Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENELITIAN

SISTEM PENANGANAN IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) DI


KAPAL POLE AND LINE KOTA SORONG, PAPUA BARAT

Pengusul :

Dheni Rossarie, M.Pi


NIDN. 1423059201

UNIVERSITAS PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH SORONG


TAHUN 2020
HALAMAN PENGESAHAN PENELITIAN

Judul Penelitian : Sistem Penanganan Ikan Cakalang (Katsuwonus


Pelamis) Di Kapal Pole And Line Kota Sorong,
Papua Barat
Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : Dheni Rossarie, M.Pi
b. NIDN. : 1423059201
c. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli
d. Program Studi : Akuakultur
e. Nomor Hp./Surel (email) : 082122424068/ Dheni.rossarie@gmail.com

Biaya Penelitian : Rp. 5.000.000

Sorong, Agutus 2020

Mengetahui,
Ka. Prodi Akuakultur Ketua Peneliti

Dheni Rossarie, M.Pi. Dheni Rossarie, M.Pi


NIDN. 1423059201 NIDN. 1423059201

Menyetujui,
Ketua LP3M Unimuda Sorong

Anang Triyoso, M.Pd.


NIDN. 1229107501
RINGKASAN

Penanganan ikan di atas kapal memegang peranan penting dalam


mempertahankan kualitas ikan cakalang. Tujuan penelitian ini adalah
merumuskan suatu strategi untuk menjaga mutu ikan cakalang yang ditangkap
kapal pole and line di kota Sorong, maka diperlukan suatu tindakan untuk
merubah sistem penanganan ikan cakalang segar ke arah yang lebih baik. Data
yang dikumpulkan melalui observasi secara langsung dan wawancara dengan
kapten kapal dan instansi terkait. Analisis data dilakukan melalui pendekatan
analisis SWOT dengan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal. Hasil
analisis didapat beberapa strategi yaitu SO meliputi pengadaan mesin penghancur
es, strategi ST yaitu pembuatan Standart Operating Prosedure (SOP) penanganan
ikan yang baik, strategi WO yaitu penyuluhan tentang mutu ikan cakalang dan
pengadaan alat pengontrol suhu, strategi WT yaitu pelatihan penanganan ikan
cakalang di atas kapal pole and line.
Kata kunci : Penanganan ikan, ikan cakalang, pole and line, kota Sorong

3
DAFTAR ISI

USULAN PENELITIAN....................................................................................................... 1

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................... 2

RINGKASAN........................................................................................................................ 3

DAFTAR ISI..........................................................................................................................4

BAB 1. PENDAHULUAN.................................................................................................... 5

1.1 Latar Belakang.................................................................................................................5

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................6

1.3 Luaran Penelitian.............................................................................................................6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PENELITIAN..................................7

BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN.......................................................... 13

3.1. Tujuan Penelitian..........................................................................................................13

3.2. Manfaat Penelitian........................................................................................................13

BAB 4. METODE PENELITIAN....................................................................................... 14

4.1 Jenis dan Metode Penelitian.......................................................................................... 14

4.2 Sumber Data Penelitian................................................................................................. 14

4.3 Teknik Pengumpulan Data............................................................................................ 15

BAB 5. BIAYA....................................................................................................................18

5.1 Biaya Penelitian.............................................................................................................18

BAB. 5 HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………………..19


BAB. 6 PENUTUP……………………………………………………………………...25

DAFTAR PUSTAKA……………………..…………………………………………....26
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan cakalang merupakan hasil perikanan jenis pelagis. Ikan cakalang


berukuran sedang dari familia Scombridae (tuna) adalah satu-satunya spesies dari
genus Katsuwonus (Suara et al. 2014). Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
merupakan salah satu sumberdaya ikan ekonomis penting yang dihasilkan dari
perairan Indonesia, baik sebagai komoditas ekspor maupun sebagai konsumsi
dalam negeri (Tumonda et al. 2017). Ikan cakalang terdapat hampir di seluruh
perairan di Indonesia, terutama di bagian timur Indonesia (World Wide Fund for
Nature, 2015). Hasil tangkapan ikan cakalang di kota Sorong pada tahun 2012
yaitu sebesar 2.339,4 ton dan mengalami peningkatan 42,14 % pada tahun 2016
menjadi 3.325,2 ton (Satuan Kerja Pengawas Sumberdaya Kelautan Perikanan
Sorong, 2016).
Penanganan ikan setelah penangkapan atau pemanenan memegang
peranan penting untuk memperoleh nilai jual ikan yang maksimal. Ikan
merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable food). Ikan sering
diletakkan disuhu ruangan dalam waktu yang lama setelah ikan ditangkap, hal ini
menyebabkan menurunnya kualitas dan pembusukan ikan pasca panen (Olodosu
et.al, 2011), oleh karena itu masalah keamanan pangan terus menjadi masalah
bagi masyarakat diseluruh dunia, penanganan makanan yang tidak tepat
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang keamanan makanan (Gizaw,
2013). Aspek penanganan saat ikan tertangkap merupakan hal yang sangat
penting untuk diperhatikan, karena menyangkut bagaimana mendapatkan mutu
ikan yang baik (Mboto et al. 2014). Hasil tangkapan ikan membutuhkan
penanganan khusus untuk menjaga ikan tetap segar. Penanganan ikan di atas kapal
meliputi segala tindakan terhadap hasil tangkapan di kapal, mulai dari tindakan
awal sampai dengan penyimpanan, hal tersebut bertujuan untuk menjaga mutu
atau kualitas ikan sesuai dengan standart yang diinginkan (Ismanto et al. 2013).
Nurani et al. (2011) menambahkan bahwa dalam manajemen kualitas ikan sejak
ikan tertangkap sampai pada pemasaran sangat penting untuk dipahami oleh para
pelaku terkait baik nelayan, penampung ataupun bagian pemasaran. Tujuan dari
penelitian ini adalah merumuskan strategi yang baik pada sistem penanganan ikan
cakalang agar dapat membantu meningkatkan kualitas penanganan ikan cakalang
yang baik di kapal pole and line.

1.2 Rumusan Masalah


Ikan cakalang bersifat mudah rusak dan membusuk (perishable).
Penanganan ikan setelah penangkapan atau pemanenan memegang peranan
penting untuk memperoleh nilai jual ikan yang maksimal. Faktor yang
mempengaruhi keberhasilan proses penanganan di atas kapal diantaranya adalah
alat penanganan, media pendingin dan teknik penanganan berdasarkan latar
belakang di atas maka permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah:
Bagaimana strategi pengembangan penanganan ikan cakalang yang baik di kapal
pole and line.

1.3 Luaran Penelitian

Luaran penelitian dari hasil penelitian ini sebagai berikut.

1. Diterbitkan pada Jurnal Ber-ISSN.


2. Hak Cipta (HKI).
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PENELITIAN

2.1 Deskripsi Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)


Ikan cakalang sering disebut skipjack tuna dengan nama lokal cakalang
(Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011). Ikan cakalang merupakan hasil
perikanan jenis pelagis, yang termasuk familia dari scombridae (Suara et al.,
2014).
Ukuran panjang cagak (Fork Length atau FL) ikan cakalang yang layak
tangkap 45 – 55 cm, memiliki kisaran berat 2,5 – 3,5 kg. Perbedaan ukuran dan
berat tergantung lokasi penangkapan di Indonesia. Ikan cakalang mempunyai ciri-
ciri khusus yaitu tubuhnya mempunyai bentuk menyerupai torpedo (fusiform),
bulat dan memanjang, serta mempunyai gill rakers (tapis insang) sekitar 53-63
buah. Ikan cakalang tidak mempunyai sisik, kecuali bagian perisai dan gurat sisi.
Sisi punggung ikan cakalang berwarna ungu tua/biru dan sisi perut dan perut
berwarna perak. Sisi perut memiliki sejumlah garis horizontal berwarna gelap
yang tampak jelas biasanya 4-6. Ikan cakalang mempunyai tujuh sampai sembilan
sirip tambahan setelah sirip punggung kedua (Indonesia Marine and Climate
Suport Project, 2015).
Ikan cakalang memiliki habitat dan mencari makan di daerah pertemuan
arus air laut yang umumnya terdapat di sekitar pulau – pulau. Penyebaran vertikal
ikan cakalang, dimulai dari permukaan sampai kedalaman 260 meter pada siang
hari, sedangkan pada malam hari akan menuju ke sekitar permukaan. Daerah
penangkapan ikan cakalang di Indonesia yaitu di Laut Banda, Samudera Hindia,
Selat Makasar, Laut Flores, Perairan Maluku, Sulawesi dan Papua (World Wide
Fund for Nature, 2015).

2.2Penanganan Ikan
2.2.1 Penanganan Ikan di Atas Kapal

Penanganan ikan harus dilakukan segera setelah ikan ditangkap atau


dipanen agar kesegarannya tetap terjaga sehingga mutu ikan dapat dipertahankan
dengan baik (Swastawati et al., 2009). Penanganan ikan segar meliputi seluruh
kegiatan yang bertujuan untuk mempertahankan mutu ikan, hal ini berarti
menghambat atau menghentikan pembusukan, mencegah kontaminasi, dan
menghindarkan kerusakan fisik terhadap ikan (Metusalach et al., 2014).
Penanganan pasca tangkapan adalah untuk menjaga kualitas hasil
tangkapan, oleh karena itu kru kapal harus menjaga kebersihan pada saat ikan di
geladak/lantai kapal, ikan tidak terluka atau cacat saat dihentakkan atau dilempar.
Pemasangan jaring ditempat jatuhnya ikan agar ikan tidak terhempas keras dan
terluka/cacat, pada saat proses pemancingan berlangsung, ikan yang tertangkap
langsung dibersihkan dengan cara menyemprot ikan dengan air laut, selanjutnya
dimasukkan ke dalam palka penyimpanan yang telah diberi es. Es yang digunakan
adalah es curah atau es balok yang dihancurkan. Sortir ikan dan letakkan ikan
besar pada susunan bawah (World Wide Fund for Nature, 2015). Garis besar
tahapan kegiatan penanganan ikan di kapal penangkap yaitu mengangkat ikan dari
air, melepaskan ikan dari alat tangkap, menyiangi ikan bila diperlukan, mencuci
ikan dengan air dingin, dan menyimpan ikan di dalam palka berisolasi dengan es
(Anonim, 2010).
Kapal berikut semua fasilitas peralatan dan perlengkapannya berupa palka,
bak, tangki, tong, wadah, alat penanganan, pencucian, penyimpanan ikan yang
kontak langsung dengan ikan selama penanganan di kapal harus dicuci bersih,
disikat, dibilas dan dikeringkan, baik sebelum hasil tangkapan dinaikkan ke kapal,
maupun sesudah operasi penangkapan ikan di laut. Suplai pangan untuk dapur dan
ABK tidak boleh disimpan bersama dalam wadah atau palka yang menyimpan
ikan basah. Ikan dicuci dengan cara menyemprotkan air laut. Ikan tidak boleh
diinjak karena ikan akan rusak dan cepat membusuk (Penyuluh Kelautan dan
Perikanan, 2015).
2.2.2 Penanganan Ikan di Dalam Palka
Fungsi palka ikan yaitu sebagai tempat penyimpanan ikan untuk menjaga
kualitas ikan (Hadi et al., 2012). Ikan yang sudah disiangi dan dicuci bersih,
dimasukan dengan hati-hati ke dalam palka ikan. Mengangkut ikan ke dalam
palka tidak boleh dengan melempar-lemparkan atau dituangkan dari atas sehingga
banyak melukai ikan. Ikan di dalam palka dicampur dengan es, sebelum dipakai,
es balok dipecahkan terlebih dahulu dengan cara ditumbuk di dalam peti ataupun
dengan mesin penumbuk (ice crusher). Potongan-potongan es yang halus atau
kecil lebih baik karena es akan lebih banyak bersinggungan dengan ikan sehingga
akan mendinginkan lebih cepat (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Penyusunan ikan di dalam palka dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara,
pertama bulking yaitu dengan cara ikan ditumpuk di dalam ruangan palka, dasar
palka diberi lapisan es setebal ± 15 cm. Ikan ditumpuk berlapis-lapis dan
bergantian dengan lapisan es, seluruh ikan harus tertutupi oleh es dan bagian atas
ditutupi dengan lapisan es yang tebal. Tumpukan ikan dan es tidak boleh lebih
dari 50 cm. Ikan yang akan disimpan dalam jumlah besar harus diberi sekat –
sekat horizontal. Cara kedua yaitu shelfing, dilakukan dengan cara mengatur ikan
di atas rak (sekat-sekat dari kayu, plastik pejal, atau bahan lain) dan hanya satu
lapis pada tiap rak. Sekat-sekat tersebut merupakan sekat hidup yang dipasang
dengan jarak 20 cm dari rak di atasnya. Ikan disusun dengan lapisan es di atas dan
di bawahnya. Cara ketiga yaitu boxing, dilakukan dengan cara ikan disusun di
dalam peti (dari kayu, plastik, aluminium dan lain – lain) dengan dicampur es
yang cukup jumlahnya. Peti plastik dan peti aluminium lebih ringan dan lebih
mudah dijaga kebersihannya. Peti kayu lebih banyak digunakan di Indonesia
daripada peti plastik dan aluminium, namun pemakaian dalam kapal – kapal ikan
belum banyak. Peti kayu harus dibuat dengan konstruksi yang rapat, kuat dengan
ukuran sama, dan permukaan kayu halus agar tidak melukai ikan (Adawyah,
2007).

2.3Strategi Pengembangan
Proses analisis perumusan dan evaluasi strategi disebut perencanaan
strategi, tujuan utama perencanaan strategi adalah agar dapat melihat secara
objektif kondisi – kondisi internal dan eksternal. Perumusan strategi ini dapat
menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT adalah daftar pertanyaan atau
faktor dengan deskripsi kecenderungan masa kini dan masa depan baik
lingkungan internal maupun eksternal (Wickramasinghe and Takano, 2010).
SWOT adalah teknik yang banyak digunakan untuk memberikan informasi
tentang variabel internal dan eksternal, variabel ini dikelompokkan dalam empat
kategori, biasanya diidentifikasikan dengan huruf S, W, O dan T (Osuna and
Aranda, 2007). Analisis SWOT merupakan analisis berbagai faktor secara
sistematis yang didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan
(strengths) dan peluang (opportunities) serta meminimalkan kelemahan
(weaknesses) dan ancaman (threats). SWOT adalah singkatan dari lingkungan
internal Strengths dan Weaknesses serta lingkungan eksternal Opportunities dan
Threats. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal dan internal
(Rangkuti, 2006).
Analisis SWOT mengidentifikasi faktor - faktor internal (kekuatan dan
kelemahan) dan faktor - faktor eksternal (peluang dan ancaman). Faktor – faktor
internal dan eksternal tersebut kemudian disusun matriks SWOT. Matriks SWOT
merumuskan 4 (empat) kerangka strategi, sebagai berikut :
Tabel 4. Matriks SWOT
Internal
Strenght (S) Weakness (W)
Eksternal
Strategy Strategy
Opportunity (O)
SO WO
Strategy Strategy
Threat (T)
ST WT

SO (strenght-Opportunity) didominasi oleh kekuatan dan peluang di


lingkungannya, dalam situasi ini kekuatan sebaiknya dimanfaatkan untuk peluang.
WO (weaknesses-threats) didomiasi oleh kelemahan, namun berada di lingkungan
yang baik, oleh sebab itu strateginya harus difokuskan untuk memanfaatkan
peluang dan pada saat yang sama menghilangkan kelemahan. ST (strengths-
threats) memiliki potensi internal yang besar namun beroperasi dalam keadaan
merugikan, karena itu ancaman perlu diatasi dengan memanfaatkan kekuatan
dengan baik. WT (weaknesses-threats) meminimalkan kelemahan dan
menghindari ancaman (Goranczewski and Puciato, 2010).
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian


Latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dalam
penelitian ini dirumuskan pertanyaan sebagai berikut : Menganalisis strategi
pengembangan penanganan ikan cakalang yang baik di kapal pole and line di kota
Sorong.

3.2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :


1. Memberi masukan kepada pemilik kapal dan anak buah kapal (ABK) pole
and line di kota Sorong tentang cara penanganan ikan cakalang yang baik
di atas kapal.
2. Memberikan informasi bagi perusahaan atau stakeholder terkait untuk
menyediakan teknisi penyuluh perikanan dalam upaya memberikan
penyuluhan kepada nelayan atau ABK kapal tentang bagaimana cara
penanganan ikan yang baik setelah ikan ditangkap.
BAB 4. METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan
survey. Metode penelitian deskriptif yang digunakan pada penelitian ini yaitu
untuk menguraikan dan menjelaskan tentang kondisi nyata saat penelitian yaitu
meneliti mengenai penanganan ikan cakalang menggunakan kapal pole and line di
kota Sorong. Menurut Siregar (2015) metode deskriptif yaitu prosedur pemecahan
masalah dengan cara menggambarkan objek penelitian pada saat keadaan
sekarang berdasarkan fakta – fakta sebagaimana adanya, kemudian dianalisis dan
diinterpretasikan bentuknya berupa survei dan studi perkembangan. Metode
survei dilakukan untuk memperoleh data terkait luas, jumlah penduduk, produksi
ikan cakalang, jumlah kapal pole and line di kota Sorong dan memperoleh
informasi bagaimana pengetahuan ABK tentang penanganan ikan yang baik di
atas kapal.

4.2 Sumber Data Penelitian


Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer yang diambil mencakup cara penangkapan, cara
penanganan ikan cakalang kapal pole and line, bahan dan alat yang digunakan
untuk penanganan, lama waktu penangkapan. Data sekunder dikumpulkan melalui
penelusuran dari berbagai studi pustaka, statistik perikanan, terbitan jurnal dan
sumber lainnya yang mendukung dalam penelitian ini. Pengambilan sampel
diperoleh dengan cara purposive sampling. Menurut (Thoifah, 2015) purposive
sampling adalah teknik penentuan sampel dengan kriteria – kriteria tertentu.
Jumlah data yang diteliti disesuikan dengan kebutuhan penelitian.
Analisis data bertujuan untuk mendapatkan strategi penanganan ikan yang
baik di atas kapal pole and line. Metode analisis data yang digunakan pada
penelitian ini yaitu melakukan pendekatan dengan analisis SWOT dalam
merumuskan strategi penanganan ikan cakalang yang baik di atas kapal pole and
line. Menurut Rangkuti (2006) proses yang harus dilakukan dalam menyusun
formulasi strategi analisis SWOT yaitu : (1) Menentukan faktor – faktor strategi
eksternal, (2) Menentukan faktor – faktor strategi internal, (3) Merumuskan
alternatif strategi dengan membuat matriks Internal – Eksternal, dan matriks
SWOT.

Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel


Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode
purposive sampling, menurut Ferdinand et al (2012) metode purposive sampling
adalah penentuan sampel berdasarkan keyakinan bahwa sampel tersebut benar-
benar mewakili dari total keseluruhan sampel yang ada. Kapal pole and line di
kota Sorong berjumlah 35 kapal, karena kapal pole and line di kota Sorong
berkisar antara 40 – 90 GT, ukuran ini dikategorikan sama karena ini termasuk
kapal pole and line ukuran besar yaitu 30 – 100 GT (World Wide Fund for Nature,
2015), teknik pendinginan di kapal pole and line kota Sorong menggunakan es,
dan lama berlayar sekitar 10 – 14 hari, oleh karena itu pengambilan sampel hanya
dilakukan sebanyak 3 kapal karena disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.
BAB 5. BIAYA

5.1 Biaya Penelitian

No Uraian Jumlah

1 Honorarium Rp. .1000.000,-

2 Pembelian bahan habis pakai Rp. 1.000.000,-

3 Belanja perjalanan lainnya Rp. 1.000.000,-

4 Luaran Penlitian Rp. 1.000.000,-

5 Penyusunan Laporan Rp. 1.000.000,-

Jumlah Biaya Rp. 5.000.000,-


BAB 6. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Kapal Penangkapan


Kapal pole and line terbuat dari kayu, berdasarkan data yang didapat unit
alat tangkap pole and line terdiri dari 35 unit. Kapal pole and line di kota Sorong
memiliki ukuran 39 – 87 GT, ukuran ini termasuk ke dalam ukuran besar dengan
jarak operasi 50 – 200 mil (Wwf, 2015). Jumlah palka di kapal pole and line
terdapat 12 palka dengan kapasitas masing-masing berbeda, berkisar 2 – 3 ton, 2
palka digunakan untuk menyimpan umpan hidup, sedangkan yang lainnya
digunakan untuk menyimpan ikan hasil tangkapan dan es balok.
Kapal ini diawaki 25 anak buah kapal (ABK) yang terdiri dari nahkoda,
mualim, buoy – buoy, kepala kerja, pemancing, koki, KKM, oilman. Nahkoda
bertugas sebagai pemimpin dan olah gerak kapal pada saat pengoperasian
penangkapan ikan, mualim bertugas membantu nahkoda dalam pelayaran,
bernavigasi dan olah gerak pada saat masuk dan keluar dermaga, buoy-buoy
bertugas melempar umpan hidup pada saat penangkapan ikan dan penanganan
umpan hidup, kepala kerja bertugas mengatur seluruh peralatan di atas kapal dan
bertanggung jawab atas penanganan hasil tangkapan, pemancing bertugas
memancing ikan dan membantu kepala kerja dalam penanganan hasil tangkapan,
koki bertanggung jawab atas semua bahan makanan dan mengatur makanan di
atas kapal, KKM bertugas mengoperasikan dan memelihara seluruh peralatan
mesin, oilman bertugas membantu kkm dalam pemeliharaan mesin. Keahlian
pemancing dibedakan berdasarkan posisi pemancingan, posisi terdepan dibagian
sudut kiri dan kanan dikenal sebagai peancing ahli atau terampil dan posisi
dibagian kiri dan kanan haluan dikenal sebagai pemancing pemula atau amatir
(Rahmat, 2006).

6.2 Daerah Penangkapan


Daerah penangkapan ikan cakalang yang menggunakan kapal pole and
line umumnya beroperasi di laut seram. Perjalanan dari dermaga kota Sorong
menuju daerah penangkapan berkisar 24 jam, daerah penangkapannya di sekitar
rumpon atau di perairan yang terdapat tanda – tanda alam seperti riak – riak air
atau gerombolan burung. Daerah penangkapan kapal pole and line lebih efektif
dilakukan disekitar rumpon yang berfungsi untuk menghambat migrasi ikan
cakalang sehingga menaikkan jumlah hasil tangkapan. Satu trip penangkapan
kapal pole and line memperoleh 4 – 10 ton ikan. Jumlah ikan cakalang yang
tertangkap tidak menentu. Musim penangkapan ikan terjadi pada bulan Oktober
sampai Maret.

6.3 Alat Tangkap dan Operasi Penangkapan


Alat tangkap yang digunakan terdiri dari joran (tangkai pancing), tali
utama (main line), tali sekunder dan mata pancing. Joran terbuat dari bahan
bambu dengan panjang sekitar 2,5 m, tali utama terbuat dari nilon, umpan tiruan
terdiri dari bulu ayam dan tali rapiah yang diikat ke mata pancing. Umpan tiruan
dirancang dengan meperhatikan bantuk dan warna untuk menarik perhatian ikan
(Rahmat dan Yahya, 2015). Umpan hidup yang digunakan untuk menangkap ikan
adalah puri hitam, momar halus dan lema halus, namun yang paling sering
digunakan untuk umpan hidup adalah ikan puri hitam dengan ukuran 3 – 8 cm.
Kegiatan operasi penangkapan ikan cakalang dilakukan dengan pemancing
berada di haluan depan sebelah kiri dan kanan kapal. Pengoperasian pole and line
yaitu mengumpulkan ikan yang kemudian dirangsang dengan lemparan umpan
hidup dan semprotan air, jika gerombolan ikan terlihat maka kapal mendekat
secara perlahan, buoy-buoy melemparkan umpan ke arah berkumpulnya ikan dan
menyemprotkan air, sehingga ikan naik ke atas permukaan. Proses pemancingan
dan pelemparan umpan dilakukan sampai tidak ada lagi hasil tangkapan.
Penangkapan ikan dilakukan mulai dari pukul 5.30 WIT pagi hingga siang hari.

6.4 Sistem Penanganan Ikan Cakalang


Aktivitas penanganan ikan cakalang di atas kapal yaitu : (1) ABK
membersihkan dek kapal sebelum melakukan penangkapan ikan dengan cara
menyemprotkan dek kapal dengan air laut, (2) Selama proses berlangsung ikan
yang tertangkap langsung dibersihkan dengan cara menyemprotkan air laut ke
ikan, (3) Ikan yang sudah disiram menggunakan air laut selanjutnya di masukkan
ke dalam palka sementara yaitu palka yang telah diisi air dan es. Es diletakkan di
dalam jaring dan dihancurkan menggunakan balok kayu, (4) Setelah selesai proses
penangkapan, ikan yang dimasukkan ke dalam palka sementara dibongkar
kembali dan dipisahkan menurut ukurannya, (5) Ikan selanjutnya dimasukkan ke
dalam palka dengan penyusunan ikan dilakukan dengan cara berlapis – lapis yaitu
es kemudian ikan cakalang dan seterusnya pada bagian atas dilapisi dengan es, (6)
Pembersihan area kerja setelah selesai proses penangkapan dan penanganan ikan
cakalang dilakukan.

Analisis SWOT
Pengembangan matriks faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan
faktor eksternal (peluang dan ancaman) sistem penanganan ikan yang sangat
berpengaruh terhadap penururnan mutu hasil tangkapan pole and line yaitu
sebagai berikut :
Kekuatan
a. Memiliki palka untuk penyimpanan ikan, hal ini sesuai dengan Keputusan
Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 52A/Kepmen-
KP/2013 kapal yang didesain dan dilengkapi peralatan untuk menjaga
kesegaran ikan lebih dari 24 jam harus dilengkapi peralatan palka, tanki, atau
wadah untuk menyimpan ikan dan menjaga suhu pendinginannya pada titik
leleh es.
b. Tersedianya es untuk kebutuhan pendinginan ikan cakalang. Es yang dibawa
yaitu sebanyak 400 – 500 balok sekali berlayar. Fungsi dari es untuk
mempertahankan ikan tetap segar, mencegah pembusukan sehingga nilai gizi
dapat dipertahankan (Sanger, 2010).
c. Menggunakan sistem rantai dingin. Ikan yang sudah tertangkap disiram
menggunakan air laut selanjutnya di masukkan ke dalam palka sementara yaitu
palka yang telah diisi air dan es, hal ini termasuk ke dalam penanganan yang
baik dan cepat. Menurut Liviawaty dan Afrianto (2010) penanganan rantai
dingin pada hasil perikanan dapat dilakukan dengan cara pendinginan.
d. Sumberdaya ABK cukup tersedia.

Kelemahan
a. Pengetahuan ABK yang masih minim. SDM yang memadai diperlukan agar
ABK memahami bagaiana menangani ikan dengan baik, agar ikan tetap segar
dan mutunya terjaga (Retnowati et al. 2014).
b. Keterampilan penanganan ikan cakalang yang kurang baik. Keterampilan
penanganan sangat diperlukan dalam menghasilkan mutu ikan tuna yang baik
(Mboto et al. 2014).
c. Suhu penyimpanan ikan tidak terkontrol hal ini dikarenakan palka tidak
dilengkapi dengan pengontrol suhu dan kapal tidak memiliki alat pengontrol
suhu. Menurut Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia
Nomor 52A/Kepmen-KP/2013 kondisi suhu palka/produk dimonitor dan
dicatat secara periodik dengan menggunakan alat perekam suhu otomatis.
d. Peralatan penanganan yang belum memadai, hal ini dikarenakan belum adanya
terpal atau mesin penghancur es. Es dihancurkan menggunakan kayu balok.
Menurut Kusumah et al (2015) jenis es curah lebih cepat mendinginkan ikan
dibandingkan dengan es hancuran.

Peluang
a. Kapal Pole and line masih menjadi alat tangkap paling efektif dan selektif
untuk ikan cakalang. Jenis alat tangkap ini adalah sejenis pancing sehingga
tergolong alat tangkap selektif dan ramah lingkungan sehingga
direkomendasikan untuk penangkapan ikan cakalang (Wwf, 2015).
b. Kapten kapal mempunyai pengetahuan penanganan ikan di atas kapal.
Pengetahuan yang dimiliki oleh kapten dapat dimanfaatkan dengan cara kapten
memberitahu ABK bagaimana cara penanganan ikan yang baik di atas kapal.
c. Tersedianya pabrik es dapat memenuhi kebutuhan es di kapal pole and line
untuk penanganan ikan.
d. Memiliki tempat pendaratan ikan hasil tangkapan. Adanya tempat pendaratan
ikan sangat membantu dikarenakan saat membongkar hasil tangkapan, kapal –
kapal pole and line tidak kebingungan mencari tempat untuk mendaratkan hasil
tangkapannya.
Ancaman
a. Tidak ada pelatihan khusus untuk ABK dalam penanganan ikan cakalang di
atas kapal pole and line. Menurut Mboto et al (2014) adanya bimbingan atau
pendampingan oleh tenaga ahli akan sangat membantu nelayan dalam
melakukan proses penanganan ikan tuna yang lebih baik.
b. Tidak ada standar resmi yang digunakan untuk penanganan ikan cakalang di
kapal pole and line. SOP adalah pedoman atau acuan dalam melaksanakan
tugas (Sulistiani, 2016) hal ini akan membantu ABK dalam penanganan ikan di
atas kapal.
c. Ikan yang ditangkap tidak segera dimatikan dan langsung dimasukkan ke
dalam palka, hal ini dapat menurunkan mutu ikan, karena ikan yang berontak
mengeluarkan banyak tenaga dan membuat bisa membuat kerusakan fisik.
d. Terjadinya kontak langsung ikan cakalang dengan sinar matahari. Menurut
Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
52A/Kepmen-KP/2013 ikan hasil tangkapan harus terhindar dari panas
matahari atau sumber panas lainnya. Tabel 1. Matriks IFAS sistem penanganan
ikan cakalang kapal pole and line

Unsur SWOT Bobot Rating Skor


Kekuatan
Memiliki palka untuk penyimpanan ikan 0,18 4 0,72
Tersedianya es untuk kebutuhan 0,17 4 0,68
pendinginan ikan cakalang
Sudah menggunakan sistem rantai dingin 0,09 4 0,36
Sumberdaya ABK cukup tersedia 0,09 3 0,27

Kelemahan
Pengetahuan ABK yang masih minim 0,15 1 0,15
Keterampilan penanganan ikan cakalang 0,11 1 0,11
yang kurang baik
Suhu penyimpanan ikan tidak terkontrol 0,09 2 0,18
Peralatan penanganan yang dimiliki masih 0,09 2 0,18
belum memadai
Total 1 2,65

Tabel 2. Matriks EFAS sistem penanganan ikan cakalang kapal Pole and line
Unsur SWOT Bobot Rating Skor
Peluang
Pole and line merupakan alat tangkap 0,15 4 0,6
ikan cakalang yang tepat
Kapten kapal mempunyai pengetahuan 0,13 4 0,52
penanganan ikan di atas kapal
Tersedianya pabrik es 0,11 4 0,44
Memiliki tempat pendaratan ikan 0,11 3 0,33
Ancaman
Tidak ada pelatihan khusus 0,13 1 0,13
Tidak ada standar resmi yang digunakan 0,15 2 0,30
untuk penanganan ikan cakalang di kapal
pole and line
Ikan yang ditangkap tidak segera 0,09 3 0,27
dimatikan
Terjadinya kontak langsung ikan 0,09 2 0,18
cakalang dengan sinar matahari
Total 1 2,77

Matriks Internal Strategic Factors Analysis Summary (IFAS) pada Tabel 1.


dapat diketahui bahwa sistem penanganan ikan cakalang di kapal pole and line di
tingkat nelayan hand line memiliki skor IFAS 2,65 (<2,5), hal ini menunjukkan
bahwa

kondisi internal sistem masih memilki kekuatan untuk mengatasi situasi atau
masalah yang dihadapi, sedangkan matriks External Strategic Factors Analysis
Summary (EFAS) pada Tabel 2. memiliki skor 2,77 yang artinya sistem tersebut
masih mampu merespon kondisi yang ada. Total skor faktor strategi internal
(IFAS) dikelompokkan ke dalam tiga kelas, yaitu: kuat (nilai skor 3,0 – 4,0), rata-
rata/menengah (skor 2,0 – 3,0), dan lemah (skor 1,0 – 2,0), demikian pula untuk
total skor faktor strategi eksternal (EFAS) juga dibagi ke dalam tiga kelompok,
yaitu: tinggi (nilai skor 3,0 – 4,0), menengah (skor 2,0 – 3,0), dan rendah (skor 1,0
– 2,0).

I II III

IV IV VI

VII VIII IX

Gambar 3. Matriks IE (Internal – Eksternal) Sistem penanganan ikan cakalang

Berdasarkan nilai skor total matriks IFAS dan EFAS maka diperoleh
posisi faktor internal – eksternal, maka strategi yang harus dilakukan dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Matriks SWOT pada penanganan ikan cakalang di kapal pole and line
Kekuatan (S) Kelemahan (W)
Internal 1. Memiliki palka untuk 1. Pengetahuan ABK
penyimpanan ikan yang masih minim
2. Tersedianya es untuk 2. Keterampilan
kebutuhan pendinginan penanganan ikan
ikan cakalang yang kurang
3. Sudah menggunakan baik
sistem rantai dingin 3. Suhu penyimpanan
4. Sumberdaya ABK ikan tidak terkontrol
tersedia 4. Peralatan penanganan
yang kurang memadai
Eksternal
Peluang (O) Strategi SO Strategi WO
1. Pole and line 1. Pengadaan mesin 1. Penyuluhan tentang
merupakan alat penghancur es mutu ikan cakalang
tangkap ikan cakalang 2. Peningkatan dan penanganan ikan
yang tepat kompetensi kerja yang baik pada ABK
2. Kapten kapal pole and line
mempunyai 2. Penyediaan alat
pengetahuan pengontrol suhu
penanganan ikan di
atas kapal
3. Tersedianya pabrik es
4. Memiliki tempat
pendaratan ikan
Ancaman (T) Strategi ST: Strategi WT:
1. Tidak adanya 1. Pembuatan Standart 1. Pelatihan penanganan
pelatihan khusus Operating Prosedure ikan cakalang di atas
penanganan ikan (SOP) penanganan ikan kapal pole and line.
cakalang yang baik di yang baik 2. Menggunakan terpal
atas kapal untuk menghindari
2. Tidak adanya standar kontak langsung
resmi yang digunakan dengan matahari
dalam penanganan 3. Perlu adanya killing
3. Ikan yang ditangkap spike
tidak segera dimatikan
4. Terjadinya kontak
langsung ikan
cakalang dengan sinar
matahari
Perumusan Strategi Sistem Penanganan Ikan Cakalang Yang Baik
Hasil dari analisis SWOT sistem penanganan ikan cakalang pada kapal
pole and line dihasilkan empat kombinasi strategi SO, strategi ST, strategi WO
dan strategi WT.
Kombinasi strategi SO menghasilkan pengadaan mesin pengahancur es.
Mesin penghancur es berfungsi untuk menghancurkan es balok yang digunakan
ABK untuk menyimpan ikan. Es yang digunakan sebagai media pendingin
dihancurkan dengan menggunakan balok kayu, hal ini membuat es tidak hancur
secara merata dan sempurna, menurut (Mboto et al. 2014) es yang dihancurkan
menggunakan mesin pengahancur es memiliki ukuran partikel yang sama dan
memiliki partikel yang lebih halus. Penggunaan suhu rendah berupa pendinginan
dan pembekuan dapat memperlambat proses-proses biokimia yang berlangsung
dalam tubuh ikan yang mengarah pada penurunan mutu ikan, salah satu bahan
atau media pendingin yaitu penggunaan es (Huda et al. 2013). Peningkatan
kompetensi kerja ABK, masalah kompetensi, di dalam kompetensi terkandung
unsur keterampilan, pengetahuan dan kemampuan; semua ini mereka dapatkan
dari proses pembelajaran yang bersifat turun temurun sebagai nelayan sehingga
kompetensi ini masih dapat ditingkatkan untuk lebih baik (Retnowati et al. 2014).
Kombinasi strategi ST yang menghasilkan pembuatan Standart Operating
Prosedure (SOP) Penanganan yang baik dan peningkatan kompetensi kerja. SOP
adalah pedoman atau acuan dalam melaksanakan tugas pekerjaan sesuai fungsinya.
Tujuan SOP adalah menciptakan komitmen mengenai apa yang dikerjakan oleh
satuan unit kerja (Sulistiani, 2016). SOP dalam penanganan ikan cakalang di
kapal pole and line berguna sebagai acuan untuk ABK dalam penanganan ikan
yang baik setelah ikan ditangkap, sehingga meminimalkan kemungkinan
terjadinya kesalahan teknis yang menyebabkan penurunan mutu ikan.
Kombinasi strategi WO menghasilkan penyuluhan tentang mutu ikan cakalang
yang baik di kapal pole and line dan penyediaan alat pengontrol suhu. Menurut
Undang – undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 penyuluhan adalah
proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan
mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi
pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk
meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya,
serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Penyuluhan kepada ABK pole and line bertujuan agar meningkatkan pengetahuan
ABK tentang mutu ikan cakalang yang baik dan bagaimana cara penanganan ikan
yang baik setelah ikan ditangkap. Penyuluhan dapat dilakukan oleh PT Citra Raja
Ampat yang memiliki tenaga ahli dibidang penanganan ikan di atas kapal dan
bekerja sama dengan instansi terkait dalam hal ini Dinas Kelautan Perikanan kota
Sorong. Pengadaan termometer sehingga suhu penyimpanan ikan di dalam palka
bisa terkontrol, hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan
Republik Indonesia Nomor 52A/Kepmen-KP/2013 bahwa kondisi suhu
palka/produk dimonitor dan dicatat secara periodik dengan menggunakan alat
perekam suhu otomatis.
Kombinasi strategi WT yaitu Pelatihan penanganan ikan di atas kapal oleh
PT Citra Raja Ampat yang memiliki tenaga ahli dibidang penanganan ikan di atas
kapal dan bekerja sama dengan instansi terkait dalam hal ini Dinas Kelautan
Perikanan kota Sorong memberikan bimbingan agar keterampilan ABK dalam
menangani ikan dapat ditingkatkan sehingga meminialisir terjadinya kesalahan
dalam penanganan ikan. Pelatihan penanganan ikan tuna termasuk dalam
pelatihan kerja, yang mana pelatihan kerja merupakan suatu wadah bagi seseorang
untuk mendapatkan pelajaran dengan tujuan meningkatkan keterampilan yang
dimiliki (Zuana et al. 2014). Pengadaan terpal untuk menghindari ikan dari panas
matahari. Pengadaan alat bantu yaitu terpal agar ikan hasil tangkapan terhindar
dari panas matahari atau sumber panas lainnya, hal ini sesuai dengan Keputusan
Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 52A/Kepmen-
KP/2013.

BAB 7. KESIMPULAN
Matriks Internal Strategic Factors Analysis Summary (IFAS) diperoleh
skor 2,65 dan matriks External Strategic Factors Analysis Summary (EFAS)
diperoleh skor 2,77, masing – masing berada pada kisaran 2 – 3, hasil analisis
SWOT untuk merumuskan strategi penanganan ikan cakalang di kapal pole and
line terdapat strategi SO yaitu pengadaan mesin pengahncur es, strategi ST yaitu
pembuatan Standart Operating Prosedure (SOP) penanganan ikan yang baik,
strategi WO yaitu penyuluhan tentang mutu ikan cakalang dan pengadaan alat
pengontrol suhu, strategi WT yaitu pelatihan penanganan ikan cakalang di atas
kapal pole and line.

DAFTAR PUSTAKA
Huda, M.A., A. Bahermansyah dan B. Cahyono. 2013. Desain Sistem Pendingin
Ruang uat Kapal Ikan Tradisional dengan Menggunakan Campuran Es
Kering dan Cold Ice yang Berbahan Dasar Propylene Glycol. Jurnal Teknik
Pomits, 2(1) : 37 – 40.
Ismanto, D.T., T.F. Nugroho dan A. Bahermansyah. 2013. Desain Sistem
Pendingin Muat Kapal Ikan Tradisional Menggunakan Es Kering dengan
Penambahan Campuran Silika Gel. Jurnal Teknik Pomits, 2(2) : 177-180.
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Nomor
52A/KEPMEN-KP/2013 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan
Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi.
Kusumah, A.P., Y. Novita dan D.A Soeboer. 2015. Performa Pelelehan Es Pada
Bentuk Es Yang Berbeda. Jurnal Marine Fisheries, 6(1) : 97–108.
Liviawaty, E dan E. Afrianto. 2010. Proses Penurunan dan Cara Mempertahankan
Kesegaran Ikan. Widya Padjajaran. Bandung.
Mboto, N.K., T.W. Nurani., S.H. Wisudo dan Mustaruddin. 2014. Strategi Sistem
Penanganan Ikan Tuna Segar Yang Baik Di Kapal Nelayan Hand Line PPI
Donggala. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, 5(2) : 189–204.
Mboto, N.K., T.W. Nurani., S.H. Wisudo dan Mustaruddin. 2014. Sistem
Penanganan Ikan Pada Perikanan Tuna Hand Line Yang Berbasis Di PPI
Donggala, Sulawesi Tengah. Dalam : Simposium Nasional Pengelolaan
Perikanan Tuna Berkelanjutan di Bali Tanggal 10-14 Desember 2014. Bali,
pp. 876–884.
Nurani, T,W., J.E. Astarini., M. Nareswari. 2011. Sistem penyediaan dan
pengendalian kualitas produk ikan segar di Hypermarket. Jurnal
Pengelolaan Hasil Perikanan Indonesia Institut Pertanian Bogor, (14)1 :
56-62.
Rahmat, E. 2006. Penangkapan Ikan Tuna dan Cakalang Dengan Alat Tangkap
Huhate (Pole and Line) Di Laut Sulawesi. Buletin Teknik Litkayasa Sumber
Daya dan Penangkapan, 4(1) : 31–35.
Rahmat, E dan M.F. Yahya. 2015. Teknik Pengoperasian Huhate (Pole and Line)
Dan Komposisi Hasil Tangkapannya Di Laut Sulawesi. Buletin Teknik
Litkayasa Sumber Daya dan Penangkapan, 13(2) : 119 – 123.
Rangkuti, F. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta (ID):
Gramedia Pustaka Utama.
Rekapitulasi Hasil Tangkapan Yang Didaratkan Lingkup Satker PSDKP Sorong.
2016.
Retnowati, H., A. Sukmawati dan T.W. Nurani. 2014. Strategi Peningkatan
Kinerja Nelayan dalam Rantai Pasok Ikan Layur melalui Pengembangan
Modal Insani di Pelabuhanratu. Jurnal Manajemen IKM, 9(2) : 140-149.
Sanger, G. 2010. Mutu Kesegaran Ikan Tongkol (Auxis tazard) Selama
Penyimpanan Dingin. Warta Wiptek, 35 : 39–43.
Suara, Y., A.S. Naiu dan L. Mile. 2014. Analisis Organoleptik pada Ikan
Cakalang Segar yang Diawetkan dengan Es Air Kelapa Fermentasi. Jurnal
Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 2(3) : 135–139.
Sulistiani, A.S. Standar Operasional Prosedur (SOP) Administrasi
Kependudukan Dalam Meningkatkan Efektivitas Pelayanan Publik Di
Kecamatan Sambutan. 2016. Jurnal Ilmu Pemerintahan, 4(1) : 53–63.
Thoifah, I’anatut. 2015. Statistika Pendidikan Dan Metode Penelitian Kuantitatif.
Madani. Malang.
Tumonda, S., H.W. Mewengkang dan S.M. Timbowo. 2017. Kajian Mutu Ikan
Cakalang (Katsuwonus pelamis L) Asap Terhadap Nilai Kadar Air Dan Ph
Selama Penyimpanan. Jurnal media Teknologi Hasil Perikanan 5(2) : 158–
162.
Undang – Undang Republik Indonesia. Nomor 16 Tahun 2006. Tentang Siste
Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.
WWF. 2015 World Wide Fund for Nature. Perikanan Cakalang Dengan Pancing
Pole and Line (Huhate). Wwf Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai