Anda di halaman 1dari 27

ESTIMASI POTENSI LESTARI DAN TINGKAT

PEMANFAATAN ANEMON LAUT (Stichodactyla gigantea)


DI PERAIRAN SELAT MAKASSAR

SKRIPSI

DELIAMA
L211 13 320

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017


 
ESTIMASI POTENSI LESTARI DAN TINGKAT
PEMANFAATAN ANEMON LAUT (Stichodactyla gigantea)
DI SELAT MAKASSAR

Oleh:

DELIAMA
L211 13 320

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Pada

Departemen Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

Universitas Hasanuddin

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

ii 
 
iii 
 
RIWAYAT HIDUP

Deliama, dilahirkan di Pangkep, pada tanggal


21 Oktober 1995. Anak bungsu dari tiga bersaudara
ini merupakan putri dari pasangan H. Rustam Kaddas
(Alm) dan Huzaemah Zam-Zam. Kakak Pertama
bernama Muh. Kasim, S.Pi, M.Si dan kakak kedua
bernama Faura, S.S, M.Sc. Pada tahun 2007 lulus di
SD No. 3 Tala, tahun 2010 lulus MTsN Ma’rang, lalu
penulis melanjutkan kejenjang berikutnya yaitu MAN
Pangkep dan lulus pada tahun 2013.
Penulis diterima di Universitas Hasanuddin Makassar melalui jalur
SBMPTN tahun 2013 dan sejak itu terdaftar sebagai mahasiswa pada Program
Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Departemen Perikanan Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan. Selama kuliah di Universitas Hasanuddin, penulis
pernah menjadi asisten Ekologi Perairan dan Ikhtiologi. Selain itu, pernah
menjadi finalis Mawapres (Mahasiswa Berprestasi) tingkat fakultas, menjabat
sebagai pengurus ASCM (Aquatic Study Club of Makassar) periode 2015-2016,
anggota di IPPM Pangkep Universitas Hasanuddin periode 2014-2015, anggota
UKM Pramuka Universitas Hasanuddin.
Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,
penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Estimasi Potensi Lestari dan
Tingkat Pemanfaatan Anemon Laut (Stichodactyla gigantea) di Perairan
Selat Makassar”.

iv 
 
ABSTRAK

DELIAMA. L21113320. Potensi Lestari dan Tingkat Pemanfaatan Anemon


Laut (Stichodactyla gigantea) di Perairan Selat Makassar. Dibimbing oleh
Hadiratul Kudsiah sebagai Pembimbing Utama, dan Moh. Tauhid Umar
sebagai Pembimbing Anggota.

Anemon laut (Stichodactyla gigantea) adalah salah satu biota laut yang
kelestariannya mulai terancam. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
tingkat potensi lestari dan tingkat pemanfaatan anemon laut. Penelitian ini
diharapkan sebagai bahan informasi dalam pengelolaan anemon laut di Perairan
Selat Makassar.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2017. Lokasi penelitian


dilakukan berdasarkan pertimbangan lokasi geografis wilayah utama
penangkapan anemon laut di Selat Makassar, yaitu di Kepulauan Spermonde.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dan
observasi langsung. Data yang dikumpulkan adalah data primer dengan cara
observasi dan wawancara serta data sekunder berupa data berkala hasil
tangkapan dan upaya penangkapan dari tahun 2006 sampai 2016. Untuk
menduga besarnya MSY sumberdaya perikanan dan upaya penangkapan
optimal digunakan model Schaefer. Data yang diperoleh akan dianalisis untuk
mengestimasi dan membuat grafik upaya pengambilan (effort), serta tingkat
CPUE terhadap sumberdaya anemon laut di Perairan Selat Makassar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan model Schaefer dapat


ditetapkan nilai MSY adalah 15.596 individu, dengan upaya optimal (f.MSY)
sebesar 180 orang serta tangkapan yang diperbolehkan (TAC) sebesar 12.477
individu. Tingkat pemanfaatan tertinggi dari potensi lestari terjadi pada tahun
2006 sampai 2008.

Kata Kunci : Potensi Lestari, CPUE, Upaya Penangkapan, Anemon Laut


(Stichodactyla gigantea), Selat Makassar


 
ABSTRACT

DELIAMA. L21113320. Maximum sustainable yield and utilization rate sea


anemone (Stichodactyla gigantea) in the waters of Makassar Strait.
Mentored by Hadiratul Kudsiah as Main Supervisor, and Muh. Tauhid Umar
as Supervising members.

Sea Anemone (Stichodactyla gigantea) is one of the preserved sea life


threatened. This research aims to determine the level of potential sustainable and
utilization rate of sea anemone. This research is expected as material information
in the management of sea anemones in the Makassar Strait.

The research was carried out in May – June 2017 . The location of the
research carried out on the basis of consideration of the geographical location of
the main area of the catching of sea anemones in the Makassar Strait, in the
Spermonde Archipelago. The methods used in this research are a survey method
and direct observation. The data collected is the primary data with observation
and interviews and secondary data form of periodical data on catches and effort
of catching up from years 2006 to 2016. To infer the magnitude of MSY fishery
resources and optimal use of arrest attempts Schaefer model. The data obtained
will be analyzed to estimate and make the chart’s retrieval effort, as well as the
level of CPUE to resources sea anemone in the Makassar Strait.

