SKRIPSI
OLEH:
BURJU OKTWO DLR
121201163/KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN
SKRIPSI
OLEH:
BURJU OKTWO DLR
121201163/KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN
Taman Buaya Asam Kumbang merupakan salah satu objek wisata yang
terdapat di Sumatera Utara . Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengelolaan buaya di Taman Buaya Asam Kumbang dan untuk mengetahui
tingkat kesejahteraan buaya di Taman Buaya Asam Kumbang. Metode penelitian
dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder, dengan
pengamatan secara langsung kegiatan pengelolaan, pengukuran serta wawancara.
Penilaian pengelolaan buaya muara di penangkaran Taman Buaya Asam
Kumbang kategori kesejahteraan satwa dilihat dari aspek bebas dari rasa lapar dan
haus 60, bebas dari rasa ketidaknyamanan lingkungan 48, bebas dari rasa sakit,
luka dan penyakit 40, bebas untuk berperilaku alami 40,5, bebas dari rasa takut
dan tertekan 43,5 dan dari indikator tersebut nilai kesejahteraan satwa memiliki
nilai 46,4 yang dikategorikan kurang.
Taman Buaya Asam Kumbang is one of the attractions in Sumatra. The purpose of
this research is to know the management of crocodiles in Taman Buaya Asam
Kumbang and to know the level of welfare of crocodiles in Taman Buaya Asam
Kumbang. The research method was done by collect primary data and secondary
data, with direct observation of management activities, measurement and
interview. The results of management assessment of estuarine crocodiles in
Taman Buaya Asam Kumbangcategory of animal welfare in Taman Buaya Asam
Kumbang seen from the free aspect of hunger and thirsty 60, free from the sense
of environmental discomfort 48, free from pain, injury and disease 40, free to
behave naturally 40.5,and free from fear and distress 43.5 .Over all the a value
of crocodile welfare is 46.4 and categorized as less
dasar di SD SwastaSetia Air Tawar Barat Koto Tangah pada tahun 2006, pada
tahun 2009 penulis lulus dari SMP Swasta Yos Sudarso Padang, dan pada tahun
2012 penulis lulus dari SMA Negeri 6 Sijunjung. Pada tahun yang sama penulis
lulus Seleksi Ujian Masuk Bersama (UMB) dan diterima sebagai mahasiswa
KMK USU).
Kerja Lapang (PKL) di Taman Nasional Siberut dari tanggal 14Juli 2016-13
Asam Kumbang Sumatera Utara” dibawah bimbingan Pindi Patana, S.Hut, M.Si.
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pindi Patana S.Hut., M.Sc dan
Dr. Ir. Ma’rifatin Zahra, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah mengarahkan
dan memberikan saran dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua dan saudara-saudara
atas dukungan dan doanya kepada penulis serta kepada teman-teman yang
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu penulis menerima kritikan dan saran yang membangun
Penulis
Halaman
ABSTRAK ......................................................................................................
.......................................................................................................................... iRI
PENDAHULUAN
LatarBelakang ...................................................................................... 1
Perumusan Masalah ............................................................................ 2
Tujuan Penelitian ................................................................................. 3
Manfaat Penelitian ............................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Satwa Liar ............................................................................................ 4
Konservasi Eks-situ ............................................................................. 5
Buaya Muara ....................................................................................... 7
Lokasi Penelitian ................................................................................. 10
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat ............................................................................... 11
Alat dan Bahan ..................................................................................... 11
Metode Pengumpulan Data .................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA
Halaman
Tabel 1. Bobot parameter kesejahteraan satwa ............................................... 13
Tabel 2. Klasifikasi penilaian kesejahteraan satwa ......................................... 13
Tabel 3.Penilaian komponen kesejahteraan satwa .......................................... 13
Tabel4. Komponen bebas dari rasa lapar dan haus .......................................... 23
Tabel5. Komponen bebas dari rasa ketidaknyamanan lingkungan ................. 24
Tabel6. Komponen bebas dari rasa saki, luka dan penyakit ............................ 25
Tabel7. Komponen bebas untuk memampilkan perilaku alami ....................... 26
Tabel8. Komponen bebas dari rasa takut dan tertekan .................................... 29
Tabel9. Penilaian kesejahteraan buaya muara Di TBAK................................. 31
Halaman
Gambar 1. Pakan buaya ................................................................................... 15
Gambar 2. Anakan buaya ................................................................................ 16
Gambar 3. Keadaan air pada danau.................................................................. 16
Gambar 4. Kandang pertunjukan .................................................................... 17
Gambar 5. Kandang anakan dan ember anakan buaya ................................... 18
Gambar 6. Buaya cacat ................................................................................... 19
Gambar 7. Buaya stress ................................................................................... 20
Gambar 8. Pembersihan kandang .................................................................... 21
Gambar 9. Keadaan danau ............................................................................... 22
Gambar 10. Keadaan daratan danau ................................................................ 27
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang terletak di garis khatulistiwa yang
memiliki 1585 jenis burung atau 17% dari burung dunia, 700 jenis mamalia atau
12% dari mamalia dunia, 511 jenis reptili dan 270 jenis amfibia atau 16% dari
Indonesia dalam keadaan terancam punah karena banyak populasi yang menurun
Buaya muara merupakan salah satu jenis reptil di Indonesia yang termasuk
hampir punah. Buaya muara termasuk dalam Appendix II CITES yang artinya
spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi akan terancam punah apabila
muara termasuk dalam kategori least concern (LC), diperkirakan populasi buaya
muara yang hidup liar di alam sekitar 20.000 hingga 30.000 ekor. Keberadaan
buaya muara (Crocodylus porosus) di alam terancam punah yang diakibatkan oleh
(Ariantiningsih 2008).
dan diselamatkan dari kepunahan dengan upaya pelestarian diluar habitat alami.
standar minimum prinsip kesejahteraan satwa yang terdapat pada pasal 6 ayat 3
antara lain (1) bebas dari rasa lapar dan haus, (2) bebas dari ketidaknyamanan
lingkungan, (3) bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit, (4) bebas dari rasa takut
dan tertekan, (5) bebas untuk berperilaku alami. Kelima standar tersebut
Taman Buaya Asam Kumbang Medan merupakan salah satu objek wisata
yang telah dikenal oleh masyarakat luas. Daerah ini merupakan salah satu fasilitas
konservasi ex situ yang banyak diminati oleh masyarakat, baik masyarakat yang
artinya tempat atau wadah dengan fungsi utama ex situ yang melakukan usaha
Tingkat kesejahteraan satwa ada 5 yaitu bebas dari rasa haus dan lapar,
bebas dari ketidaknyamanan lingkungan, bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit,
bebas dari rasa takut dan tertekan, bebas untuk berperilaku alami. Penangkaran
Tujuan Penelitian
Kumbang
Manfaat Peneletian
satwa
Satwa Liar
banyak yang diburu baik untuk perdagangan secara langsung maupun untuk
kulit, bulunya bahkan minyak, telur dan sarangnya. Dalam hal ini pemerintah
Satwa merupakan sebagian sumber daya alam yang tidak ternilai harganya
sehingga kelestariannya perlu dijaga agar tidak punah baik karena faktor alam
maupun perbuatan manusia seperti perburuan dan kepemilikan satwa yang tidak
dalam kandang atau disuatu tempat yang diberi batas yang lazim sebagai
penangkaran, memiliki proses pemeliharaan yang ada pada dasarnya sama dengan
satwa liar, proses adaptasi dalam jangka waktu cukup panjang, mulai saat individu
satwa ditangkap dari alam sampai tahap dimana individu tersebut mampu
Salah satu satwa liar yang banyak dieksploitasi adalah buaya. Di Indonesia
No. 7 Tahun 1999. Berdasarkan surat keputusan tersebut pemanfaatan semua jenis
Konservasi Ex situ
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Pasal 1 ayat (2) disebutkan bahwa
konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati
dan satwa liar yang dilakukan di luar habitat. Kegiatan konservasi ex situ ini
kemudian menetapkan buaya dan jenis satwa lain yang dilindungi dalam Undang-
Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwaliar. Salah satu bentuk usaha
alam dan pemanfaatan secara lestari dengan tujuan ekonomi, antara lain
lapangan pekerjaan.
Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar dan Indikator yang harus dipenuhi kebun
Kondisi penangkaran juga harus disesuaikan dengan habitat aslinya agar satwa
dapat beradaptasi dan mencegah satwa stress. Selain itu, penangkaran harus bisa
satu cara lain yang efektif tetapi kadang mahal untuk beberapa jenis satwa.
penangkaran buaya antara lain: adanya kandang yang terbuka dan luas,
tersedianya air bersih yang cukup banyak dan sebaiknya mengalir, tersedianya
makanan yang cukup secara kontinyu, dan tersedianya tenaga pengelola yang
batas jumlah populasi jenis tumbuhan dan satwa hasil penangkaran; (b)
berikutnya.
Buaya Muara
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Class : Reptilia
Ordo : Crocodilia
Famili : Crocodylidae
Genus : Crocodylus
artinya spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi akan terancam punah
seluruh perairan Indonesia. Moncong spesies ini cukup lebar dan tidak punya sisik
lebar pada tengkuknya, panjang tubuh sampai ekor bisa mencapai 12 meter seperti
kepada sumber panas dari luar untuk mengatur terperatur tubuhnya. Pada pagi hari
ketika sinar matahari sudah mulai muncul, sekitar pukul 07.15, buaya keluar dari
dalam sungai menuju ketepian untuk melakukan basking (berjemur). Hal ini
yang hilang selama di dalam sungai pada malam harinya. Buaya umumnya
terlihat dalam kelompok. Pada sore hari buaya keluar untuk mencari makan dan
pada malam hari turun ke sungai (berendam di dalam air) karena suhu air lebih
sebagai barang komoditas (Soehartono dan Mardiastuti, 2003). Salah satu jenis
adalah buaya muara merupakan satwa liar yang mempunyai potensi besar yang
yang dapat dihasilkan dari buaya muara dapat berupa daging, kulit dan bagian
tubuh buaya yang lain sperti lemak, empedu, tangkur, gigi, dan juga kuku. Kulit
buaya muara dapat digunakan sebagai kerajinan tangan seperti tas, ikat pinggang,
jeket, sepatu sandal, dompet, dan koper. Daging buaya muara dapat sebagai
sumber protein yang tinggi. Bagian kuku dan gigi buaya muara dapat dijadikan
sebagai aksesoris, sedangkan bagian empedu , tangkur, dan lemak dapat dijadikan
sebanyak mungkin dari alam. Penangkapan dan perburuan terhadap buaya muara
merupakan salah satu penyebab utama kepunahan. Oleh karena itu perlu
agar eksploitasi buaya muara dari alam dapat dikurangi sehingga kelestariannya
Lokasi Penilitian
Taman Buaya Asam Kumbang didirikan pada tahun 1959 yang berlokasi
Medan Sumatera Utara. Ditempat ini terdapat 3000 ekor lebih buaya ekor lebih
buaya dengan jenis buaya muara dari yang kecil hingga yang besar. Penangkaran
buaya ini dibangun diatas tanah seluas 2 ha.Taman Buaya Asam Kumbang
sebagai objek wisata yang naungi oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
BKSDA berperan hanya sebagai mitra kerja sama antara pemilik penangkaran
diindonesia. Ditempat ini terdapat 3000 ekor lebih buaya dengan jenis buaya
muara dan buaya sungai dari yang kecil hingga yang besar. Penangkaran buaya ini
dibangun diatas tanah seluas 2 ha. Diperternakan ini telah menghasilkan ribuan
Selayang, Medan Sumatera Utara. Taman Buaya ini dibangun diatas tanah seluas
2 ha. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan April
2017.
Metode pengamatan
Pengukuran
meteran.
Wawancara
Kumbang Medan.
Analisis Data
satwa di Taman Buaya Asam Kumbang yaitu dengan memberikan nilai pada
setiap variable yang ditetapkan. Nilai untuk setiap variable yaitu 1=buruk,
menggunakan rumus :
∑ nilai terbobot
Skor penilaian= 5
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyediaan makanan buaya yakni:
produksi maksimal.
• Cara penyediaan ransum buaya sesuai umur, aktifitas buaya, dan tujuan
Pakan yang tersedia di TBAK adalah pakan segar dan pakan yang mati.
Jenis pakan yang segaradalah bebek dan jenis pakan mati adalah kepala bebek,
kepala ayam, jeroan.Pakan yang hidup adalah bebek, (gambar 1b) dimana bebek
tersebut dijual kepada pengunjung dan untuk pakan yang mati terdiri dari kepala
bebek, kepala ayam, jeroan tergantung ketersedian yang ada dari pengelola.
Pakan mati yang digunakan pengelola didapatkan dari rumah potong yang
ada memiliki kualitas yang buruk. Hal itu dikarenakan pakan mati tersebut
merupakan sisa-sisa penjualan dan sudah menjadi bangkai dan berbau busuk.
buaya anakan sebanyak 80 gram per ekor dengan frekuensi pemberian 4 kali satu
minggu, buaya remaja 700 – 1000 gram 3 kali satu minggu dan buaya indukan
Hal ini tidak sesuai dengan yang dilakukan oleh TBAK dimana jumlah
pakan yang diberikan pada buaya tidak tergantung pada umur dan bobot tubuh
buayahal ini tidak sesuai dengan pernyataan Iskandar(2009) bahwa sesuai dengan
tubuhnya buaya muara membutuhkan makanan dalam jumlah yang banyak pula
ukuran tubuhnya.
Gumilar (2007) menyatakan bahwa anakan buaya yang baru menetas tidak
diberi makan hingga berumur 1-2 minggu. Hal ini karena anakan yang baru
setelah persediaan kuning telur dalam tubuhnya habis yakni pada umur 1-2
minggu.
Pakan untuk buaya yang berada di dalam danau buatan TBAK tidak
makanan buaya yang didanau didapatkan dengan cara berburu burung kuntul yang
Air yang digunakan untuk air minum buaya merupakan air sumur yang
Kualitas air yang terdapat dalam kandang dapat dikatakan bagus karena air selalu
(a) (b)
Gambar 4. a. Tampak depan kandang ; b. Tampak dalam kandang
pengunjung dengan jumlah 153 buaya yang dapat dilihat di kandang pertunjukan.
kandang untuk buaya yang berumur 5 tahun berukuran (2,5m x 5m x 1m), umur
13 tahun (5m x 5m x1m), umur 9 tahun dan umur 43 tahun (5m x 6m x 1m).Jenis
konstruksi pada kandang adalah semen dan pagar kawat yang ukuran nya 1 m dan
lantai nya terbuat dari semen. Kandang tersebut memiliki parit sesuai dengan
pernyataan Ganesa dan Aunurohim (2012) bahwa parit sangat penting sebagai
tanpa ada pembedaan buaya jantan dan buaya betina. Pada kandang dengan
makanan dan kesulitan bergerak karena ruang pergerakan yang terbatas sesuai
dengan pernyataan Putra (2011) mengatakan kondisi kandang yang tidak baik
Ukuran kandang yang sesuai yaitu ukuran kandang yang dapat memberikan ruang
(a) (b)
Gambar 5. a.Kandang Anakan ; b. Ember Anakan Buaya
Kandang untuk anakan yang berusia kurang lebih dari 9 bulan terletak
terpisah dari kandang lainnya. Sedangkan anakan yang baru menetas ditempatkan
didaerah yang tertutup untuk pengunjung dan hanya bisa dilihat oleh pengelola.
Selain itu anakan juga dipisah dari indukan untuk mempermudah perawatan serta
mengihindari resiko dimakan buaya lain yang lebih besar. Hal ini dikarenakan
kematian diakibatkan stress dan terkejut. Menurut Bolton (1989) anakan buaya
bersifat penakut sehingga memerlukan tempat yang aman dan tersembunyi agar
Selain kandang anakan, TBAK juga yang sudah disebutkan TBAK juga
mempunyai kandang untuk buaya yang sakit dan kandang untuk buaya buntung
yang ukuran kandangnya lebih kecil dari ukuran kandang yang lain. Buaya
buntung ini dikarenakan bawaan lahir dan dipisahkan dengan buaya lainnya.
beberapa kandang dengan pembagian umur dan dibiarkan bercampur aduk dari
air kandang. Menurut Mayori (2015) kolam yang kotor dan kurang bersih
bertujuan untuk menjaga kebersihan kandang agar buaya muara dapat hidup sehat
3. Pengelolaan Kesehatan
Sakit, luka dan penyakit adalah hal yang tidak dapat dihindari dalam
buaya yang megalami luka-luka, sakit, stress, cacat tubuh dan kematian. Pada
penelitian terdapat kematian buaya pada bulan April 2017 sebanyak 2 ekor karena
sakit dan kematian tiba-tiba. Satwa dapat tertekan dan stres disebabkan
(a) (b)
Gambar 6. a. Buaya buntung ; b. Buaya cacat
Buaya muara sakit memiliki tanda-tanda khusus seperti menyendiri dari
pada setiap perilaku dan keadaan tubuh buaya muara. Petugas juga harus
berkonsultasi dengan dokter hewan yang ahli dalam penyakit buaya, sehingga
buaya yang terserang penyakit dapat di diagnosa dengan cepat dan ditangani
tinggi dapat menyebabkan kematian. Upaya untuk mengatasi satwa stress yaitu
sakit dan luka, atau menderita luka-luka maka harus menjamin bahwa satwa itu
diperiksa oleh dokter hewan dan diobati hal ini tidak sesuai dengan yang
dilakukan oleh TBAK. Pemeriksaan kesehatan terhadap buaya yang luka dan sakit
mengamati perilaku dan keadaan fisik buaya tersebut. Jika ada buaya yang sakit
penyakit; sedangkan dalam danau buaya yang sakit dibiarkan atau diangkat
ada buaya yang sakit biasanya mereka hanya membiarkan sampai sembuh sendiri
dana pengelolaan
penyakit dan cara pengobatan yang baik dan juga keterbatasan dana. Jadi dapat
4. Pengeloaan Lingkungan
karena sangat mempengaruhi kesehatan buaya muara dan untuk menjaga agar
buaya muara dapat hidup dengan sehat dan terhindar dari berbagai penyakit.
(a) (b)
Gambar 8. a. Pembersihan kandang ; b. Saluran air
pengaruh pada masa hidup satwa.Akibatnya banyak buaya yang terluka karena
luas 0,5 ha. Air yang yang terdapat dalam danau dihasilkan dari limbah
danau lebih dari 100 ekor buaya dengan kelas umur yang beragam. Danau
tersebut memiliki cover alami untuk bertelur. Kondisi air dari danau buatan di
TBAK sangat kotor dan berlumpur yang menyebabkan banyaknya parasit yang
berkembang disana dan menganggu buaya. Parasit yang ditemukan adalah lintah
(a) (b)
Gambar 9. a. Keadaan danau ; b. Buaya berjemur
pencemaran lingkungan, baik itu berupa polusi udara berasal dari bau limbah air
danau yang tidak pernah dibersihkan dan diganti. Hal ini dikarenakan
kandang sehingga air yang terdapat didanau adalah hasil dari limbah kandang.
Dalam komponen bebas dari rasa haus dan lapar komponen bernilai buruk
adalah pakan yang telah rusak dibuang dan pemberian pakan bagi satwa bunting
tidak sesuai dengan pelaksanaan yang dilakukan TBAK dimana pakan yang buruk
diberikan kepada buaya dan pemberian pakan pada buaya bunting tidak diberikan.
pakan, kondisi pakan yang baik, ketentuan pakan sesuai dengan jumlah, dan
kontrol pakan dikatakan kurang karena sudah dilakukan namun tidak sesuai
permukaan tanah yang cocok, peneduh bangunan dan kandang buaya bunting
tidak tersedia. Komponen yang bernilai kurang adalah fasilatas satwa kandang
yang diberikan, dan peralatan medis serta komponen yang bernilai buruk karena
berbagai macam kondisi kesehatan buaya muara dapat terganggu apabila kondisi
kandang dan danau itu kotor, dan pengaruh cuaca yang tidak baik. Oleh karena itu
pihak penangkaranharus melihat satwa yang sakit diberi pengobatan hal ini tidak
dilakukan sama sekali oleh pengelola dikarena kan keterbatasan dana yang
alami seperti habitatnya. Dalam penangkaran TBAK terdapat danau yang dari ada
dari awal terbentuknya pengkaran tersebut dimana terdapat lebih dari 100 buaya
oleh pohon yang ada, tempat bersarang, tempat bertelur dan tempat kawin.
masing jenis. Menurut Philips (2000) diacu dalam Islahuddin (2009) penyedian
ruang yang cukup, fasilatas yang benar dan teman bagi satwa dari sejenisnya akan
Pada kandang yang terbuka hanya memiliki tempat berjemur dan juga
tempat berendam yang ukurannya sedang sementara buaya yang ada didalam
perebutan tempat dimana yang lemah dibawah atau tempat berendam sedangkan
yang kuat berada ditempat yang berjemur. Keamanan kandang bagi satwa adalah
aman. Kandang terbuat dari semen dan untuk pagar diatasnya terbuat dari kawat
dan juga terdapat pintu dibawah untuk jalan keluarnya air sanitas. Saluran sanitasi
tertutup dengan menggunakan pintu besi umtuk mencegah buaya keluar dari
kandang.
sesuai dengan kebiasaan buaya adalah areal di dalam kandang yang berfungsi
(a) (b)
berendam pada buaya dilakukan sebagai bagian dari penyesuai suhu badan buaya
muara sebelum beraktivitas yaitu berendam di pagi hari dan berjemur pada siang
hari.
Upaya pencegahan rasa takut dan tertekan dari gangguan yang ditimbulkan
Penjagaan atau tindakan dari pihak pengelolaan terkait gangguan yang diberikan
pengunjung terhadap sudah tergolong baik. Selain adanya papan peringatan, pihak
TBAK juga membuat pagar pengamanan. Semua satwa kurungan harus mendapat
porsi yang penting dalam rezim perilaku alaminya. Mereka harus diberi
membuat kontribusi yang berarti dalam kualitas hidup mereka sendiri (ISAW,
2018)
akomodasi atas stres mungkin terjadi, namun jika tidak maka stres dapat berakibat
kematian. Stres tidak hanya merupakan keadaan saat satwa harus beradaptasi
melebihi kemampuannya, tetapi juga pada saat satwa mempunyai respon yang
lemah bahkan terhadap rangsangan normal sehari-hari (Duncan dan Fraser 1997).
antara buaya yang tidak seumuran dalam satu kandang yang mengakibatkan buaya
stress dan menyendiri. Hal tersebut tidak sesuai dengan pernyataan Nuryanti
berukuran relatif sama, hal ini agar dapat menghindari persaingan yang tidak
masalah karena sedikitnya lahan yang tersedia dan juga seringnya indukanakan
berkelahi untuk merebut tempat bertelur. Induk yang telah mempunya sarang
bertelur tidak akan pernah pndah karena telah menjadi teritori mereka, induk
tersebut akan menjaga sarang itu sampai menetas. Sedangkan induk yang baru
bertelur tidak mempunyai tempat bersarang akan bertelur dimana saja tetapi tidak
mengeraminya.
Menurut Kurniati (2008) pada dasarnya buaya yang hidup di alam bersifat
Untuk mengurangi sifat takut tersebut, tahap adaptasi terhadap lingkungan baru
kepada buaya di tempat pembesaran yang letaknya jauh dari keramaian. Adaptasi
yang harus adalah membiasakan buaya dengan suara-suara gaduh dengan cara
mendengarkan suara musik atau radio. Selain itu seringnya buaya dilihat oleh
pembesaran.
pengunjung untuk kontak langsung. Hal ini dilakukan untuk mengindari rasa takut
dan tertekan pada anakan buaya. Kontak langsung buaya dengan pengunjung bisa
dilakukan dengan buaya khusus. Buaya ini adalah buaya sudah jinak dan sudah
pada 5 prinsip kesejahteraan Satwa pada tiap komponen dapat dilihat pada tabel9.
yang dapat dikategorikan kurang dimana pada aspek bebas dari rasa haus dan
lapar memiliki nilai kategori cukup. Hal yang diperhatikan dalam aspek ini adalah
pemberian makan dan kuantitas makanan yag diberikan kepada satwa. Komponen
masih ada jumlah kandang yang tidak disesuaikan dengan luas kandang dan tidak
adanya pembedaan kandang kandang untuk satwa yang bunting dan kandang
utama. Satwa yang terluka, sakit dan berpenyakit belum ditanggulangi dengan
baik dan penyedian fasilitas kesehatan belum ada masih dilakukan secara manual
oleh pengelola.
nilai kurang dimana buaya dalam kandang terbuka jumlah buaya nya melebihi
dikategorikan dalam nilai kurang dimana buaya dalam kandang terbuka jumlah
buaya yang berada didanau juga sama dimana meraka saling merebut cover dan
shalter yang tersedia sangat minim rata-rata buaya berada dalam air. Dan terakhir
pada kompoenen bebas dari rasa takut dan tertekan memiliki nilai kurang menurut
Kurniati (2008) pada dasarnya buaya yang hidup di alam bersifat penakut. Oleh
karena itu pengelola harus menjamin kondisi dan memperlukukan satwa dengan
akomodasi atas stres mungkin terjadi, namun jika tidak maka stres dapat berakibat
kematian. Stres tidak hanya merupakan keadaan saat satwa harus beradaptasi
melebihi kemampuannya, tetapi juga pada saat satwa mempunyai respon yang
lemah bahkan terhadap rangsangan normal sehari-hari (Duncan dan Fraser 1997).
Kesimpulan
Tingkat kesejahteraan buaya muara termasuk dalam kategori kurang dengan nilai
terbobot 46,4. Faktor kesejahteraan yang harus diperbaiki diantaranya aspek bebas
dari rasa ketidaknyamanan lingkungan, bebas dari rasa sakit dan luka dan
penyakit, bebas untuk menampilkan perilaku alami dan bebas dari rasa takut dan
tertekan.
Saran
TBAK adalah jumlah pakan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan buaya, perlu
nya pemerikasaan kesehatan pada buaya agar terhindar dari penyakit dan
yang lebih luas atau penangkaran yang populasi buaya yang sedikit agar tidak
melebihi kapasitas.
[ISAW] Indonesia Society for Animal Walfare. 2013. Prinsip Ksejahteraan satwa
di kebun binatang [internet]. (diunduh 05 April 2018]. Tersedia pada :
http://www.isaw.or.id
Ariantiningsih, FA. 2008. Suaka Marga Satwa Singkil, Muatiara di Pantai Barat
Aceh. Program Kampaye Bangga. Medan
Arifin. 2008. Crocodile Husbandary in Papua New Guinea. FAO. Port Moresby.
Cadman M. 2007. Consuming Wild Life : The Illegal Exploitation of Wild Animals
In South Africa, Zimbabwe and Zambia. A Preliminary Report for Animal
Rights Africa and Xwe African Wild Life.
Eccleston Kj. 2009. Animal walfare di jawa timur: Model Kesejahteraan Binatang
di Jawa Timur [skripsi]. Malang (ID): Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik. Universitas Muhammaduyah Malang
Harto, Juni. 2002. Budidaya dan Pelestarian Buaya Air Tawar Irian (Crocodylus
novaeguineae) [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kedokteran Hewan. Institut
Pertanian Bogor.
Iskandar, DT. 2009. Turtles dan Crocodylus of Indonesia dan Papua Nugini. PAL
Media Citra. Bandung
Kurniati, Hellen. 2008. Buku Panduan Pembesaran dan Penangkaran Buaya Jenis
Buaya Muara (Crocodylus porosus) dan Buaya air Tawar Irian(Crocodylus
novaeguineae). Cibinong. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Cibinong.
Putra AE. 2011. Kajian Musim Kawin Harimau Sumatera (Panthera tigris
sumaterae) pada lembaga Konservasi di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID).
Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.
Semiadi, Gono. 2007. Pemanfaatan Satwa Liar Dalam Rangka Konservasi dan
Pemenuhan Gizi Masyarakat. Puslit Biologi LIPI-Cibinong. Jakarta.
Suwandi. 1991. Pengaruh pemberian beberapa komposisi bahan makanan ikan teri
(Stolopherus spp.) dan udang (Penaeus spp.) terhadap pertumbuhan anak
buaya irian (Crocodylus novaeguineae). [skripsi]. Bogor (ID): Jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor.