IKAN
Kelompok 2 :
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah yang telah dilimpahkan-Nya berupa kesehatan dan keselamatan, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini, dengan judul “INTERAKSI
ANTARA JENIS ALAT PENANGKAPAN DENGAN STOK IKAN”, sesuai dengan
tugas yang telah diberikan sebagai syarat nilai mata kuliah Pengkajian Stok.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
memberikan dukungan dan bantuan yang sangat berarti kepada kami yaitu, dosen
pembimbing mata kuliah Pengkajian Stok, serta teman – teman kelompok 2 yang
telah bekerjasama dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun sangat mengharapkan masukan berupa kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini dan semoga penyusunan
makalah ini dapat memberikan manfaat serta berbagi ilmu untuk pembacanya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
dipasang tali kerut (purse lines) sehingga dapat dilingkarkan (surrounding nets)
kemudian ditarik dan membentuk kantong (purse). Rata-rata hasil tangkapan setiap
bulan dianalisis untuk diketahui komposisi hasil tangkapan dari alat tangkap purse
seine. Pada bulan Januari 2016 hasil tangkapan purse seine didominasi oleh ikan
layang deles sebanyak 48% dari total hasil tangkapan. Ada 7 spesies yang menjadi
ragam hasil tangkapan yaitu layang deles (Decapterus macrosoma), layang
cempluk (Decapterus macarellus), layang benggol (Decapterus russelli), lemuru
(Sardinella lemuru), kembung (Rastrelliger kanagurta), bentong (Selar
crumenophtalmus), dan tongkol lisong (Auxis rochei) (Dewia & Husnia, 2018).
Alat tangkap lain yang biasa digunakan untuk penangkapan ikan di
Indonesia adalah jaring insang, payang, jaring rampus, dan pancing. Jaring insang
merupakan alat tangkap dominan yang digunakan untuk menangkap ikan tongkol.
Penangkapan ikan tongkol dilakukan setiap hari sepanjang tahun. Ikan tongkol
(Euthynnus affinis) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang memiliki nilai
ekonomis penting. Ikan ini menjadi salah satu ikan sasaran dalam kegiatan
perikanan tangkap. penangkapan ikan tongkol yang dilakukan terus-menerus dapat
mengaruhi keberadaan dan mengubah status stok sumberdaya ikan tongkol di
daerah perairan Indonesia (Kusumawardani, Fachrudin, & Boer, 2013).
Berdasarkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB), sumberdaya
yang boleh ditangkap sebesar 80% dari potensi lestari. Stok Ikan Perairan Indonesia
menyebutkan bahwa Samudera Hindia memiliki potensi perikanan yang cukup
tinggi yaitu sebesar 6.409 juta ton per tahun dengan potensi yang dimanfaatakan
sebesar 5.127 juta ton per tahun. Samudera Hindia memiliki potensi sumberdaya
ikan pelagis besar sebesar 386,260 ton per tahun dengan produksi sebesar 188,280
ton per tahun dan tingkat pemanfaatan sebesar 48,74%. Potensi sumberdaya
perikanan tersebut tidak menyebar merata untuk setiap daerah Selatan Jawa.
Tingkat eksploitasi ini juga berbeda-beda sesuai dengan jumlah nelayan yang ada
serta peralatan yang dimiliki (Sibagariang & Agustriani, 2011).
Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan terus-menerus dapat mengaruhi
keberadaan dan mengubah status stok sumberdaya ikan di perairan Indonesia.
Pertimbangan ini menjadi dasar perlunya pengkajian stok terhadap ikan di perairan
3
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memahami dan
mengetahui interaksi antara jenis alat tangkap dengan stok ikan.
1.3 Manfaat
Manfaat pembuatan makalah ini yaitu memberikan informasi mengenai
interaksi antara jenis alat tangkap dengan stok ikan di perairan Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
mata pancing, ikan yang akan tertangkap besarnya ukuran mulutnya dari mata
pancing sehingga ikan dengan mulut lebih kecil akan lolos dari penangkapan.
Pembatasan ukuran mulut perangkap pada kondisi terbuka, ikan yang akan
tertangkap hanya yang ukuran tubuhnya lebih kecil dari ukuran mulut perangkap
(Sutanto 2005).
Kebijakan pelarangan alat tangkap tertentu dapat dilakukan secara
permanen atau sementara waktu, tujuannya adalah untuk melindungi sumberdaya
ikan dari penggunaan alat tangkap yang merusak atau destruktif yang memang
dilarang (Nikijuluw 2002). Pengawasan terhadap pemakaian alat tangkap illegal
(dilarang) harus lebih dintensifkan untuk melindungi nelayan kecil karena
pemakian alat-alat illegal (dilarang) dapat merusak/menganggu habibat ikan
(Susilowati 2002).
bertambahnya durasi waktu pengoperasian, baik purse seine maupun bagan rambo
(Sudirman dan Nessa 2011)
Produktivitas dan ketersediaan ikan untuk perikanan bervariasi dari tahun
ke tahun dengan perubahan kondisi lingkungan laut dan kondisi ini tidak dapat
dihindarkan sehingga menjadikan perikanan tangkap sebagai suatu yang sulit
diprediksi atau bersifat ketidakpastian. Upaya penangkapan yang tidak terkontrol
karena meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi, maka perikanan tangkap
akan mengalami penurunan produktivitas (Smith dan Link 2005).
BAB III
ISI
8
9
kontruksi alat tangkap yang sesuai dengan jenis dan ukuran dari habitat perairan
yang akan dijadikan target tangkapan. Dengan demikian diharapkan bias
memininumkan hasil tangkapan sampingan yang tidak diharapkan dari spesies
perairan yang dilindungi.
2. Tidak memakai ukuran mati jaring yang dilarang (berdasarkan SK. Menteri
Pertanian No.607/KPB/UM/1976 butir 3) yang menyatakan bahwa mata jarring
dibawah 25 mm dengan toleransi 5% dilarang untuk dioperasikan dimana-mana
perairan.
3. Tidak melakukan kegiatan usaha penangkapan di daerah penagkapan ikan yang
sudah dinyatakan over fishing, di daerah konservasi yang dilarang, di daerah
penangkapan yang dinyatakan tercemar baik dengan logam maupun bahan kimia
lainnya.
4. Tidak melakukan pencemaran yang akan mengakibatkan berubahnya tatanan
lingkungan sehingga kualitas lingkungan turun sampai ketingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai
dengan peruntukannya. Sebagai contoh tidak membuang jaring bekas atau
potonganpotongan jaring serta benda-benda lain yang berupa bahan bakar bekas
pakai seperti pelumas mesin, bensin, dan bahan kimia lainnya.
Data runtun waktu dari hasil tangkapan dan upaya tidak tersedia, akan tetapi
dugaan dari biomassa secara keseluruhan dan mortalitas alami telah diperoleh.
Beberapa rumus empiris telah dikembangkan dengan tujuan untuk menyediakan
suatu dugaan awal yang kasar dari MSY berdasarkan data yang kurang lengkap.
Rumus ini telah digunakan secara luas setelah dugaan awal biomassa saat
itu (standing biomass) diperoleh melalui satu atau beberapa kali survei eksplorasi
dengan menggunakan trawl dasar dan/atau survei akustik. Rumus pertama telah
dikembangkan oleh Gulland (1971), perubahan telah diusulkan oleh Cadima (dalam
Troadec 1977) dan akhirnya satu rangkaian dari rumus yang didasari oleh Model
Produksi Surplus dari Schaefer dan Fox telah dikembangkan oleh Garcia, Aparre &
Csirke (1989).
Gulland (1971) mengusulkan cara-cara berikut untuk menduga hasil
tangkapan maksimum lestari:
MSY = 0.5*M*Bv
Keterangan :
Bv ═ Biomassa stok perawan
M ═ Mortalitas alami.
Rumus ini digunakan bila penelitian jarang dilaksanakan dan pada stok yang
tingkat eksploitasinya masih rendah. Bv sering diduga dengan metode luas sapuan
(swept area method), dan M sering merupakan nilai dugaan untuk species yang
sama pada suatu wilayah perairan yang diduga kuat berdasarkan hasil penelitian
mempunyai kesamaan dengan yang lainnya. Mengingat rumus Gulland diperlukan
untuk menduga “biomassa stok perawan,” Bv, maka dalam pemakaiannya hanya
dapat diterapkan untuk stok yang belum dieksploitasi. Tidak ada pembenaran
ilmiah untuk persamaan MSY = 0.5*M*Bv. Akan tetapi, pernyataan berikut yang
telah dikemukakan oleh Tiurin (1962) serta Alverson & Pereyra (1969) membuat
rumus tersebut masuk akal:
a. MSY harus tergantung kepada “biomassa stok perawan,” Bv.
b. Nilai M yang tinggi berkaitan dengan suatu produksi yang tinggi (lebih jauh
akan didiskusikan kemudian).
13
oleh Munro & Thompson (1983) adalah perikanan bubu lokal yang dioperasikan
denga jukung. Ikan-ikan perairan karang dianggap tidak terlalu banyak bergerak
dan juga diasumsikan bahwa setiap area (Gambar 2) mempunyai stok masing-
masing yang tidak saling berhubungan (sedikit percampuran). Sebagai asumsi dasar
bahwa “rejim ekologi” pada wilayah perairan di beberapa daerah tidak berbeda
secara substansial di sekeliling pulau. Berdasarkan asumsi tersebut, maka masuk
akal untuk menganggap lebih jauh bahwa hasil tangkapan dan upaya penangkapan
pada daerah yang berbeda akan mengikuti model yang sama. Tabel 1 menunjukkan
data hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) dan upaya yang dikumpulkan dari
berbagai wilayah perairan (Gambar 2) untuk perikanan paparan Jamaika pada
species yang menetap pada tahun 1968.
Upaya dinyatakan dalam unit jukung per km2 per tahun untuk mendukung
asumsi bahwa setiap wilayah perairan mempunyai potensial relatif yang sama,
yakni dapat mendukung produksi yang sama per unit area. Sehingga, bila
dieksploitasi pada tingkatan yang sama (upaya penangkapan yang sama per unit
area per tahun), setiap wilayah perairan akan mempunyai hasil tangkapan per unit
area per tahun (kg/km2/tahun) yang sama (c.f. kolom D pada Tabel 1).
Hasil tangkapan per unit area didasarkan pada daerah paparan dan batas dari
setiap wilayah. Hubungan antara hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) dan upaya
di sini diasumsikan mengikuti Model Fox. Gambar 3 memperlihatkan plot ln
(CPUE) terhadap upaya seperti juga terhadap hasil tangkapan per jumlah jukung
per km2. Munro dan Thompson mempunyai alasan untuk mengeluarkan wilayah
perairan F dari analisis regresi.
15
Tabel 1. Data masukan untuk plot Munro dan Thompson (Munro dan Thompson,
1983a)
Bila plot dari Munro & Thompson diterapkan, maka yang perlu diperhatikan
adalah bahwa ikan-ikan yang dapat bebas bergerak antara wilayah seperti ikan-ikan
pelagis besar harus dikeluarkan dari perhitungan. Plot dari Munro & Thompson
mungkin berguna dalam situasi di mana hanya tersedia data yang terbatas dari
bagian wilayah tertentu yang mempunyai perikanan yang serupa pada stok ikan
karang atau sumber daya lain dengan kemiripan derajat pergerakan yang rendah.
16
4. Model Deriso/Schnute
Sekumpulan model yang mencoba untuk dapat mengkompromikan antara
Model Produksi Surplus dan model struktur umur telah disampaikan oleh Deriso
(1980), Ludwig & Walters (1985), Ludwig (1987) dan Schnute (1985, 1987). Akan
tetapi di perairan tropis model-model tersebut mempunyai keterbatasan dalam
penerapannya. Karena model-model di atas dikembangkan untuk species yang
berumur panjang (pertumbuhannya lambat), yang tidak dieksploitasi dalam kurun
umur pertama dalam siklus hidupnya. Mereka didasari oleh sederet asumsi yang
agak ketat sehingga membuat model-model ini tidak dapat diterapkan pada species
tertentu.
Schnute (1985) menyatakan tentang model-model tersebut: ”Di antaranya,
mereka merefleksikan kenyataan yang tidak dapat ditolak bahwa populasi terdiri
atas kelas umur yang akan menjadi lebih tua setiap tahunnya.” Hal ini jelas terlihat
bahwa model-model tersebut tidak dimaksudkan untuk stok dimana “kenyataan”
ini dapat ditolak, misalnya udang. Kenyataannya, metode ini tidak memberikan
hasil yang benar untuk species yang dikemukakan di atas (misalnya biomasa
negatif). Dasar teori biologi untuk model-model ini tidak jauh berbeda dengan
model-model yang telah diperkenalkan lebih dulu (anggapan dasarnya adalah
serupa dengan anggapan dasar analisis kohort dari Pope). Tetapi teori matematik
yang diterapkan untuk prosedur estimasi adalah lebih rumit daripada kebanyakan
model-model yang dikemukakan pada buku ini. Perbedaan utama dari model
struktur umur yang dijelaskan pada buku ini adalah persamaan Ford-Walford yang
menggantikan model pertumbuhan dari von Bertalanffy dalam bobot:
W(t) = W∞*[1 – exp(-K*(t-to))]3
. Model-model tersebut adalah sangat rumit dan benar-benar tidak sederhana
dalam penggunaannya. Bila diuraikan di dalam bahasa yang tidak matematis, model
ini akan memerlukan bab yang sangat panjang. Untuk pembaca yang tertarik pada
model-model ini disarankan untuk melihat makalah yang dtulis oleh Deriso,
Schnute dan lainnya, seperti yang tertulis di atas.
17
1
SL =
1 + exp(S1 − S2 L)
S1 dan S2 merupakan konstanta, nilai S1 dan S2 dihitung melalui dugaan regresi
linier.
1
ln [ − 1] = S1 − S2 L
SL
Panjang ikan pertama kali tertangkap (Lc) dihitung melalui :
S1
Lc = −
S2
Keterangan :
SL : nilai estimasi
L : nilai tengah panjang kelas (mm)
S1 : konstanta, intercept
S2 : konstanta, slope
Lc : panjang ikan pertama kali tertangkap (mm)
𝑳𝒎𝒂 = 𝑺𝑭 ∗ 𝒎𝒂 𝑳𝒎𝒃 = 𝑺𝑭 ∗ 𝒎𝒃
Keterangan:
Lma = Panjang ikan efektif yang tertangkap oleh ukuran mata jaring a
Lmb = Panjang ikan efektif yang tertangkap oleh ukuran mata jaring b
𝒎𝒃 − 𝒎𝒂
𝑺𝟐 = 𝑺𝑭
𝒃
Keterangan:
s2 = varian
𝑳 − 𝑳𝒎𝟐
𝑺(𝑳)𝒎 = 𝐞𝐱𝐩(− )
𝟐𝑺𝟐
Keterangan:
S(L)m = Peluang ikan dengan panjang L yang tertangkap pada gillnet
dengan ukuran mata jaring
Lm = Panjang ikan efektif yang tertangkap oleh ukuran mata jaring m
L = Panjang ikan tertangkap oleh gillnet ukuran mata jaring m
Setelah mengetahui selektivitas alat tangkap, selanjutnya dibuat kurva
selektivitas antara jumlah hasil tangkapan mesh size a dan b dengan nilai
selektivitas mesh size a (SaL) dan nilai selektivitas mesh size b (SbL). Analisis
selektivitas dan kurva selektivitas ditentukan berdasarkan studi pustaka.
4.1 Simpulan
Interaksi alat tangkap dengan ikan yaitu proses produksi ikan yang salah
satunya ditentukan oleh upaya penangkapan. Upaya penangkapan merupakan
tindakan efisiensi teknis yang dilakukan pelaku kegiatan penangkapan ikan, dimana
upaya penangkapan adalah ukuran dari jumlah alat tangkap yang beroperasi untuk
mendapatkan sejumlah hasil tangkapan atau lama alat tangkap beroperasi oleh
berbagai unit penangkapan ikan.
Metode analisis interaksi alat tangkap dengan stok ikan dapat dilakukan
dengan berbagai model diantaranya:
1. Standarisasi CPUE alat penangkapan ikan
2. Model produksi surplus yang terdiri dari Model Gulland, Rumus Cadima,
Plot Munro dan Thompson dan Model Deriso/Schnute
3. Panjang pertama kali tertangkap
4. Model perubahan populasi
Memahami interaksi alat tangkap dan stok ikan dapat mempengaruhi
keberadaan dan status stok sumberdaya ikan di perairan Indonesia. Informasi
mengenai interaksi alat tangkap dan stok ikan berguna untuk menunjang
pengelolaan sumber daya ikan demi mewujudkan pemanfaatan sumber daya ikan
yang lestari dan berkelanjutan.
4.2 Saran
Interaksi berbagai alat tangkap dengan stok ikan perlu diterapkan dengan
baik. Hal ini dapat digunakan sebagai dasar dari kebijakan mengenai penggunaan
alat tangkap dalam manajemen sumberdaya perikanan yang bertujuan untuk
melindungi sumberdaya ikan dari penggunaan alat tangkap yang merusak atau
destruktif yang memang dilarang penggunaannya dan mengganggu kelestarian
sumberdaya perairan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Dewia, D. A. N. N., & Husnia, I. A. (2018). Komposisi Hasil Tangkapan dan Laju
Tangkap (CPUE) Usaha Penangkapan Purse Seine di Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Pekalongan, Jawa Tengah. Journal of Fisheries and Marine
Science, 2(2).
Direktorat Kelautan dan Perikanan. 2014. Kajian Strategi Pengelolaan Perikanan
Berkelanjutan. Kementerian PPN/BAPPENAS. Jakarta. 120 hlm.
Gillis, D. M. 2003. Ideal Free Distribution in Fleet Dynamics: a Behavioral
Perspective on Vessel Movement in Fisheries Analysis. Can.J.Zool. LXXXI:
177-187.
INTERAKSI ANTAR TRAWL DAN RAWAI DASAR PADA PERIKANAN
KAKAP MERAH (Lutjanus malabaricus) DI LAUT TIMOR DAN
ARAFURA Bambang Sadhotomo dan Suprapto Peneliti pada Balai
Penelitian Perikanan Laut i 2013; J. Lit. Perikanan. Ind. Vol.19 No. 2 Juni
2013 89-95 hal
Kusumawardani, N. M., Fachrudin, A., & Boer, M. (2013). Kajian stok sumber
daya ikan tongkol , Euthynnus affinis di perairan Selat Sunda yang didaratkan
di Pelabuhan Perikanan Pantai Labuan ,. 163–176.
Melmambessy, E. H. P. (2010). Pendugaan stok ikan tomgkol di Selat Makassar
Sulawesi Selatan. Agrikan: Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan, 3(1), 53–
61. https://doi.org/10.29239/j.agrikan.3.1.53-61
Nelwan, A.F.P., Sudiman, Muh. Nursam dan Muhammad A. Yunus. 2015.
Produktivitas Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Perairan Kabupaten Sinjai
pada Musim Peralihan Barat-Timur. Jurnal Perikanan, 17 (1): 18-26.
Nikijuluw, V. P. H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Jakarta:
Pustaka Cidesindo.
Rahmawati, M., Fitri, A. D. P., & Wijayanto, D. (2013). Analisis hasil tangkapan
per upaya penangkapan dan pola musim penangkapan ikan teri (Stolephorus
spp.) di Perairan Pemalang. Journal of Fisheries Resources Utilization
Management and Technology, 2(3), 213–222.
23
24