The results showed that based on the model of the Schaefer can be
assigned the value of the MSY is 15,596 individuals, with optimal effort (f. MSY)
of 180 org and allowed catches (TAC) for individual 12,477. The highest
utilization rate of potential sustainable happened in 2006 until 2008.
 
Keywords: Maximum Sustainable Yield, CPUE, the effort of catching, sea
anemone (Stichodactyla gigantea), Makassar Strait 
 

vi 
 
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH Subhanahuwata’ala karena atas limpahan

Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Banyak hal yang terjadi berkat kuasa Allah SWT sehingga segala sesuatunya

dimudahkan. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita

Rasulullah Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam, beserta keluarganya,

sahabat-sahabatnya, serta orang–orang yang mengikuti beliau hingga hari

kiamat.

Skripsi ini berjudul “Estimasi Potensi Lestari dan Tingkat Pemanfaatan

Anemon Laut (Stichodactyla gigantea) di Perairan Selat Makassar” di bawah

bimbingan Dr. Ir. Hadiratul Kudsiah, MP dan Moh. Tauhid Umar, S.Pi, MP.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa meskipun tulisan ini telah disusun

dengan usaha yang semaksimal mungkin, namun bukan mustahil bila di

dalamnya terdapat berbagai kekurangan. Oleh karena itu, penulis dengan

segala kerendahan hati akan menerima setiap saran dan kritik untuk perbaikan

dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Harapan penulis semoga

skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Akhir kata semoga Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan balasan yang

setimpal kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam

pengembangan diri dikemudian hari, Aamiin.

Makassar, Mei 2017

Deliama

vii 
 
UCAPAN TERIMA KASIH

Segala Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan dan

Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Estimasi Potensi Lestari dan Tingkat Pemanfaatan Anemon Laut (Stichodactyla

gigantea) di Perairan Selat Makassar“. Tak lupa penulis menyampaikan Shalawat

dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW dan keluarganya yang

suci yang merupakan teladan bagi kita seluruh umat manusia.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini penulis banyak menemukan

kendala tetapi karena banyaknya dukungan dari berbagai pihak sehingga

kendala tersebut dapat teratasi dengan baik. Oleh karena itu, dalam kesempatan

ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi – tingginya

kepada :

1. Kedua orang tua saya, Ayahanda H. Rustam Kaddas (Alm.) dan Ibunda

Huzaemah Zam-Zam, dan kakak-kakak saya Muh. Kasim, S.Pi, M.Si dan

Faura, S.S, M.Sc. Terima kasih atas segala yang telah diberikan selama ini

kepada penulis, atas doa–doa yang senantiasa dipanjatkan atas kesuksesan

penulis, dan juga terima kasih atas dorongan dan materil yang telah penulis

dapatkan, keberhasilan ini saya persembahkan kepada kalian.

2. Ibu Dr. Ir. Hadiratul Kudsiah, MP sebagai pembimbing utama dan Bapak Moh.

Tauhid Umar, S.Pi, MP sebagai pembimbing anggota yang telah banyak

meluangkan waktu, dukungan dan sumbangan pemikirannya yang sangat

berharga dan bermanfaat bagi penulis.

3. Terima kasih kepada Ibu Dr. Sri Wahyuni Rahim, ST, MP, Bapak Dr. Ir. Muh.

Arifin Dahlan, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Budiman Yunus, MP sebagai penguji

skripsi atas segala saran dan kritik dalam penyusunan skripsi ini.

viii 
 
4. Seluruh staf pengajar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan khususnya para

dosen Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.

5. Sahabat tercinta saya terima kasih atas semua doa, dukungan, dan bantuan

yang telah diberikan, meski jarak memisahkan kita, keberhasilan ini saya

persembahkan kepada kalian.

6. Teman-teman Manajemen Sumberdaya Perairan khususnya angkatan 2013

yang telah memberi dukungan dan semangat nya selama proses penyusunan

skripsi dijalankan.

7. Terima kasih kepada seluruh staf pegawai Fakultas Ilmu Kelautan dan

Perikanan dan pegawai Departemen Perikanan yang senantiasa membantu

saya dalam segala administrasi selama ini.

8. Terima kasih pula kepada Bapak Dr. Mauli Kazmi selaku pimpinan ACIS

(Asosiasi Coral dan Ikan Hias Sulawesi) yang telah membantu pengambilan

data sekunder berupa data penangkapan anemon laut.

Penulis menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan penulis membuat

tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Walaupun demikian penulis

mengharapkan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Akhirnya tiada

harapan selain ridha Allah Subhanawata’ala atas segala jerih payah dan jasa

untuk kita semua serta limpahan Rahmat, Taufiq dan Hidayah-Nya senantiasa

dapat tercurah kepada kita sekalian. Aamiin Yaa Robbal Aalamiin.

ix 
 
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xi

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xii

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................... 1


B. Tujuan dan Kegunaan ............................................................... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Taksonomi Anemon Laut .......................................................... 3


B. Deskripsi Anemon Laut ............................................................. 5
C. Habitat dan Sebaran Anemon Laut ........................................... 6
D. Jenis-Jenis Anemon Laut di Indonesia ...................................... 7
E. Nilai Ekonomi Anemon Laut ...................................................... 10
F. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan ........................................ 11
G. Pengkajian Stok ........................................................................ 11
1. CPUE (Catch Per Unit Effort) ............................................... 11
2. Hasil Maksimum Lestari (MSY) dan Upaya Optimum ................ 12
3. Tingkat Pemanfaatan ........................................................... 14

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian ...................................................... 17


B. Survey Pendahuluan .................................................................. 18
C. Metode Pengambilan Data ......................................................... 18
D. Pengolahan Data ........................................................................ 19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Daerah Penangkapan ................................................................. 21


B. Produksi ..................................................................................... 21
C. Upaya Penangkapan .................................................................. 23
D. Hasil Tangkapan Per Unit Upaya (CPUE) .................................. 24
E. Hasil Maksimum Lestari (MSY) .................................................. 26
F. Tingkat Pemanfaatan ................................................................. 28

V. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan ................................................................................... 30
B. Saran ............................................................................................ 30

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN


 
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Anemon Laut (Stichodactyla gigantea)....................................................... 3

2. Beberapa Jenis Anemon Laut di Perairan Indonesia ................................. 4

3. Peta Lokasi Pengambilan Anemon Laut .................................................... 17

4. Produksi Anemon Laut (S. gigantea) Tahun 2006 sampai 2016.. .............. 22

5. Upaya Pengambilan S. gigantea Tahun 2006 sampai 2016 ...................... 24

6. CPUE Anemon Laut (S. gigantea) Tahun 2006 sampai 2016 .................... 25

7. Hubungan Upaya Pengambilan dengan CPUE.......................................... 26

8. Produksi Real dan Produksi Metode Schaefer.. ......................................... 27

10. Tingkat Pemanfaatan Anemon Laut (S. gigantea) ................................... 28

xi 
 
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Produksi Anemon Laut (S. gigantea) di Selat Makassar ............................ 34

2. Hasil Pendugaan MSY dengan Model Schaefer ........................................ 34

3. Kuisioner Data Primer Penelitian................................................................ 35

4. Dokumentasi Lokasi Pengambilan Data..................................................... 37

xii 
 
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anemon laut merupakan salah satu jenis karang dari Filum Cnidaria.

Karang dan anemon laut adalah anggota taksonomi kelas yang sama, yaitu

Anthozoa. Perbedaan utama adalah karang menghasilkan kerangka luar dari

kalsium karbonat, sedangkan anemon tidak. Anemon laut merupakan salah satu

anggota Kelas Anthozoa yang bentuk tubuhnya bervariasi dengan kombinasi

warna yang indah dipandang. Hidupnya soliter dan tidak mempunyai

percabangan. Anemon laut mempunyai tentakel yang berisi udara (hollow

tentacle). Biasanya disela-sela tentakel itu merupakan tempat yang ideal bagi

ikan-ikan hias (Wahana, 2015).

Anemon laut merupakan salah satu sumberdaya laut yang memiliki nilai

ekonomis penting. Biota ini sangat populer sebagai bahan makanan laut (sea

food), terutama di luar negeri antara lain Perancis, Jepang, Korea, dan

Kepulauan Pasifik Bagian Timur. Nilai ekonomis penting dari anemon laut dapat

dijadikan sebagai hewan pengisi akuarium yang indah dan menarik karena

memiliki bentuk tubuh yang menyerupai bunga beraneka warna (Rifa’i, 2009).

Anemon laut merupakan salah satu jenis karang dari Filum Cnidaria.

Cara mengolah anemon laut untuk dapat dimakan adalah terlebih dahulu

anemon tersebut dilumuri dengan abu dapur agar kulit arinya terkupas dan

lendirnya berkurang (Hardyanti, 2011). Sebagian masyarakat memanfaatkan

anemon untuk membantu perekonomian, tetapi seiring perkembangan penduduk

pemanfaatan anemon terus dilakukan.

Menurut Rifa’i (2009), perkembangan jumlah penduduk yang sangat

cepat serta berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan

pemanfaatan anemon laut terus meningkat terutama untuk memenuhi


 
permintaan pasar ikan hias dometik dan ekspor. Sebagai contoh, menurut Balai

Besar Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BBKIPM) Kota Makassar, data

lalu lintas domestik dan ekspor anemon laut pada tahun 2013 mencapai 154.575

individu dan pada tahun 2016 telah terjadi peningkatan yang sangat signifikan

hingga mencapai 1.203.245 individu. Kondisi serupa diduga terjadi pula di

beberapa provinsi lainnya di Indonesia seperti Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan

Papua yang meningkatkan tingkat eksploitasi.

Saat ini eksploitasi anemon masih mengandalkan usaha penangkapan di

alam, jika kondisi ini dibiarkan maka suatu saat akan terjadi penurunan populasi.

Oleh karena itu, untuk mendapatkan pemanfaatan yang berkelanjutan,

kelestarian sumberdaya anemon perlu dijaga dan dipertahankan melalui suatu

kebijaksanaan pengelolaan serta masih diperlukan penelitian tentang Catch Per

Unit Effort, penentuan Tingkat Potensi Lestari, Upaya Optimum, dan tingkat

pemanfaatan sumberdaya anemon laut, dimana saat ini belum pernah diteliti,

sementara informasi tersebut sangat dibutuhkan didalam pengelolaan perikanan

secara berkelanjutan.

B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan dari kegiatan penelitian ini yaitu mengetahui produksi

CPUE dari tahun 2006 sampai tahun 2016 (10 tahun terakhir), menentukan

Potensi Lestari (Maximum Sustainable Yield), menentukan upaya pemanfaatan

optimum dan tingkat upaya serta untuk mengetahui apakah anemon laut

(Stichodactyla gigantea) termasuk over eksploitasi.

Kegunaan hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan

pertimbangan dalam pengelolaan anemon laut secara berkelanjutan di perairan

Selat Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan, dan dapat menjadi bahan informasi

dalam rangka penelitian lebih lanjut.


 
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Taksonomi Anemon Laut Stichodactyla gigantea

Anemon laut adalah polip yang di bawahnya memiliki kaki perekat, yang

disebut pedal disk. Menurut Fautin dan Allen (1992), anemon laut merupakan

binatang invertebrata yaitu binatang yang tidak memiliki tulang belakang.

Anemon laut (Stichodactyla gigantea) dapat dilihat pada gambar 1 (Rifa’i, 2016).

Gambar 1. Anemon Laut (Stichodactyla gigantea)

Anemon laut dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Dunn, 1981):

Kingdom : Animalia

Filum : Coelenterata

Kelas : Anthozoa

Sub kelas : Zoantharia

Ordo : Actinaria

Famili : Stichodactylidae

Genus : Stichodactyla

Spesies : Stichodactyla gigantea

Beberapa spesies Anemon Laut dapat dilihat pada Gambar 2 (Kokshoorn,

2007; Zamani, 2012; Hobbs et al. 2014; Farianti, 2015; Rifa’i, 2016)


 
Stichodactyla gigantea (Foto Rifa’i, Barrang Endacmaea quadricolor (Foto Rifa’i,
Lompo, Sulsel, 2009) Perairan Teluk Tamiang, Kalsel, 2015)

Stichodactyla martensii (Foto Rifa’i, Heteractis magnifica (Foto Rifa’i,


Perairan Natuna, Kepulauan Riau, 2011) Perairan Maluku Tengah, 2014)

Heteractis crispa Cryptodendrum adhaesivum

Heteractis malu Stichodactyla haddoni

Macrodactyla doreensis Heteractis aurora


Gambar 2. Jenis-jenis anemon laut dari beberapa perairan di Indonesia


 
Rifa’i (2009) menyatakan bahwa anemon laut merupakan salah satu jenis

karang dari filum Cnidaria. Karang dan anemon laut adalah anggota taksonomi

kelas yang sama yaitu Anthozoa. Perbedaannya adalah karang menghasilkan

kerangka luar dari kalsium karbonat, sedangkan anemon tidak. Dunn (1981)

menyatakan bahwa terdapat 10 jenis anemon laut yang tersebar di perairan

Indonesia yang terdiri dari 5 genera yaitu Cryptodendrum, Entacmaea,

Macrodactyla, Heteractis, dan Stichodactyla. Kesepuluh jenis ini adalah

Cryptodendrum adaesivum, Entacmaea quadricolor, Heteractis aurora,

Heteractis crispa, Heteractis malu, Heteractis magnifica, Macrodactyla doreensis,

Stichodactyla gigantea, Stichodactyla haddoni, dan Stichodactyla mertensii.

Menurut Rifa’i (2009) anemon laut memiliki berbagai bentuk, ukuran dan

warna tubuhnya yaitu radial simetrik dan mempunyai tubuh columnar dengan

satu lubang membuka berupa mulut yang dikelilingi oleh tentakel. Anemon laut

merupakan salah satu filum yang dikenal dengan nama Cnidaria atau

Coelenterata. Pada bagian atas rongga tubuh ditemukan mulut yang dapat

dilalui air, makanan dan gamet. Mulut tersebut dikelilingi oleh tentakel yang

dapat mengeluarkan nematocyst yang berfungsi untuk melumpuhkan

mangsanya. Tentakel ini selalu bergerak menangkap makanan dan setelah itu

memasukkan ke dalam mulut. Selain itu digunakan sebagai pertahanan bagi

pemangsanya.

B. Deskripsi Anemon Laut

Menurut Fautin dan Allen (1997), anemon laut adalah binatang

invertebrata atau binatang yang tidak memiliki tulang belakang. Anemon

mempunyai beberapa filum yang dikenal dengan nama Cnidaria atau

Coelenterata. Nama Cnidaria didasarkan adanya cnidae atau nematocyst yang

dihasilkan dari filum ini. Sedangkan nama Coelenterata didasarkan adanya


 
hollow gut yang ditemukan dalam rongga tubuh dan berhubungan dengan perut,

paru-paru, sistem sirkulasi, dan lain-lain. Pada bagian atas rongga tubuh

ditemukan mulut yang dapat dilalui air, makanan, dan gamet. Mulut ini dikelilingi

oleh tentakel yang dapat mengeluarkan nematocyst. Tentakel aktif menangkap

makanan dan memasukkannya ke dalam mulut. Selain itu juga digunakan untuk

pertahanan.

Anemon tidak mempunyai skeleton pada seluruh tubuhnya. Anemon laut

memiliki berbagai bentuk, ukuran dan warna. Tubuhnya radial simetrik,

mempunyai tubuh columnar dengan satu lubang membuka berupa mulut yang

dikelilingi oleh tentakel. Tentakel dapat melindungi anemon dan dapat

menangkap makanannya. Anemon laut biasanya memiliki ukuran diameter

tubuh 1-4 inchi (2,5 – 10 cm), tetapi beberapa anemon dapat tumbuh mencapai

diameter tubuh 6 kaki (1,8 m) (Rifa’i, 2009).

C. Habitat dan Sebaran Anemon Laut

Anemon laut hidup di dasar laut menempel pada benda keras, pecahan

karang, pasir, ada pula yang sedikit membenamkan bagian tubuhnya ke dalam

dasar tanah yang agak berlumpur. Umumnya anemon dijumpai pada daerah

terumbu karang yang kurang subur dan dangkal atau di lereng terumbu. Namun

ada juga hidup di tepian padang lamun (Nurachmad dan Sumadiyo, 1992).

Dunn (1981) mengemukakan bahwa, habitat anemon laut adalah di

daerah tenang dan berpasir seperti laguna-laguna karang dan tepian padang

lamun. Anemon umumnya ditemukan pada perairan dangkal (kurang dari 1 m),

dengan lingkar kaki terkubur beberapa sentimeter di bawah pasir dan lingkar

mulutnya terlihat di permukaan. Anemon laut berlimpah di Teluk Jakarta di

beberapa tempat dengan kepadatan yang cukup tinggi.


 
Arum (2006) mengemukakan bahwa Bangsa Actinaria pada umumnya

tersebar luas, sama halnya dengan anggota kelas Anthozoa lainnya, ditemukan

pada perairan pantai dari yang hangat sampai dengan daerah yang dingin sekali.

Hidupnya soliter dan menempel pada dasar yang kuat atau lunak dan sebagian

ada yang sedikit membenam di dasar yang berpasir dengan bantuan keping kaki

(pedal disc). Tempat hidupnya di bawah garis surut terendah, dapat berpindah

tempat dengan menggunakan keping kaki dengan bantuan ombak dan kontraksi

pada ototnya.

D. Jenis-Jenis Anemon Laut di Indonesia

Anemon laut pada umumnya tersebar luas di perairan Indonesia, sama

halnya dengan anggota Anthozoa lainnya. Dunn (1981) menyatakan bahwa

terdapat 10 jenis anemon laut yang tersebar di perairan Indonesia yang terdiri

dari 5 genera yaitu Cryptodendrum, Entacmaea, Macrodactyla, Heteractis, dan

Stichodactyla. Kesepuluh jenis ini adalah Cryptodendrum adaesivum, Entacmaea

quadricolor, Heteractis aurora, Heteractis crispa, Heteractis malu, Heteractis

magnifica, Macrodactyla doreensis, Stichodactyla gigantea, Stichodactyla

haddoni, dan Stichodactyla mertensii. Deskripsi dan habitat dari jenis Anemon

laut menurut Fautin dan Allen (1992) adalah sebagai berikut :

1. Cryptodendrum adaesivum

Spesies ini memiliki tentakel yang sangat lengket dan memiliki panjang 5

mm, di tengah-tengah disk memiliki tangkai sempit dengan lima atau lebih

cabang pendek di akhir yang menyerupai sarung tangan miniatur, sebuah cincin

dari tentakel dengan cabang-cabangnya. Tentakel biasanya berwarna kombinasi

yang meliputi kuning dan merah muda, biru dan abu-abu, hijau dan coklat. Oral

disk berdiameter 300 mm, oral akan datar ketika diperluas namun pada

umumnya bergelombang. Seluruh oral ditutupi tentakel kecuali sekitar mulut.


 
2. Entacmaea quadricolor

Ciri khas dari spesies ini yaitu memiliki tentakel yang di ujungnya

memiliki bulatan yang berbentuk seperti cincin. Oral disk berdiameter 50 mm,

tersebar datar atau sedikit bergelombang di permukaan substrat. Warna tentakel

biasanya coklat atau keunguan. Jenis anemon ini biasanya ditemukan di sekitar

cabang karang yang membentuk bidang yang luas. Ukuran tubuh yang paling

besar mencapai 400 mm.

3. Heteractis aurora

Spesies ini memiliki panjang tentakel 50 mm dengan pembengkakan

berwarna putih sampai dengan 20 pada tentakel panjang, baik hanya pada satu

sisi atau hampir mengelilingi sebuah tentakel sehingga menyerupai tali manik-

manik. Oral disk yang luas berdiameter 250 mm atau mungkin lebih, tersebar

datar atau sedikit bergelombang di permukaan sedimen. Tentakel biasanya

berwarna coklat atau keunguan.

4. Heteractis crispa

Spesies dari jenis ini memiliki tentakel yang sangat banyak dari spesies

anemon lain yaitu ±800 berbentuk cabang, panjang tentakel bisa mencapai 100

mm. Bentuk tentakel berliku-liku, merata hingga meruncing ke titik, tentakel

biasanya mengerut ketika hewan tersebut terganggu. Warna tentakel

bermacam-macam yaitu biasanya sering berujung ungu muda atau biru, jarang

kuning atau hijau. Sedangkan oral disk biasanya terlihat menyala dan terletak di

permukaan sedimen. Oral disk biasanya berwarna kecoklatan atau abu-abu

violet, atau hijau terang. Pedal disk sering melekat pada karang bercabang dan

pecahan-pecahan karang yang berada di sekitarnya.

5. Heteractis malu

Spesies ini memiliki tentakel yang agak gemuk, panjang biasanya 40 mm.

Oral disk terletak di permukaan sedimen dimana membenamkan diri, memiliki


 
bercak-bercak kuning atau orange ditubuh. Tentakel timbul dan berwarna coklat

atau keunguan dengan oral disk yang meruncing ke ujung atau sedikit meningkat

ditengah-tengah. Spesies ini biasanya tenang didalam sedimen yang paling

umum ditemukan di daerah dangkal dan air yang tenang.

6. Heteractis magnifica

Spesies ini biasanya melekat pada benda padat seperti batu karang. Oral

disk biasanya ditemukan berdiameter 300-500 mm merata dengan lembut serta

bergelombang, padat ditutupi dengan tentakel jari yang memiliki panjang kurang

lebih 75 mm yang tidak lancip tapi tumpul dibagian ujung.

7. Macrodactyla doreensis

Spesies ini memiliki panjang tentakel sampai dengan 175 mm dan

tentakel bentuknya semua sama, berliku-liku, meruncing keujung. Oral disk

biasanya menyala dan berdiameter 500 mm, namun pada umumnya memiliki

garis putih radial yang panjang ke tentakel. Oral disk biasanya berwarna

keunguan, abu-abu, coklat, atau kadang-kadang berwarna hijau. Warna tentakel

pada dasarnya sama dan berwarna terang, tentakel biasanya mengerut dan

menempel pada substrat.

8. Stichodactyla gigantea

Spesies dari ini mempunyai tentakel yang sedikit meruncing pada bagian

ujung. Oral disk berdiameter 500 mm, lipatan oral disk dapat menyembunyikan

mulut dan memiliki cakram oral datar. Biasanya ditemukan di permukaan pasir,

lubang-lubang di sekitar terumbu karang dan biasanya juga terlihat di daerah

lamun.

9. Stichodactyla haddoni

Spesies ini biasanya membenamkan diri kedalam sedimen. Umumnya

oral disk berdiameter 500 mm, daerah oral biasanya berwarna orange. Bagian

ujung tubuh dilingkari dengan tentakel yang umumnya berwarna kekuning-


 
kuningan atau coklat dan tentakel lainnya berwarna putih. Tentakel dapat sangat

erat menempel pada substrat dan dapat menyembunyikan tubuhnya dengan

cepat kedalam pasir ketika anemon tersebut terganggu.

10. Stichodactyla mertensii

Oral disk biasanya berdiameter 1 m bahkan lebih, memiliki tentakel

perekat yang berbentuk jari dimana semuanya memiliki panjang 10-20 mm atau

bahkan sampai 50 mm. Anemon ini memegang rekor untuk diameter disk oral,

disk secara umum menyala dan terletak mulus diatas dasar serta sedikit

bergelombang. Spesies ini biasanya hidup dipermukaan keras dan lereng

terumbu karang. Tentakel biasanya tumpul dan berwarna putih, kuning, atau

hijau.

E. Nilai Ekonomi Anemon Laut

Anemon laut adalah satu jenis biota laut yang habitatnya ditemukan di

daerah terumbu karang. Anemon laut memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang

cukup tinggi. Saat ini, populasi terus terdegradasi karena tingginya intensitas

penangkapan anemon untuk memenuhi permintaan dari pasar domestik dan

ekspor (Rifa’i dkk., 2016).    Anemon laut merupakan potensi daerah yang bisa

menjadi ikon wisata bahari di dalam suatu perairan dan salah satu sumberdaya

perairan yang bisa meningkatkan usaha pendapatan ekonomi masyarakat.

Pemerintah pusat saat ini kurang melirik atau memperhatikan potensi tersebut,

belum diperhatikan secara maksimal oleh pemerintah daerah (Wahana, 2015).

Menurut Rifa’i (2016) anemon laut sangat rentan terhadap eksploitasi

berlebihan, karena anemon laut memiliki nilai ekonomi tinggi di pasar nasional

dan internasional, terutama untuk hiasan akuarium sehingga kebanyakan diburu

oleh aquarists. Menurut Pak Gafur, salah satu pegawai ACIS harga anemon laut

(S. gigantea) per individu adalah Rp. 800.000,-. Di Filipina harga anemon di

10 
 
tingkat nelayan bisa mencapai 13 kali lebih tinggi dari harga ikan, anemon juga

jarang bergerak sehingga mudah ditangkap oleh kolektor.

F. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang memiliki batas, sama

halnya dengan sumberdaya ikan pelagis. Oleh karena itu, diperlukan

pengelolaan yang tepat guna untuk dapat memanfaatkan sumberdaya ikan

tersebut untuk kurun waktu yang cukup yang lama. Pengelolaan sumberdaya

ikan adalah suatu proses yang terintegrasi mulai dari pengumpulan informasi,

analisis, perencanaan, konsultasi, pengambilan keputusan alokasi sumber dan

implementasinya dalam rangka menjamin kelangsungan produktivitas serta

pencapaian tujuan pengelolaan (Widodo dan Suadi, 2006).

G. Pengkajian Stok

Pengkajian stok meliputi penggunaan berbagai perhitungan statistik dan

matematik untuk membuat prediksi kuantitatif mengenai reaksi dari berbagai

populasi ikan terhadap sejumlah pilihan atau alternatif pengelolaan. Dalam

definisi yang singkat ini terkandung dua kata kunci penting, yakni : “kuantitatif”

dan “sejumlah pilihan”. Kepedulian utama dari pengkajian stok adalah untuk

melangkah lebih jauh dari berbagai prediksi kuantitatif dan harus mampu

memprediksi produksi beserta kisaran nilainya, resiko yang mungkin ditimbulkan

dari adanya penangkapan yang berlebihan terhadap berbagai populasi induk

yang tengah memijah (spawning population) dan perlunya membiarkan ikan

tumbuh sampai ukuran tertentu sebelum dipanen (Effendie, 2002).

1. CPUE (Catch Per Unit Effort)

Hasil tangkapan per-satuan upaya (catch per-unit of effort, CPUE) adalah

salah satu indikator bagi status sumberdaya ikan yang merupakan ukuran dari

11 
 
kelimpahan relatif, sedangkan tingkat produksi dapat merupakan indikator kinerja

ekonomi. Diperolehnya gambaran tentang trend CPUE dari suatu perikanan

dapat merupakan salah satu indikator tentang ‘sehat’ nya suatu perikanan. Trend

CPUE yang naik akan merupakan gambaran bahwa tingkat eksploitasi

sumberdaya ikan dapat dikatakan masih pada tahapan berkembang. Trend

CPUE yang mendatar merupakan gambaran bahwa tingkat eksploitasi

sumberdaya ikan sudah mendekati kejenuhan upaya, sedangkan trend CPUE

yang menurun merupakan indikasi bahwa tingkat eksploitasi sumberdaya ikan

apabila terus dibiarkan akan mengarah kepada suatu keadaan yang disebut

‘over-fishing’ atau bahkan ‘overfished’ (Badrudin, 2004).

Metode ini digunakan untuk menduga besarnya populasi yang situasinya

tidak praktis untuk mendapat jumlah yang pasti dari individu ikan tersebut dalam

satu unit area. Jika satu seri pengambilan contoh secara berturut-turut diambil

dari populasi ikan yang tertangkap tidak dikembalikan, biasanya pada

pengambilan contoh berikutnya akan tertangkap jumlah ikan yang semakin

berkurang. Jika kecepatan pengurangan dalam penangkapan tiap satuan usaha

itu konstan, hal ini dapat dihitung dan dapat digunakan untuk menduga besarnya

populasi total (Effendie, 2002).

2. Hasil Maksimum Lestari (MSY) dan Upaya Optimum

Menurut Widodo dan Suadi (2006) MSY (Maximum Sustainable Yield)

adalah hasil tangkapan terbesar yang dapat dihasilkan dari tahun ke tahun oleh

suatu perikanan. Konsep MSY didasarkan atas suatu model yang sangat

sederhana dari suatu populasi ikan yang dianggap sebagai unit tunggal. Konsep

ini dikembangkan dari kurva biologi yang menggambarkan yield sebagai fungsi

dari effort dengan suatu nilai maksimum yang jelas, terutama bentuk parabola

dari model Schaefer yang paling sederhana.

12 
 
Menurut Nurhayati (2013), model Schaefer adalah memperlakukan

populasi secara keseluruhan, dengan memperhitungkan perubahan-perubahan

dalam biomassa total, tanpa memperhatikan strukturnya (komposisi umur dan

sebagainya). Tujuan penggunaan Model Schaefer adalah untuk menentukan

tingkat upaya optimum, yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu hasil

tangkapan maksimum lestari tanpa mempengaruhi produktifitas stok secara

jangka panjang atau sering disebut dengan hasil tangkapan maksimum lestari

(Maximum Sustainable Yield / MSY). Berdasarkan analisa regresi antara upaya

penangkapan (effort) dan CPUE (Kurniawan, 2001).

Dewasa ini hanya sedikit jumlah pengelola yang mempertahankan MSY

sebagai suatu konsep (yang abstrak) yang mampu memberikan panduan

terhadap tujuan-tujuan pengelolaan. Secara teoritis pengelola berusaha

menempatkan status perikanan di bagian sebelah kiri dari titik MSY dalam kurva

yield (Widodo dan Suadi, 2006).

Menurut Yudasmara (2014), terkait dengan kebijakan perikanan tangkap

di Indonesia, sasaran pengelolaan ditentukan dari nilai MSY, dengan

memperlihatkan prinsip kehati-hatian, sasaran pengelolaan perikanan tangkap

Indonesia telah ditetapkan 80% dari nilai MSY, karena keuntungan ekonomi

maksimum berada di bawah niai MSY, prinsip kehati-hatian pada kasus ini cukup

beralasan, baik secara logika maupun dalam perhitungan ekonomi (rupiah). Ada

tiga hal penting yang harus diperhatikan, terkait dengan perhitungan nilai MSY :

1. Hasil perhitungan sangat tergantung dari kualitas statistik perikanan yang

digunakan sebagai input

2. Metode perhitungan selalu berdasarkan atas sejumlah asumsi yang sangat

jarang sekali terpenuhi, dua asumsi yang paling penting diantaranya adalah

stok ikan berada dalam kondisi keseimbangan serta hasil tangkap-per-unit-

13 
 
usaha (hasil tangkap per armada perhari) merupakan petunjuk yang baik bagi

ukuran besarnya populasi

3. Hasil dari perhitungan diterjemahkan berbeda dari kondisi seharusnya.

Perhitungan MSY berdasarkan Schaefer bisa dilakukan dengan asumsi

bahwa stok ikan berada pada kondisi keseimbangan, artinya jika usaha atau

effort di bidang penangkapan dipertahankan konstan, hasil tangkap dan populasi

spesies yang dieksploitasi juga akan tetap konstan, namun pada kondisi dimana

perikanan tangkap berkembang secara bertahap, populasi ikan membutuhkan

waktu penyesuaian terhadap tekanan alat tangkap yang lebih banyak. Periode

waktu yang dibutuhkan untuk mencapai keseimbangan tidak pernah diketahui.

Hasil penelitian terakhir mendapatkan banyak stok biota laut sudah mengalami

penurunan sejak pertama kali ditangkap, dan populasi ikan berkurang 80%

dalam 15 tahun sejak pertama kali dieksploitasi (Widodo dan Suadi, 2006).

3. Tingkat Pemanfaatan

Perikanan dapat dinilai dari hasil perbandingan antara produksi aktual

dengan potensi hasil maksimum berkelanjutan yang diperbolehkan sebagai

acuan biologis. Tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan yang digunakan

oleh (Murniati, 2011) terdiri dari empat tingkatan yaitu :

1. Tingkat rendah apabila hasil tangkapan masih sebagian kecil dari potensi hasil

lestari (0-33,3%), dimana upaya penangkapan masih perlu ditingkatkan.

2. Tingkat sedang apabila hasil tangkapan sudah menjadi bagian yang nyata dari

potensi lestari (33,3%-66,6%) namun penambahan upaya masih

memungkinkan untuk mengoptimalkan hasil.

3. Tingkat optimum apabila hasil tangkapan sudah mencapai bagian dari potensi

lestari (66,6%-99,9%), penambahan upaya tidak dapat meningkatkan hasil.

14 
 
4. Tingkat berlebih atau overfishing apabila hasil tangkapan sudah melebihi

potensi lestari (> 100%) dan penambahan upaya dapat berbahaya terhadap

kepunahan sumberdaya.

Overfishing adalah suatu permasalahan utama pada lingkungan laut

akibat aktivitas penangkapan secara berlebihan yang telah menyebabkan

penurunan populasi, penurunan keanekaragaman spesies dan genetik, serta

konsekuensi yang luas terhadap kerusakan tingkat trofik dan ekosistem

(Coleman dan William, 2002).

Ali (2005) membedakan beberapa bentuk overfishing yaitu : Biological

overfishing, Growth overfishing, Recruitment overfishing, Ecosystem overfishing,

Economic overfishing, dan Malthusian overfishing.

a. Biological overfishing adalah kelebihan penangkapan secara biologis baik

dalam arti biologi spesies maupun ukuran stok, atau kelebihan jumlah ikan

yang diambil dari nilai surplus produksi dari sebuah stok.

b. Growth overfishing adalah penangkapan ikan-ikan muda secara berlebihan

yang baru masuk dalam stok sebelum tumbuh mencapai ukuran biomassa

maksimum yang layak untuk ditangkap. Gejalanya adalah ukuran panjang

ikan yang tertangkap rata-rata lebih kecil dibanding dengan rata-rata panjang

ikan pada tingkat produksi optimum dalam sistem produktivitas ikan yang

dapat mendukung keberlanjutan.

c. Recruitment overfishing adalah penangkapan ikan dewasa secara berlebihan

akibat meningkatnya usaha penangkapan sehingga produksi telur, larva, dan

ikan muda berkurang, penambahan jumlah anggota baru ke dalam stok juga

berkurang, sehingga tidak cukup untuk mempertahankan populasi.

d. Ecosystem overfishing adalah penurunan populasi ikan akibat penggunaan

alat penangkapan yang merusak ekosistem misalnya penggunaan dinamit,

bom, bahan kimia beracun, atau jaring bermata kecil.

15 
 

Anda mungkin juga menyukai