Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

EVALUASI DAN ANALISIS KESESUAIAN LAHAN IKAN PATIN

OLEH

MUH. AZRUL SYAMSAH H. SUNANI


1111420004

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat kesempatan yang diberikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayahnya lah kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Evaluasi dan Analisis Kesesuaian Lahan
Ikan Patin

Adapun tujuan dari kami membuat proposal yang berjudul Evaluasi dan Analisis
Kesesuaian Lahan Ikan Patin disusun guna untuk menyelesaikan tugas yang diberikan
dari dosen kami pada mata kuliah Evaluasi dan Analisis Kesesuaian Lahan Di Universitas
Negeri Gorontalo.

Penulis sangat terima kasih kepada bapak/ibu selaku dosen mata kuliah. Makalah ini
yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang
ditekuni kami. Meskipun kami telah berusaha menyelesaikan Makalah ini sebaik mungkin,
kami menyadari bahwa Makalah ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna
menyempurnakan segala kekuranan dalam penyusunan Makalah ini.

Gorontalo, Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan 2

1.3 Manfaat 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Ikan Patin 3

2.2 Morfologi Ikan Patin 3

2.3 Kebiasaan Makan Ikan Patin 4

2.4 Habitat Ikan Patin 4

2.5 Kualitas Air 4

2.6 Hasil pengukuran kualitas air 5

2.7 Scoring/penilaian 6

2.8 Kesesuaian Lahan Ikan Patin 10

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan 12

3.2 Saran 12

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati ikan laut
dan ikan air tawar yang besar. ikan patin (Pangasius sp.,) dari famili pangasiidae atau
dikenal juga dengan lele, merupakan salah satu ikan air tawar omnivora yang telah menjadi
ikan budidaya unggulan di Indonesia. Ikan ini memiliki daging yang lebih empuk
dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya. Budidaya ikan patin berkembang pesat di
beberapa negara Asia seperti Vietnam, Thailand, Filipina, Bangladesh dan Indonesia
(Nurilmala et al., 2015).

Budidaya perikanan air tawar merupakan salah satu sektor usaha yang paling
potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Ikan lele berpotensi untuk dikembangkan
karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi (Mahyuddin, 2010 dalam Ritongga, Alauddin
and Safira, 2020). Ikan patin memiliki potensi budidaya yang tinggi dan ditemukan di
seluruh asia selatan dan tenggara (Ha et al., 2020). Ikan patin sebagai komoditas ikan air
tawar memiliki potensi untuk dibudidayakan secara komersial. Budidaya Pangasius telah
dikembangkan sedemikian rupa sehingga perusahan komersial dalam negeri memiliki
keterkaitan ke belakang dan ke depan (Haque et al., 2021). Ikan ini tidak hanya menjadi
ikan konsumsi tetapi juga digunakan pula sebagai ikan hias. Hal ini menimbulkan
segemntasi usaha yang beragam dalam pembudidayaan. Usaha budiddaya ikan patin dapat
dikelompokkan menjadi usaha pembenihan, usaha pendederan dan usaha pembesaran.

Patin Siam budidaya saat ini dianggap sebagai usaha yang menjanjikan bagi
masyarakat, karena Patin Siam merupakan jenis ikan air tawar yang mudah dibudidayakan
dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Menurut Roesfitawati1, nilai Patin Siam segar di
pasar internasional mencapai sekitar 1 USD, sebaliknya Patin Siam Fillet mencapai 3,4
USD.

1
Patin Siam (Pangasius hypophthalmus) merupakan salah satu komoditas pangan
pilihan di Provinsi Jambi, Indonesia. Hal ini ditandai dengan adanya permintaan benih atau
bibit Patin Siam (Pangasianodon hypophthalmus) yang terus meningkat setiap tahunnya.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, pada tahun 2011 produksi ikan
Patin Siam dalam negeri mencapai 229.267 ton, sedangkan pada tahun 2012 produksi Patin
Siam meningkat menjadi 347.000 ton dan pada tahun 2013 nilai produksi mencapai
410.883,20 ton. Menurut Ali and Haque, (2011) Bahwa akuakultur memiliki beberapa
dampak lingkungan yang negative.

Tanah di dasar tambak bertindak sebagai sumber nutrisi dan juga penyangga air
dalam akuakultur. Tanah juga bertindak sebagai filter biologis, menyerap sisa-sisa pakan
organic, kotoran ikan, dan produk alga. Perubahan tanah tambak dari waktu ke waktu
adalah umum, terutama di Negara-negara tropis. Indicator penting kesuburan dasar tanah di
tambak air tawar adalah konsentrasi nitrogen, C/N rasio, kandungan bahan organic, dan
fosfor terlarut (Hasibuan et al., 2023). Boyd (2008) ditemukan kondisi dasar tambak dan
pertukaran zat antara tanah dan air dapat kuat mempengaruhi kualitas tambah. Dengan
demikian, tanah secara langsung mempengaruhi kualitas air, ketersediaan nutrisi, dan
produktivitas ikan dalam budidaya. Umur dan kedalam tambak secara langsung
mempengaruhi fisik dan kimia kolam air tanah sekala kecil. Menurut Makori et al., (2017)
melaporkan bahwa penurunan produktivitas tambak dapat menyebabkan kualitas air yang
tidak optimal. Menurut (Ojwala, 2017) menunjukkan penambahan input yang tidak
terkendali (pakan dan pupuk anorganik) dapat menurunkan kualitas air, meningkatkan
kejadian infeksi parasit, dan menurunkan produksi ikan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini untuk mengetahui analisis dan evaluasi
kesesuaian lahan dari ikan patin.

1.3 Manfaat

2
Manfaat yang didapatkan yaitu pemahaman tentang analisis dan evaluasi
kesesuaian lahan dari ikan patin

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi ikan Patin

Klasifikasi ikan patin (Pangasius pangasius) menurut Rahmat, (2019) yaitu sebagai
berikut:

Kingdom : Animalia

Ordo : Ostariophyri

Family : Pangasidae

Genus : Pangasius

Spesies : Pangasius sp.

Ikan patin berasal dari Indonesia dan merupakan salah satu ikan air tawar yang
paling banyak dikonsumsi di dunia. Ikan ini memiliki tingkat kesegaran yang tinggi, aroma
ikan yang kurang. kandungan lemak yang rendah dan kadar kolesterol yang rendah. Secara
rinci ikan lele ini mengandung protein, lemak, karbohidrat, abu dan air masing-masing
hingga 68,8%, 5,8%, 1,5%, 5,0% dan 75,7% (Oktavianawati et al., 2016)

Ikan patin merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan panjang berwarna
putih prak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Kepala ikan patin relative kecil,
mulut terletak di ujung kepala agak di sebelah bawah. Pada sudut mulutnya terdapat dua
pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba (Rahmat, 2019).

2.2 Morfologi ikan Patin

Morfologi dari ikan patin mempunyai badan memanjang dan pipih, posisi mulut sub
terminal dengan 4 buah sungut, sirip punggung berduri dan bersirip tambahan serta terdapat
sirip lengkung mulai dari kepala sampai pangkal sirip ekor. Bentuk sirip tersebut agak
bercagak dengan bagian tepi berwarna putih dan garis hitam di tengah. Ikan ini mempunyai

4
panjang maksimum 150 cm. ikan patin sangat toleransi terhadap derajat keasaman (pH) air.
artinya, ikan ini dapat bertahan hidup pada kisaran pH air yang lebar, dari perairan yang
agak asam sampai perairan basa. Kandungan oksigen terlarut yang dibutuhkan bagi
kehidupan ikan patin adalah berkisar antara 3-6 ppm, sementara karbondioksida yang bias
ditolerir berkisar antara 9-20 ppm, dengan alkalinitas antara 80-250. Suhu air media
pemeliharaan yang optimal berada dalam kisaran 28-30oC (Rahmat, 2019).

2.3 Kebiasaan Makan Ikan Patin

Makanan sangat berperan penting dalam pertumbuhan ikan. Untuk merangsang


pertumbuhan, diperlukan jumlah dan mutu makanan yang tersedia dalam keadaan cukup
serta sesuai dengan kondisi perairan. ikan patin memerlukan sumber energy yang berasal
dari makanan baik pakan alami maupun pakan buatan untuk pertumbuhan dan
kelangsungan hidup. Ikan patin merupakan pemakan segala (omnivora), tetapi cenderung
ke arah karnivora. Menurut susanto dan Amri dalam menjelaskan bahwa, di alam makan
utama ikan patin berupa udang renik (crustacea), insekta dan moluska. Sementara makanan
pelengkap ikan patin berupa rotifer, ikan kecil daan daun-daunan yang ada di perairan
(Jihardi, 2019).

2.4 Habitat Ikan Patin

Ikan patin termasuk ikan yang beraktifitas pada malam hari atau nocturnal. Selain
itu, patin suka bersembunyi di dalam liang-liang di tepi sungai habitat hidupnya. Ikan ini
termasuk ikan demersal atau ikan dasar. Secara fisik memang dari bentuk mulut lebar
persis seperti ikan domersal lain seperti ikan lele dan ikan gabus. Ikan patin tersebar di
kawasan asia selatan dan asia tenggara, tersebar dari india hingga Indonesia dan juga china.
Habitat ikan patin banyak dijumpai pada lingkungan hidup berupa perairan tawar, yakni di
waduk, sungai-sungai besar, dan muara-muara sungai (Novizal, 2019).

2.5 Kualitas Air

Air merupakan media hidup dari ikan yang memiliki sifat cocok bagi kehidupan
ikan, karena kualitas air dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan makhluk hidup

5
di air. kualitas air merupakan faktor pembatas terhadap jenis biota yang dibudidayakan
disuatu perairan.

Suhu mempunyai peranran penting dalam menentukan pertumbuhan ikan yang


dibudidaya, menurut kordi dan tancung (2010), bahwa kisaran suhu yang optimal bagi
kehidupan ikan patin yaitu 25oC – 30oC. derajat keasaman (pH) berdasarkan standart bauku
mutu air PP. No. 82 Tahun 2001 (Kelas II) pH yang baik untuk kegiatan budidaya ikan air
tawar berkisar antara 6 –9. DO (oksigen Terlarut) yang dibutuhkan bagi kehidupan ikan
patin adalah berkisar antara 3-6 ppm (Subagja, 2009). Oksigen memegang peranan penting
sebagai indicator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi
dan reduksi bahan organic dan anorganik. Karena proses oksidasi dan reduksi inilah maka
peranran oksigen terlarut sangat penting untuk membantu mengurangi beban pencernaan
pada perairan secara alami (Salmin, 2005).

2.6 Hasil Pengukuran Kualitas Air

Hasil pengukuran berasal dari penelitianmnya (Nurhabib, Arfiati and Sartimbul,


2017)

6
2.7 Scoring/Penilaian

Metode Scoring adalah metode yang memberikan evaluasi terhadap kelayakan


subjek tes dalam bentuk nilai.

2.7.1 Kualitas Air

a. pH

Berdasrkankadar pH di lokasi pengembatan, nilai berkisar antara 4,01 hingga 7,8.


Nilai terendah didapatkan pada titip E3 diDesa Trimulyo Kecamatan Rantau Rasau. Nilai
tertinggi diperoleh pada D1 yang berada di desa Rantau Makmur kecamatan Berbak.
Kondisi perairan secara keseluruhan di lokasi penelitian cenderung asam. Kisaran nilai pH
'sangat sesuai' (S1) terdapat pada D1, D2, dan E1 dengan nilai pH berkisar antara 6,52
hingga 7,87. Untuk kategori 'sesuai' (S2), pH yang terdapat pada A1, A2, A3, B2, B3, C1
dan C2 memiliki kisaran nilai pH dari 5,20 hingga 5,76. Kategori 'Tidak Sesuai' (N)
terdapat pada B1, E2 dan E3 dengan nilai pH berkisar 4,01 hingga 4,39.

b. Suhu

Nilai suhu air yang diperoleh dari pengamatan menunjukkan kisaran suhu yang
kecil. Itu Kisaran suhu di Tanjung Jabung Timur antara 26,15 hingga 30,590C. Temperatur
terendah didapatkan pada titik sampel A1 di Desa Rantau Karya Kecamatan Geragai. Suhu
tertinggi tercatat di desa D1 Rantau Makmur kecamatan Berbak. Berdasarkan hasil analisis
perbandingan perbandingan, dengan menggunakan baku mutu budidaya patin, hanya
terdapat dua kategori kondisi kesesuaian yaitu sangat sesuai (S1) dan sesuai (S2). Kondisi
'Sangat Sesuai' (S1) berisi B1, C1, C2, D2 dan E1. Kondisi 'Sesuai' (S2) didapatkan pada
A1, A2, A3, B2, B3, D1, E2 dan E3.

c. DO (Oksigen terlarut)

Dissolved Oxygen (DO) yang diperoleh selama proses pengamatan menunjukkan


hasil yang sama dari setiap titik sampling. Nilai tertinggi diperoleh pada titik sampling E1
terletak di desa Bandar Jaya kecamatan Rantau Rasau. Nilai terendah diperoleh pada titik

7
sampling E3 di desa Trimulyo di kecamatan yang sama. Berdasarkan hasil skoring dan
disesuaikan dengan baku mutu air untuk budidaya Patin Siam, kondisi DO di wilayah
tersebut secara keseluruhan dinilai sangat sesuai (S1).

d. Amonia

Nilai amonia diambil dari proses pengamatan yang menunjukkan hasil yang sama
diperoleh dari titik pengambilan sampel. Nilai keseluruhan amoniak pada setiap titik
pengambilan sampel sangat kecil. Nilai distribusi amonia berkisar antara 0,01-0,03 mg/l.
Nilai tertinggi diperoleh pada lokasi pengambilan sampel E3 di Desa Trimulyo Kecamatan
Rantau Rasau. Terendah didistribusikan hampir merata di daerah sampling lainnya. Dari
hasil skoring dan penyesuaian baku mutu air untuk budidaya Patin Siam menunjukkan
bahwa amonia termasuk dalam parameter kategori aman atau sangat sesuai (S1).

e. Salinitas

Pengamatan salinitas bertujuan untuk mengetahui seberapa besar salinitas air laut
yang merembes ke lokasi penelitian. Pengamatan menunjukkan bahwa kondisi perairan di
wilayah ini termasuk dalam kategori air tawar atau tidak dipengaruhi oleh salinitas air laut.
Nilai salinitas tertinggi diperoleh pada titik sampel C2 dan E2 sebesar 0,3 ppt dan nilai
terendah pada sampel C1, D1, D2 dan E1 sebesar 0 ppt. Hasil serupa diperoleh dari lokasi
sampel. Berdasarkan baku mutu dan hasil perhitungan skoring diperoleh bahwa sebaran
salinitas tergolong 'sangat sesuai' untuk budidaya (S1).

2.7.2 Kualitas Tanah

a. Bahan Organik Tanah

Berdasarkan pengamatan bahan organik tanah, nilai bahan organik tanah terendah
adalah 1,5% dan tertinggi pada 14,2% dalam nilai persentase. Nilai bahan organik terendah
diperoleh pada titik pengamatan C1 yang terletak di Desa Paritkulum Kecamatan Sabak
Barat. Sedangkan nilai tertinggi diperoleh pada titik sampel E1 yang terletak di Desa
Bandar Jaya Kecamatan Rantau Rasau. Dilihat dari baku mutu tanah untuk budidaya Patin

8
Siam, terdapat dua kelas kesesuaian lahan di semua titik pengambilan sampel. Kategori
'Sesuai' (S2) diperoleh pada titik sampel D1, E1, E2, dan E3. Lainnya dikategorikan 'sangat
sesuai' (S1). Analisis data menunjukkan bahwa kondisi lahan di Tanjung Jabung Timur
sebagian besar memiliki kandungan humus yang baik.

b. Tekstur Tanah

Berdasarkan pengamatan tekstur tanah, ada tiga jenis tekstur tanah yaitu sebagai
berikut: lempung liat berpasir, lempung berpasir dan liat. Sebagian besar tekstur tanah di
Tanjung Jabung Timur memiliki tekstur tanah liat, sedangkan tanah lempung berpasir
adalah tekstur tanah yang paling sedikit. Beberapa titik pengamatan yang memiliki tekstur
tanah lempung adalah D1, D2, E1, E2 dan E3 di Kecamatan Berbak dan Rantau Rasau.
Tekstur tanah lempung berpasir dijumpai pada B1, B2, dan D2 di Kecamatan Dendang dan
Sabak. Berdasarkan data nilai skoring dibandingkan dengan baku mutu tekstur tanah untuk
budidaya tanaman patin, terdapat tiga kategori tingkat kesesuaian lahan. Kondisi 'Sangat
Sesuai' diperoleh dari tanah bertekstur lempung liat berpasir pada sampel titik A1, A2, A3
dan C1. Kondisi 'cocok' didapatkan pada B1, B2 dan C2. Titik sampel lainnya adalah
'Tidak Cocok' (N).

c. pH tanah

Selain pengamatan pH air, penelitian ini juga mengamati pH tanah. Nilai pH tanah
yang diperoleh berada pada kisaran 4,7 hingga 6,2. pH tanah terendah diperoleh pada titik
pengambilan sampel E2 di Desa Rantau Rasau 1 Kecamatan Rantau Rasau. pH tanah
tertinggi diperoleh dari titik sampel A1 di Desa Rantau Karya Kecamatan Geragi.
Berdasarkan baku mutu kesesuaian tanah untuk budidaya Patin Siam, terdapat dua tingkat
kesesuaian lahan yaitu: 'Sesuai' (S2) dan 'Tidak Sesuai' (N). Kondisi 'Sesuai' (S2) hanya
terdapat pada titik sampel A1 dan B1 sedangkan titik sampel lainnya 'Tidak Sesuai' (N).

9
2.7.3 Parameter Tambahan

a. lereng Tanah

Berdasarkan data pengamatan, kemiringan lahan Tanjung Jabung Timur cenderung


datar. Kemiringan diamati dalam hal ini daerah berkisar antara 1-3%. Kemiringan dapat
dilihat dari ketinggian titik sampel dibandingkan dengan luas wilayah. Ada dua jenis
kesesuaian lahan berdasarkan perhitungan skoring dan baku mutu budidaya Patin Siam.
Kemiringan 'sangat sesuai' (S1) diperoleh pada titik sampel A1, A2, A3, B1, B2, D1 dan
D2. Kondisi 'cocok' didapatkan pada B3, C1, C2, E1, E2 dan E3. Perbedaan nilai
kemiringan lahan dipengaruhi oleh kondisi geografis, seperti kemiringan lahan yang lebih
rendah pada lahan yang mengarah ke laut.

b. Suhu Udara

Pengamatan suhu udara dilakukan karena merupakan parameter penting dalam


mendukung budidaya Ikan Patin. Suhu udara mempengaruhi suhu air. Kondisi suhu udara
di Tanjung Jabung Timur rata-rata hampir sama di seluruh wilayah. Kisaran suhu udara di
26-27oC. Berdasarkan skoring dan standar mutu, daerah dinilai 'Sangat Sesuai' (S1). Tidak
adanya perbedaan suhu udara mempengaruhi hasil pengamatan karena diperoleh kesamaan
nilai dan kategori kesesuaian lahan.

c. Pengendapan

Data curah hujan diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) di Provinsi Jambi. Berdasarkan data pengamatan, curah hujan dalam 2 tahun
terakhir sebesar 910-2366 mm/ tahun. Stasiun pengamatan dihitung berdasarkan
kecamatan. Curah hujan tertinggi tercatat di Kecamatan Geragai. Curah hujan terendah
berada di Kecamatan Dendang. Ada dua kategori kesesuaian lahan berdasarkan
pengamatan curah hujan. Kondisi 'Cocok' (S2) berlokasi di Geragai (A1, A2, A2), Sabak
Barat (C1, C2,) dan Rantau Rasau (E1, E2, E3). 'Tidak sesuai' (N) tercatat di Dendang (B1,
B2, B3) dan Berbak (D1.D2).

10
2.8 Kesesuaian Lahan Untuk Budidaya Ikan Patim

Nilai skoring yang diperoleh dari semua parameter berkisar antara 64-88. Nilai
skoring tertinggi diperoleh pada titik C1 dan titik terendah pada titik sampel E3. Kesesuaian
labd untuk budidaya ikan patin. dua kategori tingkat kesesuaian lahan: sangat sesuai (S1)
dan sesuai (S2). Kesesuaian lahan ditentukan dengan interval kelas sebagai berikut: S1 (80-
108), S2 (51-79) dan N (22-50). Berdasarkan hasil skoring yang telah disesuaikan dengan
interval kelas yang diperoleh di titik sampel, daerah yang memiliki kategori 'Sangat Sesuai'
(S1) adalah A1, A2, A3, C1, C2, D2 dan E1 dengan nilai skoring 80-92. Lahan yang
'sesuai' (S2) meliputi B1, B2, B3, D1, E2 dan E3 dengan nilai skor 64-78. Berdasarkan
hasil tersebut, Tanjung Jabung Timur dianggap cocok untuk budidaya Patin Siam didukung
oleh kesesuaian lahan 'Sangat Cocok' dan 'Sesuai' yang tersedia di wilayah tersebut.

Gambar Peta Kesesuaian Lahan Budidaya Ikan Patin

11
BAB III

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Tingkat kesesuaian lahan budidaya Patin Siam di Tanjung Jabung Timur adalah
'sangat sesuai' (S1), ditunjukkan pada A1, A2, A3, B2, C1 dan C2 dengan kisaran nilai
skoring 78-88. Kategori 'Sesuai' (S2) ditampilkan pada B1, B3, D1, D2, E1, E2 dan E3
dengan kisaran nilai skoring 62-72.

5.2 Saran

Disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan kesesuaian


lahan pada ikan patin

12
DAFTAR PUSTAKA

Ali, H. and Haque, M. (2011) ‘Impacts of Pangasius aquaculture on land use patterns in
Mymensingh district of Bangladesh’, Journal of the Bangladesh Agricultural
University, 9(1), pp. 169–170. doi: 10.3329/jbau.v9i1.8759.

Ha, T. T. T. et al. (2020) ‘Genetic diversity in Pangasius spp. collected in Bangladesh


based on mitochondrial cytochrome b gene sequence analysis’, Aquaculture Reports,
17(October 2019), p. 100351. doi: 10.1016/j.aqrep.2020.100351.

Haque, M. M. et al. (2021) ‘Can Bangladeshi pangasius farmers comply with the
requirements of aquaculture certification?’, Aquaculture Reports, 21(August), p.
100811. doi: 10.1016/j.aqrep.2021.100811.

Hasibuan, S. et al. (2023) ‘The age and quality of pond bottom soil affect water quality and
production of Pangasius hypophthalmus in the tropical environment’, Aquaculture
and Fisheries, 8(3), pp. 296–304. doi: 10.1016/j.aaf.2021.11.006.

Jihardi, H. (2019) Pengaruh Pemberian Molase Terhadap Pertumbuhan Dan SIntasan


Pada Benih Ikan Patin. Makassar: Program Studi budidaya Perairan, Fakultas
Pertanian, Universitas Muhammadiya Makassar.

Makori, A. J. et al. (2017) ‘Effects of water physico-chemical parameters on tilapia


(Oreochromis niloticus) growth in earthen ponds in Teso North Sub-County, Busia
County’, Fisheries and Aquatic Sciences, 20(1), pp. 1–10. doi: 10.1186/s41240-017-
0075-7.

Novizal (2019) Keberhasilan Daya Tetas Telur Ikan Patin SIam (Pangasius hypopthalmus)
Yang Direndam Dengan Ekstrak Daun Sirih (Piper betle. L). Jambi: Program Studi
Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Batanghari Jambi.

Nurhabib, A., Arfiati, D. and Sartimbul, A. (2017) ‘Land Suitability Analysis for Patin
Siam Cultivation (Pangasianodon hypophthalmus) in East Tanjung Jabung Regency
Jambi Province’, 10(4), pp. 611–618.

13
Nurilmala, M. et al. (2015) ‘Evaluation of nutritional and color on Indonesian and imported
patin fish (Pangasius sp.,) fillets’, Advance Journal of Food Science and Technology,
8(8), pp. 576–582. doi: 10.19026/ajfst.8.1569.

Ojwala, R. A. (2017) ‘Effect Water Quality On The Parasite Assmblages Infecting Nile
Tilapia In Selected Fish Farms In Nakuru County, Kenya’, (April), pp. 1–14.

Oktavianawati, I. et al. (2016) ‘Effects of Feeding Diets Containing Azolla Pinnata and
Probiotic on the Growth and Nutritional Content of Patin Fish (Pangasius Djambal)’,
Agriculture and Agricultural Science Procedia, 9, pp. 403–410. doi:
10.1016/j.aaspro.2016.02.156.

Rahmat (2019) Pengaruh Padat Tebar Terhadap Kelangsungan Hidup Dan Pertumbuhan
Ikan Patin (Pangasius Sp.) Pada Lahan Bekas Galian Industri Batu Merah. Program
Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Makassar.

Ritongga, L. B., Alauddin, M. H. R. and Safira, F. (2020) ‘ARTIFICIAL SPAWNING OF


PATIN SIAM CATFISH ( Pangasianodon hypopthalamus ) IN THE RESEARCH
CENTER OF SUKAMANDI FISH BREEDING’, Journal of Aquaculture
Development and Environment, 3(2), pp. 184–190.

14

Anda mungkin juga menyukai