Anda di halaman 1dari 10

KONSERVASI SUMBERDAYA PESISIR

DAN PULAU-PULAU KECIL


( Taman Nasional Wakatobi )

Oleh :
Nama : Tesalonika K. Risakotta
NIM : 136-9916-002

Program Studi Manajemen Sumberdaya Kelautan dan Pulau-Pulau Kecil


Pascasarjana Universitas Pattimura
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
tuntunan dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan ini dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut terlibat
dalam proses penulisan tugas ini, termasuk peneliti sebelumnya yang hasil
penelitiannya penulis pergunakan dalam mereferensi tentang Kawasan Taman
Nasional Wakatobi seperti yang tertuang dalam penulisan ini. Kritik serta saran
sangat penulis harapkan guna penyempurnaan penulisan ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih.

Ambon, Januari 2017

BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Kepulauan Wakatobi terletak di pertemuan Laut Banda dan Laut Flores.
Wakatobi merupakan kependekan dari nama empat pulau besar yang ada di
kawasan tersebut, yaitu Pulau Wangi-wangi, Pulau Kaledupa, Pulau Tomia dan
Pulau Binongko. Luas masing-masing pulau adalah Pulau Wangi-wangi (156,5
km2), Pulau Kaledupa (64,8 km2), Pulau Tomia (52,4 km2), dan Pulau Binongko
(98,7 km2).
Kekayaan sumberdaya alam laut yang bernilai tinggi baik jenis dan
keunikannya dengan panorama bawah laut yang menakjubkan menjadikan
kepulauan Wakatobi dijuluki surga bawah laut di antara pusat segitiga karang
dunia (The heart of coral triangle centre) yaitu wilayah yang memiliki
keanekaragaman terumbu karang dan keanekaragaman hayati lainnya (termasuk
ikan) tertinggi di dunia, yang meliputi Philipina, Indonesia sampai kepulauan
Solomon. Kekayaan keanekaragaman hayati laut menjadikan Kepulauan
Wakatobi ditunjuk sebagai Taman Nasional Laut berdasarkan Keputusan Menteri
Kehutanan No.393/Kpts-VI/1996 tanggal 30 Juli 1996 dan ditetapkan berdasarkan
Keputusan Menteri Kehutanan No.7651/Kpts/II/2002 tanggal 19 Agustus 2002
dengan luasan 1.390.000 Ha.
Tujuan penetapan taman nasional ini adalah terjaminnya sistem penyangga
kehidupan untuk pelestarian keanekaragaman hayati (bidoversity conservation)
sebagai perwakilan ekosistem wilayah ekologi perairan laut Banda-Flores (Banda
Flores Marine Eco-region), menjamin terwujudnya pembangunan ekonomi
daerah secara berkelanjutan (sustainable development) terutama dari sektor
perikanan dan pariwisata, serta menjamin tersedianya sumber mata pencaharian
yang berkelanjutan (sustainable livelihood) bagi masyarakat setempat.
1. 2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya penulisan ini adalah untuk mengkaji tentang
Status Taman Nasional Wakatobi, Zonasi Taman Nasional Wakatobi serta
Ancaman yang dihadapi oleh Taman Nasional Wakatobi.
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 Status Taman Nasional Wakatobi
Kabupaten Wakatobi merupakan salah satu kabupaten baru di Provinsi
Sulawesi Tenggara. Kabupaten ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Buton
yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 tahun 2003. Pemerintah
pusat pada tahun 1995 melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :
462/KPTS-11/1995 telah menetapkan bahwa wilayah Wakatobi sebagai Taman
Wisata Alam Laut.
Dasar penetapan tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa Kepulauan
Wakatobi merupakan salah satu wilayah yang mempunyai keanekaragaman laut
yang terlengkap di dunia. Pada tahun 1996 dengan SK Menteri Kehutanan Nomor
393/KPTS-VI/1996 status daerah tersebut ditingkatkan menjadi wilayah
konservasi, dengan status Taman Nasional. Luas kawasan taman Nasional
Wakatobi adalah 1.390.000 ha, sama persis atau overlap dengan luas wilayah
Kabupaten Wakatobi.
Wakatobi dan perairan disekitarnya telah kukuh ditetapkan sebagai Taman
Nasional melalui tahapan yang amat panjang, yaitu sebagai berikut :
1. Bermula dari Survei Penilaian Potensi Sumberdaya Alam Laut Wakatobi
yang dilaksanakan Tim Ditjen PHPA bersama WWF (World Wild Life
Fund) pada bulan September 1989, dan beberapa kegiatan penelitian Tim
Operasi Wallacea, ekspedisi Tim Universitas Indonesia; penelitian Tim
Kelautan dari P3O-LIPI
2. Rekomendasi Penetapan Kawasan Konservasi Laut di Kepulauan Tukang
Besi/Wakatobi (Surat Sekwilda Tk. II Buton No. 523.3/1255 tanggal 3 Juni
1991)
3. Dukungan Rekomendasi Bupati KDH Tk. II Buton No. 522.51/3226 tanggal
3 Oktober 1993 dan Rekomendasi Gubernur KDH Tk. I Sulawesi Tenggara
No. 522.51/2548 tanggal 7 Maret 1994.
4. Penunjukan Kawasan Perairan Kepulauan Wakatobi di Kabupaten Dati II
Buton, Propinsi Sulawesi Tenggara seluas ± 306.690 ha sebagai Taman
Wisata Alam Laut (marine conservation area) SK. Menhut No. 462/KPTS-
II/1995 tanggal 4 September 1995)
5. Penunjukan Kepulauan Wakatobi dan perairan sekitarnya seluas 1.390.000
ha sebagai Taman Nasional pada tanggal 30 Juli 1996 berdasarkan
Keputusan Menhut No.393/Kpts-VI/1996
6. Taman Nasional Kepulauan Wakatobi ditetapkan sebagai Unit Taman
Nasional berdasarkan Keputusan Menhut No.185/Kpts-II/1997 tanggal 31
Maret 1997 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional (BTN)
dan Unit Taman Nasional
7. Penetapan Kepulauan Wakatobi dan perairan sekitarnya seluas 1.390.000 ha
sebagai Taman Nasional (SK. Menhut No.7651/Kpts-II/2002)
8. Perubahan nama Taman Nasional Kepulauan Wakatobi menjadi Taman
Nasional Wakatobi, Peraturan Menhut No. P.29/Menhut-II/2006 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional.

