Anda di halaman 1dari 25

NAMA ANGGOTA

1. RILLA ANGGRIANI

2. ANGGUN LAILAKARIMAH

3. LASTRI APRILIA

4. NURHIDAYAH

5. YOGA RADITIA PRATAMA

NAMA PETANI:

JAIDIN RAMLI
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah


memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Budidaya
Ikan Konsumsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa
shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku
umatnya.
Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas mata
pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan. Kami ucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
Makalah Budidaya Ikan Konsumsi ini. Dan kami juga menyadari
pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah
membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan
makalah.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini
sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah
Budidaya Ikan Konsumsi ini sehingga kami mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang
Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai
manusia. Semoga Makalah Budidaya Ikan Konsumsi ini dapat
bermanfaat bagi kita semuanya.

Bima, Oktober 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................1
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
HASIL WAWANCARA..........................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................5
I.1 Latar Belakang..........................................................................................................5
I.2 Tujuan penulisan......................................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................7
2.1 Taksonomi dan Morfologi Ikan Bandeng.................................................................7
2.2 Pemilihan Lokasi Budidaya......................................................................................9
2.3 Persiapan Budidaya...............................................................................................10
a. Penyiapan Tambak...........................................................................................10
b. Penyediaan Benih.............................................................................................11
c. Prasarana Budidaya..........................................................................................12
2.4 Pemeliharaan........................................................................................................14
a. Penebaran Benih..............................................................................................14
b. Pengendalian Hama dan Penyakit....................................................................17
2.5 Panen dan Pasca Panen..........................................................................................19
BAB III PENUTUP..............................................................................................................21
3.1 Kesimpulan............................................................................................................21
3.2 Saran.....................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................23
LAMPIRAN........................................................................................................................24
HASIL WAWANCARA
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang sangat subur serta menyimpan
kekayaan alam yang melimpah baik di darat maupun di laut. Wilayah Indonesia
yang berupa kepulauan dengan panjang pantai yang mengelilingi masing-masing
pulaunya merupakan nilai lebih lingkungan perairan yang berpotensi untuk
dimanfaatkan dan dikembangkan, khususnya di bidang perikanan (Larasati,
2008).
Ilmu mengenai perikanan di Indonesia relatif masih baru. Akhir-akhir ini
ilmu tentang perikanan banyak dipelajari mengingat ikan merupakan salah satu
sumberdaya yang penting. Ikan merupakan salah satu jenis hewan vertebrata yang
bersifat poikilotermis, memiliki ciri khas pada tulang belakang, insang dan
siripnya serta tergantung pada air sebagai medium untuk kehidupannya. Ikan
memiliki kemampuan di dalam air untuk bergerak dengan menggunakan sirip
untuk menjaga keseimbangan tubuhnya sehingga tidak tergantung pada arus atau
gerakan air yang disebabkan oleh arah angin (Wahyuningsih dan Ternala, 2006).
Sebagai negara yang maritim, Indonesia mempunyai potensi yang besar
dalam perikanan, baik perikanan air tawar, air payau, maupun air laut. Potensi
akuakultur air payau, yakni dengan sistem tambak diperkirakan mencapai 931.000
ha dan hampir telah dimanfaatkan potensinya hingga 100% dan sebagian besar
digunakan untuk memelihara ikan bandeng (Chanos chanos) (Asriani, 2011).
Akuakultur Berasal dari bahasa Inggris: aquaculture Aqua: perairan,
culture: budidaya. Akuakultur : kegiatan untuk memproduksi biota (organisme)
akuatik di lingkungan terkontrol dalam rangka mendapatkan keuntungan (profit).
Yang dimaksud budidaya adalah kegiatan pemeliharaan untuk memperbanyak
(reproduksi), menumbuhkan (growth), meningkatkan mutu biota akuatik sehingga
memperoleh keuntungan (Hakim, 2009).
Budi daya bandeng di Indonesia telah dikenal sejak 500 tahun yang lalu.
Usaha ini berkembang pesat hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan
memanfaatkan perairan payau atau pasang surut. Teknologi yang diterapkanjuga
berkembang dari tradisional yang mengandalkan masukan benih (nener) dan
pengolahan makanan alami hingga pemberian pakan buatan secara terencana.
Dengan rasa daging yang enak dan harga yang terjangkau, bandeng sangat
digemari oleh masyarakat terutama di Jawa dan Sulawesi Selatan (Mansyur dan
Tonnek, 2003).
Ikan Bandeng (Chanos chanos) merupakan salah satu jenis ikan budidaya
air payau yang bernilai ekonomis dan potensial untuk dikembangkan. Ikan
bandeng mampu mentolerir salinitas perairan yang luas (0-158 ppt) sehingga
digolongkan sebagai ikan eurihalin. Ikan bandeng mampu beradaptasi terhadap
perubahan linngkungan seperti suhu, pH dan kekeruhan air, serta tahan terhadap
serangan penyakit (Alfa, dkk., 2012).
Ikan bandeng (Chanos chanos) sebagai komoditas budi daya telah banyak
dikenal masyarakat sejak lama. Ikan ini dikenal masyarakat umum yang hidup di
air payau dan asin. Ikan bandeng termasuk jenis ikan pemakan plankton, yang
bersifat euryhaline sehingga, dapat hidup di air tawar maupun asin. Ikan bandeng
dikenal oleh masyarakat sebagai ikan yang hidup di air payau atau ikan yang
berasal dari tambak. Tetapi kenyataanya ikan bandeng dapat hidup di air tawar,
bahkan ikan ini pernah dibudidayakan di Waduk Ir. H. Djuanda pada tahun 2003.
Ikan ini hidup bergerombol dan mempunyai kebiasaan hidup di air yang sedikit
agak keruh (Sukamto dan Dedi, 2010).

I.2 Tujuan penulisan


Adapun Tujuan Penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat mengetahui bahwa ikan bandeng merupakan ikan budidaya
yang bernilai ekonomis.
2. Mahasiswa dapat mengetahui tentang morfologi ikan bandeng.
3. Mahasiswa dapat mengetahui faktor-faktor yang perlu diperhatikan pada saat
melakukan usaha budidaya ikan bandeng.
4. Mahasiswa dapat mengetahui hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam
melakukan usaha pembudidayaan ikan bandeng.
5. Mahasiswa dapat mengetahui tekhnik panen dan pasca panen dalam usaha
budidaya ikan bandeng.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taksonomi dan Morfologi Ikan Bandeng


Taxonomi berasal dari perkataan Yunani yaitu Taxis yang berarti susunan
atau pengaturan, dan Nomos berarti hukum. Istilah ini diusulkan oleh Candolle
pada tahun 1813 untuk teori mengklasifikasikan tumbuh-tumbuhan. Dalam
penggunaannya dewasa ini, kedua istilah ini dipakai berganti-ganti dalam bidang
pengklasifikasian tumbuh-tumbuhan dan hewan. Jadi Sistematika atau Taxonomi
adalah suatu yang digunakan untuk mengklasifikasikan jasad (Burhanuddin,
2008).
Di beberapa tempat, ikan bandeng memiliki banyak nama, misalnya di
Sumatera dikenal dengan sebutan banding, mulch, atau agam; di Bugis disebut
bolu; di Filipina disebut bangos; dan di Taiwan disebut sabahi (Susanto, 2010).
Ikan bandeng merupakan komoditas utama dalam ikan budidaya air payau
karena kandungan gizinya yang mempunyai nilai tinggi yang digemari banyak
orang. Klasifikasi ikan bandeng dalam Saanin (1984) bahwa ikan bandeng
termasuk ordo Gonorhynchiformes, family Chanidae, dan Genus Chanos
Adapun Klasifikasi ikan bandeng (Chanos chanos Forsk) menurut Asriani
(2011) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Class : Pisces
Sub class : Teleostei
Ordo : Malacopterygii
Family : Chanidae
Genus : Chanos
Species : Chanos chanos
Ikan Bandeng secara morfologi dicirikan dengan bentuk memanjang
berbentuk seperti torpedo. Sirip ekornya bercabang (forked), pada bagian
tubuhnya tersusun sisik-sisik kecil yang teratur membentuk cycloid. Tubuhnya
berwarna putih keperakan terutama pada bagian perut (ventral), sedangkan pada
bagian punggung (dorsal) warnanya biru kehitaman. Garis linea lateralis jelas
terlihat memanjang dari bagian belakang tutup insang sampai ke pangkal ekor.
Ikan bandeng dewasa dapat mencapai bobot 4-14 kg dengan panjang 50 -150 cm
(Ibnu, 2010).
Ikan Bandeng mempunyai ciri-ciri seperti badan memanjang, padat, kepala
tanpa sisik, mulut kecil terletak di depan mata. Mata diselaputi oleh selaput
bening (subcutaneus). Sirip punggung terletak jauh di belakang tutup insang dan
dengan rumus jari-jari D. 14-16; sirip dada (pectoral fin) mempunyai rumus jari-
jari P. 16-17; sirip perut (ventrial fin) mempunyai rumus jari-jari V. 11-12; sirip
anus (anal fin) terletak jauh di belakang sirip punggung dekat dengan anus dengan
rumus jari-jari A. 10-11; sirip ekor (caudal fin) berlekuk simetris dengan rumus
jari-jari C. 19 . Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) dapat tumbuh hingga
mencapai 1,8 m, anak ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) yang biasa disebut
nener yang biasa ditangkap di pantai panjangnya sekitar 1-3 cm, sedangkan
gelondongan berukuran 5-8 cm (Asriani, 2011).
Ikan bandeng memiliki ciri-ciri sebagai berikut, pada bagian tengah tubuh
terdapat garis memanjang dari bagian penutup insang hingga ke ekor. Sirip dada
dan sirip perut dilengkapi dengan sisik tambahan yang besar, sirip anus
menghadap ke belakang. Selaput bening menutupi mata, mulutnya kecil dan tidak
bergigi, terletak pada bagian depan kepala dan simetris.
Gam
bar 1. Morfologi ikan bandeng.
2.2 Pemilihan Lokasi Budidaya
Pemilihan lokasi merupakan hal yang sangat penting serta menentukan
keberhasilan budi daya bandeng. Lokasi yang dipilih harus memberikan kelaikan
habitat bagi kehidupan dan pertumbuhan ikan. Di samping itu, aspek kesehatan,
sosial, ekonomi, dan legal perlu dipertimbangkan untuk memperlancar kegiatan
usaha budi daya. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam budi daya
bandeng menggunakan KJA di laut dan muara sungai adalah: 1) penempatan KJA
harus di lokasi perairan bebas dari pencemaran, 2) perairan jernih dengan
salinitas, temperatur air, serta peubah kualitas air lainnya sesuai dengan ambang
batas toleransi ikan, 3) terhindar dari angin kencang dan arus serta pasang surut
yang kuat, 4) tidak menimbulkan konflik dengan kegiatan lain yang berkaitan
dengan pemanfaatan perairan laut dan muara sungai seperti perhubungan,
perindustrian, pertambangan, kehutanan, pariwisata, pertahanan dan keamanan,
dan penangkapan, 5) mudah dijangkau dan dekat dengan pasar (Mansyur dan
Tonnek, 2003).
Pada umumnya petakan tambak penggelondongan nener bandeng sama
dengan petakan tambak budidaya ikan bandeng. Petakan tambak dapat dibuat di
lokasi dengan perbedaan tinggi pasang surut 2-3 m. Elevasi tambak optimal
adalah 0,50 m dari permukaan air laut. Tanah dasar yang ideal bagi tambak
bandeng adalah tanah liat berdebu (Selty loan) karena selain mampu menampung
air juga sangat baik untuk pertumbuhan alga dasar. Tanah tambak yang baru
dibuka pada umumnya bereaksi masam, karena itu perbaikan tanah (reklamasi)
perlu dilakukan dengan jalan penjemuran tanah dasar dan pencucian maupun
pengapuran (Pusluh, 2011).
Kelayakan lokasi untuk tambak budidaya ikan bandeng yaitu perhatikan
posisi lahan tambak sebaiknya terletak di antara pasang surut air laut, berguna
bagi pengairan tambak yang mengandalkan mekanisme pasang surut air laut.
Dekat sumber air, baik dari muara, sungai maupun langsung dari laut. Tidak
terletak di daerah rawan banjir. Tanah tidak mudah bocor (porous), sehingga
tambak dapat mempertahankan volume air. Tanah yang baik yaitu yang bertekstur
lempung (komposisi liat, pasir dan debu berimbang) dan liat berpasir. Hindari
tanah yang bersifat sulfat masam (kandungan pyrit tinggi). Lokasi tambak
mengharuskan ketersediaan tumbuhan mangrove. Tanah lempung cocok sebagai
dasar tambak budidaya ikan bandeng. Pilihlah lokasi yang jauh dari limbah
pencemaran, khususnya limbah yang mencemari sumber aliran sungai dan air laut.
terdapat tambak yang menggunakan air tawar atau tambak air tawar. Peruntukan
tambak tersebut berbeda pada setiap musim, musim hujan digunakan untuk
tambak ikan bandeng dan musim kemarau digunakan sebagai petak padi (WWF-I,
2014).
Pemilihan tempat perbenihan bandeng harus mempertimbangkan aspek-
aspek yang berkaitan dengan lokasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
persyaratan lokasi adalah status tanah dalam kaitan dengan peraturan daerah dan
jelas sebelum hatchery dibangun, mampu menjamin ketersediaan air dan
pengairan yang memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan, pergantian air
minimal; 200 % per hari, suhu air, 26,5-310C, pH; 6,5-8,5, oksigen larut; 3,0-8,5
ppm, alkalinitas 50-500ppm, kecerahan 20-40 cm (cahaya matahari sampai ke
dasar pelataran), air terhindar dari polusi baik polusi bahan organik maupun an
organik. Sifat-sifat perairan pantai dalam kaitan dengan pasang surut dan pasang
arus perlu diketahui secara rinci. Faktor-faktor biologis seperti kesuburan
perairan, rantai makanan, species dominan, keberadaan predator dan kompetitor,
serta penyakit endemik harus diperhatikan karena mampu mengakibatkan
kegagalan proses produksi (Pusluh, 2011).

2.3 Persiapan Budidaya


a. Penyiapan Tambak
Menurut Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (2011) dalam
penyiapan tambak perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut yaitu:
1. Pengeringan Tanah Dasar Tambak
Persiapan untuk pengeringan tanah dasar dilakukan terlebih dahulu
mengadakan perbaikan pematang, saluran dan pintu tambak. Tanah dasar bagian
pelataran diolah dan diratakan, kemudian tanah dasar dikeringkan selama 7 hari
hingga tanah dasar retak-retak sampai sedalam 1 cm. Dalam kegiatan pengeringan
ini juga disertai kegiatan aplikasi pemberantas hama yaitu dengan menggunakan
Saponin sebanyak 30 kg/ha.
2. Pemupukan Awal
Pemupukan merupakan salah satu bentuk masukan energi yang
dimanfaatkan ikan secara tidak langsung. Pupuk organik selain merupakan
sumber hara yang lengkap bagi pakan alami juga dapat memperbaiki struktur
tanah. Pupuk an-organik merupakan pelengkap yang dapat menyediakan zat hara
secara cepat untuk kebutuhan pakan alami. Pakan alami yang bisa ditumbuhkan di
tambak sebagai pakan utama ikan bandeng adalah kelekap, yaitu kumpulan
berbagai jenis jasad dasar yang komponen utamanya terdiri dari alga biru
(Cyanophyceae) dan diatom (Bacillariophyceae). Tahap pertama usaha
penumbuhan kelekap adalah pengeringan tanah dasar. Apabila pengeringan telah
dilakukan, pupuk organik berupa kotoran ternak dengan dosis 2-3 ton/ha
ditaburkan secara merata di pelataran, kemudian disusul pemupukan anorganik
(buatan) berupa Urea 75-100 kg/ha, TSP 40-50 kg/ka ditaburkan secara merata di
pelataran. Tambak diairi macak-macak dengan tinggi air sekitar 5 cm dan
diberakan selama satu minggu. Selanjutnya dilakukan pengairan secara bertahap,
hari pertama setinggi 10 cm, hari kedua 20 cm, hari ketiga 30-40 cm dan
dibiarkan selama kira-kira satu minggu sampai kelekap tumbuh subur.
Selanjutnya air ditambahkan lagi hingga 40-50 cm dan tambak siap ditebari benih
ikan bandeng. Pada waktu pengisian air, pintu air harus dipasang saringan yang
cukup rapat untuk menghindari masuknya organisme predator.

b. Penyediaan Benih
Menurut WWF-Indonesia (2014) dalam penyediaan benih ikan dilakukan
hal-hal sebagai berikut:
1. Pemilihan Kriteria Nener yang Baik
Ukuran seragam (minimal 95%) dan tidak cacat. Gerakannya lincah. Jika
air diputar dalam bak, nener bergerak melawan arus. Warna tubuh transparan dan
isi perut terlihat penuh. Responsif terhadap pakan yang diberikan. Umur minimal
18 hari dengan panjang tubuh 1,6 cm. Sediakan nener yang unggul dan bebas
penyakit, berasal dari hatchery atau pembenihan yang sudah bersertifikat CPIB
(Cara Pembenihan Ikan yang Baik). Hindari sumber bibit yang tidak jelas sumber
dan kualitasnya.
2. Transportasi Nener
Pengangkutan nener sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari, agar
nener tidak stress akibat dari perbedaan suhu. Memastikan jumlah nener sesuai
dengan ukuran kantong plastik dan kandungan oksigen, untuk menghindari nener
mengalami stress dalam pengangkutan. Bila perjalanan ditempuh lebih dari 3 jam,
turunkan suhu air dalam kantong menjadi sekitar 24 C agar nener tidak aktif.
Kepadatan nener dalam kemasan disesuaikan dengan waktu tempuh; sebagai
gambaran kepadatan nener dalam satu kantong sebanyak 2.500 ekor untuk waktu
tempuh 24 jam dengan volume air 2-3 liter dan 2/3 oksigen dari volume kantong,
sedangkan untuk ukuran gelondongan (5 – 7 cm) kepadatan 500 ekor perkantong
(volume air 2-3 liter, 2/3 oksigen). Pengangkutan nener sebaiknya dilakukan pada
pagi atau sore hari, untuk menghidari stress akibat dari perbedaan suhu.
3. Ukuran Nener
Ukuran 2 - 3 cm : 1000 ekor per kantong (gelondongan semarangan)
Ukuran 5 - 7 cm : 500 ekor per kantong (gelondongan kasaran)
Ukuran 8 - 10 cm : 200 ekor per kantong (gelondongan semi)
Ukuran 10 - 12 cm : 50 ekor per kantong (gelondongan super semi)
Ukuran 13 - 15 cm :50 ekor per kantong (gelondongan balian/bandeng umpan).

c. Prasarana Budidaya
Menurut Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (2011) prasarana
budidaya adalah sebagai berikut:
1. Sarana Pokok
a. Bak Penampungan Air Tawar dan Air Laut.
Bak penampungan air (reservoir) dibangun pada ketinggian sedemikian
rupa sehingga air dapat didistribusikan secara gravitasi ke dalam bak-bak dan
sarana lainnya yang memerlukan air (laut, tawar bersih). Sistim pipa pemasukkan
dan pembuangan air perlu dibangun pada bak pemelihara induk, pemeliharaan
larva, pemeliharan pakan alami, laboratorium kering dan basah serta saran lain
yang memerlukan air tawar dan air laut serta udara (aerator). Laboratorium basah
sebaiknya dibangun berdekatan dengan bangunan pemeliharaan larva dan
banguna kultur murni plankton serta diatur menghadap ke kultur masal plankton
dan dilengkapi dengan sistim pemipaan air tawar, air laut dan udara.
b. Bak Pemeliharaan Induk
Bak pemeliharaan induk berbentuk empat persegi panjang atau bulat
dengan kedalaman lebih dari 1 meter yang sudut-sudutnya dibuat lengkung dan
dapat diletakkan di luar ruangan langsung menerima cahaya tanpa dinding.
c. Bak Pemeliharan Telur
Bak perawatan telur terbuat dari akuarium kaca atau serat kaca dengan
daya tampung lebih dari 2.000.000 butir telur pada kepadatan 10.000 butir per
liter.
d. Bak Pemeliharaan Larva
Bak pemeliharaan larva yang berfungsi juga sebagai bak penetasan telur
dapat terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton, sebaiknya berwarna agak
gelap, berukuran (4x5x1,5) m3 dengan volume 1-10 ton berbentuk bulat atau
bujur sangkar yang sudut-sudutnya dibuat lengkung dan diletakkan di dalam
bangunan beratap tembus cahaya tanpa dinding balik.
e. Bak Pemeliharaan Makanan Alami
Bak kultur plankton chlorella sp disesuaikan dengan volume bak pemeliharaan
larva yang terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton ditempatkan di luar
ruangan yang dapat langsung mendapat cahaya matahari.

2. Sarana Penunjang
a. Laboratorium pakan alami
Seperti laboratorium fytoplankton berguna sebagai tempat kultur murni
plankton yang ditempatkan pada lokasi dekat hatchery yang memerlukan ruangan
suhu rendah yakni 22~25 0C.
b. Laboratorium kering
Termasuk laboratorium kimia/mikrobialogi sebaiknya dibangun
berdekatan dengan bak pemeliharaan larva berguna sebagai bangunan stok kultur
dan penyimpanan plankton dengan suhu sekitar 22~25 0C serta dalam ruangan.
Untuk kegiatan yang berkaitan dengan pemasaran hasil dilengkapi dengan fasilitas
ruang pengepakan yang dilengpaki dengan sistimpemipaan air tawar dan air laut,
udara serta sarana lainnya seperti peti kedap air, kardus, bak plastik, karet dan
oksigen murni. Alat angkut roda dua dan empat yang berfungsi untuk
memperlancar pekerjaan dan pengangkutan hasil benih harus tersedia tetap dalam
keadaan baik dan siap pakai. Untuk pembangkit tenaga listrik atau penyimpanan
peralatan dilengkapi dengan fasilitas ruang genset dan bengkel, ruang pompa air
dan blower, ruang pendingin dan gudang.

3. Sarana Pelengkap
Sarana pelengkap dalam kegiatan perbenihan terdiri dari ruang kantor,
perpustakaan, alat tulis menulis, mesin ketik, komputer, ruang serbaguna, ruang
makan, ruang pertemuan, tempat tinggal staf dan karyawan.

2.4 Pemeliharaan
Menurut WWF-Indonesia (2014) Pemeliharaan disesuaikan dengan tujuan
produksi yaitu: 1) Penggelondongan, 2) Konsumsi 3) Bandeng Umpan. Dalam hal
ini akan lebih dijelaskan pemeliharaan pembesaran bandeng.
a. Penebaran Benih
Penebaran Benih dengan pemeliharaan pembesaran yaitu setelah nener
mencapai ukuran gelondongan, serta pakan alami sudah tumbuh di tambak.
Lakukan penebaran dengan kepadatan sekitar 7.500 – 10.000 untuk gelondongan
10 cm, dengan target panen lebih 1 ton/ha. Dimana biasanya target 1 hektar
menghasilkan 1 ton bandeng, dengan daya hidup 90% dan berat 200 gram/ekor.
Produksi dapat mencapai 1,5 ton apabila pakan alami tersedia dengan lama
pemeliharaan 5 – 6 bulan. Tebarlah benih bandeng gelondongan yang memiliki
ukuran seragam. Waktu penebaran dilakukan pada pagi atau sore hari. Umumnya
dilakukan selama 15 - 60 hari. Lakukan penggelondongan pada nener sebelum
ditebar pada petak pembesaran. Apabila pakan alami sudah terlihat menipis,
segera lakukan pemupukan susulan, dengan dosis 30% dari dosis awal. Sebelum
pemupukan susulan dilakukan, ketinggian air tambak ditambah dan dipertahankan
ketinggiannya. Kemudian dilakukan pemupukan dengan pupuk anorganik
sebanyak 10% dari pupuk awal. Untuk menghindari timbulnya amoniak, lakukan
pemupukan susulan dengan melarutkan lebih dahulu, kemudian ditebar ke
permukaan air. Pupuk susulan dapat dilakukan pula dengan cara menempatkannya
dalam kantong yang berpori (karung) kemudian diapungkan pada kolom air. Jika
kondisi perairan tambak baik dan pakan alami cukup, maka dengan pemeliharaan
selama 3 - 4 bulan di petak pembesaran, maka ikan bandeng dapat mencapai
ukuran 300 - 350 g/ekor (3 ekor/kg). Lakukan pencatatan pengukuran
pertumbuhan ikan setiap 2 minggu pada petak pembesaran.

a. Pakan dan Pemberian Pakan


Menurut Pusat Penyuluhan dan Perikanan pakan berfungsi sebagai sumber
energi bagi kehidupan, pertumbuhan, dan reproduksi ikan. Melalui proses
metabolisme pakan akan menjadi energi bagi ikan untuk melakukan aktivitasnya.
Pemberian pakan haruslah dapat dikonsumsi ikan secara utuh sehingga pakan
tidak ada yang terbuang. Berikut ini akan diuraikan mengenai pakan yang
diberikan selama pemeliharaan pembesaran bandeng, yaitu
1. Penambahan Suplemen
Makanan tambahan (suplemen) yang lebih dikenal dengan istilah probiotik
berupa sel-sel mikroba hidup yang memiliki pengaruh menguntungkan bagi
hewan inang yang mengkonsumsinya melalui penyeimbangan flora mikroba
intestinalnya. Pemberian suplemen atau feed additive ke dalam pakan ikan sebagai
mediumnya mempunyai manfaat, antara lain : meningkatkan dan menyehatkan
fungsi pencernaan sehingga penyerapan nutrisi lebih maksimal, dapat
meningkatkan immunitas ikan terhadap pathogen, mempercepat pertumbuhan dan
meningkatkan nafsu makan ikan. Suplemen yang digunakan selama pemeliharaan
yaitu suplemen yang mengandung mikrobia pencernaan, herba obat terpilih,
nutrisi esensial, vitamin, dan mineral yang berfungsi dalam mempercepat
pertumbuhan dan perkembangan ikan. Prinsip kerjanya sendiri adalah
pemanfaatan kemampuan mikroorganisme dalam memecah atau menguraikan
rantai panjang karbohidrat, protein dan lemak yang menyusun pakan yang
diberikan.
2. Jenis Pakan
Pakan buatan yang diberikan adalah jenis pakan pellet terapung. Ukuran
diameter pelletnya 3,3 mm. Komposisi nutrisi pakannya ialah sebagai berikut:
protein 19 – 22 % ; kadar air (max) 10 % ; lemak (min) 5 % ; serat kasar (max) 8
% dan kadar abu (max) 15 %. Bentuk pellet yang mudah hancur, tidak cepat
tenggelam, mempunyai aroma yang merangsang nafsu makan dan tidak berbau
tengik merupakan ciri pakan yang disukai ikan. Pemberian pakan pellet disebar
pada satu tempat untuk mempermudah dalam pengontrollan pakannya.
Selanjutnya ikan akan memakan makanannya melalui proses metabolisme dan
dicerna. Semua pakan yang dicerna akan diserap oleh tubuh. Pemberian pakan
yang tidak tepat baik dari kualitas dan kuantitasnya akan menumpuk di dasar
tambak. Hal ini akan mengakibatkan pembusukan bahan organik di dasar tambak
dan akibatnya tambak tercemar, sampai pada batas waktu tertentu daya dukung
tambak semakin berkurang, pada akhirnya mengakibatkan timbulnya gas beracun
dan ini akan memicu terganggunya kehidupan ikan bahkan dapat mengakibatkan
kematian massal.
3. Frekuensi Pakan
Pemberian pakan sebanyak 5 % diberikan pada 2 minggu pertama
sedangkan untuk 6 minggu berikutnya pakan yang diberikan sebanyak 3 % dari
biomassa ikan, penentuan jumlah pakan ini juga selalu diikuti dengan monitoring
biomassa ikan setiap satu minggu sekali. Frekuensi pemberian pakan tiga kali
dalam sehari, yaitu pagi hari pukul 08.00, siang pukul 12.00 dan sore pukul 16.00
WIB. Aktivitas pemberian pakan semuanya dilakukan pada siang hari, seperti
yang dianjurkan oleh Ditjenkan (1993), dalam pendapatnya bahwa gelondongan
bandeng lebih banyak makan pada siang hari daripada malam hari. Pakan
membutuhkan waktu 27 – 50 menit untuk melewati usus pada stadium
gelondongan 60 g.
4. Konversi Pakan
Selama kegiatan pembesaran bandeng, nilai konversi yang didapat pada
bandeng dengan perlakuan penambahan suplemen dan probiotik, yaitu 0,89
dengan jumlah total pakan yang digunakan sebanyak 2.238,4 kg. Sedangkan pada
bandeng tanpa perlakuan jumlah total penggunaan pakannya sebanyak 1.379,84
kg dengan nilai konversi pakan sebesar 1,15. Salah satu faktor pendukung
kecilnya nilai konversi pakan yang dihasilkan oleh bandeng dengan perlakuan
dikarenakan bandeng yang mendapat tambahan suplemen, fungsi pencernaannya
lebih mampu menyerap nutrisi pakan secara maksimal sehingga pakannya
menjadi lebih efisien walaupun jumlah pakan hariannya semakin besar. Semakin
besar ukuran ikan maka feeding rate-nya semakin kecil, tetapi jumlah pakan
hariannya semakin besar.

b. Pengendalian Hama dan Penyakit


Menurut WWF-Indonesia (2011) Jenis Hama dan Penyakit serta
pengendalian nya adalah sebagai berikut:
1. Hama Pengganggu yaitu kepiting (ketam), udang tanah, tritip dan tiram
Akibat dari membuat pematang tambak bocor atau menempel di pintu-
pintu air. Cara penanggulangnya adalah ditanggulangi sejak persiapan tambak,
menggunakan saringan pada inlet (pintu masuk air), jenis pemberantasan hama
dari racun nabati, biji teh/saponin = 150 – 200 kg/ha.
Gambar 2. Teritip
2. Hama penyaing (kompetitor), contohnya ikan liar (mujair, belanak, dsb),
siput (trisipan dan keong / congcong), ketam-ketaman dan udang kecil.
Akibatnya bersaing memanfaatkan ruang, makanan dan oksigen yang
sama dengan ikan bandeng, kualitas air cepat menurun. Cara penanggulangannya
adalah persiapan tambak, terdapat saringan inlet dan outlet, biji teh/saponin = 150
– 200 kg/ha.

Gambar 3. Mujair
3. Hama Pemangsa: Burung-burung
Akibatnya memangsa ikan bandeng yang dipelihara pada kolam
penggelondongan. Cara Penanggulangannya adalah jaring pelindung (rumbai
rumbai), dan atau alat pengusir burung, menggunakan jaring dan tali penjebak,
meninggikan air minimal 70 cm.

Gambar 4. Burung
4. Hama Wereng (Jambret: Udang-udang Kecil)
Akibatnya mengganggu insang bandeng sehingga pertumbuhan menjadi
lambat. Cara penanggulangannya menangkap hama wereng dengan bantuan
lampu pada malam hari, dengan menggunakan serok. Melakukan penggantian air
dan mengganti saringan dengan ukuran mata jaring kecil.

Gambar 5. Udang-udang kecil


5. Penyakit
Penyakit dipicu seiring dengan memburuknya kualitas air. Penumpukan
bahan organik dari sisa kotoran ikan menjadi media Perkembangan parasit dan
bakteri. Penyakit yang sering menyerang bandeng dikenal sebagai cold atau
penyakit pilek yang biasa berjangkit pada saat terjadinya perubahan cuaca
mendadak (hujan deras atau penurunan suhu air). Tanda-tandanya yaitu bandeng
menjadi lemah, nafsu makan berkurang, dan warna kulit menjadi pudar yang
tampak nyata setelah 2 – 3 hari. Bakteri yang sering menimbulkan penyakit adalah
vibrio yang menyebabkan ekor busuk (fin rot). Pergantian air secara rutin dapat
mengurangi penyakit. Penggunaan bahan kimia untuk menanggulangi penyakit
tidak dianjurkan, kecuali dalam kondisi terpaksa. Penyakit menghambat
pertumbuhan ikan bandeng, bahkan menyebabkan kematian dan gagal panen.

2.5 Panen dan Pasca Panen


Secara umum pemanenan ikan hasil pembesaran sama seperti pemanenan
lainnya yang dilakukan setelah bobot ikan memenuhi permintaan pasar. Panen
dapat dilakukan secara selektif maupun total. Pemanenan selektif artinya,
pemanenan hanya dilakukan untuk individu ikan yang telah mencapai bobot
sesuai dengan permintaan pasar. Caranya tambak dikeringkan terlebih dahulu
kemudian untuk menangkap ikan digunakan jaring arad dan jaring insang. Panen
selektif juga dimaksudkan agar ikan yang masih kecil dapat dipelihara kembali
dan kesempatannya untuk tumbuh lebih cepat karena pesaingnya berkurang.
Benih yang ditebar di petak pembesaran sebaiknya menggunakan gelondongan
muda karena benih tersebut mudah beradaptasi dengan lingkungan tambak.
Sehingga tingkat kelangsungan hidup (survival rate) yang dihasilkan dapat
mencapai 80 – 90 % dengan kualitas air yang optimal (Pusluh, 2012).
Panen dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan pencapaian ukuran ikan
yang dipelihara yaitu 300 – 350 gram/ekor. Panen ikan bandeng pada sistem
tradisional yaitu sekitar 4 bulan masa pemeliharaan di petak pembesaran. Dengan
demikian panen bandeng dapat dilakukan secara bertahap (panen selektif). Panen
untuk kepentingan umpan, dapat dilakukan setelah ikan bandeng berukuran 10 –
15 cm per ekor yang biasanya dapat dicapai selama 2 – 3 bulan masa
pemeliharaan. Caranya adalah panen sebaiknya dilakukan pada pagi hari saat usus
kosong dan menghindari kerusakan organ pencernaan. Air tidak dikurangi dan
menggunakan waring untuk menghindari sisik lepas. Bandeng diserok secara total
menggunakan krikip kemudian dipindahkan ke terpal (hapa) menggunakan
keranjang (WWF-I, 2014)
Pasca panen yaitu setelah panen dengan menggunakan jaring dan
dimasukkan kedalam blung dan apabila bandeng dipanen pada pada siang maupun
sore hari maka bandeng akan diawetkan dengan menggunakan es balok dan dijual
pada malam hari ataupun pada dini hari dan apabila panennya pada malam hari
atau pada dini hari maka ikan bandeng akan bisa langsung dijual. Cara penjualan
ikan bandeng ini bisa berbagai macam bisa dijual langsung kepasar ataupun
dengan memanggil bakul ikan maka ikan tersebut akan diambil oleh bakul ikan
dan upah penjualan itu biasanya dengan menggunakan komisi (Romadon dan
Endah, 2011).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Ikan bandeng merupakan salah satu jenis ikan budidaya air payau yang
bernilai ekonomis dan potensial untuk dikembangkan.
2. Morfologi ikan bandeng yaitu bentuk tubuh memanjang, sirip ekornya
bercabang, pada bagian tubuhnya tersusun sisik-sisik kecil yang teratur
membentuk cycloid, tubuhnya berwarna putih keperakan terutama pada
bagian perut (ventral), sedangkan pada bagian punggung (dorsal) warnanya
biru kehitaman, mulut kecil dan tidak bergigi.
3. Faktor yang diperhatikan dalam budidaya bandeng adalah: 1) penempatan
lokasi harus bebas dari pencemaran, 2) perairan jernih sesuai dengan ambang
batas toleransi ikan, 3) terhindar dari angin kencang dan arus serta pasang
surut yang kuat, 5) mudah dijangkau dan dekat dengan pasar.
4. Untuk persiapan budidaya bandeng, hal-hal yang perlu dilakukan adalah 1)
penyiapan tambak (pengeringan tanah dasar tambak, pemupukan awal), 2)
penyediaan benih (pemilihan kriteria nener yang baik, transportasi nener,
ukuran nener), 3) prasarana budidaya (sarana pokok, sarana penunjang, dan
sarana pelengkap).
5. Tekhnik dalam memanen sebaiknya dilakukan pada pagi hari saat usus
kosong dan menghindari kerusakan organ pencernaan. Apabila bandeng
dipanen pada pada siang maupun sore hari maka bandeng akan diawetkan
dengan menggunakan es balok dan dijual pada malam hari ataupun pada dini
hari dan apabila panennya pada malam hari atau pada dini hari maka ikan
bandeng akan bisa langsung dijual.

3.2 Saran
Adapun saran dari penulisan makalah ini adalah adanya pembelajaran di
lapangan agar proses pembelajaran tidak hanya teori tetapi dapat dipraktikkan
oleh mahasiswa sehingga proses pembelajaran lebih mudah di fahami dan di
mengerti.
DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia. 2010. Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)


Pembenihan Bandeng. Direktorat Kredit, BPR dan UMKM, Biro
Pengembangan BPR dan UMKM. Jakarta: Bank Indonesia.

Bappenas. 2000. Budidaya bandeng. Proyek Pengembangan Ekonomi


Masyarakat Pedesaan. Jakarta: Bappenas.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai