegi panjang,

dilengkapi dengan tali kerut yang dilewatkan melalui cincin yang diikatkan pada

bagian bawah jaring (tali ris bawah), sehingga dengan menarik tali kerut bagian

bawah jaring dapat dikuncupkan, jaring kan berbentuk seperti mangkok

(Baskoro, 2002).

Ikan kembung lelaki ditangkap menggunakan purse seine, dioperasikan

secara aktif dengan cara mengejar dan melingkarkan jaring pada suatu

gerombolan ikan. Penangkapan dilakukan dengan merentangkan jaring panjang

berbentuk dinding melingkari gerombolan ikan dan bagian atas dari jaring berada

dipermukaan laut. Purse seine terdiri dari kantong, badan jaring, tepi jaring,

pelampung, tali pelampung, sayap, pemberat, tali penarik, dan tali cincin. Fungsi

mata jaring dan jaring yaitu sebagai dinding penghadang dan bukan sebagai

penjerat ikan, sehingga perlu ditentukan besarnya ukuran mata jaring dan ukuran

benang jaring yang sesuai untuk setiap ikan yang menjadi tujuan

penangkapannya (Ayodhyoa, 1981).

5
Gambar 2. Alat Tangkap Pukat Cincin (Ardidja, 2007).

b. Payang

Payang merupakan alat penangkap ikan berupa jaring yang terdiri atas

kantong, dua buah sayap dibagian kiri dan kanan, badan, dan tali ris. Pada alat

tangkap payang, tali ris atas lebih panjang dari tali ris bawah dengan tujuan agar

ikan dapat masuk dalam kantong jaring dengan mudah dan mencegah lolosnya

ikan ke arah bawah. Hal ini disebabkan payang biasanya digunakan untuk

menangkap jenis ikan pelagis yang biasa hidup dibagian lapisan permukaan

perairan dan cenderung memiliki sifat lari kebawah apabila terkurung jaring

(Subani & Barus, 1989). Penangkapan dengan payang dapat digunakan dengan

menggunakan perahu layar atau menggunakan kapal motor. Payang biasanya

dioperasikan dibagian permukaan air dengan tujuan menangkap ikan-ikan

permukaan yang membentuk kelompok. Pengoperasian dibagi menjadi tiga

tahap yaitu tahap persiapan, tahap penurunan, dan tahap penarikan jaring.

6
Gambar 3. Alat Tangkap Payang (Ardidja, 2007).

E. Hubungan Panjang Bobot

Hubungan panjang beserta distribusi panjang ikan sangat perlu diketahui

untuk mengkonservasi secara statistik hasil tangkapan dari bobot ke panjang

ikan untuk menduga besarnya populasi, dan untuk menduga laju kematiannya.

Data hubungan panjang bobot juga diperlukan dalam manajemen perikanan

untuk menentukan selektivitas alat tangkap agar ikan-ikan non target (ikan-ikan

yang ukurannya tidak dikehendaki) tidak ikut tertangkap. Berdasarkan hubungan

panjang bobot ikan dapat diketahui koefisien kondisi ikan yang menunjukan

kegemukan atau kemontokan relatif ikan tersebut (Andy Omar, 2007).

Analisis hubungan panjang bobot bertujuan untuk menyatakan hubungan

matematis antara panjang dan bobot ikan, sehingga dapat dikonservasi dari

panjang ke bobot, dan sebaliknya. Selain itu, analisis ini juga bertujuan untuk

mengukur variasi bobot harapan ikan untuk suatu ukuran panjang tertentu, baik

secara individu maupun secara berkelompok (Ayoedae & Ikulala, 2007)

Perhitungan untuk menduga suatu pertumbuhan terdapat dua model yang

dapat digunakan yaitu model yang berhubungan dengan bobot dan model yang

berhubungan dengan panjang (Effendie, 1997). Model-model tersebut

7
menggunakan persamaan matematik untuk menggambarkan suatu

pertumbuhan.

Analisis pola pertumbuhan menggunakan data panjang bobot. Persamaan

hubungan panjang bobot ikan yang dihasilkan dari perhitungan dimanfaatkan

untuk menjelaskan pola pertumbuhannya. Bobot dapat dianggap sebagai suatu

fungsi dari panjang. Hubungan panjang bobot ikan sebagai pangkat tiga dari

panjangnya. Dengan kata lain hubungan ini dapat dimanfaatkan untuk menduga

bobot melalui panjang (Effendie, 1997).

Nilai b dari hasil analisa hubungan panjang bobot menggambarkan adanya

keseimbangan pertumbuhan panjang dan bobot tubuh ikan. Apabila nilai b sama

dengan 3 maka pertumbuhannya isometrik yaitu pertumbuhan ikan yang bentuk

tubuh dan berat jenisnya tidak berubah selama proses pertumbuhannya atau

pertumbuhannya ideal karena mempertahankan bentuk yang sama. Jika nilai b

tidak sama dengan tiga maka pertumbuhannya allometrik. Jika b<3 menunjukkan

keadaan ikan yang kurus dimana pertambahan panjangnya lebih cepat dari

pertambahan beratnya dan jika b>3 maka menunjukkan ikan gemuk dimana

pertambahan berat lebih cepat dari pertambahan panjangnya (Suruwaky &

Gunaisah, 2013).

F. Faktor Kondisi

Faktor kondisi adalah keadaan yang menyatakan kemontokan ikan yang

dinyatakan dengan angka-angka berdasarkan data panjang dan berat (Lagler et

al., 1977). Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan baik dilihat dari segi

kapasitas fisik untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Didalam penggunaan

secara komersil maka kondisi ini mempunyai arti kualitas dan kuantitas daging

ikan yang tersedia untuk dapat dimakan. Jadi kondisi ini dapat memberi

keterangan baik secara biologis maupun secara komersial (Effendie 2002).

8
Faktor kondisi atau Ponderal index merupakan salah satu derivat penting

dari pertumbuhan. Faktor kondisi ini menunjukan keadaan dari ikan, dilihat dari

segi kapasitas fisik untuk survival dan produksi. Dalam pengunaan secara

komersial maka kondisi ini mempunyai arti kualitas dan kuantitas daging ikan

yang tersedia untuk dapat dimakan. Kondisi ini mempunyai arti dapat memberi

keterangan, baik secara biologis maupun secara komersial (Andy Omar, 2007).

Kompetisi dapat terjadi bilamana sejumah organisme bersama-sama

mencari atau memanfatkan sumber itu tersedia dalam jumlah yang terbatas.

Sebaliknya, bila kondisi ikan baik maka kemungkinan terjadi pengurangan

populasi atau ketersediaan makanan di perairan cukup melimpah (Connel,

1993).

Ikan yang berukuran kecil mempunyai faktor kondisi yang lebih tinggi,

kemudian menurun ketika ikan tersebut bertambah besar. Peningkatan faktor

kondisi diakibatkan oleh perkembangan gonad yang akan mencapai puncaknya

sebelum pemijahan (Effendie, 2002).

Faktor kondisi dapat dijadikan indikator kondisi pertumbuhan ikan dan dapat

menentukan kecocokan lingkungan serta membandingkan berbagai tempat

hidup. Variasi faktor kondisi tergantung pada kepadatan populasi, tingkat

kematangan gonad, makanan, jenis kelamin, dan umur (Effendie, 2002).

Sementara itu, Lagler et al., (1977) menyatakan bahwa dengan meningkatnya

ukuran ikan maka nilai faktor kondisinya akan bertambah dengan asumsi faktor

lain tidak ada yang mempengaruhi.

G. Distribusi Frekuensi Panjang dan Kelompok Umur (Kohort)

Semua metode pengkajian stok (stock assessment) pada intinya

memerlukan masukan data komposisi umur. Beberapa metode numerik telah

dikembangkan yang memungkinkan dilakukannya konversi atas data frekuensi

9
panjang ke dalam komposisi umur. Oleh karena itu kompromi paling baik bagi

pengkajian stok dari spesies tropis adalah suatu analisis sejumlah data frekuensi

panjang. Analisis data frekuensi panjang bertujuan untuk menentukan umur

terhadap kelompok-kelompok panjang tertentu, dengan kata lain tujuannya

adalah untuk memisahkan suatu distribusi frekuensi panjang yang kompleks ke

dalam sejumlah kelompok ukuran (Sparre & Venema, 1999).

Penentuan tentang umur dan pertumbuhan merupakan hal yang mendasar

pada ilmu Perikanan. Informasi struktur umur dapat digunakan untuk

menjelaskan pengaruh perubahan lingkungan pada pertumbuhan dan

kelangsungan hidup, dan dapat memahami faktor-faktor yang mempengaruhi

keberhasilan recruitment. Pengetahuan tentang umur dan pertumbuhan

digunakan untuk menduga pengaruh penangkapan terhadap stock,

kebijaksanaan dalam manajemen (Ahmad & Usman, 2002).

Pengetahuan mengenai komposisi umur dalam populasi atau komunitas ikan

di suatu perairan berperan penting terutama kalau dihubungkan dengan produksi

akan dapat terlihat erat kaitannya dengan pengolahan ikan sebagai sumberdaya

hayati dari suatu perairan dengan mengetahui umur ikan tersebut dan komposisi

jumlah yang ada dan yang berhasil hidup, kita dapat mengetahui keberhasilan

atau kegagalan reproduksi ikan pada tahun tertentu (Effendie,1997).

Umur ikan bisa ditentukan dari distribusi frekuensi panjang melalui analisis

kelompok umur karena panjang ikan dari umur yang sama cenderung

membentuk suatu distribusi normal. Kelompok umur bisa diketahui dengan

mengelompokkan ikan dalam kelas-kelas panjang dan menggunakan modus

panjang kelas tersebut untuk mewakili panjang kelompok umur. Hasil identifikasi

kelompok umur dapat digunakan untuk menghitung pertumbuhan atau laju

pertumbuhan (Busacker et al., 1990).

10
Sparre & Venema (1999) menjelaskan bahwa terdapat beberapa metode

yang mengestimasi komposisi umur berdasarkan frekuensi panjang.

Diantaranya adalah metode Bhattacharya, dasar dari metode ini yaitu pemisahan

kelompok umur yang mempunyai distribusi normal, dan masing-masing

kelompok umur tersebut merupakan kohort. Analisis Bhattacharya menunjukkan

ada tiga kelompok umur dimana pembagian kelompok umur ini berdasarkan

panjang yang terdiri atas ukuran kecil, sedang, dan besar.

H. Model Pertumbuhan Von Bertalanffy

Pertumbuhan sebagaimana recruitment mempengaruhi berat tangkapan

berkelanjutan yang dapat diambil dari suatu stok ikan (King, 1995). Studi

mengenai pertumbuhan pada dasarnya adalah penentuan ukuran badan sebagai

suatu fungsi umur. Dalam menganalisa suatu populasi diperlukan ekspresi

matematik yang menggambarkan pertumbuhan. Melalui ekspresi matematik ini

maka ukuran baik panjang maupun berat suatu individu ikan pada umur tertentu

dapat diduga (Gulland, 1969).

Sparre & Venema (1999) menyebutkan bahwa persamaan pertumbuhan Von

Bertalanffy memberikan representasi pertumbuhan populasi ikan yang

memuaskan. Hal ini dikarenakan pesamaan pertumbuhan Von Bartalanffy

berdasarkan konsep fisiologis sehingga bisa digunakan untuk mengetahui

beberapa masalah seperti variasi pertumbuhan karena ketersediaan makanan.

Metode Ford Walford merupakan metode sederhana dalam menduga

parameter pertumbuhan L∞ dan K dari persamaan von Bertalanffy dengan

interval waktu pengambilan contoh yang sama (Sparre & Venema 1999).

Metode ini memerlukan masukan panjang rata-rata ikan dari beberapa kelompok

ukuran. Kelompok ukuran dipisahkan dengan menggunakan metode Battacharya

(Sparre & Venema, 1999).

11
I. Mortalitas dan Laju Eksploitasi

Banyak faktor yang berperan di suatu lingkungan perairan sehingga

menyebabkan berkurangnya kesempatan hidup individu ikan dalam suatu

populasi. Pada suatu stok yang telah dieksploitasi perlu untuk membedakan

mortalitas akibat penangkapan dan mortalitas alami. Laju mortalitas total (Z)

adalah penjumlahan laju mortalitas penangkapan (F) dan laju mortalitas alami

(M) (King, 1995).

Mortalitas alami adalah mortalitas yang terjadi karena berbagai sebab selain

penangkapan seperti pemangsaan, penyakit, stres pemijahan, kelaparan dan

usia tua (Sparre & Venema, 1999). Beverton & Holt (1957) menduga bahwa

predasi merupakan faktor eksternal yang umum sebagai penyebab mortalitas

alami. Nilai laju mortalitas alami berkaitan dengan nilai parameter pertumbuhan

von Bertalanffy K dan L∞. Ikan yang pertumbuhannya cepat (nilai K tinggi)

mempunyai M tinggi dan sebaliknya. Nilai M berkaitan dengan nilai L∞ karena

pemangsa ikan besar lebih sedikit dari ikan kecil. Menurut Pauly (1980) dalam

Sparre & Venema (1999) berdasarkan penelitiannya terhadap 175 stok ikan yang

berbeda, faktor lingkungan yang mempengaruhi nilai M adalah suhu rata-rata

perairan selain faktor panjang maksimum (L∞) dan laju pertumbuhan. Sedangkan

mortalitas penangkapan adalah mortalitas yang terjadi akibat adanya aktivitas

penangkapan (Sparre & Venema, 1999).

Laju eksploitasi (E) didefinisikan sebagai bagian suatu kelompok umur yang

akan ditangkap selama ikan tersebut hidup. Oleh karena itu laju eksploitasi juga

dapat diartikan sebagai jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah

total ikan yang mati karena semua faktor baik faktor alam maupun faktor

penangkapan (Pauly 1984). Pauly (1984) menduga bahwa dalam stok yang

dieksploitasi optimal maka laju mortalitas penangkapan (F) sama dengan laju

mortalitas alami (M) atau laju eksploitasi (E) sama dengan 0,5. Penentuan laju

12
eksploitasi merupakan salah satu faktor yang perlu diketahui untuk menentukan

kondisi sumberdaya perikanan dalam pengkajian stok ikan (King, 1995).

J. Yield per Recruitment Relatif

Model yield per recruitment relatif merupakan salah satu model non-linear

yang disebut juga model analisis rekrutmen, dan dikembangkan oleh Beverton

dan Holt (1957). Model yield ini lebih mudah dan praktis digunakan karena

hanya memerlukan input parameter populasi lebih sedikit jika dibandingkan

dengan model (Y’/R) yang lainnya (Pauly,1983).

Secara sederhana yield diartikan sebagai porsi atau bagian dari populasi

yang diambil oleh manusia. Sedangkan recruitment adalah penambahan

anggota baru diikuti oleh suatu kelompok yang dalam perikanan dapat diartikan

sebagai penambahan suplai baru yang sudah dapat dieksploitasi diikuti oleh stok

lama yang sudah dan sedang dieksploitasi (Effendie, 1997).

Pendugaan stok yield per recruitment (Y’/R) merupakan salah satu model

yang biasa digunakan sebagai dasar strategi pengelolaan perikanan disamping

model recruitment dan surplus produksi. Model (Y’/R) menurut Beverton dan

Holt lebih mudah dan praktis digunakan karena model tersebut hanya

memerlukan input nilai parameter populasi lebih sedikit jika dibandingkan model

(Y’/R) lainnya (Pauly, 1983).

Produksi ikan dipengaruhi oleh dua pengaruh lingkungan yaitu morfometrik

dan kondisi-kondisi cuaca. Karakteristik yang berhubungan dengan fisiokimia,

seperti tingkat dissolved oxygen dan rata-rata temperatur. Karakteristik yang

berhubungan dengan biologi seperti jumlah trophic levels dan komposisi-

komposisinya (Aziz, 1989).

13
III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan antara bulan September sampai

November 2017, di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Paotere Kota Makassar,

Sulawesi Selatan.

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

B. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain yaitu penggaris 30 cm

dengan skala terkecil 1 mm, timbangan digital dengan skala terkecil 1 gram, alat

tulis sebagai pencatatan data yang didapatkan di lapangan, alat bedah untuk

melihat jenis kelamin ikan, kamera untuk dokumentasi kegiatan di lapangan.

14
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ikan kembung lelaki

(Rastrellinger kanagurta) sebagai sample penelitian.

C. Pengambilan Contoh Ikan

Pengambilan contoh ikan dilakukan secara purporsive sampling yaitu teknik

pengambilan sampling secara sengaja, banyaknya ikan kembung lelaki

(Rastrelliger kanagurta) yang tertangkap di Selat Makassar dan didaratkan di PPI

Pelabuhan Paotere. Pengambilan contoh ikan dilakukan dengan interval waktu

pengambilan dua minggu selama tiga bulan.

Contoh ikan yang diambil sebanyak 50% dari total tangkapan, sedangkan

ikan yang di bedah untuk mengetahui jenis kelamin dan TKGnya sebayak 25%

dari contoh ikan yang diambil.

Gambar 5. Contoh Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta).

Panjang yang akan diukur yaitu panjang total tubuh ikan yang diukur mulai

dari ujung terdepan bagian kepala sampai ke ujung sirip ekor yang paling

belakang. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan penggaris panjang

30 cm. Sedangkan bobot total ikan kembung ditimbang dengan menggunakan

timbangan digital dengan ketelitian 1 g. Pengukuran bobot basah total

merupakan cara pengukuran bobot yang paling mudah dilakukan di lapangan

(Busacker et al., 1990).

15
D. Analisi Data

a. Hubungan Bobot-Panjang

Hubungan panjang dan berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa

bobot ikan sebagai pangkat tiga. Namun sebenarnya tidak demikian karena

bentuk dan panjang ikan berbeda-beda sehingga untuk menganalisis

hubungan bobot panjang masing-masing spesies ikan kembung lelaki

digunakan rumus yang umum sebagai berikut (Effendie, 1979).

W = aLb

Keterangan :

W = Bobot

L = Panjang

a = Intersep (perpotongan kurva hubungan bobot-panjang dengan

sumbu y)

b = Slope dan koefisien regresi / koefisien pertumbuhan

Untuk mendapatkan persamaan linear atau garis lurus digunakan

persamaan sebagai berikut :

Log W = Log a + b Log L

Untuk mendapatkan parameter a dan b, digunakan analisis regresi dengan

log W sebagai y dan log L sebagai x, maka didapatkan persamaan regresi

y = a + bx

Untuk menguji nilai b = 3 atau b ≠ 3 dilakukan uji-t (uji parsial), dengan

hipotesis :

H0 : b = 3, hubungan panjang dengan bobot adalah isometrik.

H1 : b ≠ 3, hubungan panjang dengan bobot adalah allometrik, dimana:

Allometrik positif, jika b>3 (pertambahan bobot lebih cepat dari

pada pertambahan panjang) dan allometrik negatif, jika b<3 (Pertambahan

16
panjang lebih cepat dari pada pertambahan bobot).

Keterangan :

b = Slope dan koefisien regresi / koefisien pertumbuhan

sb = Standar eror dari koefisien b

Setelah itu bandingkan nilai thitung dengan nilai ttabel pada selang

kepercayaan 95%. Kemudian untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan, kaidah

keputusan yang diambil adalah :

thitung > ttabel : tolak hipotesis nol (H0) ; berarti b ≠ 3

thitung < ttabel : gagal tolak hipotesis nol ; berarti b = 3

b. Faktor Kondisi

Faktor kondisi dapat dihitung berdasarkan panjang dan bobot ikan.

Pertumbuhan ikan yang didapatkan selama penelitian bersifat allometrik, maka

faktor kondisi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Effendie, 1979) :

Keterangan :

K = Faktor kondisi

W = Bobot ikan (gram)

L = Panjang ikan (mm)

(a & b) = Konstan

c. Sebaran Frekuensi Panjang dan Kelompok Umur (Kohort)

Sebaran frekuensi panjang adalah distribusi ukuran panjang pada kelompok

panjang tertentu. Sebaran frekuensi panjang didapatkan dengan menentukan

selang kelas, nilai tengah kelas, dan frekuensi dalam setiap kelompok panjang.

Dalam penelitian ini, untuk menganalisis sebaran frekuensi panjang

17
menggunakan tahapan-tahapan sebagai berikut :

1. Menentukan nilai maksimum dan nilai minimum dari seluruh data

panjang total ikan.

2. Menentukan jumlah kelas dan interval kelas 5 mm

3. Menentukan limit bawah kelas bagi selang kelas pertama dan kemudian

limit atas kelasnya. Limit atas didapatkan dengan cara menambahkan

lebar kelas pada limit bawah kelas.

4. Mendaftarkan semua limit kelas untuk setiap selang kelas.

5. Menentukan nilai tengah kelas bagi masing-masing kelas dengan

merata- ratakan limit kelas.

6. Menentukan frekuensi bagi masing-masing kelas.

7. Menjumlahkan frekuensi dan memeriksa apakah hasilnya sama dengan

banyaknya total ikan.

Sebaran frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam masing-masing

kelas, diplotkan dalam sebuah grafik untuk melihat jumlah distribusi

normalnya. Dari grafik tersebut dapat terlihat jumlah puncak yang

menggambarkan jumlah kelompok umur (kohort) yang ada. Bila terdapat

lebih dari satu kohort, maka dilakukan pemisahan distribusi normal. Menurut

Sparre & Venema (1999), metode yang dapat digunakan untuk memisahkan

distribusi komposit kedalam distribusi-distribusi normal adalah metode

Bhattacharya (1967) dalam Sparre & Venema (1999).

Metode Bhattacharya pada dasarnya terdiri dari pemisahan

sejumlah distribusi normal yang masing-masing mewakili suatu kohort ikan

dari distribusi keseluruhan, dimulai dari bagian sebelah kiri dari distribusi total.

Setelah distribusi normal yang pertama ditentukan, lalu dipisahkan dari distribusi

total. Prosedur yang sama diulangi selama masih mungkin dilakukan

pemisahan distribusi-distribusi normal dari distribusi total.

18
d. Model Pertumbuhan Von Bertalanffy

Metode Ford Walford merupakan metode sederhana dalam menduga

parameter pertumbuhan L∞ dan K dari persamaan Von Bartalanffy dengan

interval waktu pengambilan contoh yang sama. Berikut ini adalah persamaan

petumbuhan Von Bartallanfy (Sparre & Venema 1999) :

[-K(t- t0)]
Lt = L∞ (1-e )

Keterangan :

Lt = Panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu)

L∞=Panjang maksimum secara teoritis (panjang asimtotik)

K= Koefisien pertumbuhan (per satuan waktu)

t0= Umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol

t = Umur (tahun)

Metode penentuan panjang asimtot (L∞) dan koefisien pertumbuhan (K)

diestimasi menggunakan subprogram ELEFAN I yang terdapat pada paket

perangkat lunak FiSAT II (Gayanilo et al., 2005). Umur teoritis (to) di estimasi

menggunakan persamaan empiris Pauly (1983) dengan rumus sebagai berikut:

Log (-t0) = 0,3922 – 0,2752 (Log L∞ ) – 1,038 (Log K)

e. Mortalitas dan Laju Eksploitasi

Mortalitas total (Z) dilakukan menggunakan metode kurva konversi hasil

tangkapan dengan panjang (length converted catch curve) pada program FISAT

II (Pauly, 1983, Gayanilo et al., 2005, Ongkers, 2006) :

keterangan :

Z = Mortalitas total

F = Mortalitas Penangkapan

19
M = Mortalitas alami

E = Laju eksploitasi

Laju mortalitas alami (M) di estimasi dengan persamaan empiris Pauly

(1983) yang menggunakan data rata-rata suhu permukaan Selat Makassar tahun

(T) 2017 (BMKG, 2017) dengan rumus sebagai berikut:

Log (M) = -0,0066 – 0,279 Log L∞ + 0,6543 Log K + 0,4634 Log T

Keterangan :

M = Mortalitas alami
L∞ = Panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy
K = Koefisien pertumbuhan pada persamaan pertumbuhan Von
Bertalanffy
T = Rata-rata suhu permukaan perairan Selat Makassar 29⁰ C

f. Yield per Recruitment Relatif

Diperoleh dengan menggunakan persamaan Baverton dan Holt (Sparre. et

al., 1999).

Keterangan :

M = Mortalitas alami (per tahun)

L’ = Batas terkecil dari panjang ikan yang tertangkap secara penuh

(cm).

L∞ = Panjang asimptot ikan (cm)

K = Koefisien laju pertumbuhan (per tahun)

20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hubungan Panjang Bobot Ikan kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta)

Jumlah ikan kembung lelaki yang didapatkan selama penelitian sebanyak

689 ekor, ikan yang bedah sejumlah 231 ekor terdiri dari jantan 141 ekor dan

betina 90 ekor. Hasil analisis hubungan panjang bobot tubuh ikan kembung

lelaki dapat dilihat pada Tabel 1 (Lampiran 1 – Lampiran 7).

Tabel 1. Hasil analisis hubungan panjang bobot ikan kembung (Rastrelliger


kanagurta) jantan, betina dan gabungan yang tertangkap di Selat
Makassar.

Parameter Jantan Betina Gabungan


Jumlah Ikan (Contoh) 141 90 231
Kisaran Panjang Total
Tubuh (mm) 170,00 - 225,00 169,00 - 250,00 169,00 - 250,00
Rata-Rata Panjang Total
Tubuh (mm) 202,64 ± 10,96 206, 28 ± 13,76 202,64 ± 12,45
Kisaran Bobot Total Tubuh
(gram) 54,00 - 154,00 66,00 - 165, 00 54,00 - 165,00
Rata-Rata Bobot Tubuh
(gram) 105,83 ± 19,77 119,43 ± 19,17 111,13 ± 20,60
Log a -3,8199 -2,0877 -3,2617
Kofisien Regresi (b) 2,5365 1,7977 2,2983

kofisien kolerasi (r) 0,7251 0,7113 0,7287

Persamaan Regresi W = 0,00015L2,53657 W = 0,00817L1,79772 W = 0,00055L2,29837


Uji t thitung > ttabel thitung > ttabel thitung > ttabel
Tipe Pertumbuhan Alometrik Negatif Alometrik Negatif Alometrik Negatif

Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah ikan kembung lelaki

jantan lebih banyak dari pada ikan kembung lelaki betina yaitu 141 ekor ikan

jantan dan 90 ekor ikan betina. Ukuran panjang-total tubuh ikan kembung lelaki

betina tidak berbeda jauh pada ikan kembung jantan yaitu betina memiliki kisaran

panjang total tubuh 169,00 – 250,00 mm dengan rata-rata 206,28 dan untuk ikan

jantan memiliki kisaran panjang total 170,00 – 225,00 mm dengan rata-rata

202,64 mm, sedangkan untuk bobot ikan kembung lelaki betina lebih relatif berat

dibandingkan dengan ikan kembung lelaki jantan yaitu betina dengan kisaran

bobot tubuh 66,00 – 165,00 g dengan rata-rata 119,43 g dan untuk ikan

21
kembung lelaki jantan 54,00 - 154,00 g dengan rata-rata 105,83 g. Menurut

Nikolsky (1963) apabila pada suatu perairan terdapat perbedaan ukuran dan

jumlah dari salah satu jenis kelamin kemungkinan disebabkan oleh perbedaan

pola pertumbuhan, perbedaan ukuran pertama kali matang gonad, perbedaan

masa hidup, dan adanya introduksi jenis ikan / spesies baru pada suatu populasi

ikan yang sudah ada.

Tipe pertumbuhan ikan kembung lelaki jantan, betina dan gabungan

menunjukkan pola pertumbuhan alometrik negatif dimana b<3, artinya

pertambahan panjang tubuh lebih cepat daripada pertambahan bobot tubuhnya.

Menurut Effendie (2002) yang mempengaruhi pertumbuhan ikan terdiri atas dua

faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain

keturunan, jenis kelamin, umur dan penyakit, sedangkan faktor eksternal yang

mempengaruhi pertumbuhan adalah parasit, makanan dan suhu perairan.

Berdasarkan hasil penelitian Alifah (2016), bahwa ikan kembung lelaki

jantan dan betina di perairan Selat Sunda Kebupaten Pandeglang, Banten

memiliki pola pertumbuhan ikan yang berbeda pada penelitian di atas dimana

pola pertumbuhan ikan kembung lelaki jantan dan betina bersifat alometrik positif

artinya pertambahan bobot tubuh lebih cepat dari pada pertambahan panjang

tubuh.

Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang-bobot di peroleh persamaan

regresi (Tabel 1) yaitu pada ikan kembung lelaki jantan yaitu W= 0,00015L2,5365

dan nilai koefisien regresi (b = 2,5365), ikan betina persamaan regresinya yaitu

W= 0,00817L1,7977 dan nilai koefisien regresi (b = 1,7977), sedangkan gabungan

ikan jantan dan betina persamaan regresi yaitu W = 0,00055L2,2983 dan nilai

koefisien regresi (b = 2,2983). Berdasarkan hasil uji t terhadap nilai b baik ikan

jantan, ikan betina dan ikan gabungan menunjukkan bahwa di semua nilai thitung

lebih besar dari pada ttabel ( thitung > ttabel ). Hal ini berarti nilai b berbeda dengan 3

22
dalam hal ini semuanya lebih kecil 3 (Tabel 1) yaitu ikan jantan (2,5365), ikan

betina (1,7977) dan ikan gabungan (2,2983). Hasil penelitan ini menunjukkan

dalam pola pertumbuhan ikan kembung lelaki yang tertangkap di Selat Makassar

adalah berpola alometrik negatif yang berarti pertambahan panjang lebih cepat

dari pada pertambahan bobot.

Nilai koefisien korelasi (r) ikan kembung lelaki pada ikan jantan yaitu 0,7251,

ikan betina yaitu 0,7113 dan gabungan ikan jantan dan betina yaitu 0,7287

dapat dilihat di Tabel 1 dan Gambar 6. Berdasarkan nilai koefisien korelasi (r)

yang diperoleh, ikan kembung lelaki memiliki hubungan korelasi yang kuat

artinya pertambahan panjang tubuh ikan berpengaruh terhadap pertambahan

bobot tubuh ikan. Nilai koefisien korelasi yang tergolong kuat berkisar antara

0,50 – 0,75 (Andy Omar, 2007).

Hubungan antara variabel panjang dan bobot dapat menggambarkan

beberapa fenomena ekologis yang dialami oleh suatu organisme dalam daur

hidupnya (Nybakken,1998). Hubungan alometris dan isometrik dapat saja

berubah dari suatu populasi akibat faktor lingkungan yang berbeda (Bluewis,

1978 dalam Tresnati, 2001). Keadaan geografis, kondisi lingkungan,

ketersediaan makanan serta penyakit dan parasit merupakan hal yang dapat

mempengaruhi hubungan panjang bobot suatu organisme (Bostanci et al., 2007).

Berdasarkan uji t kesamaan nilai kofisien regresi (b) antara jantan dan

betina menunjukkan bahwa nilai b jantan dan betina adalah berbeda nyata,

(thitung>ttabel) yang berarti bahwa pertumbuhan ikan kembung lelaki jantan dan

betina selama penelitian yaitu berbeda (Lampiran 5) menunjukan bahwa laju

pertumbuhan ikan jantan lebih cepat dibandingkan ikan betina.

23
a

Gambar 6. Grafik Hubungan panjang bobot ikan kembung lelaki (Rastrelliger


kanagurta). a. Ikan jantan b. Ikan betina c. Gabungan ikan jantan dan
betina.

24
B. Faktor Kondisi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta)

Nilai faktor kondisi ikan kembung lelaki berdasarkan jenis kelamin dan

tingkat kematangan gonad dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai faktor kondisi ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta)


berdasarkan jenis kelamin yang tertangkap di Selat Makassar.

Faktor Kondisi

TKG Jantan Betina Gabungan

N Rata-rata ± Sd Kisaran N Rata-rata ±Sd Kisaran N Rata-rata ± Sd Kisaran

I 55 0,9968 ± 0,1956 0,5145 - 1,4197 10 0,9664 ± 0,1640 0,5536 - 1,1795 65 0,9630 ± 0,1864 0,4898 - 1,3515

II 51 1,0086 ± 0,1802 0,7059 - 1,4600 32 0,9872 ± 0,1434 0,6570 - 1,2111 83 0,9998 ± 0,1717 0,6721 - 1,3900

III 25 1,0137 ± 0,2176 0,5576 - 1,4673 27 1,0154 ± 0,2006 0,7976 - 1,3903 52 1,0315 ± 0,2194 0,5308 - 1,4967

IV 8 1,0839 ± 0,1070 0,9486 - 1,2261 16 1,0233 ± 0,1297 0,7899 - 1,2471 24 1,0784 ± 0,1303 0,8503 - 1,3425

V 2 0,9518 ± 0,0248 0,9343 - 0,9694 5 1,1051 ± 0,1239 0,9275 - 1,2296 7 1,1086 ± 0,1763 0,8895 - 1,3236

Faktor kondisi dari ikan kembung lelaki berdasarkan tingkat kematangan

gonad (TKG) dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai faktor kondisi ikan kembung lelaki

jantan memiliki nilai faktor kondisi terbesar pada TKG IV (1,0839) dan pada ikan

betina dicapai pada TKG V (1,1051). Berdasarkan hasil yang diperoleh, nilai

faktor kondisi meningkat seiring dengan peningkatan TKG, baik ikan betina

maupun ikan gabungan, terkecuali pada TKG V jantan yang mengalami

penurunan. Walaupun terjadi penurunan nilai faktor kondisi pada TKG V, faktor

kondisi ikan kembung lelaki cenderung stabil. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Suwarni (2009) bahwa nilai faktor kondisi < 1, tergolong ikan yang pipih atau

tidak gemuk sementara nilai faktor kondisi 1 – 3, tergolong ikan yang bentuk

badannya kurang pipih.

Hasil penelitian Julia (2015), bahwa ikan kembung lelaki jantan dan betina

di perairan Selat Malaka, Tanjung Bedagai, Sumatera Utara memiliki faktor

kondisi ikan kembung lelaki jantan memiliki nilai faktor kondisi terbesar pada TKG

IV (1,32) dan pada ikan betina pada TKG IV (1,19), walaupun pada TKG V baik

25
ikan jantan dan betina mengalami penurunan, nilai faktor kondisi ikan kembung

lelaki cenderung stabil.

Berdasarkan uji statistik faktor kondisi ikan kembung lelaki jantan dan betina

selama penelitian (Lampiran 8) diperoleh nilai thitung sebesar -1,7394 dan ttabel

sebesar 1,9705. Hal tersebut menunjukkan bahwa antara faktor kondisi ikan

kembung lelaki jantan dan ikan kembung lelaki betina (thitung<ttabel) tidak berbeda

nyata.

C. Distribusi Frekuensi Panjang dan Kelompok Umur (kohort) Ikan


Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta)

Berdasarkan hasil penelitian distribusi frekuensi panjang ikan kembung lelaki

berkisar 111 - 289 mm. Panjang ikan tersebut dikelompokkan ke dalam 37 kelas

panjang, dan frekuensi ikan terbanyak terdapat pada kelas ukuran 200 - 204 mm

yaitu sebanyak 65 ekor dari total tangkapan dapat dilihat pada gambar 4.

Kelompok umur ikan kembung lelaki menggunakan analisis distribusi

frekuensi panjang. Proses analisis kelompok umur ikan kembung lelaki

menggunakan metode Bhattacharya yang terdapat dalam software FISAT II

(Lampiran 10). Kelompok umur ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta)

disajikan pada Gambar 4 yang menampilkan 4 kelompok umur (Lampiran 10),

yaitu kelompok umur pertama dengan rata-rata 120 mm, kelompok umur kedua

dengan rata-rata 151,08 mm, kelompok umur ketiga dengan 197,06 mm dan

kelompok umur keempat dengan 205,70 mm. Hasil analisis masing-masing

kelompok ukuran ikan kembung lelaki terdapat pada Tabel 3.

26
Tabel 3. Hasil analisis kelompok umur ikan kembung lelaki (Rastrelliger
kanagurta) yang tertangkap di perairan Selat Makassar menggunakan
metode Bhattacharya’s.

Kelompok Umur Panjang Rata-Rata Jumlah Populasi Indeks Separasi (I)


1 120 21,33
2 151,08 15,43 2,15
3 197,06 464,78 2,31
4 258,68 205,7 2,28

Hasil penelitian Parulian (2010), bahwa ikan kembung lelaki di Teluk

Blanakan, Subang, Jawa Barat frekuensi panjang Panjang ikan berkisar 140 mm

- 210 mm. Panjang ikan dikelompokkan ke dalam 17 kelas panjang total ikan

yang menggunakan interval kelas 5 mm, panjang total terbanyak terdapat pada

kelas 175 - 181 mm yaitu sebanyak 193 ekor dari total tangkapan.

Hasil penelitian Parulian (2010), bahwa ikan kembung lelaki di Teluk

Blanakan, Subang, Jawa Barat mendapatkan 2 kelompok umur yaitu kelompok

umur pertama dengan rata-rata 182 mm dan kelompok umur kedua dengan rata-

rata 200 mm.

Gambar 7. Grafik distribusi frekuensi panjang dan kelompok umur (Kohort) Ikan
Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) yang tertangkap di Selat
Makassar.

Menurut Hasselblad (1969), McNew & Summerflat (1978) dan Clark (1981)

dalam Sparre & Venema (1999) jika nilai I < 2 maka pemisahan kelompok ukuran

tidak mungkin dilakukan karena terjadi tumpang tindih yang besar antar

kelompok ukuran ikan. Berdasarkan hasil pemisahan kelompok ukuran ikan

27
kembung pada Tabel 3 bahwa nilai indeks separasi antar kelompok ukuran yaitu

2,15 , 2,31 dan 2,28. Hal ini menunjukkan bahwa pemisahan kelompok ukuran

ikan kembung lelaki dapat diterima dalam metode Bhattacharya.

D. Model Pertumbuhan Von Bertalanffy Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger


kanagurta)

Analisis parameter pertumbuhan (L∞ dan K) dilakukan dengan metode

ELEFAN I yang terdapat dalam program FISAT II, nilai L∞ = 313,00 mm dan nilai

K = 0,42 per tahun. Nilai L∞ dan K ditentukan berdasarkan nilai Rn terbesar

yaitu 0,363 (Umar et al., 2013) sedangkan nilai to didapatkan dengan

mengunakan rumus empiris Pauly yaitu -0,2052 dapat dilihat pada Lampiran 11.

Nilai dugaan parameter pertumbuhan yang telah diperoleh (L∞, K dan t0)

kemudian dimasukkan ke dalam persamaan pertumbuhan Von Bertalannffy yaitu

Lt = 313,00 (1-e[-0,42(t+0.21)]), maka dapat dibuat kurva pertumbuhan ikan kembung

lelaki di Selat Makassar (Gambar 8) dengan cara mensubtitusi berbagai tingkat

umur ke dalam nilai t (Lampiran 12).

Gambar 8. Kurva pertumbuhan ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta)


yang tertangkap di Selat Makassar.

Kurva menunjukkan bahwa ikan kembung akan mencapai panjang total

maksimum secara teoritis sebesar 313,00 mm. Kurva tersebut juga menunjukkan

bahwa laju pertumbuhan ikan kembung lelaki berbeda setiap waktu. Ikan

28
kembung lelaki pada waktu muda mengalami laju pertumbuhan lebih cepat

dibandingkan pada waktu tua.

Hasil penelitian penelitian Alifah (2016), bahwa ikan kembung lelaki di

perairan Selat Sunda Kebupaten Pandeglan, Banten memiliki nilai L∞ = 338,00

mm, nilai K = 0,21 per tahundan dan nilai to yaitu -0,41.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie (2002) bahwa pertumbuhan cepat

terjadi pada ikan ketika berumur 3 - 5 tahun. Pada ikan tua walaupun

pertumbuhan itu terus tetapi berjalan dengan lambat. Pada Ikan tua energi yang

didapatkan dari makanan tidak lagi digunakan untuk pertumbuhannya, tetapi

hanya digunakan untuk pergerakan, mengganti sel-sel yang rusak dan

kematangan gonad.

E. Mortalitas dan Laju Eksploitasi Ikan kembung Lelaki (Rastrelliger


kanagurta)

Pada suatu stock yang telah dieksploitasi perlu untuk membedakan

mortalitas akibat penangkapan dan mortalitas alami. Menurut King (1995)

laju mortalitas total (Z) adalah penjumlahan laju mortalitas penangkapan (F) dan

laju mortalitas alami (M) sehingga ketiga jenis mortalitas tersebut perlu dianalisis.

Pendugaan konstanta laju mortalitas total (Z) ikan kembung lelaki dilakukan

dengan kurva hasil tangkapan yang dilinearkan berbasis data panjang. Kurva

hasil tangkapan yang berbasis data panjang yang menggunakan metode

Length-Converted Catch Curve di program FISAT II (Pauly, 1983, Gayanilo et al.,

2005, Ongkers, 2006) dapat dilihat pada Lampiran 11.

pendugaan laju mortalitas alami ikan kembung lelaki digunakan rumus

empiris Pauly (Sparre & Venema 1999) dengan suhu rata-rata permukaan

perairan Selat Makassar 29,0 C (BMKG, 2016). Hasil analisis dugaan laju

mortalitas dan laju eksploitasi ikan kembung dapat dilihat pada Tabel 4.

29
Tabel 4. Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan Kembung lelaki (Rastrelliger
kanagurta) yang tertangkap di perairan Selat Makassar.

Laju Nilai Pertahun


Mortalitas Total (Z) 1,90
Mortalitas Alami (M) 0,54
Mortalitas Penangkapa (F) 1,37
Eksploitasi (E) 0,72

Tabel 4 memperlihatkan bahwa mortalitas penangkapan (F) 1,37 lebih besar

dibandikang mortalitas alami (M) 0,54. Hal ini menunjukan bahwa kematian ikan

kembung lelaki di Selat Makassar lebih disebabkan oleh faktor penangkapan.

Berdasarkan hasil wawancara, ikan kembung lelaki ini merupakan salah satu

ikan yang sangat digemari karena permintaan masyarakat yang semakin banyak

dan terbukti dari hasil tangkapan ikan kembung lelaki di Pelabuhan Paotere pada

tahun 2016 yang mencapai 836.450 ton/tahun dibandingkan pada tahun 2012

yang mencapai 563.680 ton/tahun, dari Tabel 4 juga dapat dilihat laju eksploitasi

sebesar 0,72 pertahun.

Hasil penelitian penelitian Umar (2014), bahwa ikan kembung lelaki di

Pesisir Pulau Ternate Provinsi Maluku Utara, nilai mortalitas penangkapan (F)

yaitu 1,72, nilai mortalitas alami (M) yaitu 1,47, nilai mortalitas total (Z) yaitu 3,19

dan nilai eksploitasi (E) yaitu 0,54.

Berdasarkan nilai laju eksploitasi (E) ikan kembung lelaki yang terdapat di

Selat Makassar, menunjukkan bahwa ikan kembung lelaki telah mengalami over

exploited (kelebihan tangkap). Sebagaimana diketahui bahwa tingkat laju

eksploitasi (E) maksimum = 0,5 , apabila lebih besar dari 0,5 maka dikategorikan

lebih tangkap (Gulland, 1983). Penyebab tingginya laju eksploitasi ikan kembung

lelaki di perairan Selat Makassar diduga karena tingginya penangkapan yang

dilakukan secara terus-menerus.

30
F. Yeild per Recruitment Relatif Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger
kanagurta)

Pendugaan yield per recruitment relatif (Y’/R) merupakan salah satu model

yang biasa dipergunakan sebagai dasar bagi strategi pengelolaan perikanan

(Gulland, 1983). (Y’/R) dalam penelitian ini diduga dengan menggunakan

persamaan Beverton dan Holt (Sparre et al., 1989). Hasil dugaan didapatkan

nilai (Y’/R) ikan kembung lelaki di Selat Makassar sebesar 0,0772 gram yang

dapat diambil sebagai hasil tangkapan.

Gambar 9 terlihat bahwa laju eksploitasi yang diperoleh sebesar 0,72 per

tahun, dan (Y’/R) sebesar 0,0772 gram per recruitment, nilai ini lebih besar dari

0,5 sehingga ikan kembung lelaki di Selat Makassar dikategorikan telah berada

pada tingkat over exploited (kelebihan upaya penangkapan) sebagaimana

dikatakan oleh Gulland, 1983.

Keterangan :
: E Sekarang

Gambar 9. Kurva Hubungan Yield per Recruitment (Y’/R) Terhadap Nilai Laju
Eksploitasi (E) ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) yang
Tertangkap di Selat Makassar.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penangkapan ikan kembung lelaki

telah melewati nilai lestari, dan apabila dilakukan penangkapan secara terus

menerus maka populasi ikan kembung lelaki tersebut akan semakin berkurang

bahkan akan mengalami kepunahan.

31
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasrkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pola pertumbuhan ikan kembung lelaki baik jantan maupun betina bersifat

alometrik negatif.

2. Nilai faktor kondisi ikan kembung lelaki betina lebih besar dibandingkan ikan

kembung lelaki jantan.

3. Distribusi frekuensi panjang ikan kembung lelaki beskisar 111-289 mm,

panjang ikan dikelompokkan ke dalam 37 kelas panjang, frekuensi ikan

terbanyak pada kelas ukuran 200-204 mm yaitu 65 ekor dan terdapat 4

kelompok umur ikan kembung lelaki.

4. Panjang asimptot (L∞) ikan kembng lelaki di Selat Makassar dapat mencapai

ukuran 131,00 mm dengan laju pertumbuhan sebesar K= 0,42 per tahun dan

t0 = -0,2052 tahun.

5. Nilai mortalitas alami (M) sebesar 0,54, dan mortalitas penamgkapan (F)

adalah sebesar 1,37 serta nilai eksploitasi (E) sebesar 0,72 per tahun dan

telah mengalami (over exploited).

6. Yeild per recruitment relatif ikan kembung lelaki di perairan Selat Makassar

sebesar 0,0772 gram.

B. Saran

Dalam penelitian hubungan panjang bobot dan dinamika populasi ikan

kembung lelaki selanjutnya disarankan untuk dilakukan analisis aspek reproduksi

dan pola rekrutmen agar dapat diketahui musim pemijahan ikan kembung lelaki

sehingga dapat diduga musim penangkapan ikan kembung lelaki. Selain itu,

tidak menutup kemungkinan untuk digunakan model pengkajian stok yang lain

32
sehingga dapat ditentukan model stok yang lebih mewakili untuk sumberdaya

ikan kembung lelaki di perairan Selat Makassar.

33
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, T. & Usman. 1997. Bigfin squid cultur: the Indonesian experience.
Phuket Marine Biological Center Publication 17 (1): 285-287.

Alifah, A. N. 2016. Dinamika Populasi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger


Kanagurta Cuvier, 1817) di Perairan Selat Sunda. Skripsi. Fakultas
Perikan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anderson, R. O. & Neumann, R.M. 1996. Length, weight and associated


structure indices. In: Fisheries techniques, 2nd edn. B. R. Murphy and D.
W. Willis (Eds). American Fisheries Society, Bethesda, MD, pp. 447–
482.

Andy Omar, S. Bin. 2007. Modul Praktikum Biologi Perikanan. Jurusan


Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas
Hasanuddin. Makassar.

Andy Omar, S. Bin. 2005. Modul Praktikum Biologi Perikanan. Jurusan Perikanan
FIKP UNHAS. Makassar. 161 hal.

Ardidja, S. 2007. Alat Penangkapan Ikan. Jurusan Teknologi Penangkapan Ikan,


Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta

Ayoade, A. A. & Ikulala, A. O. 2007. Length-weight relationships, conditions


factor and stomach contents of hemichromis bimaculatus, sarotherodon
melanotheronand chromidotilapia guentheri (preciformes: Ciichilidae) in
Eleiyele lake, southweatern Nigeria. Rev. Biol. Trop. (Int. J. Trop. Biol)
55 (3-4): 696-697.

Ayodhyoa A. U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor: Yayasan Dewi Sri. 91


hlm.

Aziz, K. A. 1989. Bahan Pengajaran Dinamika Populasi Ikan Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan. Dirjen Dikti. Pusat Antar Universitas Ilmu
Hayat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Badan Meteorologi, Klimatologi & Geofisika (BMKG) . 2017. Data Statistik Suhu
Perairan Selat Makassar Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Baskoro, M. S. 2002. Metode Penangkapan Ikan. Diktat Pengajaran Kuliah


Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Beverton, R. J. H. & Holt S. J. 1957. On the dynamics of exploited fish


population. Her Majesty’s Statinery Office. London, USA. 533 p.

34
Bhattacharya, C. G. 1976. A Simple Method of Resolution, A Distribution In To
Gaussion Componen. Biometris 23.

Burhanuddin, S. Martosewojo, M. Adrim, & M. Hutomo. 1984. Sumberdaya Ikan


Kembung, Proyek Studi potensi Sumberdaya Alam Indonesia Studi
potensi Sumberdaya Hayati Ikan. Lembaga Oseanologi Nasional.
Jakarta.

Busacker, G. P. Adelman I. R. & Goolish E. M. 1990. Schreck, C. B and P. B.


Moyle (editor), Methods for Fish Biology. American Fisheries Society,
Maryland. USA, 363-382 p.

Connel, C. 1993. On The Prevalence and Relatif Infortance of Interspesific


Competition: Evidence From Field Experiment. Am. Nat. 122:661-696.

Dahuri, R. Rais J. Ginting SP, & Sitepu MJ. 2001. Pengelolaan sumberdaya
wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.
292 hlm.

Direktorat Jenderal Perikanan. 1979. Pengenalan Sumberdaya Perikanan Laut


Bagian I Jenis-Jenis Ikan Ekonomis Penting. Jakarta: Departemen
Pertanian.

Effendie, M. I. 1997. Metode Biologi Perikanan, Bagian Perikanan, Bagian I.


Yayasan Dwi Sri Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Effendie, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka


Nusantama. 163 hlm.

Fadhil, R. Muchlisin, Z. A. & Sari. 2016. Hubungan panjang - berat dan


morfometrik ikan julung-julung (Zenarchopterus Dispar) yang tertangkap
di Perairan Pantai Utara Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan
Perikanan Unsyiah, 1(1): 146-159.

Fischer, W. & Whitehead, P. J. P. 1974. FAO Species Identification Sheets For


Fisheries Purpose. Eastern Indian Ocean (Fishing Area 57) And
Western Central Pacific (Fishing Area 71). Rome. Vol III. P 11. 508 Hal.

Fitrahwati, R. 2013. Hubungan Bobot Panjang dan Faktor Kondisi Ikan Layang
(Decapterus macrosoma Bleeker, 1851) Tertangkap di Perairan Selat
Makassar, Sulawesi Selatan. Skripsi. Universitas Hasanuddin.
Makassar.

Gayanilo, F. C. J. r. P. Sparre, & D. Pauly. 2005. FAO-ICLARM Stock


Assessment Tools II (FiSAT II). Revised version. User's guide. FAO
Computerized Information Series (Fisheries). No. 8, Revised version.
FAO Rome. 168p.

35
Gulland J. A. 1969. Manual of methods for fish stock assessment, part fish
population analysis. FAO. Rome, Italy. 154 p.

Hardenberg, J. D. F. 1938. Theory on the Migration of Indian Mackerel


(Rastrellinger kanagurta) in the Java Sea. Med : Institut Zeevisscherij.
Batavia.

Irnawati, R. Boesono, H. & Khuliah A. 2006. Kajian pengembangan perikanan


tuna di Cilacap. p.229-236. In : Prosiding: Seminar perikanan tangkap
“menuju paradigma teknologi perikanan tangkap yang bertanggung
jawab dalam mendukung revitalisasi perikanan” 10-11 Agustus 2006,
Bogor. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor

Jawad, L. A. 2001. Age and asymmetry on the Indian mackerel, Rastrelliger


kanagurta (Osteichthyes: Scombridae) collected from the Red Sea coast
of Yemen. Journal Indian of Marine Sciences 30 : 180-182.

Julia, S. H. 2015. Hubungan Panjang Bobot Dan Reproduksi Ikan Kembung


Lelaki (Rastrelliger Kanagurta) di Perairan Selat Malaka Tanjung
Beringin Serdang Bedagai Sumatera Utara. Skripsi. Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara

Kementerian Kelautan & Perikanan, 2016. Laporan Statistik Perikanan Tangkap


Sulawesi Selatan, Statistik.kkp.go.id. [Diakses pada tanggal 27
September 2017].

King, M. 1995. Fisheries biology, assessment, and management. Fishing News


Books. London, USA. 341 p.

Laevastu, T. & Hayes L. M. 1981. Fisheries Oceanography and Ecology.


Northwest and Alaska Fisheries Center National Marine Fisheries
Service, NOAA. Seattle, Washington, USA. 199 p.

Lagler, K. F. Bardach J. E. Miller R. R. & Passino D. 1977. Ichtyology: John Wiley


and Sons inc. New York, USA. 506 p.

Moazzam, M. Osmany, H. B. & Zohra, K. 2005. Indian Mackerel (Rastrelliger


kanagurta). Some aspects of biology and Fisheries. Journal Marine
Fisheries 63 Department, Government of Pakistan, Fish Harbour, West
Wharf Karachi 74900, Pakistan 16: 58 – 75.

Murphy, B.R. Brown, M. L. & Springer, T.A. 1991. The relative weight (Wr) index
in fisheries management: status and needs. Fisheries, 16 (2): 30-38.

Nikolsky, G. V. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press. London.

36
Ongkers, O. T. S. 2006. Pemantauan Terhadap Parameter Populasi Ikan Teri
Merah (Encrasicholina heteroloba) di Teluk Ambon Bagian Dalam.
Prosiding Seminar Nasional Ikan IV di Jatiluhur tanggal 29-30 Agustus
2006. Masyarakat Iktiologi Indonesia kerjasama dengan Loka Riset
Pemacuan Stok Ikan, PRPT-DKP, Departemen MSP-IPB, dan Puslit
Biologi LIPI: 31-40.

Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Potere. 2017. Data Produksi Pertahun Ikan
kembung Lelaki Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Pauly D. 1984. Fish population dynamics in tropical waters : a manual for use
with programmable calculators. ICLARM. Manila. Filipina. 325 p.

Pauly, D. 1983. A. Selection of Sample Method for Assessment Tropical Fish


Stock. Fao Fish Tech. New York.

Rypel, A. L. Richter, T. J. 2008. Emperical percentile standard weight equation


for the Blacktail Redhorse. North American Journal of Fisheries
Management, 28: 1843-1846.

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I dan II. Bandung
(ID) : Bina Cipta.

Sinaga, P. 2010. Dinamika Stok dan Analisis Bioekonomi Ikan Kembung Lelaki
(Rastrelliger kanagurta) di TPI Blanakan, Subang, Jawa Barat. [skripsi].
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan
Dan Ilmu Kelautan. Intitut Pertanian Bogor. Bogor.

Sparre & Venema S. C. 1999. Introduksi pengkajian stok ikan tropis, Buku I:
manual. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Penerjemah. Jakarta (ID):
Pusat Penelitian dan Pengembanagan Perikanan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Terj. dari: Introduction to Tropical Fish Stock
Assessment, Part I: Manual.

Subani, W. 1972. Alat dan Cara Penangkapan Ikan di Indonesia. Jilid


1. Lembaga Penelitian Perikanan Laut. Jakarta.

Sujastani, T. 1972. Laporan Pendahuluan Penelitian Rasial Genus Rastrelliger


dengan Metode Morphometrik di Laut Jawa. Laporan Penelitian
Perikanan Laut. (1):172- 181.

Suruwaky, A. M. Gunaisah, E. 2013. Indentifikasi tingkat eksploitasi ikan


kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) ditinjau dari hubungan panjang
dan berat. Jurnal Akuatika. (14): 2 (131-140).

37
Tresnati, R. V., S. Sukimin, dan M. F. Rahardjo. 2001. Aspek Biologi Di Perairan
Kepulauan Spermonde. Sulawesi Selatan. Disertasi. Program Pasca
Sarjan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Umar, Tangke. 2014. Pemantaun Parameter Dinamika Populasi Ikan Kembung


(Rastrelliger Kanagurta) di Perairan Pesisir Pulau Ternate Provinsi
Maluku Utara. Jurnal. Fakultas Perikanan, Universitas Muhammadiyah
Maluku Utara. Maluku Utara.

Umar, M. T. Tresnati, J. & Andy omar, S. Bin. 2013. Kajian Pertumbuhan Bulu
Babi Salmacis Sphaeroides Linnaeus, 1758 Di Perairan Pesisir Desa
Bontolempangan, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. In
:Prosiding Seminar Nasional Tahun X Hasil Penelitian Kelutan dan
Perikanan 31 Agustus 2013. UGM. yogyakarta.

Wiadnya. D. G. R. & Setyohadi, D. 2012. Modul Pengantar Ilmu Kelautan dan


Perikanan. Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Malang :Universitas Brawijaya.

Wyrtki, K. 1961. Physicalocenography Of The South East Asian Waters, Naga


Report Vol.2 Scripps. Institute Oceanography. California.

38
39
Lampiran 1. Data Analisis Hubungan Panjang Bobot dan Faktor Kondisi Ikan
Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Jantan yang Tertangap di
Selat Makassar

NO L W SEKS TKG Log L Log W W* FK

1 192 113 J II 2,2833 2,0531 93,7150 1,076648


2 182 93 J II 2,2601 1,9685 81,8248 0,886091
3 178 81 J I 2,2504 1,9085 77,33996 0,771757
4 209 107 J II 2,3201 2,0294 116,217 1,019481
5 200 95 J II 2,3010 1,9777 103,9393 0,905147
6 207 115 J II 2,3160 2,0607 113,4167 1,095704
7 170 54 J I 2,2304 1,7324 68,82495 0,514505
8 196 93 J I 2,2923 1,9685 98,74704 0,886091
9 199 102 J II 2,2989 2,0086 102,6261 0,971842
10 207 116 J II 2,3160 2,0645 113,4167 1,105232
11 211 125 J III 2,3243 2,0969 119,0587 1,190983
12 195 99 J I 2,2900 1,9956 97,47409 0,943258
13 186 73 J I 2,2695 1,8633 86,46384 0,695534
14 183 77 J I 2,2625 1,8865 82,97011 0,733645
15 218 154 J III 2,3385 2,1875 129,3346 1,467291
16 214 141 J II 2,3304 2,1492 123,3996 1,343428
17 204 121 J I 2,3096 2,0828 109,2936 1,152871
18 199 119 J I 2,2989 2,0755 102,6261 1,133816
19 210 124 J III 2,3222 2,0934 117,6327 1,181455
20 196 124 J I 2,2923 2,0934 98,74704 1,181455
21 189 96 J I 2,2765 1,9823 90,04525 0,914675
22 210 144 J II 2,3222 2,1584 117,6327 1,372012
23 200 112 J III 2,3010 2,0492 103,9393 1,067121
24 215 127 J II 2,3324 2,1038 124,8675 1,210038
25 222 124 J IV 2,3464 2,0934 135,4393 1,181455
26 212 131 J I 2,3263 2,1173 120,4952 1,24815
27 178 76 J I 2,2504 1,8808 77,33996 0,724117
28 195 107 J III 2,2900 2,0294 97,47409 1,019481
29 220 149 J I 2,3424 2,1732 132,3656 1,419651
30 205 109 J II 2,3118 2,0374 110,6577 1,038537
31 206 126 J II 2,3139 2,1004 112,0321 1,200511
32 210 113 J I 2,3222 2,0531 117,6327 1,076648
33 200 137 J II 2,3010 2,1367 103,9393 1,305317
34 195 84 J I 2,2900 1,9243 97,47409 0,80034
35 195 83 J III 2,2900 1,9191 97,47409 0,790813
36 205 106 J III 2,3118 2,0253 110,6577 1,009953
37 215 118 J III 2,3324 2,0719 124,8675 1,124288

39
Lampiran 1. Lanjutan

NO PT BT SEKS TKG log L log w W* FK

38 202 101 J II 2,3054 2,0043 106,596085 0,962314


39 200 90 J I 2,3010 1,9542 103,939299 0,8575075
40 210 141 J I 2,3222 2,1492 117,632667 1,3434285
41 195 112 J I 2,2900 2,0492 97,4740943 1,0671205
42 210 141 J I 2,3222 2,1492 117,632667 1,3434285
43 200 117 J I 2,3010 2,0682 103,939299 1,1147598
44 190 101 J I 2,2788 2,0043 91,2586679 0,962314
45 220 133 J II 2,3424 2,1239 132,36564 1,2672056
46 210 122 J I 2,3222 2,0864 117,632667 1,1623991
47 205 124 J III 2,3118 2,0934 110,657697 1,1814548
48 185 110 J II 2,2672 2,0414 85,2895618 1,0480648
49 202 105 J I 2,3054 2,0206 106,596085 0,9989963
50 195 103 J II 2,2900 2,0113 97,4740943 0,9778444
51 185 98 J II 2,2672 1,9927 85,2895618 0,9368746
52 210 132 J I 2,3222 2,1195 117,632667 1,2545335
53 208 104 J II 2,3181 2,0179 114,811676 0,9928032
54 215 107 J I 2,3324 2,0276 124,867547 1,0153842
55 192 79 J II 2,2833 1,9003 93,7150855 0,7573697
56 190 77 J III 2,2788 1,8878 91,2586679 0,7358368
57 200 91 J II 2,3010 1,9587 103,939299 0,8662732
58 180 79 J III 2,2553 1,8995 79,5632764 0,7560358
59 200 85 J III 2,3010 1,9288 103,939299 0,8086296
60 205 129 J IV 2,3118 2,1095 110,657697 1,2261405
61 185 90 J III 2,2672 1,9532 85,2895618 0,8554114
62 183 91 J II 2,2625 1,9586 82,9701066 0,8660826
63 175 59 J III 2,2430 1,7673 74,0762676 0,5575705
64 200 123 J II 2,3010 2,0883 103,939299 1,1676394
65 212 146 J I 2,3263 2,1630 120,495244 1,3865897
66 194 102 J I 2,2878 2,0079 96,2111369 0,9703174
67 204 109 J I 2,3096 2,0390 109,293599 1,0422528
68 198 127 J II 2,2967 2,1025 101,323024 1,2065131
69 194 80 J II 2,2878 1,9035 96,2111369 0,7629912
70 185 74 J II 2,2672 1,8698 85,2895618 0,7059193
71 205 105 J I 2,3118 2,0196 110,657697 0,9967096
72 213 113 J II 2,3284 2,0542 121,942194 1,0795067
73 216 119 J I 2,3345 2,0738 126,346004 1,1291469
74 200 93 J III 2,3010 1,9668 103,939299 0,8826611
75 225 128 J III 2,3522 2,1059 140,130214 1,2158504

40
Lampiran 1. Lanjutan

NO PT BT SEKS TKG log L log w W* FK


76 190 88 J II 2,2788 1,9437 91,2586679 0,8370226
77 220 117 J IV 2,3424 2,0700 132,36564 1,1193332
78 200 97 J I 2,3010 1,9880 103,939299 0,9268704
79 205 114 J I 2,3118 2,0581 110,657697 1,0891299
80 190 87 J II 2,2788 1,9372 91,2586679 0,8245411
81 195 104 J II 2,2900 2,0183 97,4740943 0,9938512
82 185 90 J I 2,2672 1,9535 85,2895618 0,8560784
83 205 105 J II 2,3118 2,0208 110,657697 0,999568
84 218 127 J III 2,3385 2,1025 129,334608 1,2064178
85 210 109 J III 2,3222 2,0377 117,632667 1,0392991
86 199 99 J III 2,2989 1,9967 102,626111 0,945545
87 190 88 J I 2,2788 1,9453 91,2586679 0,8399763
88 205 106 J II 2,3118 2,0271 110,657697 1,0140503
89 198 95 J II 2,2967 1,9777 101,323024 0,9051469
90 193 81 J II 2,2856 1,9103 94,9581431 0,7749963
91 205 126 J I 2,3118 2,1020 110,657697 1,2048934
92 196 113 J III 2,2923 2,0539 98,7470431 1,0786492
93 208 135 J II 2,3181 2,1298 114,811676 1,2846416
94 186 86 J I 2,2695 1,9360 86,4638448 0,8221592
95 200 118 J IV 2,3010 2,0720 103,939299 1,1246688
96 185 98 J V 2,2672 1,9915 85,2895618 0,9343021
97 190 95 J I 2,2788 1,9780 91,2586679 0,9057185
98 191 87 J I 2,2810 1,9396 92,4819363 0,8290192
99 190 69 J III 2,2788 1,8412 91,2586679 0,661043
100 225 113 J II 2,3522 2,0537 140,130214 1,0782681
101 195 82 J II 2,2900 1,9126 97,4740943 0,7790932
102 195 74 J II 2,2900 1,8709 97,4740943 0,7077296
103 195 100 J IV 2,2900 1,9981 97,4740943 0,9485939
104 192 102 J V 2,2833 2,0075 93,7150855 0,9693646
105 197 119 J IV 2,2945 2,0751 100,03001 1,1326722
106 200 100 J IV 2,3010 2,0006 103,939299 0,9541201
107 213 134 J III 2,3284 2,1284 121,942194 1,2806399
108 200 110 J III 2,3010 2,0419 103,939299 1,0493987
109 184 90 J I 2,2648 1,9523 84,1249919 0,8536011
110 190 91 J I 2,2788 1,9591 91,2586679 0,8671307
111 205 136 J I 2,3118 2,1325 110,657697 1,2927403
112 212 123 J III 2,3263 2,0901 120,495244 1,1724034
113 194 103 J IV 2,2878 2,0142 96,2111369 0,9844187
114 205 133 J III 2,3118 2,1234 110,657697 1,2658717
115 189 114 J I 2,2765 2,0572 90,0452524 1,0869385
116 206 128 J II 2,3139 2,1087 112,032058 1,2236633

41
Lampiran 1. Lanjutan

NO PT BT SEKS TKG log L log w W* FK

117 190 110 J II 2,2788 2,0419 91,2587 1,0494


118 215 153 J II 2,3324 2,1854 124,8675 1,4600
119 194 101 J I 2,2878 2,0060 96,2111 0,9660
120 205 101 J II 2,3118 2,0032 110,6577 0,9597
121 200 92 J I 2,3010 1,9615 103,9393 0,8719
122 210 99 J I 2,3222 1,9969 117,6327 0,9461
123 195 89 J II 2,2900 1,9502 97,4741 0,8495
124 215 105 J I 2,3324 2,0221 124,8675 1,0025
125 203 99 J I 2,3075 1,9948 107,9397 0,9414
126 204 102 J I 2,3096 2,0071 109,2936 0,9684
127 213 100 J I 2,3284 2,0001 121,9422 0,9531
128 212 103 J II 2,3263 2,0141 120,4952 0,9842
129 205 97 J II 2,3118 1,9882 110,6577 0,9273
130 211 93 J I 2,3243 1,9668 119,0587 0,8826
131 217 101 J I 2,3365 2,0061 127,8350 0,9663
132 195 90 J II 2,2900 1,9526 97,4741 0,8544
133 194 94 J II 2,2878 1,9746 96,2111 0,8986
134 190 73 J I 2,2788 1,8657 91,2587 0,6993
135 207 89 J II 2,3160 1,9502 113,4167 0,8495
136 195 77 J I 2,2900 1,8871 97,4741 0,7346
137 195 107 J II 2,2900 2,0312 97,4741 1,0238
138 216 126 J I 2,3345 2,1012 126,3460 1,2029
139 191 88 J II 2,2810 1,9461 92,4819 0,8416
140 202 134 J I 2,3054 2,1264 106,5961 1,2745
141 193 104 J III 2,2856 2,0161 94,9581 0,9888

42
Lampiran 2. Analisis Regresi Hubungan Panjang Bobot Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Jantan di Selat Makassar

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics
Multiple R 0,725156621
R Square 0,525852125
Adjusted R Square 0,52244099
Standard Error 0,057740322
Observations 141

ANOVA
Df SS MS F Significance F
Regression 1 0,51395256 0,5139526 154,15749 2,77009E-24
Residual 139 0,46341833 0,0033339
Total 140 0,97737089

Lower Upper
Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% 95,0% 95,0%
Intercept -3,81994613 0,4701272 -8,125346 2,182E-13 -4,749471133 -2,89042 -4,74947 -2,89042
X Variable 1 2,536570979 0,20429828 12,416017 2,77E-24 2,132636981 2,940505 2,132637 2,940505
Thitun
,
g= = = 2,2684, Ttabel = TINV (0,05;140) = 1,9771
,

Karena Thitung > Ttabel maka kesimpulannya adalah nilai kofisien regresi (b) berbeda dengan 3 ( hipotesis ditolak)

43
Lampiran 3.Data Analisis Hubungan Panjang Bobot dan Faktor Kondisi Ikan
Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Betina yang Tertangap di
Selat Makassar

NO L W SEKS TKG Log L Log W W* FK

1 195 121 B III 2,2900 2,0828 106,931 1,019577


2 222 140 B III 2,3464 2,1461 135,0045 1,179676
3 190 108 B II 2,2788 2,0334 102,0524 0,910036
4 245 130 B IV 2,3892 2,1139 161,1812 1,095414
5 215 122 B III 2,3324 2,0864 127,4483 1,028003
6 225 110 B IV 2,3522 2,0414 138,3019 0,926888
7 235 120 B IV 2,3711 2,0792 149,5474 1,011151
8 229 151 B III 2,3598 2,1790 142,7533 1,272365
9 213 139 B II 2,3284 2,1430 125,3248 1,17125
10 223 141 B III 2,3483 2,1492 136,0997 1,188102
11 216 135 B II 2,3345 2,1303 128,5159 1,137545
12 205 126 B I 2,3118 2,1004 116,99 1,061709
13 250 148 B IV 2,3979 2,1703 167,1428 1,247086
14 234 131 B IV 2,3692 2,1173 148,4053 1,10384
15 203 107 B II 2,3075 2,0294 114,9461 0,90161
16 205 112 B II 2,3118 2,0492 116,99 0,943741
17 212 128 B I 2,3263 2,1072 124,2691 1,078561
18 200 108 B III 2,3010 2,0334 111,9103 0,910036
19 205 116 B IV 2,3118 2,0645 116,99 0,977446
20 204 105 B II 2,3096 2,0212 115,9661 0,884757
21 215 117 B III 2,3324 2,0682 127,4483 0,985872
22 210 108 B IV 2,3222 2,0325 122,1695 0,908014
23 200 94 B III 2,3010 1,9739 111,9103 0,793416
24 210 115 B IV 2,3222 2,0624 122,1695 0,972727
25 195 84 B III 2,2900 1,9242 106,931 0,707637
26 210 105 B III 2,3222 2,0191 122,1695 0,880544
27 190 90 B III 2,2788 1,9538 102,0524 0,757605
28 210 131 B V 2,3222 2,1174 122,1695 1,104177
29 210 130 B II 2,3222 2,1126 122,1695 1,092043
30 198 118 B II 2,2967 2,0701 109,9065 0,990338
31 193 133 B III 2,2856 2,1233 104,9674 1,119344
32 194 116 B I 2,2878 2,0626 105,9472 0,973233
33 193 78 B II 2,2856 1,8919 104,9674 0,656995
34 210 109 B II 2,3222 2,0365 122,1695 0,916524
35 204 106 B II 2,3096 2,0237 115,9661 0,889813

44
Lampiran 3. Lanjutan

NO L W SEKS TKG Log L Log W W* KF

36 203 139 B II 2,3075 2,1443 114,9461169 1,174788892


37 208 131 B II 2,3181 2,1179 120,0857251 1,105356526
38 210 121 B II 2,3222 2,0826 122,1694594 1,019155907
39 193 92 B II 2,2856 1,9651 104,9674221 0,777575089
40 215 112 B II 2,3324 2,0477 127,4482532 0,940370394
41 225 146 B V 2,3522 2,1641 138,3019325 1,229559569
42 217 120 B II 2,3365 2,0793 129,5874747 1,011319487
43 208 116 B IV 2,3181 2,0635 120,0857251 0,975255102
44 215 141 B IV 2,3324 2,1506 127,4482532 1,191978458
45 190 105 B IV 2,2788 2,0206 102,0524286 0,883493153
46 189 95 B II 2,2765 1,9781 101,0888666 0,801168612
47 169 66 B I 2,2279 1,8176 82,67585973 0,553605151
48 195 111 B I 2,2900 2,0449 106,9309645 0,934387751
49 181 106 B II 2,2577 2,0236 93,52684209 0,889728583
50 191 99 B III 2,2810 1,9937 103,0200448 0,830576252
51 197 119 B I 2,2945 2,0752 108,9106382 1,001882078
52 200 128 B II 2,3010 2,1076 111,9103224 1,079487914
53 198 112 B I 2,2967 2,0500 109,9065139 0,945510412
54 197 109 B III 2,2945 2,0377 108,9106382 0,919136224
55 230 165 B III 2,3617 2,2175 143,8759131 1,390332572
56 215 141 B II 2,3324 2,1503 127,4482532 1,19105157
57 210 133 B II 2,3222 2,1232 122,1694594 1,118922801
58 195 132 B II 2,2900 2,1202 106,9309645 1,111423432
59 216 140 B II 2,3345 2,1458 128,5158888 1,178664971
60 195 107 B IV 2,2900 2,0295 106,9309645 0,901862395
61 200 111 B I 2,3010 2,0465 111,9103224 0,937758254
62 190 90 B III 2,2788 1,9538 102,0524286 0,757520595
63 202 128 B II 2,3054 2,1068 113,9301799 1,077465612
64 219 144 B II 2,3404 2,1575 131,7424825 1,211106064
65 215 155 B III 2,3324 2,1916 127,4482532 1,309861808
66 208 125 B IV 2,3181 2,0955 120,0857251 1,049827486
67 223 149 B III 2,3483 2,1724 136,0997402 1,253153092
68 220 147 B III 2,3424 2,1679 132,8258971 1,240429442
69 213 140 B III 2,3284 2,1469 125,3248475 1,181866949
70 202 110 B V 2,3054 2,0417 113,9301799 0,927478219
71 201 118 B I 2,3032 2,0733 112,9182471 0,997584686
72 193 98 B II 2,2856 1,9928 104,9674221 0,828722475

45
Lampiran 3. Lanjutan

NO L W SEKS TKG Log L Log W W* KF

73 206 140 B I 2,3139 2,1461 118,0179129 1,179507597


74 191 112 B III 2,2810 2,0476 103,0200448 0,940286132
75 208 140 B IV 2,3181 2,1471 120,0857251 1,182372524
76 210 129 B II 2,3222 2,1119 122,1694594 1,090189262
77 220 112 B III 2,3424 2,0509 132,8258971 0,947448451
78 192 99 B III 2,2833 1,9968 103,9917107 0,83639037
79 218 109 B III 2,3385 2,0381 130,6630072 0,919894587
80 200 106 B II 2,3010 2,0260 111,9103224 0,894531551
81 202 112 B II 2,3054 2,0506 113,9301799 0,946690088
82 210 118 B III 2,3222 2,0717 122,1694594 0,99379287
83 202 125 B V 2,3054 2,0964 113,9301799 1,05193405
84 190 103 B II 2,2788 2,0119 102,0524286 0,866050798
85 215 154 B III 2,3324 2,1879 127,4482532 1,29882341
86 190 94 B IV 2,2788 1,9719 102,0524286 0,789877426
87 190 93 B II 2,2788 1,9683 102,0524286 0,783304945
88 185 90 B III 2,2672 1,9524 97,27524601 0,755161243
89 210 144 B V 2,3222 2,1580 122,1694594 1,21228574
90 210 137 B IV 2,3222 2,1372 122,1694594 1,155745549

46
Lampiran 4. Analisis Regresi Hubungan Panjang Bobot Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Betina di Selat Makassar

SUMMARY
OUTPUT

Regression Statistics
Multiple R 0,711387477
R Square 0,506072143
Adjusted R
Square 0,500459326
Standard Error 0,05125987
Observations 90

ANOVA
Df SS MS F Significance F
Regression 1 0,236911741 0,236912 90,16367 3,91708E-15
Residual 88 0,231226536 0,002628
Total 89 0,468138277

Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95,0% Upper 95,0%
Intercept -2,087745996 0,438037753 -4,76613 7,37E-06 -2,958253965 -1,217238026 -2,958254 -1,21723803
X Variable 1 1,797723694 0,189324645 9,495455 3,92E-15 1,421480754 2,173966633 1,42148075 2,173966633

,
Thitung = = = 6,3505 , Ttabel = TINV (0,05;89) = 1,9870
,

Karena Thitung > Ttabel maka kesimpulannya adalah nilai kofisien regresi (b) berbeda dengan 3 ( hipotesis ditolak)

47
Lampiran 5. Uji Statistik Kofisien Relatif Antara Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Ikan Jantan dan Betina di Selat Makassar

=
( )

2,5366 − 1,7977
=
0,2785

,
&
,

= 2,6530

' () = *+,-(0,05; 230) = 1,9703

Karena Thitung > Ttabel maka kesimpulannya adalah nilai kofisien regresi (b) berbeda dengan 3 ( hipotesis ditolak)

48
Lampiran 6. Data Analisis Hubungan Panjang Bobot dan Faktor Kondisi Ikan
Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) gabungan yang Tertangap
di Selat Makassar

NO L W SEKS TKG Log L Log W W* FK

1 192 113 J II 2,2833 2,0531 96,8512 1,0250


2 182 93 J II 2,2601 1,9685 85,6474 0,8436
3 178 81 J I 2,2504 1,9085 81,3826 0,7347
4 209 107 J II 2,3201 2,0294 117,7033 0,9706
5 200 95 J II 2,3010 1,9777 106,3781 0,8617
6 207 115 J II 2,3160 2,0607 115,1306 1,0431
7 170 54 J I 2,2304 1,7324 73,2201 0,4898
8 196 93 J I 2,2923 1,9685 101,5515 0,8436
9 199 102 J II 2,2989 2,0086 105,1596 0,9252
10 207 116 J II 2,3160 2,0645 115,1306 1,0522
11 211 125 J III 2,3243 2,0969 120,3081 1,1338
12 195 99 J I 2,2900 1,9956 100,3646 0,8980
13 186 73 J I 2,2695 1,8633 90,0356 0,6622
14 183 77 J I 2,2625 1,8865 86,7328 0,6984
15 218 154 J III 2,3385 2,1875 129,6798 1,3969
16 214 141 J II 2,3304 2,1492 124,2759 1,2790
17 204 121 J I 2,3096 2,0828 111,3316 1,0976
18 199 119 J I 2,2989 2,0755 105,1596 1,0794
19 210 124 J III 2,3222 2,0934 119,0017 1,1248
20 196 124 J I 2,2923 2,0934 101,5515 1,1248
21 189 96 J I 2,2765 1,9823 93,4083 0,8708
22 210 144 J II 2,3222 2,1584 119,0017 1,3062
23 200 112 J III 2,3010 2,0492 106,3781 1,0159
24 215 127 J II 2,3324 2,1038 125,6147 1,1520
25 222 124 J IV 2,3464 2,0934 135,2139 1,1248
26 212 131 J I 2,3263 2,1173 121,6227 1,1883
27 178 76 J I 2,2504 1,8808 81,3826 0,6894
28 195 107 J III 2,2900 2,0294 100,3646 0,9706
29 220 149 J I 2,3424 2,1732 132,4305 1,3515
30 205 109 J II 2,3118 2,0374 112,5900 0,9887
31 206 126 J II 2,3139 2,1004 113,8563 1,1429
32 210 113 J I 2,3222 2,0531 119,0017 1,0250
33 200 137 J II 2,3010 2,1367 106,3781 1,2427
34 195 84 J I 2,2900 1,9243 100,3646 0,7619
35 195 83 J III 2,2900 1,9191 100,3646 0,7529
36 205 106 J III 2,3118 2,0253 112,5900 0,9615
37 215 118 J III 2,3324 2,0719 125,6147 1,0704

49
Lampiran 6. Lanjutan

NO L W SEKS TKG Log L Log W W* FK

38 202 101 J II 2,3054 2,0043 108,8389 0,9161


39 200 90 J I 2,3010 1,9542 106,3781 0,8164
40 210 141 J I 2,3222 2,1492 119,0017 1,2790
41 195 112 J I 2,2900 2,0492 100,3646 1,0159
42 210 141 J I 2,3222 2,1492 119,0017 1,2790
43 200 117 J I 2,3010 2,0682 106,3781 1,0613
44 190 101 J I 2,2788 2,0043 94,5481 0,9161
45 220 133 J II 2,3424 2,1239 132,4305 1,2064
46 210 122 J I 2,3222 2,0864 119,0017 1,1066
47 205 124 J III 2,3118 2,0934 112,5900 1,1248
48 185 110 J II 2,2672 2,0414 88,9269 0,9978
49 202 105 J I 2,3054 2,0206 108,8389 0,9511
50 195 103 J II 2,2900 2,0113 100,3646 0,9309
51 185 98 J II 2,2672 1,9927 88,9269 0,8919
52 210 132 J I 2,3222 2,1195 119,0017 1,1943
53 208 104 J II 2,3181 2,0179 116,4129 0,9452
54 215 107 J I 2,3324 2,0276 125,6147 0,9667
55 192 79 J II 2,2833 1,9003 96,8512 0,7210
56 190 77 J III 2,2788 1,8878 94,5481 0,7005
57 200 91 J II 2,3010 1,9587 106,3781 0,8247
58 180 79 J III 2,2553 1,8995 83,4996 0,7198
59 200 85 J III 2,3010 1,9288 106,3781 0,7698
60 205 129 J IV 2,3118 2,1095 112,5900 1,1673
61 185 90 J III 2,2672 1,9532 88,9269 0,8144
62 183 91 J II 2,2625 1,9586 86,7328 0,8245
63 175 59 J III 2,2430 1,7673 78,2646 0,5308
64 200 123 J II 2,3010 2,0883 106,3781 1,1116
65 212 146 J I 2,3263 2,1630 121,6227 1,3201
66 194 102 J I 2,2878 2,0079 99,1856 0,9238
67 204 109 J I 2,3096 2,0390 111,3316 0,9923
68 198 127 J II 2,2967 2,1025 103,9490 1,1486
69 194 80 J II 2,2878 1,9035 99,1856 0,7264
70 185 74 J II 2,2672 1,8698 88,9269 0,6721
71 205 105 J I 2,3118 2,0196 112,5900 0,9489
72 213 113 J II 2,3284 2,0542 122,9453 1,0277
73 216 119 J I 2,3345 2,0738 126,9616 1,0750
74 200 93 J III 2,3010 1,9668 106,3781 0,8403
75 225 128 J III 2,3522 2,1059 139,4504 1,1575
76 190 88 J II 2,2788 1,9437 94,5481 0,7969

50
Lampiran 6. Lanjutan

NO L W SEKS TKG Log L Log W W* FK

77 220 117 J IV 2,3424 2,0700 132,4305 1,0656


78 200 97 J I 2,3010 1,9880 106,3781 0,8824
79 205 114 J I 2,3118 2,0581 112,5900 1,0369
80 190 87 J II 2,2788 1,9372 94,5481 0,7850
81 195 104 J II 2,2900 2,0183 100,3646 0,9462
82 185 90 J I 2,2672 1,9535 88,9269 0,8150
83 205 105 J II 2,3118 2,0208 112,5900 0,9516
84 218 127 J III 2,3385 2,1025 129,6798 1,1485
85 210 109 J III 2,3222 2,0377 119,0017 0,9894
86 199 99 J III 2,2989 1,9967 105,1596 0,9002
87 190 88 J I 2,2788 1,9453 94,5481 0,7997
88 205 106 J II 2,3118 2,0271 112,5900 0,9654
89 198 95 J II 2,2967 1,9777 103,9490 0,8617
90 193 81 J II 2,2856 1,9103 98,0145 0,7378
91 205 126 J I 2,3118 2,1020 112,5900 1,1471
92 196 113 J III 2,2923 2,0539 101,5515 1,0269
93 208 135 J II 2,3181 2,1298 116,4129 1,2230
94 186 86 J I 2,2695 1,9360 90,0356 0,7827
95 200 118 J IV 2,3010 2,0720 106,3781 1,0707
96 185 98 J V 2,2672 1,9915 88,9269 0,8895
97 190 95 J I 2,2788 1,9780 94,5481 0,8623
98 191 87 J I 2,2810 1,9396 95,6957 0,7892
99 190 69 J III 2,2788 1,8412 94,5481 0,6293
100 225 113 J II 2,3522 2,0537 139,4504 1,0265
101 195 82 J II 2,2900 1,9126 100,3646 0,7417
102 195 74 J II 2,2900 1,8709 100,3646 0,6738
103 195 100 J IV 2,2900 1,9981 100,3646 0,9031
104 192 102 J V 2,2833 2,0075 96,8512 0,9229
105 197 119 J IV 2,2945 2,0751 102,7463 1,0783
106 200 100 J IV 2,3010 2,0006 106,3781 0,9083
107 213 134 J III 2,3284 2,1284 122,9453 1,2192
108 200 110 J III 2,3010 2,0419 106,3781 0,9991
109 184 90 J I 2,2648 1,9523 87,8260 0,8127
110 190 91 J I 2,2788 1,9591 94,5481 0,8255
111 205 136 J I 2,3118 2,1325 112,5900 1,2307
112 212 123 J III 2,3263 2,0901 121,6227 1,1162
113 194 103 J IV 2,2878 2,0142 99,1856 0,9372
114 205 133 J III 2,3118 2,1234 112,5900 1,2051
115 189 114 J I 2,2765 2,0572 93,4083 1,0348

51
Lampiran 6. Lanjutan

NO L W SEKS TKG Log L Log W W* FK

116 206 128 J II 2,3139 2,1087 113,8563 1,1650


117 190 110 J II 2,2788 2,0419 94,5481 0,9991
118 215 153 J II 2,3324 2,1854 125,6147 1,3900
119 194 101 J I 2,2878 2,0060 99,1856 0,9197
120 205 101 J II 2,3118 2,0032 112,5900 0,9137
121 200 92 J I 2,3010 1,9615 106,3781 0,8301
122 210 99 J I 2,3222 1,9969 119,0017 0,9007
123 195 89 J II 2,2900 1,9502 100,3646 0,8087
124 215 105 J I 2,3324 2,0221 125,6147 0,9544
125 203 99 J I 2,3075 1,9948 110,0813 0,8962
126 204 102 J I 2,3096 2,0071 111,3316 0,9220
127 213 100 J I 2,3284 2,0001 122,9453 0,9073
128 212 103 J II 2,3263 2,0141 121,6227 0,9370
129 205 97 J II 2,3118 1,9882 112,5900 0,8829
130 211 93 J I 2,3243 1,9668 120,3081 0,8402
131 217 101 J I 2,3365 2,0061 128,3166 0,9200
132 195 90 J II 2,2900 1,9526 100,3646 0,8134
133 194 94 J II 2,2878 1,9746 99,1856 0,8555
134 190 73 J I 2,2788 1,8657 94,5481 0,6658
135 207 89 J II 2,3160 1,9502 115,1306 0,8087
136 195 77 J I 2,2900 1,8871 100,3646 0,6994
137 195 107 J II 2,2900 2,0312 100,3646 0,9747
138 216 126 J I 2,3345 2,1012 126,9616 1,1452
139 191 88 J II 2,2810 1,9461 95,6957 0,8012
140 202 134 J I 2,3054 2,1264 108,8389 1,2134
141 193 104 J III 2,2856 2,0161 98,0145 0,9414
142 195 121 B III 2,2900 2,0828 100,3646 1,0976
143 222 140 B III 2,3464 2,1461 135,2139 1,2699
144 190 108 B II 2,2788 2,0334 94,5481 0,9796
145 245 130 B IV 2,3892 2,1139 169,5984 1,1792
146 215 122 B III 2,3324 2,0864 125,6147 1,1066
147 225 110 B IV 2,3522 2,0414 139,4504 0,9978
148 235 120 B IV 2,3711 2,0792 154,1080 1,0885
149 229 151 B III 2,3598 2,1790 145,2142 1,3697
150 213 139 B II 2,3284 2,1430 122,9453 1,2608
151 223 141 B III 2,3483 2,1492 136,6179 1,2790
152 216 135 B II 2,3345 2,1303 126,9616 1,2246
153 205 126 B I 2,3118 2,1004 112,5900 1,1429
154 250 148 B IV 2,3979 2,1703 177,6591 1,3425

52
Lampiran 6. Lanjutan

NO L W SEKS TKG Log L Log W W* FK

155 234 131 B IV 2,3692 2,1173 152,6050 1,1883


156 203 107 B II 2,3075 2,0294 110,0813 0,9706
157 205 112 B II 2,3118 2,0492 112,5900 1,0159
158 212 128 B I 2,3263 2,1072 121,6227 1,1611
159 200 108 B III 2,3010 2,0334 106,3781 0,9796
160 205 116 B IV 2,3118 2,0645 112,5900 1,0522
161 204 105 B II 2,3096 2,0212 111,3316 0,9524
162 215 117 B III 2,3324 2,0682 125,6147 1,0613
163 210 108 B IV 2,3222 2,0325 119,0017 0,9775
164 200 94 B III 2,3010 1,9739 106,3781 0,8541
165 210 115 B IV 2,3222 2,0624 119,0017 1,0471
166 195 84 B III 2,2900 1,9242 100,3646 0,7618
167 210 105 B III 2,3222 2,0191 119,0017 0,9479
168 190 90 B III 2,2788 1,9538 94,5481 0,8156
169 210 131 B V 2,3222 2,1174 119,0017 1,1886
170 210 130 B II 2,3222 2,1126 119,0017 1,1756
171 198 118 B II 2,2967 2,0701 103,9490 1,0661
172 193 133 B III 2,2856 2,1233 98,0145 1,2050
173 194 116 B I 2,2878 2,0626 99,1856 1,0477
174 193 78 B II 2,2856 1,8919 98,0145 0,7072
175 210 109 B II 2,3222 2,0365 119,0017 0,9866
176 204 106 B II 2,3096 2,0237 111,3316 0,9579
177 203 139 B II 2,3075 2,1443 110,0813 1,2646
178 208 131 B II 2,3181 2,1179 116,4129 1,1899
179 210 121 B II 2,3222 2,0826 119,0017 1,0971
180 193 92 B II 2,2856 1,9651 98,0145 0,8371
181 215 112 B II 2,3324 2,0477 125,6147 1,0123
182 225 146 B V 2,3522 2,1641 139,4504 1,3236
183 217 120 B II 2,3365 2,0793 128,3166 1,0887
184 208 116 B IV 2,3181 2,0635 116,4129 1,0499
185 215 141 B IV 2,3324 2,1506 125,6147 1,2832
186 190 105 B IV 2,2788 2,0206 94,5481 0,9511
187 189 95 B II 2,2765 1,9781 93,4083 0,8624
188 169 66 B I 2,2279 1,8176 72,2340 0,5959
189 195 111 B I 2,2900 2,0449 100,3646 1,0059
190 181 106 B II 2,2577 2,0236 84,5696 0,9578
191 191 99 B III 2,2810 1,9937 95,6957 0,8941
192 197 119 B I 2,2945 2,0752 102,7463 1,0785
193 200 128 B II 2,3010 2,1076 106,3781 1,1621

53
Lampiran 6. Lanjutan

NO L W SEKS TKG Log L Log W W* FK

194 198 112 B I 2,2967 2,0500 103,9490 1,0178


195 197 109 B III 2,2945 2,0377 102,7463 0,9894
196 230 165 B III 2,3617 2,2175 146,6758 1,4967
197 215 141 B II 2,3324 2,1503 125,6147 1,2822
198 210 133 B II 2,3222 2,1232 119,0017 1,2045
199 195 132 B II 2,2900 2,1202 100,3646 1,1964
200 216 140 B II 2,3345 2,1458 126,9616 1,2688
201 195 107 B IV 2,2900 2,0295 100,3646 0,9708
202 200 111 B I 2,3010 2,0465 106,3781 1,0095
203 190 90 B III 2,2788 1,9538 94,5481 0,8155
204 202 128 B II 2,3054 2,1068 108,8389 1,1599
205 219 144 B II 2,3404 2,1575 131,0511 1,3037
206 215 155 B III 2,3324 2,1916 125,6147 1,4101
207 208 125 B IV 2,3181 2,0955 116,4129 1,1301
208 223 149 B III 2,3483 2,1724 136,6179 1,3490
209 220 147 B III 2,3424 2,1679 132,4305 1,3353
210 213 140 B III 2,3284 2,1469 122,9453 1,2723
211 202 110 B V 2,3054 2,0417 108,8389 0,9984
212 201 118 B I 2,3032 2,0733 107,6045 1,0739
213 193 98 B II 2,2856 1,9928 98,0145 0,8921
214 206 140 B I 2,3139 2,1461 113,8563 1,2697
215 191 112 B III 2,2810 2,0476 95,6957 1,0122
216 208 140 B IV 2,3181 2,1471 116,4129 1,2728
217 210 129 B II 2,3222 2,1119 119,0017 1,1736
218 220 112 B III 2,3424 2,0509 132,4305 1,0199
219 192 99 B III 2,2833 1,9968 96,8512 0,9004
220 218 109 B III 2,3385 2,0381 129,6798 0,9903
221 200 106 B II 2,3010 2,0260 106,3781 0,9630
222 202 112 B II 2,3054 2,0506 108,8389 1,0191
223 210 118 B III 2,3222 2,0717 119,0017 1,0698
224 202 125 B V 2,3054 2,0964 108,8389 1,1324
225 190 103 B II 2,2788 2,0119 94,5481 0,9323
226 215 154 B III 2,3324 2,1879 125,6147 1,3982
227 190 94 B IV 2,2788 1,9719 94,5481 0,8503
228 190 93 B II 2,2788 1,9683 94,5481 0,8432
229 185 90 B III 2,2672 1,9524 88,9269 0,8129
230 210 144 B V 2,3222 2,1580 119,0017 1,3050
231 210 137 B IV 2,3222 2,1372 119,0017 1,2441

54
Lampiran 7. Analisis Regresi Hubungan Panjang Bobot Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Gabungan di Selat Makassar.

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics
Multiple R 0,728752
R Square 0,53108
Adjusted R
Square 0,529032
Standard Error 0,057389
Observations 231

ANOVA
Df SS MS F Significance F
Regression 1 0,854199 0,854199 259,3562 1,58E-39
Residual 229 0,75422 0,003294
Total 230 1,608419

Standard Lower Upper


Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% 95,0% 95,0%
Intercept -3,26177 0,329111 -9,91085 1,7E-19 -3,91025 -2,6133 -3,91025 -2,6133
X Variable 1 2,298373 0,142716 16,10454 1,58E-39 2,017169 2,579577 2,017169 2,579577

,
Thitung = = ,
= 4,9161 , Ttabel = TINV (0,05;230) = 1,9703

Karena Thitung > Ttabel maka kesimpulannya adalah nilai kofisien regresi (b) berbeda dengan 3 ( hipotesis ditolak)

55
Lampiran 8. Uji Statistik Faktor Kondisi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger
kanagurta) Jantan dan Betina di Selat Makassar

0,73473241 1,019577219
Mean 0,96517469 1,006192724
Variance 0,03269955 0,026395805
Observations 140 89
Pooled Variance 0,0302558
Hypothesized Mean
Difference 0
Df 227
t Stat -1,7394493
P(T<=t) one-tail 0,04165562
t Critical one-tail 1,65159391
P(T<=t) two-tail 0,08331125
t Critical two-tail 1,97046946

56
Lampiran 9. Distribusi Kelas Panjang Ikan kembung Lelaki (Rastrelliger
kanagurta) yang Tertangkap di Selat Makassar

Kelas Panjang Frekuensi


110-114 2
115-119 3
120-124 3
125-129 2
130-134 3
135-139 2
140-144 2
145-149 3
150-154 5
155-159 4
160-164 3
165-169 5
170174 9
175-179 16
180-184 27
185-189 38
190-194 52
195-199 58
200-204 65
205-209 58
210-214 48
215-219 35
220-224 26
225-229 14
230-234 12
235-239 11
240-244 12
245-249 15
250-254 15
255-259 17
260-264 20
265-269 23
270-274 21
275-279 22
280-284 19
285-289 13
290-294 6

57
Lampiran 10. Hasil Analisi Penentuan Kelompok Umur Ikan Kembung Lelaki
(Rastrelliger kanagurta) yang Tertangkap di Selat Makassar
dengan Mengunakan Metode Batacharya yang Terdapat dalam
Program FISAT II

Computed Mean S.D. Population S.I.


120 14,34 21,33 n.a
151,08 6,69 15,43 2,15
197,06 14,55 464,78 2,31
258,68 17,29 205,7 2,28

58
Lampiran 11. Penentuan Nilai Koefisien Pertumbuhan (K), Panjang Asimptot (L∞)
dengan Menggunakan Metode ELLEFAN I, Penentuan Nilai t0
dengan Metode Empiris Pauly dan Umur Relatif Mengunakan
Software FISAT II.

Penentuan Nilai Koefisien Pertumbuhan (K), Panjang Asimptot (L∞)


Dengan Menggunakan Metode ELLEFAN I

Penentuan Nilai Umur Teoritis Pada Saat Panjang Ikan Nol (t0 )

L∞ = 313,00 mm K = 0,42

Log (t0) = -0,3922 – 0.2752 log (L∞) – 0,6543 log (K)

Log (t0) = -0, 3922 – 0.2752 log(313,00)-0, 6543 log(K)

Log (t0) = -0,6879

t0 = -0,2052

59
Lampiran 11. Lanjutan

Hubungan Antara Panjang Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Pada Berbagai
Tingkat Umur di Selat Makassar

T L(t) L infiniti
-0,2051 0,0000 313,0000
1 124,3184 313,0000
2 189,0273 313,0000
3 231,5441 313,0000
4 259,4797 313,0000
5 277,8347 313,0000
6 289,8947 313,0000
7 297,8187 313,0000
8 303,0252 313,0000
9 306,4461 313,0000
10 308,6938 313,0000
11 310,1706 313,0000
12 311,1410 313,0000
13 311,7785 313,0000
14 312,1974 313,0000
15 312,4727 313,0000
16 312,6535 313,0000
17 312,7723 313,0000
18 312,8504 313,0000
19 312,9017 313,0000
20 312,9354 313,0000
21 312,9576 313,0000
22 312,9721 313,0000
23 312,9817 313,0000
24 312,9880 313,0000
25 312,9921 313,0000

60
Lampiran 12. Perhitungan Laju Mortalitas (Z) dan laju eksploitasi Mengunakan
Sofware FISAT II dengan Menggunakan Metode Length-Converted
Catch Curve

61
Lampiran 13. Nilai Hasil Yield per Recruitment Relatif (Y/R’) Menggunakan
Persamaan Beverton Dan Holt

11,1 1 − 0,72
/ =1− = 0,6454 ; 1 = = 0,2177
313,00 0,54/0,42

3 ,
3(0,6454) 3(0,6454) 0,6454
= 0,72 . 0,6454 (1 − + − =
4 1 + 0,2177 1 + 2(0,2177) 1 + 3(0,2177)

3
= 0,6546(1 − 1,590 + 0,8706 − 0,1626) =
4

7
8
= 0,0772

62
Lampiran 14. Foto Kegiatan Selama di Lokasi Pengambilan (Pengukuran)
Sampel Ikan di PPI Paotere

63

Anda mungkin juga menyukai