2. 2 Zonasi Taman Nasional Wakatobi


Saat ini pengelolaan Taman Nasional tidak bisa dilepaskan dari keterlibatan
para pihak oleh sebab itu pengelolaannya Taman Nasional Wakatobi dikelola
secara kolaboratif yang sudah dimulai sejak tahun 2003. Salah satu kegiatannya
adalah revisi zonasi Taman Nasional Wakatobi. Revisi zonasi dilakukan secara
partisipatif dengan melakukan kunjungan dan dialog kepada nelayan, kelompok
masyarakat dan pertemuan di tingkat kampung. Dan kemudian pada tahun 2004
dilakukan rangkaian lokakarya di tingkat kecamatan dan kabupaten sampai
muncul satu kesepahaman bersama tentang tata ruang pengelolaan Taman
Nasional Wakatobi. Untuk lebih menyempurnakan rumusan revisi zonasi maka
dilakukan pengkajian efektifitas pengelolaan Taman Nasional Wakatobi oleh tim
independen.
Akhirnya Revisi zonasi Taman Nasional disyahkan berdasarkan keputusan
Dirjend PHKA NO. SK.149/IV-KK/2007 dan ditandatangani bersama oleh
Dirjend PHKA, Bupati Wakatobi dan Kepala Balai Taman Nasional Wakatobi
pada tanggal 23 Juli 2007. Sistem zonasi yang dihasilkan ini merupakan bagian
dari tata ruang Wilayah Kabupaten Wakatobi (tata ruang wilayah perairan).
Berikut ini hasil revisi zonasi Taman Nasional Wakatobi :
Zona Inti : 1.300 Ha
Zona Perlindungan Bahari : 36.450 Ha
Zona Pariwisata : 6.180 Ha
Zona Pemanfaatan Lokal : 804.000 Ha
Zona Pemanfaatan Umum : 495.700 Ha
Zona Khusus/Daratan : 46.370 Ha

Gambar 1. Peta Zonasi Taman Nasional Wakatobi

 Zona inti adalah daerah larang ambil dan larang lintas


 Zona perlindungan bahari adalah daerah larang ambil, boleh lintas
 Zona pariwisata adalah daerah larang ambil, diijinkan untuk kegiatan
pariwisata
 Zona pemanfaatan lokal adalah kawasan terumbu karang dan laut untuk
mengakomodasi pemanfaatan masyarakat lokal
 Zona pemanfaatan umum adalah kawasan laut lainnya untuk perikanan laut
dalam
 Zona khusus adalah daratan pulau-pulau yang tidak berpenghuni yang akan
dikembangkan sebagai daerah jaminan perlindungan representasi
keanekaragaman hayati terestrial
Selain itu sebagai bentuk perlindungan dan pengamanan kawasan, Balai
Taman Nasional Wakatobi melakukan kegiatan patroli rutin, patroli gabungan dan
monitoring spesies yaitu surveillance, reef check, inventarisasi mangrove,
monitoring ekosistem padang lamun, ekosistem burung pantai, ekosistem penyu,
dll. Beberapa kegiatan riset juga pernah dilakukan seperti kegiatan operation
wallacea, Coremap, LIPI, dll. Sementara itu pendekatan ke masyarakat juga
dilakukan dengan melakukan penyuluhan, training, kampanye lingkungan,
bantuan maupun pembinaan kepada masyarakat nelayan dalam bentuk mata
pencaharian alternatif. Peningkatan kapasitas staf Balai dan masyarakat juga
dilakukan seperti pelatihan kader konservasi, pelatihan pemandu wisata, pelatihan
menyelam, dll. Kemitraan pengelolaan Taman Nasional juga diwujudkan dengan
menjalin kerjasama intensif dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Wakatobi,
Departemen Kelautan dan Perikanan, LIPI dan TNC-WWF.

2. 3 Ancaman Taman Nasional Wakatobi


Kepulauan Wakatobi memiliki potensi sumber daya alam, peninggalan
sejarah, seni dan budaya yang sangat besar sebagai daya tarik wisata, baik bagi
wisatawan nusantara maupun mancanegara. Namun saat ini potensi tersebut
belum dimanfaatkan secara optimal kerena berbagai permasalahan dan kendala
yang dihadapi. Status Wakatobi sebagai Taman Nasional Laut tentunya menuntut
perlakuan khusus dalam hal konservasi kawasan untuk menjaga kelestarian
sumber daya alam Wakatobi. Terlebih lagi sebagai ekosistem pulau-pulau kecil,
Wakatobi sangat rentan terhadap kerusakan ekosistem yang berakibat pada
hilangnya spesies tertentu, sementara kehilangan spesies akan mengurangi
kualitas ekosistem dan berdampak pada penurunan jumlah pengunjung.
Ancaman utama Taman Nasional Wakatobi adalah kerusakan terumbu
karang akibat perubahan temperatur air laut yang dramatis, penangkapan ikan
dengan cara tidak ramah lingkungan seperti menggunakan bahan peledak dan
racun sianida. Penangkapan ikan dengan purse seine dilakukan masyarakat
pendatang sering menimbulkan konflik dengan masyarakat lokal. Masyarakat
lokal hanya menggunakan gill net yang tangkapannya lebih sedikit. Abrasi pantai,
karena geografis Kecamatan Wangi-Wangi sebagian besar berupa pulau terbuka
baik bagian utara, barat maupun timur, maka ada kecenderungan signifikan
terhadap abrasi pantai. Hal ini disebabkan kuatnya gelombang menghantam badan
pantai tanpa ada penyangga alam, seperti terumbu karang dan lamun yang telah
mengalami eksploitasi.
Ancaman lainnya adalah penambangan pasir, pembangunan infrastruktur di
daerah pesisir, pengembangan kegiatan wisata yang tidak memperhatikan aspek
lingkungan, masalah sampah serta pencemaran lingkungan yang diduga berasal
dari limbah rumah tangga dan aktifitas pelabuhan berupa tumpahan minyak.
Kerusakan pada sumber daya alam tentunya akan sangat berdampak pada
kepariwisataan wilayah ini. Disisi lain, kontribusi sector pariwisata bagi
pendapatan daerah adalah terbesar kedua setelah sector perikanan dan kelautan
(2005-2010), tetapi manfaatnya bagi ekonomi lokal dan masyarakat setempat
masih perlu ditingkatkan. Hal ini sekaligus mendukung dan mengurangi
tekananan pada konservasi keanekaragaman hayati di Kawasan Taman Nasional
Wakatobi.
BAB III
PENUTUP

3. 1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat dirumuskan dalam penulisan ini adalah sebagai
berikut :
 Kepulauan Wakatobi ditunjuk sebagai Taman Nasional Laut
berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.393/Kpts-VI/1996
tanggal 30 Juli 1996 dan ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri
Kehutanan No.7651/Kpts/II/2002 tanggal 19 Agustus 2002
 Zonasi Taman Nasional Wakatobi terbagi atas enam (6) zona yaitu
zona inti, zona perlindungan bahari, zona pariwisata, zona
pemanfaatan lokal, zona pemanfaatan umum dan zona
khusus/daratan.
 Ancaman utama Taman Nasional Wakatobi adalah kerusakan
terumbu karang akibat perubahan temperatur air laut yang dramatis,
penangkapan ikan dengan cara tidak ramah lingkungan (bahan
peledak dan racun sianida), penambangan pasir, pembangunan
infrastruktur di daerah pesisir, pengembangan kegiatan wisata yang
tidak memperhatikan aspek lingkungan, masalah sampah serta
pencemaran lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Balai Taman Nasional Wakatobi, 2008. Rencana Pengelolaan Taman Nasional


Wakatobi Periode Tahun 1998 – 2023 (Revisi Tahun 2008).
Sopari, H. 2014. Model Kolaborasi Perencanaan antara Balai Taman Nasional
Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi Dalam Pengelolaan
Sumberdaya Alam Hayati Secara Lestari. Jurnal Sains dan Teknologi.
Universitas Hasanuddin
TNC-WWF Wakatobi Program dengan Balai Taman Nasional Waatobi. Report
Monitoring Mangrove Pada Kawasan Taman Nasional Wakatobi,
Kabupaten Wakatobi. Wakatobi : WWF The Nature Conservaty. 2012

Anda mungkin juga menyukai