Dosen Pengampu:
Nama : Sajidin muttaqin Putra,M.Pd
Mata Kuliah : bahasa Indonesia
NIP :
Disusun Oleh:
1. Muhammad Sahriyal (3202309001)
2. Cristian Yosafat (3202309016)
3. Hermanto Egi ( 3202309007)
4. Kemdisius (3202309017)
5. Mahusen (3202309014)
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini guna melaksanakan tugas dasar-dasar penangkapan ikan dan untuk memperdalam
materi yang kami pelajari ini.
perikanan tangkap di Indonesia mulai dari dulu , sekarang , hingga yang akan datang. Materi
yang kami bahas dilengkapi dengan data-data terbaru yang kami dapat dari berbagai macam
sumber.
Semoga makalah ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi untuk menambah
pengetahuan mengenai perkembangan perikanan tangkap di Indonesia. Kami menyadari bahwa
masih banyak kekurangan pada penyusunan makalah ini. Oleh karena itu segala bentuk kritik
dan saran yang konstruktif akan kami terima guna menjadi acuan untuk penyusunan makalah
selanjutnya.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………....…. 2
DAFTAR ISI ..................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN ..............................................4
1.1 Latar Belakang ........................................................4
1.2 Rumusan Masalah ....................................................5
1.3 Tujuan ......................................................................5
BAB 2 PEMBAHASAN ...............................................6
2.1 Pengertian Perikanan Tangkap .................................6
2.2 Peran perikanan Tangkap .........................................6
2.3 Wilayah Perikanan Tangkap Di Indonesia................ 6
2.4 Jenis Alat Tangkap di Indonesia…………………… 9
2.5 Perikanan Tangkap Dalam Angka……………….…12
2.6 Perkembangan Perikanan Tangkap di Indonesia…...12
BAB 3 PENUTUP ..........................................................13
3.1 Kesimpulan ..............................................................13
3.2 Saran .......................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.....................................................14
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Berdasarkan laporan FAO Year Book 2009, saat ini Indonesia telah menjadi negara produsen
perikanan dunia, di samping China, Peru, USA dan beberapa negara kelautan lainnya. Produksi
perikanan tangkap Indonesia sampai pada tahun 2007 berada pada peringkat ke-3 dunia, dengan
tingkat produksi perikanan tangkap pada periode 2003-2007 mengalami kenaikan rata-rata
produksi sebesar 1,54%.
Pemanfaatan sumberdaya perikanan dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan,
mengikuti permintaan yang cenderung terus bertambah, baik jumlah maupun jenisnya.
Meningkatnya upaya sumberdaya perikanan mendorong berkembangnya teknik dan taktik
penangkapan (fishing technique and fishing tactics) untuk dapat memproduksi secara lebih
efektif dan efisien (Ayodhyoa, 1983).
Keberadaan alat penangkapan ikan di indonesia ini sudah berkembang pesat, dengan berbagai
macam alat tangkap yang telah dimiliki sudah beredar diseluruh sektor perikanan indonesia.
Diantaranya adalah pancing, payang dan purse seine. Dari alat-alat tersebut termasuk dalam
golongan alat yang ramah lingkungan, sehingga alat tersebut
digunakan sebagai komoditas utama dan bernilai ekonomis tinggi.
Pemanfaatan sumberdaya hayati laut tidak lepas dari kegiatan operasi penangkapan ikan yang
melibatkan berbagai unit penangkapan ikan, unit penangkapan ikan yang berkembang saat ini
cukup bervariasi mulai dari yang berukuran kecil seperti tombak, serok dan pancing sampai alat
tangkap yang berukuran besar seperti trawl, purse seine, rawai tuna serta payang. Payang
merupakan salah satu unit penangkapan ikan yang umum dikenal dan dioperasikan hampir di
seluruh perairan indonesia (Subani, 1978).
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Dimana saja wilayah perikanan tangkap Indonesia ?
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
Ikan demersal merupakan jenis ikan yang habitatnya berada di bagian dasar perairan, dapat
dikatakan juga bahwa ikan demersal adalah ikan yang tertangkap dengan alat tangkap ikan dasar
seperti trawl dasar (bottom trawl), jaring insang dasar (bottom gillnet), rawai dasar (bottom long
line), dan bubu. Beberapa jenis ikan demersal contohnya kerapu (Serranidae Spp.), kakap (Lates
calcarifer), merah (Lutjanidae Spp.), beronang (Siganus Spp.), dan lencam (Lethrinus Spp.). Ikan
yang hidup di lapisan permukaan perairan pantai atau di perairan pantai dinamakan ikan pelagis.
Ikan pelagis ini terbagi menjadi 2, pelagi besar (tenggiri (Scomberonous commerson), tongkol
(Euthynnus Spp.), dan tuna (Thunnus Spp.)) dan pelagis kecil (teri (Stelephorus Spp.), tembang
(Sardinella fimbriata), kembung (Rastrelliger Spp.), julung-julung (Hemirhamohus Spp.), dan
belanak (Mugil Spp.))
Pemerintah telah berusaha untuk memajukan sektor perikanan dengan membagi wilayah
pengelolaan menjadi 10 bagian, dengan harapan di tiap-tiap wilayah akan terbenuk suatu usaha
perikanan yang maju, baik itu dari usaha penangkapan, budidaya maupun pengolahan.
untuk jenis ikan demersal hanya Teluk Tomini dan Laut Sulawesi yang masih bisa untuk
dikembangkan, sedangkan untuk daerah lain semuanya sudah dieksplorasi secara maksimal,
bahkan untuk Selat Malaka sudah melebihi batas eksplorasi (kelebihan upaya penangkapan
ikan/overfished). Khusus WPP Selat Malaka hanya ikan pelagis besar yang tidak tersedia data
pemanfaatannya, sedangkan untuk jenis ikan demersal dan udang pemanfaatannya sudah
overfished yang merupakan pertanda bahwa harus segera dilakukan regulasi pengelolaan
pemanfaatan agar tidak terjadi penurunan stok atau sumber daya. Pasal 7.6.3 CCRF
menyebutkan “Bila terjadi penangkapan ikan yang melebihi kapasitas harus ditetapkan
mekanisme untuk mengurangi kapasitas ke tingkat yang sepadan dengan pemanfaatan lestari
sumber daya perikanan, sedemikian rupa sehingga menjamin bahwa para nelayan beroperasi
dalam kondisi ekonomi yang mendorong perikanan yang bertanggungjawab. Mekanisme seperti
itu harus termasuk kapasitas armada penangkapan”. Regulasi di bidang penangkapan sudah
dilakukan dengan menghindari penambahan kapal, waktu penangkapan ikan serta peralatan
yang digunakan diatur secara ketat (DKP Propinsi Riau, 2010). Selain untuk menghindari upaya
penangkapan yang berlebihan, dikeluarkan juga aturan tentang pelarangan penggunaan racun
dan bahan peledak untuk menghindari kerusakan lingkungan sebagaimana tertulis dalam pasal
8.4.2 CCRF “Negara-negara harus melarang praktek penangkapan ikan yang menggunakan bahan
peledak dan racun serta praktek penangkapan ikan yang merusak lainnya”.
Untuk jenis udang, pemanfaatan masih bisa dikembangkan untuk WPP Laut Cina Selatan, tetapi
tetap harus melihat batas-batas kelestarian sumber daya tersebut. Hal ini dijelaskan pada pasal
7.1.8 CCRF yang menyatakan “Negara-negara, harus mengambil langkah untuk mencegah atau
menghapus penangkapan ikan yang melebihi kapasitas dan harus menjamin bahwa tingkat upaya
penangkapan adalah sepadan dengan pemanfaatan sumber daya ikan yang lestari sebagai suatu
cara menjamin keefektifan langkah konservasi dan pengelolaan”. Khusus penangkapan udang,
pemerintah melalui kebijakan Departemen Kelautan dan Perikanan dalam rangka mengendalikan
penangkapan ikan (dan udang) akan menggenjot perikanan budidaya, hal ini terungkap dalam
7
Sidang Committee on Fisheries (COFI) ke-28 di Roma, Italia, pada awal Maret 2009 lalu (DKP
Propinsi Riau, 2010). Masa depan perikanan Indonesia tergantung kepada perikanan budidaya,
mengingat perikanan tangkap produksinya makin menurun, sementara kebutuhan ikan makin
meningkat.
Jenis ikan yang masih bisa untuk dimanfaatkan lebih jauh adalah pelagis kecil. Dari 10 WPP, masih
ada 5 wilayah yang tingkat pemanfaatannya moderate yaitu Laut Flores dan selat Makasar, Laut
Banda, Laut Arafura, Teluk Tomini dan Laut Sulawesi, serta Samudra Hindia sebelah barat
Sumatera. Jenis ikan ini umumnya ditangkap dengan menggunakan purse seine, rawai, maupun
huhate. Ketiga jenis alat tangkap ini sudah sesuai dengan standar penggunaan alat tangkap yang
tertulis pada pasal 8.5.1 CCRF “Negara-negara harus mensyaratkan bahwa alat, metode, dan
praktek penangkapan ikan, sejauh bisa dilaksanakan, agar cukup selektif sedemikian rupa
sehingga meminimumkan limbah, ikan buangan, hasil tangkapan spesies bukan target baik
spesies ikan maupun spesies bukan ikan serta dampak terhadap spesies yang terkait atau
tergantung dan bahwa maksud dari peraturan terkait tidak diabaikan oleh peranti teknis.
Sehubungan dengan ini, para nelayan harus bekerjasama dalam pengembangan alat dan metode
penangkapan yang selektif. Negara harus menjamin bahwa informasi tentang perkembangan
dan persyaratan yang terbaru tersedia bagi semua nelayan”.
Untuk jenis ikan peruaya jauh (pelagis besar), pengelolaannya harus merujuk pada CCRF dimana
pada pasal 7.1.3 dituliskan “Bagi stok ikan pelintas batas, stok ikan straddling, stok ikan peruaya
jauh dan stok ikan laut lepas, yang diusahakan oleh dua Negara atau lebih, maka Negara
bersangkutan, termasuk Negara pantai yang relevan dalam hal stok yang straddling dan ikan
peruaya jauh tersebut, harus bekerjasama untuk menjamin konservasi dan pengelolaan sumber
daya yang efektif. Upaya ini harus dicapai, jika perlu, melalui pembentukan sebuah organisasi
atau tatanan bilateral, subregional atau regional.”. WPP yang sudah mengupayakan
penangkapan ikan pelagis besar secara berlebih adalah Samudra Pasifik dan Laut Sulawesi.
Kelebihan upaya penangkapan ini akan menyebabkan laju pengambilan ikan melebihi laju
penambahan alamiah ikan yang berdampak pada berkurangnya kemampuan stok ikan untuk
memulihkan diri.
Untuk mengatur suatu usaha perikanan serta untuk mencapai tujuan-tujuan eksploitasi yang
telah ditetapkan, semua pihak hanya bisa berperan secara langsung melalui dua cara yaitu
dengan mengatur upaya tangkap total, atau dengan melakukan perubahan sebaran usaha
tangkap menurut klas umur dan spesies yang membentuk stok (sediaan alami) ikan. Untuk WPP
yang telah mengalami kelebihan upaya penangkapan, pembatasan penangkapan harus ketat
dilakukan. Jika masih ada WPP yang bisa menampung upaya penangkapan dari WPP yang
overfished, seyogianya segera mengalihkan penangkapan ke WPP yang masih dalam tingkat
moderate.
8
2.4 Jenis alat tangkap di Indonesia
Perkembangan Perikanan tangkap di Indonesia tidak lepas dari jenis alat tangkap yang digunakan
oleh nelayan. Berikut ini adalah jenis alat tangkap yang digunakan di Indonesia :
Pukat Udanng
Pukat udang atau biasa juga disebut pukat harimau adalah jaring yang berbentuk kantong yang
ditarik oleh satu atau dua kapal, bisa melalui samping atau belakang. Alat ini merupakan alat yang
efektif namun tidak selektif sehingga dapat merusak semua yang dilewatinya. Oleh karena itu
kecenderungan alat tangkap ini dapat menjurus ke alat tangkap yang destruktif. Aturan-aturan
yang diberlakukan pada pengoperasian alat ini relatif sudah memadai, namun pada prakteknya
sering kali dijumpai penyimpangan-penyimpangan yang pada akhirnya dapat merugikan semua
pihak. Tujuan utama pukat udang adalah untuk menangkap udang dan juga ikan perairan dasar
(demersal fish).
Alat ini memiliki cirri-ciri sebagai berikut ;
Berbentuk kerucut
Terdiri atas dua lemnbar sayap (wing) yang dihubungkan dengan tali penarik atau warp,
badan (body), by-catch excluder device (BED) dan kantong
Pukat Kantong
Pukat kantong adalah jenis jaring menangkap ikan berbentuuk kerucut yang terdiri dari kantong
atau bag, badan(body), dua lembar sayap (wing) yang dipasang pada kedua sisi mulut jaring, dan
tali penarik (warp). Alat ini tergolong tradisional, tidak merusak lingkungan, dan ukurannya mesh
sizenya relatif kecil. Pukat kantong terdiri atas payang, dogol, dan pukat pantai.
Pukat Cincin (purse seine)
Pukat cincin adalah jaringan yang terbentuk empat persegi panjang, dilengkapi tali kerut yang
bercincin yang diikatkan pada bagian bawah jaring sehingga membentuk kerut dan seperti
mangkuk. Alat penangkap ini ditunjukan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan (pelagic
fish). Alat tangkap ini tergolong efektif terhadap target spesies dan kecenderungan tidak
destruktif.
Jaring Insang
Jaring insang adalah jaring berbentuk empat persegi panjang, mata jaring berukuran sama
dilengkapi dengan pelampung pada bagian atas dan pemberat pada bagian bawah jarring.
Dioperasikan dengan tujuan menghadang ruaya gerombolan ikan oleh nelayan secara pasif
dengan ukuran mesh size. Alat penangkap ini terdiri dari tingting (piece) dengan ukuran mata
jaring, panjang, dan lebar yang bervariasi.
9
Dalam operasi biasanya terdiri dari beberapa tinting jaring yang digabung menjadi satu unit jaring
yang panjang, dioperasikan dengan dihanyutkan, dipasang secara menetap pada suatu perairan
dengan cara dilingkarkan atau menyapu dasar perairan. Contohnya jaring insang hanyut (drift
gillnet), jaring insang tetap(set gillnet), jaring insang lingkar (encircling gillnet), jaring insang klitik
(shrimp gillnet), dan trammel net.
Jaring Angkat
Jaring angkat adalah suatu alat pengkapan yang cara pengoperasiannya dilakukan dengan
menurunkan dan mengangkatnya secara vertikal. Alat ini terbuat dari nilon yang menyerupai
kelambu, ukuran mata jaringnya relatif kecil yaitu 0,5 cm. Bentuk alat ini menyerupai kotak,
dalam pengoperasiannya dapat menggunakan lampu atau umpan sebagai daya tarik ikan. Jaring
ini dioperasikan dari perahu, rakit, bangunan tetap atau dengan tangan manusia.
Alat tangkap ini memiliki ukuran mesh size yang sangat kecil dan efektif untuk menangkap jenis
ikan pelagis kecil. Kecenderungan jaring angkat bersifat destruktif dan tidak selektif. Contoh
jaring angkat adalah bagan perahu atau rakit (boat / raft lift net), bagan tancap (bamboo platform
lift net), dan serok (scoop net).
Pancing
Pancing adalah salah satu alat penangkap yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu : tali (line)
dan mata pancing (hook). Jumlah mata pancing berbeda-beda, yaitu mata pancing tunggal,
ganda, bahkan sampai ribuan. Prinsip alat tangkap ini merangsang ikan dengan umpan alam atau
buatan yang dikaitkan pada mata pancingnya.
Alat ini pada dasarnya terdiri dari dua komponen utama yaitu tali dan mata pancing. Namun,
sesuai dengan jenisnya dapat dilengkapi pula komponen lain seperti : tangkai (pole), pemberat
(sinker), pelampung (float), dan kili-kili (swivel). Cara pengoperasiannya bisa di pasang menetap
pada suatu perairan, ditarik dari belakang perahu/kapal yang sedang dalam keadaan berjalan,
dihanyutkan, maupun langsung diulur dengan tangan. Alat ini cenderung tidak destruktif dan
sangat selektif. Pancing dibedakan atas rawai tuna, rawai hanyut, rawai tetap, pancing tonda,
dan lain-lain.
Perangkap
Perangkap adalah salah satu alat penangkap yang bersifat statis, umumnya berbentuk kurungan,
berupa jebakan dimana ikan akan mudah masuk tanpa adanya paksaan dan sulit keluar karena
dihalangi dengan berbagai cara. Bahan yang digunakan untuk membuat perangkap : bamboo,
rotan, kawat, jaring, tanah liat, plastic, dan sebagainya.
Pengoperasian alat ini dilakukan di dasar perairan, di permukaan perairan, di sungai daerah arus
kuat, dan di daerah pasang surut. Alat ini cenderung selektif karena ikan terperangkap di
dalamnya. Meskipun cenderung tidak destruktif, namun untuk jermal (stow net) maka
pengaturan mesh size jaringannya dan juga lokasi pemasangannya harus sesuai. Contoh
10
perangkap adalah sero (guiding barrier), jermal (stow net), bubu (portable trap) dan perangkap
lain.
Pengumpul Kerang dan Rumput Laut
Alat pengumpul kerang dan rumput laut pada umumnya di desain dengan pengoperasian yang
sederhana dan pengusahaannya dilakukan dengan skala yang kecil. Alat ini selektif dan tidak
destruktif karena ditujukan untuk menangkap target seperti kerang-kerangan. Contoh
pengumpul kerang adalah garuk (rake), cengkeraman, dan ladung kima. Sedangkan, contoh
pengumpul rumput laut berupa alat sederhana berbentuk galah yang ujungnya bercabang. Akan
tetapi, alat ini merusak habitat lingkungan perairan kalau tidak dilakukan sesuai prosedur.
Pukat Ikan Karang (muro-ami)
Pukat ikan karang (muro-ami) adalah suatu alat penangkapan yang dibuat dari jaring, yang terdiri
dari sayap dan kantong yang dalam pengoperasiannya dilakukan penggiringan ikan-ikan yang
akan ditangkap agar masuk ke bagian kantong yang telah dipasang terlebih dahulu. Alat ini
cenderung tidak destruktif dan tidak merusak ekosistem, karena metode pengoperasiannya yang
tidak sampai merusak karang. Penggunaan alat ini dilakukan oleh beberapa nelayan dengan
berenang, mengejutkan ikan-ikan karang sambil membawa alat penggiring. Dinamakan pukat
ikan karang karena tujuan utamanya adalah menangkap jenis-jenis ikan karang.
Alat Penangkap Lainnya
Selain alat-alat penangkap yang telah diuraikan, masih banyak jenis alat tangkap penting lainnya
yang terkelompok sendiri dan perlu diketahui, antara lain : jala, tombak, senapan, panah, dan
harpun tangan.
Jala adalah alat penangkap yang berbentuk seperti kerucut dan terdiri dari badan jaring
(kantong), pemberat yang dipasang mengelilingi mulut dan tali yang diikatkan pada bagian ujung
jaring agar tidak terlepas pada waktu dioperasikan. Tujuan utamanya untuk mengurung ikan dan
udang dari atas dngan cara menebarkan alat tersebut.
Tombak adalah alat penangkap yang terdiri dari batang (kayu, bambu) dengan ujungnya berkait
balik (mata tombak) dan tali penarik yang diikatkan pada mata tombak. Tali penariknya dipegang
oleh nelayan kemudian setelah tombak mengenai sasaran tali tersebut ditarik untuk mengambil
hasil tangkapan.
Senapan adalah alat penangkap yang terdiri dari anak panah dan tangkai senapan. Penangkapan
dengan senapan umumnya dilakukan dengan cara melakukan penyelaman pada perairan karang.
Untuk penangkapan dengan panah biasa, umumnya dilakukan dekat pantai atau perairan
dangkal.
Harpun Tangan adalah alat penangkap yang terdiri dari tombak dan tali panjang yang diikatkan
pada mata tombak. Harpun tangan ini ditujukan untuk menangkap paus, dimana tombak
langsung dilemparkan dengan tangan kearah sasaran (paus) dari atas perahu.Kecenderungan alat
11
tangkap yang relatif sederhana ini tidak destruktif dan sangat selektif karena ditujukan untuk
menangkap suatu spesies. Tetapi alat ini dapat merusak habitat bila disalahgunakan.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasrkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Jenis alat tangkap di Indonesia
sangalah beragam, meskipun prinsip kerjanya sama namun beberapa alat tangkap ikan memiliki
nama berbeda. Perkembangan Perikanan Tangkap di Indonesia masih belum merata meskipun
potensinya sangat besar.
3.2 Saran
Perikanan Tangkap di Indonesia bisa berkembang jika pemerintah melakukan pemerataan
pembangunan khususnya bidang perikanan di wilayah yang memiliki potensi perikanan tangkap
besar namun belum dioptimalkan
13
DAFTAR PUSTAKA
Ayodhyoa,A.U.1983.Metode Penangkapan Ikan. Cetakan pertama. Faperik. IPB. Bogor.
FAO. 1995. Code of Conduct for Responsible Fisheries. Rome.
http://statistik.kkp.go.id/index.php/arsip/c/65/Kelautan-dan-Perikanan-Dalam-Angka-2013/
Diunduh pada tanggal 12 April 2015
Sitanggang, E.P. (2008). Landasan Pengembangan Perikanan Tangkap. Pacific Journal,
Vol. 2 (2):154-163.
Sondita, M.F.A. (2010). Manajemen Sumber Daya Perikanan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Subani,W. 1978. Alat dan Cara Penangkapan Ikan di Indonesia,jilid I. LPPL. Jakarta.
Yonvitner. (2007). Produkstivitas Nelayan, Kapal dan Alat Tangkap di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Indonesia. Jurnal Perikanan, IX (2):254-266.
14