Anda di halaman 1dari 54

DIAGNOSA ULTRASONOGRAFI UNTUK MENDETEKSI

GANGGUAN PADA UTERUS KUCING (Felis catus)

WYWY GOULDA MARCH

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
RINGKASAN
Wywy Goulda March. Diagnosa Ultrasonografi untuk Mendeteksi Gangguan
pada Uterus Kucing (Felis catus). Dibimbing oleh Deni Noviana dan Chusnul
Choliq.

Studi kasus yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui gangguan uterus


yang terjadi pada kucing melalui penggunaan ultrasonografi (USG) sebagai
penegak diagnosa. Diagnosa USG ditampilkan dengan menggunakan transducer
3,5-5 Mega Hertz tipe sector scanner dengan posisi dorsal atau lateral
recumbency. Hasil USG mengkonfirmasi adanya berbagai jenis perubahan bentuk
dan struktur, berdasarkan derajat echogenisitas massa yakni anechoic (hitam)
sampai hyperechoic (putih).
Enam ekor kucing direferensikan pada Ruma h Sakit Hewan IPB untuk
dilakukan pemeriksaan dan diagnosa sesuai dengan penyakit yang ditemukan.
Secara USG, kucing pertama memperlihatkan adanya sejumlah kecil cairan
intraluminal dan peningkatan ketebalan dinding uterus. Hasil sonogram pada
kucing kedua diarahkan pada kasus macerasi, karena menunjukkan ketidakhadiran
denyut jantung fetus, bentuk tulang belakang yang tidak beraturan berupa massa
panjang berwarna putih bersifat hyperechoic dan sedikit cairan disekitarnya.
Selain itu, kucing ketiga dan keempat memberikan indikasi adanya mumifikasi
fetus melalui USG. Gambaran sonografi menjelaskan struktur fetus yang tidak
jelas. Pada kondisi ini, cairan fetus dan jaringan lunak diserap kembali, selaput
fetus melekat pada tulang memberikan bentuk berupa massa putih yang bersifat
hyperechoic. Pyometra merupakan penyakit yang dikarakteristikkan oleh
perluasan lumen uterus akibat akumulasi nanah (pus). Ultrasonografi abdominal
membuktikan adanya perluasan dari uterus yang berbentuk saluran berisi cairan
dengan struktur anechoic baik secara sagital maupun transversal pada kucing
kelima dan keenam.
Studi penggunaan USG sebagai alat diagnostik dalam kasus reproduksi pada
kucing, menunjukkan hasil yang akurat dan efektif sebagai penunjang diagnosa.
DIAGNOSA ULTRASONOGRAFI UNTUK MENDETEKSI
GANGGUAN PADA UTERUS KUCING (Felis catus)

WYWY GOULDA MARCH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan
pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Diagnosa Ultrasonografi untuk Mendeteksi Gangguan


pada Uterus Kucing (Felis catus).
Nama : Wywy Goulda March
NRP : B04103077

Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II

Drh. Deni Noviana, Ph.D Drh. Chusnul Choliq, MS, MM


NIP. 132 133 991 NIP. 131 690 351

Mengetahui,
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor

Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS


NIP. 131 129 090

Tanggal kelulusan :
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 Desember 1985 sebagai anak


kedua dari pasangan bernama Jannes Silaban dan K. M. Manalu.
Pada tahun 1991 penulis memeasuki Sekolah Dasar Negeri (SDN) 05
Jakarta Timur. Pada tahun 1997 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) 147 Jakarta Timur. Tahun 2000 melanjutkan
pada Sekolah Menegah Umum (SMU) 39Jakarta TImur. Pada tahun 2003 penulis
diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) pada Fakultas Kedokteran Hewan.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan dan
kepengurusan organisasi UKM Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK), UKM
Panahan IPB, Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Hewan Kesayangan dan
Satwa Akuatik, Veterinary English Club (VEC) periode 2003-2006. Penulis juga
aktif sebagai panitia pada kegiatan dalam dan luar kampus serta menjadi atlet
panahan perwakilan IPB pada Kejurnas Panahan Indoor tahun 2006-2007. Penulis
juga pernah menjadi Asisten Kimia Dasar I FMIPA pada tahun 2004-2005,
Asisten Ilmu Bedah Umum Veteriner (IBUV) tahun 2006-2007.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
Hewan, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi yang berjudul:
“Diagnosa Ultrasonografi untuk Mendeteksi Gangguan pada Uterus Kucing
(Felis catus)” dengan bimbingan dari drh. Deni Noviana Ph.D dan drh. Chusnul
Choliq, MS, MM.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus yang
telah memberikan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
berupa penulisan skripsi guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada
Institut Pertanian Bogor. Penulis sadar dalam penulisan skripsi ini masih banyak
terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun guna menyempurnakan karya tulis ini.
Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada :
1. Drh. Deni Noviana, Ph.D dan drh. Chusnul Choliq, MS, MM sebagai
dosen pembimbing atas segala bimbingan, nasehat dan pengarahannya.
2. Dr. drh. Sabdi Hasan Aliambar, MS selaku dosen penguji atas saran ,
kritik dan penilaiannya.
3. Dr. drh. Nurhidayat, MS selaku dosen pembimbing akademik atas
nasehat dan bimbingannya selama penulis menjadi mahasiswa.
4. Kedua orang tua: Bapak Jannes Silaban dan Ibu K. M. Manalu, Bang
hasil, reyaland dan Melin serta seluruh keluarga di rumah atas doa dan
dukungan yang selalu diberikan.
5. Keluarga besar UKM PMK untuk kebersamaan dan doanya.
6. Keluarga UKM Panahan atas dorongan semangat dan bantuan
peralatan selama ini serta suka-duka di panahan.
7. Staf-staf klinik yang telah banyak membantu terselesaikannya
penelitian ini.
8. Mba lia, linca, ias, ria, teti, ahmad nur, a. nur hakim, dewilis dan
yasmin untuk dorongan semangatnya sehingga penulis berusaha
menyelesaikan sidang dengan sebaik-baiknya.
9. Teman-teman Gymnolaemata’40 yang terus berjuang untuk
wisudanya.
Akhir kata penulis ucapkan semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat
bagi pihak yang memerlukan.
Bogor, Agustus 2007
Penulis
DAFTAR ISI

Hal
RINGKASAN .................................................................................................. i
HALAMAN JUDUL........................................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP......................................................................... iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
Latar Belakang ........................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ....................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 2
Klasifikasi Kucing (Felis catus) ................................................................ 2
Karakteristik Kucing .................................................................................. 2
Anatomi Sistem Reproduksi Betina ........................................................... 4
Ovarium ......................................................................................... 5
Tuba Fallopi ................................................................................... 5
Uterus ............................................................................................. 6
Cervix ............................................................................................. 6
Vagina ............................................................................................ 7
Alat Kelamin Luar ......................................................................... 7
Ultrasonografi ............................................................................................ 8
Pengertian Dasar Ultrasonografi .................................................... 8
Interaksi Ultrasound dengan Jaringan ........................................... 9
Interpretasi gambar ........................................................................ 10
Karakteristik Gelombang Suara ..................................................... 10
Penerapan Ultrasonografi Medis................................................................ 11
Normal Ultrasonografi Organ Genital pada Hewan Kecil ........................ 12
Teknik Pengambilan Gambar..................................................................... 13
Posisi hewan dalam pengambilan gambar ..................................... 13
Daerah Orientasi ............................................................................ 13
Arah probe...................................................................................... 14
Penyakit-Penyakit Klinis Uterus Kucing Betina........................................ 15
Endometritis ................................................................................... 15
Macerasi ......................................................................................... 16
Mumifikasi ..................................................................................... 17
Pyometra ........................................................................................ 19
BAHAN DAN METODE ................................................................................ 22
Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 22
Bahan dan Alat Penelitian .......................................................................... 22
Metode Penelitian ...................................................................................... 24
HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................ 25
Kasus Endometritis .................................................................................... 25
Kasus Macerasi .......................................................................................... 29
Kasus Mumifikasi ...................................................................................... 31
Kasus Pyometra.......................................................................................... 36
KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................ 40
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 41
DAFTAR GAMBAR

No. Nama Hal


1 Sistem reproduksi kucing betina secara ventral ......................................... 4
2 Area penerimaan frekuensi pada sonogram............................................... 11
3 Sonogram dari organ abdomen bagian hipogastrikus normal yang tidak
memperlihatkan adanya uterus................................................................... 13
4 Tiga arah probe yang dapat digunakan pada organ.................................... 14
5 Ultrasonografi tipe Aloka Pro Sound SSD-4000 yang terdapat
di RSH IPB ................................................................................................ 23
6 Tranducer tipe sector scanner dengan frekuensi 5 MHz di RSH IPB....... 23
7 Transducer tipe linear array dengan frekuensi 5 MHz di RSH IPB ......... 23
8 Penampakan vulva yang kotor dari seekor kucing mix ............................. 25
9 Sonogram dari uterus yang mengalami endometritis kronis dengan
probe arah transversal ............................................................................... 26
10 Sonogram dari uterus yang mengalami endometritis kronis dengan
probe arah sagital ...................................................................................... 27
11 Uterus yang telah diangkat dan diincisi .................................................... 28
12 Sonogram dari kasus macerasi .................................................................. 30
13 Sonogram kasus mumifikasi pertama ....................................................... 31
14 Sonogram kasus mumifikasi kedua........................................................... 34
15 Sonogram kasus pyometra terbuka dengan probe sagital ......................... 36
16 Sonogram kasus pyometra terbuka dengan probe transversal .................. 38
17 Operasi ovariohisterektomi ....................................................................... 39
DAFTAR ISI

Hal
RINGKASAN .................................................................................................. i
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP......................................................................... iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
Latar Belakang ........................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ....................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 2
Klasifikasi Kucing (Felis catus) ................................................................ 2
Karakteristik Kucing .................................................................................. 2
Anatomi Sistem Reproduksi Betina ........................................................... 4
Ovarium ......................................................................................... 5
Tuba Fallopi ................................................................................... 5
Uterus ............................................................................................. 6
Cervix ............................................................................................. 6
Vagina ............................................................................................ 7
Alat Kelamin Luar ......................................................................... 7
Ultrasonografi ............................................................................................ 8
Pengertian Dasar Ultrasonografi .................................................... 8
Interaksi Ultrasound dengan Jaringan ........................................... 9
Interpretasi gambar ........................................................................ 10
Karakteristik Gelombang Suara .................................................... 10
Penerapan Ultrasonografi Medis................................................................ 11
Normal Ultrasonografi Organ Genital pada Hewan Kecil ........................ 12
Teknik Pengambilan Gambar..................................................................... 13
Posisi hewan dalam pengambilan gambar ..................................... 13
Daerah Orientasi ............................................................................ 13
Arah probe...................................................................................... 14
Penyakit-Penyakit Klinis Uterus Kucing Betina........................................ 15
Endometritis ................................................................................... 15
Macerasi ......................................................................................... 16
Mumifikasi ..................................................................................... 17
Pyometra ........................................................................................ 19
BAHAN DAN METODE ................................................................................ 22
Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 22
Bahan dan Alat Penelitian .......................................................................... 22

i
Metode Penelitian ...................................................................................... 24
HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................ 25
Kasus Endometritis .................................................................................... 25
Kasus Macerasi .......................................................................................... 29
Kasus Mumifikasi ...................................................................................... 31
Kasus Pyometra.......................................................................................... 36
KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................ 40
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 41

ii
DAFTAR GAMBAR

No. Nama Hal


1 Sistem reproduksi kucing betina secara ventral ...................................... 4
2 Area penerimaan frekuensi pada sonogram............................................. 11
3 Sonogram dari organ abdomen bagian hipogastrikus normal
yang tidak memperlihatkan adanya uterus ............................................... 13
4 Tiga arah probe yang dapat digunakan pada organ.................................. 14
5 Ultrasonografi tipe Aloka Pro Sound SSD-4000 yang terdapat
di RSH IPB .............................................................................................. 23
6 Tranducer tipe sector scanner dengan frekuensi 5 MHz di RSH IPB..... 23
7 Transducer tipe linear array dengan frekuensi 5 MHz di RSH IPB ....... 23
8 Penampakan vulva yang kotor dari seekor kucing mix ............................ 25
9 Sonogram dari uterus yang mengalami endometritis kronis dengan
probe arah transversal .............................................................................. 26
10 Sonogram dari uterus yang mengalami endometritis kronis dengan
probe arah sagital ..................................................................................... 27
11 Uterus yang telah diangkat dan diincisi ................................................... 28
12 Sonogram dari kasus macerasi ................................................................. 30
13 Sonogram kasus mumifikasi pertama ...................................................... 31
14 Sonogram kasus mumifikasi kedua.......................................................... 34
15 Sonogram kasus pyometra terbuka dengan probe sagital ........................ 36
16 Sonogram kasus pyometra terbuka dengan probe transversal ................. 38
17 Operasi ovariohisterektomi ...................................................................... 39

iii
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Selaras dengan berkembangnya minat masyarakat untuk memelihara hewan
sebagai hewan kesayangan khususnya kucing, maka semakin tinggi pula
kesadaran masyarakat yang peduli akan kesehatan hewannya. Hal ini
membutuhkan alat yang dapat membantu dokter hewan dalam menunjang
diagnosa penyakit-penyakit hewan secara cepat dan akurat. Salah satu alat yang
dapat digunakan adalah ultrasonografi (USG). Ultrasonografi merupakan salah
satu alat yang sering digunakan dalam kedokteran manusia, tetapi dengan adanya
modifikasi alat, USG telah banyak digunakan oleh dokter hewan untuk
mendiagnosa penyakit hewan. Kebanyakan alat-alat untuk mendiagnosa penyakit,
memiliki efek tertentu yang membahayakan terhadap pasien. Namun demikian,
USG justru memiliki keuntungan dalam penggunaannya, selain tidak
membahayakan dokter, juga tidak membahayakan pasien.
Kucing menjadi salah satu hewan yang paling banyak diminati oleh
masyarakat di Indonesia. Semakin tinggi rasa percaya pemilik kepada dokter
hewan yang menangani, maka semakin tinggi pula keinginan para dokter hewan
untuk membantu penanganan kesehatan kucing tersebut. Melalui keberadaan alat
USG, akan sangat membantu dokter hewan dalam mendiagnosa berbagai macam
penyakit pada kucing. Oleh sebab itu, perlu dipelajari dengan cermat teknik atau
tata cara penggunaan maupun interpretasi USG sehingga USG memiliki peranan
penting dalam penegakkan diagnosa dunia medis hewan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari cara
mendiagnosa uterus kucing melalui pemeriksaan USG, sehingga memperoleh
pengetahuan dalam teknik penggunaan dan interpretasi hasil sonogram dari USG
tersebut.

1
TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Kucing ( Felis catus)


Kucing atau Felis catus adalah sejenis karnivora kecil yang berasal dari
keluarga felidae, yang telah dijinakkan selama ribuan tahun (Wikipedi 2006).
Menurut Grzimek (1975) Semua jenis felis disebut juga “kucing”, walaupun
seperti jaguar, cheetah, kucing siam, dan singa. Kucing terbagi menjadi dua
group yaitu kucing kecil (Felini) dan kucing besar (Pantherini).
Taksonomi kucing menurut Linnaeus (1758) yaitu sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Superphylum : Deuterostomia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Infraphylum : Gnathostomata
Superclass : Tetrapoda
Class : Mamalia
Ordo : Karnivora
Subordo : Feliformia
Family : Felidae
Subfamily : Felinae
Genus : Felis
Species : Felis catus
Karakteristik Kucing
Kucing yang garis keturunannya dicatat secara resmi disebut sebagai kucing
ras atau galur murni (pure breed), seperti persia, siam, ma nx, sphinx. Jumlah
kucing ras hanyalah 1% dari seluruh kucing di dunia. Sisanya adalah kucing
dengan keturunan campuran seperti kucing liar atau kucing kampung. Kucing
biasanya memiliki berat badan antara 2,5 hingga 7 kilogram dan jarang melebihi
10 kg (Wikipedi 2006).
Perbedaan utama antara kucing jantan dan betina terletak pada penampilan
fisiknya. Kucing jantan biasanya memiliki tubuh lebih besar dan berat, serta
kepala yang lebih lebar dari pada kucing betina (verhoef 2003). Banyak orang
mengira bahwa kucing tidak berkeringat, tetapi sebenarnya kucing memiliki

2
kelenjar keringat yang kecil dan berlokasi pada bibir, dagu, bagian antara kuku
dan sole serta daerah anus. Selain itu, kucing juga memiliki kelenjar sebaceous
yang biasanya kecil. Kucing jantan dan betina memiliki kelenjar yang besar di
daerah anus, yakni kelenjar sebaceous dan kelenjar keringat. Kelenjar ekor dan
kelenjar anal umumnya digunakan sebagai penanda teritorial untuk menemukan
pasangan (Grzimek 1975).
Kucing merupakan karnivora sejati yang memiliki gigi taring besar,
melengkung dan berbentuk pisau belati; gigi geraham yang kecil dan agak runcing
serta cakar yang tajam pada semua jari (Redaksi Ensiklopedia Indonesia 2003).
Pada famili Canidae atau anjing terdapat ciri yang hampir sama, namun ciri
tersebut lebih berkembang pada kucing. Dalam penangkaran, kucing tidak dapat
diadaptasikan dengan diet vegetarian karena kucing tidak dapat mensintesis semua
asam-asam amino yang dibutuhkan hanya dengan memakan tumbuhan (Wikipedi
Ensiklopedia 2006).
Pada siang hari, mata kucing terlindung oleh suatu diafragma iris (selaput
pelangi) yang membantu untuk meniadakan cahaya siang hari dengan menjadikan
pupil lebih kecil, sampai hanya merupakan celah vertikal saja. Selain itu, mata
kucing memiliki lapisan sel di belakang retina yang disebut tapetum lucidum,
yang menyebabkan mata menyala atau bercahaya pada malam hari (Redaksi
Ensiklopedi Indonesia 2003). Kucing sering menunjukkan perilaku memilih
makanan. Hal ini dikarenakan, kucing memiliki organ pembau khusus di langit-
langit mulutnya yang disebut sebagai organ vomeronasal atau organ Jacobson.
Ketika organ ini terstimulasi oleh suatu jenis makanan tertentu, kucing akan
menolak makanan selain makanan tersebut (Wikipedi Ensiklopedia 2006). Kucing
memiliki badan yang kokoh dan wajah yang membulat dengan moncong lebar
disertai misai (vibrissae). Misai ini dipergunakan untuk meraba-raba jalan dalam
kegelapan (Redaksi Ensiklopedia Indonesia 2003).

3
Anatomi Sistem Reproduksi Betina
Pada dasarnya, fungsi sistem reproduksi hewan betina adalah memproduksi
oocyte dan menyediakan lingkungan untuk pertumbuhan serta nutrisi bagi fetus
yang berkembang setelah terjadinya fertilisasi dari oocyte (sel telur) yang matang
dan spermatozoa (Reece 2006). Organ reproduksi utama betina terdiri dari
ovarium, tuba fallopi dan uterus yang berada dalam rongga abdominal, dimana
masing-masing difiksir oleh ligamentum (Colville & Bassert 2002). Saluran
reproduksi posterior terdiri dari vagina, vestibulum, dan vulva sebagai organ
kopulatoris dan jalan kelahiran (Kahn et al. 2005).

Gambar 1 Sistem reproduksi kucing betina secara ventral.


1. M. psoas; 2. aorta; 3. vena cava caudal; 4,4’. ginjal kiri dan ureter;
5. ovarium; 5’. Pembuluh darah ovarium; 6. mesovarium; 7. cornua
Uterus; 8. corpus uterus; 9. rectum; 10. vesika urinaria
(dari Dyce et al: Textbook of Veterinary Anatomy, 2002)

4
a. Ovarium
Kedua ovarium berada masing-masing disebelah kaudal dari ginjal kiri dan
kanan, yang memiliki dua fungsi yakni sebagai organ eksokrin yang
menghasilkan oocyte dan organ endokrin yang mensekresikan hormon-hormon
kelamin betina seperti estrogen dan progesteron (Reece 2006). Tiap ovarium
digantung oleh ligamentum lata yang disebut mesovarium, dimana terdiri dari
medula serta korteks. Lapisan paling luar korteks ovarium disebut surface
epithelium, tersusun dari selapis sel kuboid yang sering disebut juga germinal
epithelium. Germinal epithelium merupakan sel kecambah yang akan membentuk
oogonia. Korteks atau zona parenkimatosa dibungkus oleh tunica albuginea yang
secara langsung berada dibawah peritoneum dan berfungsi sebagai tempat
perkembangan dan regresi berbagai tahapan folikel (Dyce et al. 2002).
Bagian dalam ovarium disebut medula ovari, yang terdiri dari pembuluh
darah, nervus dan jaringan ikat, sedangkan korteks mengandung sel-sel dan
beberapa lapisan jaringan yang bergabung untuk memproduksi ovum dan hormon
(Bearden et al. 2004). Pada kucing, ovarium berbentuk oval dan memiliki panjang
sekitar 8-9 mm. Berbeda dengan anjing, kucing tidak memiliki jaringan adiposa
pada mesosalphinx dan hanya melapisi permukaan lateral dari ovarium (McEnte
1990).
b. Tuba Fallopi
Tuba fallopi atau oviduct merupakan saluran kelamin paling anterior, kecil,
berliku-liku dan merupakan tempat terjadinya fertilisasi dengan alat penggantung
berupa ligamentum yang disebut mesosalphinx (Dyce et al. 2002). Tuba fallopi
terbagi menjadi tiga segmen yakni infundibulum, ampula, dan isthmus.
Infundibulum terletak dekat ovarium, yang membentuk suatu struktur berupa
corong yang disebut fimbrae. Fimbrae tidak bertaut atau menempel pada ovarium
dan berfungsi untuk menangkap ovum hasil dari ovulasi (Bearden et al. 2004,
Colville & Bassert 2002).
Bagian proksimal setelah infundibulum ialah ampula, tempat terjadinya
fertilisasi antara ovum dan sperma. Saluran berikutnya disebut isthmus, yang
merupakan saluran lebih sempit dari sebelumnya dan isthmus bergabung dengan
apeks cornua uteri yang disebut utero-tubal junction (Dallas 2006, Dyce et al.

5
2002). Pada kucing, tuba fallopi memiliki panjang sekitar 5-6 cm dan memiliki
mesosalphinx yang tidak mengandung jaringan adiposa serta hanya menutupi
sebagian bursa ovarium (McEnte 1990).
c. Uterus
Menurut Dyce et al (2002) uterus adalah suatu struktur saluran yang terdiri
dari lapisan serosa, yang disebut perimetrium; lapisan muskuler yang disebut
myometrium; dan lapisan mukosa yang disebut endometrium. Uterus terdiri dari
cornua, corpus, dan cervix. Cochran (2004) menyatakan bahwa kucing memiliki
tipe uterus bicornua, yakni memiliki dua cornua uteri sama besar. Kedua cornua
uterus sangat panjang dan endometrium uterus cukup tebal sebagai tempat untuk
menempel embrio selama tahap kebuntingan (Dyce et al. 2002).
Endometrium adalah suatu struktur glanduler yang terdiri dari lapisan epithel
yang membatasi rongga uterus, lapisan glanduler dan jaringan ikat. Tebal dan
vaskularisasi endometrium bervariasi sesuai dengan perubahan-perubahan
hormonal ovarium dan kebuntingan. Lapisan serosa melapisi uterus yang
dilanjutkan dengan ligamentum, disebut mesometrium. Selama kebuntingan uterus
sangat membesar dan tertarik ke depan serta ke bawah dalam cavum abdominalis
(Reece 2006).
Myometrium adalah bagian muskuler dinding uterus yang terdiri dari dua lapis
otot licin dan selapis otot sirkuler tebal ditengahnya. Pada hewan betina, cervix
biasanya hilang tertutup diantara rektum dan kantung kemih. Sedangkan corpus
dan cornua uteri hilang diantara massa intestine daerah abdomen (Dyce et al.
2002). Ovum yang telah mengalami fertilisasi melakukan implantasi pada uterus
dan berkembang. Selain itu, uterus juga membantu mendorong kelahiran melewati
jalan kelahiran keluar tubuh (Colville & Bassert 2002).
d. Cervix
Cervix atau leher uterus merupakan suatu otot sphincter yang sangat kuat dan
teetutup kecuali saat estrus dan melahirkan (Cochran 2004). Cervix juga
merupakan organ perlindungan terhadap masuknya organisme kedalam uterus.
Lumen cervix terbentuk dari lapisan columnar tunggal dan sel-sel yang dapat
menghasilkan mukus, yang berguna saat siklus estrus. Sedangkan dinding cervix
lebih keras, lebih tebal dan lebih kaku dari pada dinding-dinding uterus atau

6
vagina. Dinding cervix terdiri dari mukosa, muskularis dan lapisan serosa
(McEnte 1990).
Cervix membuka saat estrus, untuk membiarkan spermatozoa masuk dan
melakukan breeding. Cervix kemudian menutup kembali selama kebuntingan dan
baru akan membuka saat proses melahirkan. Kontraksi uterus tahap pertama
melawan cervix untuk mendorong proses kelahiran (Colville & Bassert 2002).
Aktivitas sekretoris cervix bervariasi dalam siklus ovarium yaitu pada waktu
ovulasi, mucus cervix dalam keadaan yang paling encer dan cukup banyak
dihasilkan (McEnte 1990).
e. Vagina
Vagina adalah saluran kelamin betina dengan struktur selubung muskuler yang
terletak kranial terhadap cervix dan kaudal terhadap vulva dalam rongga pelvis,
berfungsi sebagai alat kopulatoris dan saluran kelahiran sewaktu partus (Colville
& Bassert 2002, Reece 2006). Legokan yang dibentuk oleh penonjolan bagian
kranial cervix ke dalam vagina disebut fornix (Reece et al. 2002).
Dinding vagina terdiri dari tunika mukosa-submukosa, tunika muskularis dan
tunika adventisia atau serosa. Selaput lendir terdiri dari sel-sel epithel tak
berkelenjar, bersusun dan squamous. Tunika muskularis terdiri dari selapis
sirkuler tebal dan selapis tipis luar, lapisan terakhir bersambung sampai jarak
tertentu ke uterus. Tunika adventisia terdiri dari jaringan ikat, pembuluh darah,
nervus dan ganglia (McEnte 1990).
f. Alat kelamin luar
Mneurut Colville dan Bassert (2002) vulva merupakan bagian dari sistem
reproduksi betina yang terlihat dari luar dan memiliki bagian utama yaitu
vestibulum, clitoris, labia major, dan labia minor. Vestibulum lebih pendek dan
memiliki dinding yang kurang elastis dari pada vagina (Dyce et al. 2002).
Vestibulum memiliki beberapa epithelium squamous bertingkat dan me ngandung
kelenjar yang mampu memproduksi mucus vestibular. Kelenjar tersebut
dinamakan kelenjar bartholin, yang memiliki variasi dalam ukuran dan jumlahnya
pada berbagai spesies (McEnte 1990).
Vulva merupakan terminal pada saluran reproduksi betina, yang memiliki dua
bagian berupa labia mayor dan labia minor. Labia pada hewan mamalia domestik

7
homolog dengan labia minor pada wanita. Kulit vulva memiliki folikel rambut
dengan sejumlah kelenjar sebaceous dan kelenjar keringat (McEnte 1990).
Commisura ventralis menutupi clitoris, suatu struktur yang homolog dengan
penis pada organ reproduksi jantan. Clitoris pada anjing memiliki panjang 3 cm,
sedangkan kucing lebih kecil sedikit dari ukuran anjing (Cochran 2004). Clitoris
memiliki jaringan erektil yang kecil dan terdapat kelenjar yang cukup besar
berupa jaringan lemak fibrosa, yang terkadang mengandung tulang yang kecil
disebut os clitoris (Dyce et al. 2002).
Bearden (2004) menyatakan bahwa arteri ovarian atau arteri utero-ovarii
mensuplai darah untuk ovarium, tuba fallopi, cornua uteri, sedangkan arteri
hipogastrikus mensuplai darah untuk cervix, vagina, dan vulva.

Ultrasonografi
A. Pengertian Dasar Ultrasonografi
Ultrasound ialah gelombang suara yang memiliki frekuensi lebih besar dari
pada suara yang dapat didengar manusia yaitu antara 2-20 MHz (Widmer et al.
2004). Diagnostic ultrasound (USG) adalah suatu teknik mendiagnosa gambaran
organ yang dihasilkan oleh gelombang suara berfrekuensi tinggi (Barr 1990).
Menurut Goddard (1995) ultrasound seperti suara biasa, tidak dapat
dihantarkan melalui medium elastis sebagai gelombang tekan longitudinal.
Melalui pertolongan prinsip pulse-echo, sebuah gambar dapat dihasilkan pada
sebuah tayangan scanner yang berhubungan dengan “acoustic impedance “ atau
resistensi jaringan yang dijumpai oleh gelombang ultrasound. Medium terbaik
untuk penghantaran ultrasound ialah cairan dan dihantarkan via kompresi atau
penghalusan gelombang-gelombang.
Alat bantu yang digunakan untuk mentransmisikan gelombang suara tersebut
disebut transducer atau probe. Teknik USG tergantung dari kapasitas
piezoelektrik yaitu kristal yang terdapat dalam transducer (scan head) yang
mengubah aliran listrik bertegangan tinggi menjadi gelombang suara berfrekuensi
tinggi. Besarnya perubahan bentuk (vibration) seimbang terhadap pemakaian
voltage dan menghasilkan kekuatan dalam bentuk gelombang ultrasound (Dyce et
al. 2002). Frekuensi vibrasi dari ultrasound tergantung dari karakteristik kristal

8
tersebut. Frekuensi yang dikeluarkan dengan panjang gelombang ialah berbanding
terbalik, misalnya pada frekuensi 2 MHz diberikan panjang gelombang sekitar 0,8
mm (Barr 1990).
Ultrasound ditransmisikan pada pasien melalui transducer dan disebarkan
menembus jaringan-jaringan. Efisiensi konversi dari transducer mengubah energi
listrik menjadi energi suara (acoustic power). Kecepatan gelombang menuju
jaringan tergantung dari karakteristik jaringan tersebut. Refleksi/echo yang
dihasilkan akan kembali ke transducer, kemudian akan dibentuk satu signal listrik
dan ditampilkan berupa kumpulan titik-titik pada layar yang disebut sonogram
dalam dua dimensi (England & Allen 1990).

B. Interaksi Ultrasound dengan Jaringan


Goddard (1995) menyatakan bahwa penayangan sistem ultrasound
menampilkan sebuah interpretasi dari kembalinya signal ultrasound. Kekuatan
refleksi gelombang ultrasound tergantung dari beberapa faktor, tetapi yang
terutama ialah perbedaan accoustis impedance pada jaringan yang dijumpai dalam
perjalanan gelombang tersebut. Dengan kata lain, setiap jaringan memiliki derajat
resistensi yang berbeda untuk dapat dilalui gelombang suara atau acoustic
impedance. Pada interface (jarak) jaringan, gradient densitas mungkin terlihat
yang dihasilkan oleh beberapa area echo. Menurut Barr (1990) kecepatan rata-rata
dari gelombang suara melewati jaringan lunak 1540 m/s; melewati tulang 4000
m/s dan melewati udara 300 m/s.
Karakter dari refleksi signal tergantung atas rasio ukuran reflector dan panjang
gelombang. Kecepatan ultrasound pada beragam jaringan memiliki densitas
antara 1500-1600 m/s. Dalam perjalanan gelombang, jika bertemu suatu interface
(jarak) antar dua buah jaringan dengan acoustic impedance berbeda, sebagian dari
gelombang tersebut akan direfleksikan dan sebagian lainnya akan diteruskan
(Goddard 1995).
Sentuhan yang baik antara transducer dan pasien sangat penting untuk
mentransmisikan gelombang suara. Hal ini diperoleh melalui pencukuran rambut
pada area yang akan digunakan, pembersihan kulit dan penggunaan gel (England
& Allen 1990).

9
C. Interpretasi gambar
Menurut Widmer et al (2004) ada tiga jenis echo yang dapat dilihat pada
sonogram, antara lain:
1. Hyperechoic; echogenic : echogenisitas yang cerah, menampakkan warna
putih pada sonogram atau memperlihatkan echogenisitas yang lebih tnggi
dibandingkan sekelilingnya. Contoh: tulang, udara, kolagen dan lemak.
2. Hypoechoic; echopoor : menampilkan warna abu-abu gelap pada sonogram
atau area dengan echogenisitas lebih rendah daripada sekelilingnya. Contoh:
jaringan lunak.
3. Anechoic : tidak ada echo, menampilkan warna hitam pada
sonogram dan memperlihatkan transmisi penuh dari gelombang. Contoh:
cairan dalam kantung kemih.
Tulang dan udara mampu menghambat penerusan gelombang. Pada interface
jaringan-udara, sekitar 99% gelombang direfleksikan, sedangkan jaringan lunak-
tulang sekitar 30% gelombang ditransmisikan dan sisa dari gelombang diserap
dengan kuat (Barr 1990).

D. Karakteristik Gelombang Suara


Menurut Barr (1990) kristal pada transducer menghasilkan gelombang suara
yang memiliki karakteristik frekuensi. Gelombang suara yang diubah menjadi
gelombang listrik dan membentuk kumpulan titik-titik pada sonogram, memiliki
tiga zona antara lain fresnel zone, focal zone, dan fraunhofer zone. Freznel zone
ialah gambaran area yang memiliki frekuensi gelombang suara paling besar dan
dekat dengan jaringan, sehingga terjadi difraksi gambar dan terlihat kurang fokus.
Focal zone ialah gambaran area pada sonogram yang memiliki fokus gelombang
suara terbesar pada jaringan, sedangkan fraunhofer zone ialah gambaran area yang
memperoleh sedikit frekuensi gelombang suara. Gambaran area tersebut dapat
dilihat pada gambar 2.

10
Gambar 2 Area penerimaan frekuensi pada sonogram.

Penerapan Ultrasonografi Medis


Ultrasonografi medis adalah sebuah teknik diagnostik penggambaran
menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi yang untuk menggambarkan
organ internal dan otot, ukuran, struktur, dan lesio patologi, membuat teknik ini
berguna untuk memeriksa organ. Sonografi obstetrik biasa digunakan ketika masa
kehamilan (Wikipedi Ensiklopedia 2007). Ultrasonografi bisa membantu untuk
mendeteksi beberapa penyakit, mengetahui treatment yang tepat dan
meningkatkan keakuratan diagnosa dan prognosa. Suatu penyakit juga harus
didukung dengan diagnosa berdasarkan anmnesa, gejala klinis, hasil dari uji fisik
laboratorium yang meliputi urinalisis pada pH, jumlah protein, jumlah leukosit,
eritrosit dan mikroba dalam ekskreta (Hayashi et al. 1994).
Menurut Widmer et al (2004) USG telah melalui perkembangan yang sangat
cepat dan diterima oleh para praktisi profesi dokter hewan dalam membantu
penegakkan diagnosa. Selama 15 tahun, banyak praktisi yang telah memiliki
peralatan USG. Di negara-negara maju pengetahuan dasar tentang USG sudah
diajarkan kepada mahasiswa kedokteran hewan dan para praktisi yang menghadiri
forum pendidikan berkelanjutan untuk meningkatkan kemampuan interpretasi
USG di samping alat penunjang diagnosa lainnya.

11
Ultrasonografi digunakan secara luas dalam bidang medis sebagai alat
diagnostik atau terapi yang dapat dilakukan, misalnya untuk biopsi atau
pengeluaran cairan. Diagnostik USG berguna untuk mengevaluasi kehadiran
penyakit-penyakit organ tertentu. Beberapa penggunaan ultrasonografi, antara lain
dalam bidang kardiologi seperti kasus Tetralogy of Fallot; endokrinologi;
gastroenterologi; ginaekologi; obstetrik; opthalmologi; urologi seperti kehadiran
neoplasia, calculi dan lainnya; Intravascular ultrasound seperti diagnosa kongesti
vena cava caudal; dan contrast enhanced ultrasound.
Ultrasonografi tidak invasive dan aman bagi pasien serta operator dan tidak
perlu membutuhkan restraint berlebihan pada hewan. Pemeriksaan saluran
reproduksi paling mudah ketika dalam posisi berdiri (England & Allen 1990).

Normal Ultrasonografi Organ Genital pada Hewan Kecil


Menurut Lamb dalam Goddard (1995) USG memiliki dampak yang cukup
besar dalam mendiagnosa penyakit abdominal hewan kecil. Pertama kali
digunakan untuk mendiagnosa kebuntingan, tetapi saat ini sudah sering digunakan
untuk mendiagnosa sejumlah besar penyakit abdominal.
Pada USG, ketika menampilkan dan menginterpretasikan sonogram maka
perhatian lebih difokuskan pada perubahan-perubahan yang terjadi yang dapat
manunjukkan tanda penyakit tertentu. Tanda-tanda tersebut meliputi abnormalitas
beberapa organ, ukuran, posisi, bentuk dan echotekstur. Uterus normal non gravid
pada anjing dan kucing sering tidak terlihat secara USG. Posisi yang disarankan
pada ultrasonografer ialah posisi dorsal dan lateral recumbency (England & Allen
1990) .
Kedalaman maksimum dari penggunaan transducer sekitar 25 cm, yang biasa
diaplikasikan pada kuda dan ternak. Pada spesies yang lebih besar, USG dapat
digunakan untuk memeriksa bagian distal tulang rusuk sampai diagnosa
kebuntingan. Selain itu, USG juga secara luas digunakan untuk mendiagnosa
kebuntingan pada babi (Dyce et al. 2002). Bagi kucing untuk struktur superficial,
transducer 7,5 MHz sangat direkomendasikan, sedangkan tranducer dengan 5
MHz sangat sesuai untuk ukuran hewan medium seperti anjing (Barr 1990).

12
Uterus kucing hanya memiliki diameter sekitar 0,5-1 cm dan berada terhimpit
antara vesika urinaria di bagian ventral dan colon di bagian dorsal. Pada sonogram
3, uterus pada kucing sehat tidak memperlihatkan kehadiran bentuk uterus.

Gambar 3 Sonogram dari organ abdomen bagian hipogastrikus normal


yang tidak memperlihatkan adanya uterus.

Teknik Pengambilan Gambar


a. Posisi hewan dalam pengambilan gambar
Menurut Barr (1990) pemeriksaan uterus menggunakan USG lebih mudah
dalam posisi dorsal atau lateral recumbency, tetapi dapat juga dilakukan dalam
posisi hewan berdiri. Beberapa kucing lebih baik dalam posisi upright dengan
kaki depan dipegang dan kaki belakang di meja. Cervix, uterus dan bifurcatio
biasanya berlokasi di sebelah dorsal dari kantung kemih dan sebelah ventral dari
colon. Beberapa ultrasonografer memilih untuk memeriksa organ daerah abdomen
dengan USG dalam posisi hewan dorsal recumbency. Sedangkan posisi lain pada
anjing dan kucing yaitu lateral recumbency di atas meja yang datar (Goddard
1990).
b. Daerah Orientasi
Pada pemeriksaan menggunakan USG, terlebih dahulu harus mengetahui
anatomi dari hewan yang akan diperiksa. Daerah orientasi untuk pemeriksaan
uterus serupa dengan pemeriksaan vesika urinaria. Menurut Widmer et al (2004)
vesika urinaria berlokasi di daerah ventral flank terhadap tuber coxae. Sedangkan
Uterus terletak di sebelah dorsal vesika urinaria, tetapi terkadang posisinya

13
bervariasi tergantung adanya cairan dalam vesika urinaria. Pada saat akan
dilakukan pemeriksaan, terlebih dahulu dilakukan pencukuran terhadap daerah
orientasi yang telah ditetapkan. Hal ini dapat membantu untuk memberikan
gambaran sonogram yang lebih jelas (Goddard 1995).
Dyce et al (2002) menyatakan bahwa corpus dan cornua uteri biasanya hilang
tertutup didalam abdomen akibat desakan masa intestine. Corpus uterus saat pre-
pubertas dan keadaan tidak bunting, memiliki diameter kurang dari 1 cm. Oleh
sebab itu, uterus jarang terlihat didalam gambaran sonogram. Adapun uterus yang
dapat teridentifikasi terletak dorsal atau dorso-lateral terhadap vesika urinaria dan
terlihat seperti pipa (Goddard 1995).
c. Arah probe
Menurut Widmer et al (2004) arah probe dalam pemeriksaan USG terhadap
ginjal maupun organ yang memiliki bentuk tiga dimensi teradapa tiga arah dalam
penggunaan probe yakni sagital, dorsal, dan transversal. Arah dorsal ialah arah
probe yang membagi dua tubuh sama besar kiri dan kanan dan sejajar sumbu
tubuh. Arah sagital ialah arah yang membagi organ menjadi dua bagian tidak
sama besar dan 90° terhadap arah dorsal, sedangkan arah transversal ialah arah
probe yang membagi organ menjadi dua bagian dengan cara berlawanan sumbu
tubuh atau posisi menyilang 90° terhadap sagital dan dorsal (gambar 4). Pada
uterus, arah probe yang biasa digunakan adalah arah sagital dan transversal,
karena uterus berbentuk tubular atau pipa.

Gambar 4 Tiga arah probe yang dapat digunakan pada organ (dari Widmer et al:
Ultrasonography of The Urinary Tract in Small Animals, 2004).

14
Penyakit-Penyakit Klinis Organ Genital Kucing Betina
1. Endometritis
Endometritis adalah peradangan yang terjadi akibat infeksi pada endometrium,
yang dapat berlanjut ke dalam myometrium dan perimetrium (Simmons &
Bammel 2005). Menurut Nelson dan Couto (1992) endometritis dapat terjadi
mengikuti kejadian setelah aborsi, distokia, retensio sekundinarum, dan infeksi
bakteri yang berasal dari vagina. Pada keadaan dehidrasi, septicemia,
endotoxemia, shock dan kombinasinya dapat menjadi faktor predisposisi dari
endometritis. Bakteri yang biasanya menyebabkan infeksi tersebut ialah
Eschericia coli (E. Coli), Streptococcus, Staphylococcus, dan Proteus spp. Gejala
klinis dari endometritis akut ialah hewan mengalami demam, tidak nafsu makan,
lethargi dan ditemukan adanya discharge vulva yang purulen (Kahn et al. 2005).
Pada endometritis kronis, peradangan ditandai adanya perubahan bentuk dan
akumulasi pus dalam rongga cornua uterus. Endometritis kronis dilaporkan sering
terjadi pada anjing, sedangkan kejadian pada kucing sedikit. Kejadian dapat
disebabkan oleh beberapa faktor etiologi, yakni:
a. Lanjutan dari endometritis akut.
b. Penyakit ini mengikuti kejadian kelahiran yang sering terjadi, dimana
sebagian kecil plasenta tertahan atau terjadi retensi dan terbentuk inflamasi
dengan akumulasi pus.
c. Sesuatu yang dapat menurunkan resistensi organ reproduksi atau kekebalan
umum hewan dan mampu merubah kondisi hewan tersebut.
d. Kesakitan selama proses kelahiran atau pada periode lain, dimana dapat
menurunkan kekebalan hewan dan sebagian resistensi uterus lokal dan terjadi
infeksi pada organ tersebut.
e. Infeksi melalui saluran luar reproduksi yang masuk secara langsung dan
menemukan jalan sampai ke uterus (ascenden way).
Brumley (1943) menyatakan bahwa gejala klinis yang sering diperlihatkan
dengan adanya discharge dari vulva. Discharge dapat berwarna merah keabu-
abuan, merah gelap dan berbau busuk. Pada uterus yang mengalami abcess hingga
saluran cervix, tidak ditemukan adanya discharge. Gejala yang sering ditemukan

15
juga berupa pembesaran abdomen, emasiasio, kelemahan, temperatur yang
bervariasi dan gejala rematik.
Diagnosa penyakit ini tidak terlalu sulit, karena gejalanya memiliki
karakteristik yang cukup untuk menegakkan diagnosa. Di sisi lain abcess uterus
perlu dibedakan dengan kebuntingan, distensi vesika urinaria, ascites, tumor dan
lainnya. Pada kasus yang sulit, laparotomi sangat disarankan untuk dilakukan.
Endometritis dapat menimbulkan infertilitas permanen jika infeksi ascenden
sampai pada tuba fallopi, menyebabkan salphingitis. Oleh sebab itu, terapi yang
tepat sangat diperlukan untuk mengobati penyakit ini.
2. Macerasi
Macerasi adalah keadaan fetus yang mati di dalam uterus, berubah menjadi
massa menyerupai bubur, dimana tulang-tulang fetus terapung diatas massa
tersebut dan terdapat infeksi bakteri. Menurut Roberts (1956) emfisema fetus,
dekomposisi dan macerasi dapat terjadi pada beberapa stadium kebuntingan dan
telah diobservasi pada beberapa spesies. Pada hewan multipara, macerasi pada
embrio dini dan fetus biasanya berakhir dengan penyerapan, sedangkan fetus lain
akan berkembang secara normal atau jarang menjadi macerasi oleh infeksi yang
berkelanjutan. Pada kebanyakan kasus, macerasi awal atau resorbsi tidak
bergabung dengan infeksi di hewan multipara.
Informasi mengenai kematian embrio maupun fetus sangat terbatas. Kucing
yang mengalami kematian embrio atau fetus dapat dipengaruhi oleh adanya stress.
Sehingga kucing bunting perlu dijaga agar tidak dalam keadaan distress. Resorbsi
fetus dapat disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Salah satu virus yang
menginfeksi yaitu Feline Leukaemia Virus (FeLV), dimana virus tersebut juga
menyebabkan abortus dan sindrom kepucatan anak kucing (Arthur et al. 1996).
Menurut Marrow (1980) bahwa biasanya kejadian macerasi terjadi pada tahap
awal dan akhir kebuntingan. Kadang-kadang yang terdapat dalam uterus adalah
sebagian kecil tulang bercampur nanah. Pada beberapa kasus, fetus yang telah
mengalami kematian, dapat mengalami infeksi bakteri. Hal ini menyebabkan
keadaan fetus yang busuk dalam rongga rahim yang diikuti discharge nanah,
tulang fetus juga dalam keadaan hancur.

16
Macerasi fetus dapat terjadi pada beberapa spesies, walaupun kejadian paling
sering pada hewan ternak. Macerasi fetus juga dapat terjadi akibat kegagalan
dalam pengeluaran fetus yang mengalami abortus, dimana kemungkinan akibat
inertia uteri. Bakteri dapat masuk ke dalam uterus melalui cervix yang mengalami
dilatasi. Selain itu, terjadi pula keadaan busuk dan digesti dari jaringan lunak yang
telah mengalami autolisis, serta tersisa patahan tulang fetus di dalam uterus.
Tulang fetus terkadang mengelilingi dinding uterus, sehingga dapat menyulitkan
proses pemindahan atau pengeluaran fetus dengan menggunakan teknik
histerektomi (Arthur et al. 1996).
Diagnosa macerasi pada anjing dan kucing diperoleh melalui anamnesa,
inspeksi, palpasi abdominal, gejala klinis dan pemeriksaan yang menggunakan
USG maupun radiografi. Pada kebanyakan kasus, tidak ditemukan adanya
discharge uterus pada vulva. Prognosa dari macerasi buruk, dimana emfisema
fetus dan macerasi dapat menyebabkan perimetritis lokal atau ruptur uteri dengan
penutupan rongga abdominal. Pada kasus tertentu, torsio uteri dapat menyebabkan
kondisi macerasi pada ruminansia dan hewan multipara (Roberts 1956).
Tindakan medis yang diberikan pada penyakit macerasi adalah histerektomi
atau histerotomi pada hewan multipara. Hal ini mengingat kapasitas reproduksi
hewan multipara dan pemiliknya, sehingga fetus yang mengalami macerasi dapat
dikeluarkan dan fetus yang masih hidup dapat dipertahankan. Antibiotika perlu
diberikan pada hewan yang telah diberikan terapi, mengingat adanya infeksi
bakteri pada saluran reproduksi tersebut. Jika hewan sudah kembali sehat maka
hewan dapat bereproduksi kembali.
3. Mumifikasi
Kematian embrio dini pada hewan dapat diikuti dengan penyerapan kembali.
Jaringan embrio dan hewan akan kembali estrus, jika tidak ada konseptus lain
pada uterus. Tetapi, jika fetus mati setelah proses ossifikasi atau pembentukan
tulang, maka akan terjadi resorbsi tidak sempurna yang disebut mumifikasi fetus.
Jenis mumifikasi yang biasa terjadi ialah papyreceous mummification (Arthur et
al. 1996). Papyreceous mummification terjadi pada kuda, babi, anjing dan kucing.
Jenis mumifikasi ini memiliki ciri berupa kematian satu atau lebih fetus pada

17
hewan multipara, tetapi masih terdapat fetus yang hidup dan berkembang dengan
normal (Roberts 1956).
West (1994) menyatakan bahwa mumifikasi fetus terkadang terjadi setelah
resorbsi cairan dari plasenta. Penyakit ini tidak umum pada sapi, sedangkan pada
babi, mumifikasi terjadi mengikuti penyakit Aujeszky dan erysipelas. Pada
kambing, mumifikasi terjadi akibat toxoplasmosis dan abortus enzootik.
Mumifikasi fetus berada atau tertahan pada uterus, sehingga menyebabkan
periode kebuntingan lebih lama dari pada normal.
Mumifikasi dapat disebabkan oleh infeksi maupun kekurangan gas oksigen.
Infeksi yang menyebabkan mumifikasi ialah Feline Panleukopenia Virus (FPV).
Kematian fetus diikuti oleh penyerapan cairan fetus dan terjadi dehidrasi.
Membran fetus dapat melekat kuat di tubuh fetus, fetus juga menjadi kering dalam
uterus dan berwarna kecoklatan serta tidak terdapat pus atau nanah. Pada
mumifikasi tidak terdapat infeksi bakteri, sehingga fetus tidak membusuk dan
tidak membentuk pus (Marrow 1980).
Menurut Arthur et al (1996) fetus yang mengalami mumifikasi dapat
menghambat jalan kelahiran dan menyebabkan distokia. Pada kucing, mumifikasi
fetus tidak menyebabkan anak yang besar dan mengakibatkan uterus dalam
keadaan padat serta insufisiensi plasenta. Pada sapi, mumifikasi yang terjadi dapat
berbentuk mumifikasi hematik. Pada kondisi tersebut, cairan fetus diserap tetapi
fetus dan membran dikelilingi oleh cairan berwarna kecoklatan. Warna coklat
tersebut berasal dari pigmen darah, dimana hal ini disebabkan oleh perdarahan
karunkula yang mengakibatkan kematian fetus. Perdarahan karunkula
diperkirakan dipengaruhi unsur genetik hewan seperti pada sapi Jersey dan
Guernsey lebih frekuentatif terkena. Selain itu, kema tian fetus juga dapat
disebabkan akibat torsio uteri serta pengaruh hormon estradiol dan trembolone
asetat.
Diagnosa mumifikasi dapat dilakukan pertama kali melalui anamnesa yang
dapat menunjukkan periode kebuntingan abnormal. Kemudian dilakukan palpasi
abdominal serta pemeriksaan USG untuk mengetahui status denyut jantung fetus.
Radiografi dapat pula digunakan sebagai diagnosa penunjang untuk menentukan
prognosa penyakit tersebut.

18
Menurut Arthur et al (1996) terapi yang dapat diberikan pada keadaan
mumifikasi fetus ialah histerektomi. Pada keadaan mumifikasi hematik yang
menyebabkan corpus luteum tertahan atau corpus luteum persisten, perlu
diberikan sebagai terapi pilihan berupa induksi abortus menggunakan
prostaglandin agar terjadi luteolisis. Hal ini dapat mengeluarkan fetus dari uterus
dan menghentikan periode kebuntingan yang abnormal.
4. Pyometra
Kahn et al (2005) menyatakan bahwa pyometra adalah penyakit saat diestrus
akibat mediasi hormonal dengan karakteristik cystic endometrial hyperplasia
(CEH) ditambah adanya infeksi sekunder oleh bakteri.
Menurut Birchard dan Sherding (2000), mekanisme terjadinya pyometra
antara lain:
a. Kejadian yang mengikuti ovulasi, terdapat fase luteal (diestrus) yang
dikarakteristikkan oleh peningkatan konsentrasi plasma progesteron selama 8-
10 minggu.
b. Perpanjangan pengaruh progesteron menyebabkan jaringan glandular tersebut
menjadi cystic, edema dan mengalami penebalan.
c. Sekresi yang berlebihan dan terakumulasi dalam uterus serta menjadi
lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan bakteri. Hal ini diperparah melalui
penghambatan kontraksi myometrium oleh progesteron, yang dapat
menurunkan kerja saluran uterus.
Infeksi bakteri yang menyebabkan pyometra berasal dari flora normal pada
vagina atau traktus urinari yang terinfeksi dan bersifat subklinis, bakteri tersebut
ialah E. Coli, Staphylococcus, Streptococcus, Pseudomonas, dan Proteus spp
(Kahn 2005).
Menurut Nelson dan Couto (1992) pyometra terdiri dari pyometra terbuka
(open pyometra) dan pyometra tertutup (closed pyometra). Hal ini tergantung dari
pengeluaran discharge mucopurulent pada vulva. Discharge vulva tersebut
biasanya sedikit warna darah, menunjukkan hewan dengan pyometra terbuka.
Pada pyometra tertutup, uterus biasanya membesar dan meluas dengan palpasi
serta tidak mengeluarkan lendir. Jika pyometra tidak diberikan pengobatan, maka
keadaan septicemia atau endotoxemia, maupun keduanya dapat berkembang. Hal

19
ini dapat mempengaruhi hewan dengan hipotermia dan shock serta menyebabkan
kematian.
Pyometra pada kucing dapat diikuti saat kawin atau ovulasi spontan. Pada
kasus pyometra, gejala klinis yang tampak ialah adanya discharge vagina dan
anoreksia, meskipun pada hewan yang bunting terkadang ditemukan hal yang
sama (England & Allen, dalam Goddard 1995). Selain itu, hewan menunjukkan
gejala tidak nafsu makan, lethargi, poliuria, polidipsi dan muntah (Nelson &
Couto 1992).
Menurut Kahn et al (2005) gejala klinis yang terlihat selama fase diestrus
ialah lethargi, anoreksia, poliuria, polidipsi dan muntah. Pada pyometra terbuka
ditemukan adanya discharge vulva yang sanguineous sampai mukopurulen dan
sering mengandung darah. Pyometra tertutup tidak ditemukan discharge,
melainkan uterus membesar dan menyebabkan distensi abdominal. Tanda-tanda
dapat berlanjut pada shock dan akhirnya kematian.
Diagnosa pyometra ditegakkan atas dasar gejala klinis, adanya kehadiran
discharge vulva sepsis dan identifikasi isi cairan uterus pada sonogram (Nelson &
Couto 1992). Di sisi lain, count blood cell (CBC), profil serum dan urinalisis
penting sebagai penunjang diagnosa pyometra, antara lain saat pemeriksaan darah
terdapat banyak leukositosis neutrofil dengan sel mature.
Keputusan terapi pyometra baik secara bedah maupun obat-obatan tergantung
pada kondisi hewan saat itu, umur dan paling utama berdasarkan keputusan
pemilik terhadap kapasitas reproduksi hewan. Treatment yang digunakan antara
lain: pemberian antibiotik yang mampu membunuh E. Coli yaitu trimethoprim
sulfonamida (broad spektrum), ampicillin, dan amoxicillin. Pemberian obat
dilakukan selama 2-3 minggu. Pemberian terapi cairan suportif secara intra vena
sangat diperlukan untuk mempertahankan perfusi jaringan dan meningkatkan
fungsi ginjal. Glukokortikoid dan prednisolone sodium succinate 15-30 mg/kg BB
IV dapat pula digunakan, serta dexamethasone dosis tinggi 4-6 mg/kg BB selama
4-6 jam sekali (Marrow 1980).
Diferensial diagnosa dari pyometra adalah kebuntingan normal dan penyebab
lain yang dapat menimbulkan pengeluaran discharge vulva, polidipsi, poliuria,
dan muntah (Kahn 2005).

20
Disamping itu, terdapat manajemen pengobatan yang mampu mengurangi
konsentrasi plasma progesteron, relaksasi cervix, dan kontraksi myometrium. Hal
ini disebut terapi prostaglandin menggunakan PGF2a dengan dosis rendah secara
sub kutan selama 3 atau 5 hari. Pemberian PGF2a , kucing akan menunjukkan
reaksi berupa midriasis, emesis, salivasi, lordosis, diare, tenesmus, vocalization
dan kneading. Setelah satu bulan, 95% kucing yang diberikan PGF2a memiliki
siklus estrus yang kembali normal. Penggunaan PGF 2a merupakan pengobatan
yang baik untuk pyometra terbuka pada kucing (Davidson et al. 1992).
Menurut Birchard dan Sherding (2000) pilihan alternatif sebagai terapi
pyometra ialah ovariohisterektomi. Pada hewan yang mengalami pyometra
tertutup akan sulit jika diberikan terapi obat yang menyebabkan kontraksi
myometrium. Karena hal tersebut dapat menyebabkan ruptur uteri akibat
kontraksi yang berlebihan. Sehingga pengangkatan ovarium dan uterus dari
rongga abdomen merupakan terapi yang dapat digunakan sebagai alternatif.

21
BAHAN DAN METODE

Tempat dan waktu penelitian


Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Hewan IPB Jl. Agatis-Kampus IPB
Darmaga dan di bagian Bedah Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi,
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini berlangsung selama 7 Bulan dari bulan September 2006
sampai dengan bulan Maret 2007.

Bahan Penelitian
Hewan Percobaan
Hewan yang digunakan sebagai studi kasus kali ini ialah enam ekor kucing
betina yang didiagnosa mengalami kelainan pada organ reproduksi.

Gel USG
Gel ini digunakan sebagai media dalam penghantaran gelombang
ultrasound yang dikeluarkan oleh alat Ultrasonografi tersebut. Gel ini terbuat dari
bahan polimer, humectants, air, pewarna makanan, parfum dan pengawet yang
tidak memberikan efek negatif pada pasien.

Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan ialah alat USG tipe Aloka Pro Sound SSD-4000,
transducer (probe) dengan frekuensi 3,5-5 Mega Hertz tipe sector scanner
berbentuk kurva, disket yang digunakan untuk menyimpan data, dan kamera
digital yang digunakan untuk mendokumentasikan hewan percobaan.

22
Gambar 6 Tranducer tipe sector
scanner dengan frekuensi 5 MHz
di RSH Bogor

Gambar 7 Transducer tipe linear


array dengan frekuensi 5 MHz di
RSH Bogor

Gambar 5 Ultrasonografi tipe Aloka Pro


Sound SSD-4000 yang terdapat di RSH Bogor

23
Metode Penelitian
Pengambilan Gambar
Hewan-hewan yang memiliki tanda-tanda klinis dan mengarah kepada
diagnosa gangguan reproduksi dari hasil pemeriksaan fisik, maka akan diperiksa
lebih lanjut menggunakan USG. Hal ini dilakukan untuk lebih mengetahui
diagnosa penyakit yang sedang diderita oleh kucing tersebut. Pemeriksaan kasus
kucing dengan USG dilakukan setiap minggu. Rambut kucing yang telah
dilakukan pemeriksaan fisik, dicukur sekitar abdomen. Hewan dilakukan USG
tanpa perlakuan anastesi, setelah itu pengambilan gambar dengan posisi hewan
baik dorsal maupun lateral recumbency dan dilanjutkan pemberian gel USG di
daerah yang akan diletakkan probe. Interpretasi bentukan dan perubahan organ
yang dideteksi, dilakukan saat itu juga (real time). Sonogram kemudian disimpan
dalam bentuk disket dan hewan didokumentasikan melalui kamera digital.

Interpretasi sonogram
Data kasus yang telah diperoleh dari penggunaan ultrasonografi tersebut
langsung diamati perubahan yang terjadi berdasarkan perubahan bentuk,
perubahan ukuran, perubahan letak, dan perubahan echogenisitas yang terdapat
pada sonogram.

24
HASIL DAN PEMBAHASAN

Kasus Endometritis
Kucing betina mix berumur 9 bulan, memiliki anamnesa 10 hari sebelum
pemeriksaan telah melahirkan prematur 2 ekor fetus dan mati dalam usia
kebuntingan dua minggu. Kucing telah dilakukan irigasi uterus dengan pemberian
antibiotik, tetapi melalui inspeksi ditemukan bahwa abdomen masih tampak
membesar. Melalui pemeriksaan fisik, suhu tubuh 38,2 º C, frekuensi nafas 32
x/menit, dan frekuensi jantung 100 x/menit. Saat hewan dipalpasi bagian abdomen
profundal, terasa uterus yang membesar dan sensitif. Selain itu, mukosa vagina
terlihat berwarna merah muda dan vulva memiliki permukaan yang kotor serta
temperatur tubuh normal (gambar 8).

Gambar 8 Penampakan vulva yang kotor dari seekor kucing mix

Secara USG sepanjang garis linea alba posterior dengan arah probe
transversal dan posisi hewan terlentang (dorsal recumbency), memperlihatkan
adanya pembesaran diameter uterus kiri dan kanan sekitar 0,25 - 0,75 cm (gambar
9).

25
Gambar 9 Sonogram dari uterus yang mengalami endometritis kronis dengan
probe arah transversal. Tanda panah hitam menunjukkan penebalan
dinding terus, tanda panah putih tebal menunjukkan cairan dalam
lumen uterus, tanda kepala panah menunjukkan adanya ”accoustic
shadowing”. Bar (garis putih) = 1 cm

Pembesaran diameter uterus ditunjukkan melalui area anechoic-hypoechoic


pada bagian sentral, dimana warna hitam keabu-abuan menunjukkan adanya
echogenisitas rendah-sedang berupa cairan pada intraluminal ditambah dengan
kehadiran debris sel-sel peradangan. Pada bagian ventral dari struktur garis putih
hyperechoic, terdapat garis echopoor pada dua sisi sonogram. Hal ini merupakan
keadaan non-patologis yang disebut accoustic shadowing. Letak uterus dapat
diketahui secara pasti melalui adanya area anechoic yakni vesica urinaria di
bagian dorsal sonogram.
Melalui USG dengan probe sagital atau sejajar dengan sumbu tubuh, diperoleh
gambar lumen uterus berupa area abu-abu panjang bersifat hypoechoic. Pada
bagian ventral dan dorsal dari lumen menunjukkan struktur putih yang tebal atau
hyperechoic, yang menandakan adanya penebalan dinding uterus. Panjang uterus
yang terlihat pada sonogram sekitar 4-5 cm, dimana panjang tersebut tidak
mencakup panjang uterus sebenarnya (gambar 10).

26
Gambar 10 Sonogram dari uterus yang mengalami endometritis kronis dengan
probe arah sagital. Tanda panah hitam biasa memperlihatkan
cairan dalam lumen uterus, tanda panah hitam tebal memperlihatkan
penebalan dinding uterus. Bar (garis putih) = 1 cm

Ultrasonografi digunakan sebagai penunjang diagnosa kasus klinis. Melalui


hasil sonogram diperoleh penegakan diagnosa yang mengarah pada endometritis
kronis, dimana ditunjukkan adanya transudat (anechoic) dan penebalan dinding
uterus (hyperechoic). Penebalan dinding uterus terjadi akibat adanya proses panca
radang yang meliputi dolor, calor, rubor, tumor dan fungsiolesa. Penebalan
(tumor) pada dinding uterus disebabkan oleh sel-sel radang yang menerima sinyal
adanya infeksi dan bertumpuk pada organ ini. Pada sonogram terlihat adanya
”accoustic shadowing”. Menurut Widmer et al (2004) accoustic shadowing
adalah area hitam, yang merupakan refleksi dari gelombang tinggi atau adanya
atenuasi gelombang.
Endometritis adalah peradangan yang terjadi akibat infeksi pada endometrium,
yang dapat berlanjut ke dalam myometrium dan perimetrium (Simmons &
Bammel 2005). Menurut Nelson dan Couto (1992) endometritis dapat terjadi
mengikuti kejadian setelah abortus, distokia, retensio sekundinarum, dan infeksi
bakteri yang berasal dari vagina. Keadaan dehidrasi, septicemia, endotoksemia,
shock dan kombinasinya dapat menjadi faktor predisposisi dari endometritis.
Bakteri yang biasanya menyebabkan infeksi tersebut ialah Eschericia coli (E.

27
Coli), Streptococcus, Staphylococcus, dan Proteus spp. Pada endometritis akut,
hewan mengalami demam, tidak nafsu makan, lethargi dan ditemukan adanya
discharge vulva yang purulen (Kahn et al. 2005). Endometritis kronis dilaporkan
sering terjadi pada anjing, sedangkan kejadian pada kucing sedikit.
Menurut Ressang (1963) endometritis umumnya terlihat pada sapi, anjing dan
kucing. Endometritis dapat terjadi sesudah melahirkan, adanya infeksi
mikroorganisme dan penggunaan obat-obat cairan irigasi uterus yang terlalu
panas. Sehingga, dapat diperkirakan adanya endometritis kronis terjadi akibat
proses melahirkan prematur yang diikuti dengan penggunaan cairan irigasi
sebagai cairan pembersih rahim.
Tindakan medis yang diberikan ialah ovariohisterektomi atau pengangkatan
ovarium, tuba fallopi dan uterus dari rongga abdomen. Pada lumen uterus yang
telah dilakukan incisi, memperlihatkan adanya cairan transudat dan penebalan
dinding uterus (gambar 11).

Gambar 11 Uterus yang telah diangkat dan diincisi menunjukkan adanya


penebalan dan cairan transudat

Menurut Colville dan Bassert (2002) ovariohisterektomi adalah prosedur


bedah yang mengangkat ovarium, tuba fallopii, dan uterus dari rongga abdominal
hewan. Hal ini umum disebut dengan “sterilisasi” pada hewan betina. Langkah
tersebut diputuskan dengan pertimbangan pemilik yang tidak lagi memperhatikan
kapasitas reproduksi kucing. Diferensial diagnosa dari endometritis ialah

28
pyometra, dengan pengangkatan dan incisi uterus dapat meyakinkan bahwa hewan
telah mengalami endometritis kronis.
Operasi ovariohisterektomi dilakukan dengan pembukaan rongga abdomen
melalui laparotomi medianus posterior. Operasi yang dikerjakan menggunakan
anastetikum umum yakni ketamin dan sedativa (preanesthetic agents) berupa
xylazine. Menurut Katzung (2001) ketamine merupakan anastesi disosiatif,
senyawa arylcyclohexilamine, yang ditandai dengan ketotonia, amnesia, dan
analgesi dengan hilangnya kesadaran. Xylazine merupakan zat preanastesi yang
dikombinasikan dengan ketamin, karena xylazine memiliki efek sedasi atau
memberikan efek tenang pada pasien tetapi masih dalam keadaan sadar
(Mckelvey & Hollingshead 2003).
Bedah terbuka yang dilakukan, pertama kali dengan incisi kulit bagian
medianus yang diikuti garis linea alba dan peritoneum. Ovarium kiri dan kanan
yang ditemukan, diligasi untuk menghentikan suplai darah ke ovarium. Bagian
yang diligasi kemudian diikat dengan benang chromic cat gut (absorbable)
berukuran USP 3/0 menggunakan jarum ukuran 12 dan dipotong pada bagian
mengarah ke tuba fallopi. Setelah itu, dilakukan penelusuran corpus uterus.
Corpus uterus diligasi dan diikat dengan jenis dan ukuran benang yang sama.
Kemudian dilakukan pemotongan uterus yang mengarah ke cornua uteri dan
pengangkatan potongan tersebut ke luar tubuh.
Pemberian antibiotika topikal penicillin dengan konsentrasi 20.000 IU
diaplikasikan pada rongga abdomen sebelum dijahit saat operasi. Penjahitan pada
peritoneum dan otot dilakukan dengan tipe jahitan simple suture menggunakan
benang chromic catgut (absorbable) berukuran USP 3/0, dilanjutkan penjahitan
kulit menggunakan benang silk (non-absorbable) ukuran USP 2/0 dan tipe jahitan
simple suture. Pada perawatan pasca operasi diberikan amoxicillin dengan dosis
25 mg/kg berat badan (BB) dua kali sehari selama 5 hari, kemudian jahitan dibuka
pada hari yang ke tujuh.

Kasus Macerasi
Seekor kucing betina mix berumur 2 tahun dengan berat badan 2,3 kg,
memiliki anamnesa pernah mengalami bunting besar 3 minggu sebelum

29
pemeriksaan. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan suhu tubuh 38,8ºC, frekuensi
nafas 40 x/menit dan frekuensi jantung 120 x/menit. Melalui inspeksi, abdomen
terlihat kecil dan keluar discharge yang berwarna merah kekuningan dari vulva
hewan tersebut. Saat pemeriksaan USG, tidak terlihat adanya gerakkan jantung
fetus. Pemeriksaan USG untuk kasus tersebut menggunakan probe dengan arah
sagital, searah sumbu tubuh, untuk melihat bentuk fetus yang utuh.
Pada sonogram terlihat adanya garis berstruktur putih hyperchoic yang
tersusun dengan panjang sekitar 2-2,5 cm. Struktur putih tersebut merupakan
tulang belakang (vertebrae) dari fetus, tulang fetus dikelilingi oleh area hitam
bersifat anechoic yaitu cairan amnion. Struktur fetus yang ditemukan hanya
berupa tulang belakang dan cairan yang menyebar (gambar 12 ).

Gambar 12 Sonogram dari kasus macerasi yang menunjukkan adanya tulang fetus
yang ditunjukkan panah putih biasa, mengapung dalam cairan amnion
(tanda panah putih tebal). Bar (garis putih) = 1 cm

Terdapat pula struktur putih dibagian ventral yang memilki echogenisitas


tinggi (hyperechoic). Hal ini merupakan colon yang berisi masa, dimana
membantu memberikan letak uterus secara pasti. Melalui pemeriksaan fisik,
anamnesa dan gambaran sonogram berupa kehadiran cairan amnion serta ukuran

30
tulang punggung yang cukup besar maka diagnosa diarahkan pada macerasi tahap
awal.
Menurut Barr (1990) proses macerasi fetus dapat dikenal melalui struktur
fetus yang hilang dan echogenisitas yang tidak beraturan sera terlihat pula
akumulasi debris dalam cairan yang terisi pada lumen uterus. Hal yang sma
ditunjukkan pada sonogram, berupa struktur tulang belakang yang tidak beraturan
dan echogenisitas yang bervariasi disekitarnya.
Arthur et al (1996) menyatakan bahwa macerasi diikuti oleh masuknya bakteri
ke dalam uterus melalui cervix yang dilatasi, diikuti masa tulang fetus yang
membusuk dalam uterus. Pada kasus tersebut memiliki tanda klinis berupa
keluarnya discharge berwarna merah kekuningan dari vulva tersebut. Discharge
tersebut berasal dari nanah yang berada pada lumen uterus. Nanah berasal dari
campuran cairan amnion ditambah infeksi bakteri yang menyebabkan
pembusukan fetus. Struktur fetus menjadi hancur dan menyebabkan patahan-
patahan tulang yang tidak beraturan, sehingga dalam tampilan USG hanya terlihat
berupa tulang vertebrae yang tersisa berupa struktur putih yang bersifat
hyperechoic.
Tindakan medis yang diberikan pada kasus macerasi ialah ovariohisterektomi,
tanpa memperhatikan kapasitas reproduksi kucing oleh pemilik. Terapi yang
dilakukan berupa pengangkatan ovarium, tuba fallopi dan uterus akibat penyakit
yang bersifat sepsis pada organ dalam lainnya. Tindakan ovariohisterektomi
memiliki prosedur yang sama dengan kasus endometritis. Jika hanya dilakukan
histerotomi atau histerektomi, infeksi dikhawatirkan dapat menyebar ke organ
lainnya. Selain itu, diberikan antibiotika berspektrum luas selama pasca operasi
untuk memberikan pemulihan yang optimal.

Kasus Mumifikasi
Seekor kucing betina persia berwarna abu-abu, berumur 3 tahun memiliki
anamnesa telah mengalami kebuntingan. Hewan dilakukan pemeriksaan pertama
kali yang memperlihatkan bentuk abdomen membesar dan kelenjar mamae
membengkak. Melalui palpasi abdominal, fetus teraba dan terlihat bersih serta
mengkilat. Setelah pemeriksaan melalui USG, ditemukan adanya fetus berjumlah

31
4 ekor dengan diameter kira-kira 2,5 cm. Pada keempat fetus, dua diantaranya
hidup dengan memperlihatkan gerakan denyut jantung (heart beat) normal. Satu
fetus terlihat memiliki gerakan jantung yang lemah, sedangkan satu fetus tidak
ada gerakan jantung atau diduga telah mati.
Melalui pemeriksaan USG menggunakan probe dengan arah transversal atau
melintang terhadap sumbu tubuh dan terlihat adanya bentukan fetus sejumlah 3
ekor (gambar 13).

Gambar 13 Sonogram kasus mumifikasi1 yang memperlihatkan 3 fetus, satu


fetus telah mengalami proses mumifikasi (tanda panah putih tebal)
dan 2 fetus hidup yang berada disampingnya (tanda panah
biasa). Bar (garis putih) = 1 cm

Bentukan fetus pada sonogram terlihat berupa massa berwarna putih bersifat
hyperchoic didalam lingkaran. Massa putih tersebut menunjuk pada tulang fetus.
Disamping itu juga terdapat struktur hypoechoic yang berwarna abu-abu diantara
struktur putih. Struktur hypoechoic yang berwarna abu-abu merupakan jaringan
lunak atau organ dari fetus. Bentuk fetus berupa bulatan karena gelombang suara
memotong dan mengenai fetus dalam potongan melintang. Di sekitar tulang fetus
terdapat area hitam anechoic yang mengelilingi fetus, disebut cairan amnion yakni
cairan yang melindungi fetus.

32
Pada fetus 1 dengan tanda panah putih tebal terlihat hanya berupa masa bulat
yang tidak memiliki bentuk, berupa struktur hyperechoic dan tidak terdapat
jaringan lunak maupun cairan dalam fetus tersebut. Melalui pemeriksaan,
diagnosa diarahkan pada mumifikasi, dimana fetus dalam keadaan utuh dan tidak
terlihat adanya gerakan denyut jantung. Pada fetus 2 dan 3 (tanda panah putih
biasa) terlihat adanya gerakan denyut jantung dan struktur fetus memiliki
echogenisitas yang bervariasi yakni anechoic-hyperechoic. Hal ini menandakan
bentuk normal fetus yang terdiri dari cairan, jaringan lunak dan tulang. Pada
bagian fresnel zone terdapat area memanjang berwarna hitam keabu-abuan atau
hypoechoic yakni organ vesika urinaria.
Pada sonogram di atas ditemukan adanya fetus yang tidak memperlihatkan
gerakan jantung. Gerakan jantung mulai tampak pada fetus yang berumur 25 hari
post coitus. Melalui sonogram, diketahui pula adanya fetus yang memiliki gerakan
denyut jantung lemah. Denyut jantung normal fetus ialah 222 x/menit dan dapat
dilihat pada umur kebuntingan 45 hari. Pada umur kebuntingan tersebut, fetus
proses organogenesis seperti pembentukan hati, tulang rusuk, usus, ekor, dan
tungkai telah terjadi pada fetus. dalam, sehingga menghasilkan sonogram yang
dapat memperlihatkan struktur fetus yang jelas.
Pada sonogram, fetus sebelah dextra merupakan fetus yang mengalami
mumifikasi, karena bentukan fetus secara melintang hanya berupa bulatan putih
hyperechoic yang dikelilingi cairan yang bersifat anechoic. Diagnosa diarahkan
pada mumifikasi tahap awal, yakni baru berupa penyerapan cairan fetus. Oleh
sebab itu, USG sebagai penunjang diagnosa dapat memperlihatkan adanya kasus
mumifikasi yang terjadi pada kucing dengan melihat bentukan fetus melalui
derajat echo pada sonogram.
Kasus kedua yakni seekor kucing betina persia yang berumur 1 tahun 11 bulan
dengan berat badan 3 kg, memiliki anamnesa dengan kebuntingan tua dan
sebelum pemeriksaan pemilik menjelaskan adanya nanah (discharge
mucopurulent) berwarna merah didaerah vulva. Temperatur tubuh saat
pemeriksaan adalah normal sebesar 38,6ºC. Melalui palpasi per vaginal,
ditemukan cervix masih dalam keadaan tertutup.

33
Pada sonogram (gambar 14) dengan menggunakan probe arah sagital, terdapat
struktur putih hyperechoic yang jelas dan memanjang. Struktur tersebut adalah
tulang belakang (vertebrae) dengan panjang kira-kira 4,3-4,8 cm. Struktur tidak
berupa bentukan fetus yang normal, yakni tidak adanya jaringan lunak
didalamnya. Selain itu area hitam anechoic disekitar tulang fetus terlihat sedikit,
sehingga diagnosa diarahkan pada mumifikasi tahap akhir. Daerah sekitar fetus
menunjukkan echogenisitas yang beragam anechoic-hypoechoic (rendah -
sedang).

Gambar 14 Sonogram kasus mumifikasi 2 yang didiagnosa dalam tahap akhir


menggunakan probe arah sagital. Tanda panah hitam
menunjukkan adanya tulang fetus. Bar (garis putih) = 1 cm

Melalui anamnesa yang diperoleh, diketahui bahwa kucing dalam kondisi


kebuntingan tua dan terdapat discharge haemorrhagica berwarna merah di daerah
vagina. Hal ini diperkirakan, merupakan bentuk dari haematic mummification.
Kondisi ini ditandai dengan adanya resorbsi cairan fetus tetapi fetus dan membran
dikelilingi oleh sebuah perlekatan dengan material berwarna kecoklatan (Arthur et
al. 1996). Warna merah berasal dari pigmen darah yang terjadi akibat hemoragi

34
pada kematian fetus sehingga perdarahan tersebut mengakibatkan mumifikasi
pada salah satu fetus.
Mumifikasi atau resorbsi fetus yang bersifat asepsis, merupakan penyakit
yang jarang terjadi pada kucing (Arthur et al. 1996). Kasus mumifikasi yang
menggunakan probe arah sagital dan transversal, diperkirakan terjadi pada
kebuntingan akhir. Diferensial diagnosa untuk mumifikasi ialah macerasi fetus.
Macerasi memiliki gambaran dengan patahan-patahan tulang dan kehadiran pus
dalam lumen uterus (Marrow 1980). Oleh sebab itu, diagnosa yang ditegakkan
berupa mumifikasi fetus.
Pada kasus mumifikasi yang pertama tidak diberikan tindakan medis, karena
merupakan pasien rujukan dari klinik swasta. Kasus mumifikasi yang kedua,
tindakan medis yang dilakukan berupa histerotomi. Keputusan tersebut diambil
untuk mengangkat fetus mati yang terdapat di dalamnya. Operasi yang dilakukan
melalui laparotomi medianus posterior.
Bedah terbuka yang dilakukan, pertama kali dengan incisi kulit bagian
medianus yang diikuti garis linea alba dan peritoneum, kemudian dilakukan
pencarian cornua uterus. Cornua uterus dapat ditemukan dengan mudah, karena
hanya terdapat satu fetus di dalamnya yang selanjutnya diincisi dan fetus
diangkat. Pemberian antibiotika topikal penicillin dengan konsentrasi 20.000 IU
diberikan sekitar lumen uterus, kemudian dijahit dengan benang cat gut
(absorbable) berukuran USP 3/0, menggunakan jarum ukuran 12. Penjahitan pada
uterus dilakukan menggunakan tipe jahitan simple suture dengan jenis dan ukuran
benang yang sama dilanjutkan dengan penjahitan peritoneum dan otot
menggunakan tipe jahitan dan benang yang sama. Menurut Frank (1964)
penjahitan lambung, usus dan uterus sebaiknya menggunakan tipe jahitan lambert.
Hal ini dilakukan agar terjadi penetrasi yang kuat pada dinding saluran. Penjahitan
kulit dilanjutkan menggunakan benang silk (non-absorbable) ukuran USP 2/0 dan
tipe jahitan simple suture. Pada perawatan pasca operasi diberikan amoxicillin
dengan dosis 25 mg/kg BB dua kali sehari selama 5 hari, kemudian jahitan dibuka
pada hari yang ke tujuh.

35
Kasus Pyometra
Seekor kucing yang berumur 7 bulan, berjenis lokal dan memiliki berat badan
2,26 kg, memiliki anamnesa berupa pembesaran pada bagian mesogastrikus.
Selain itu, terdapat discharge mucopurulent berwarna kuning dari vulva tetapi
nafsu makan hewan masih normal. Saat pemeriksaan fisik, terlihat temperatur
tubuh 37,8 °C, frekuensi nafas 80 x/menit dan frekuensi jantung 112 x/menit.
Melalui palpasi, abdomen terasa tegang dan keras tetapi tidak terdapat
undulasi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan discharge mucopurulent dan adanya
penegangan uterus, sehingga diagnosa diarahkan pada pyometra terbuka (opened
pyometra). Pada pemeriksaan USG yang menggunakan probe dengan arah sagital
atau sejajar sumbu tubuh, terlihat adanya uterus kanan dan kiri berupa area hitam
keabu-abuan anechoic-hypoechoic. Pada sonogram, tidak terlihat adanya
penebalan dinding uterus, namun struktur anechoic memperlihatkan lumen uterus
yang berisi cairan (gambar 15).

Gambar 15 Sonogram kasus pyometra terbuka dengan probe sagital.


Tanda panah putih menunjukkan perluasan lumen uterus yang
berisi cairan anaechoic-hypoechoic. Bar (garis putih) = 1 cm.

36
Pada gambar 15 terlihat ukuran diameter uterus 1-2 cm dengan adanya
penebalan dinding berupa garis berstruktur hyperechoic. Goddard (1995)
menyatakan bahwa secara USG, uterus yang mengalami pyometra memiliki
pertambahan diameter lumen dan dinding uterus umumnya bertambah tebal
hingga 2 mm serta relatif hyperechoic. Lumen uterus secara nyata meluas atau
melebar oleh cairan anechoic. Adapun daerah hyperechoic merupakan hasil dari
peningkatan vaskularisasi dan aktivitas sekresi kelenjar.
Pyometra seringkali ditemukan dalam diagnosa klinik. Pemeriksaan USG
memberikan identifikasi pyometra pada uterus, yang ditandai dengan adanya
penebalan dinding hyperechoic (England & Allen 1990, dalam Goddard 1995).
Menurut Barr (1990) pada beberapa kasus, kehadiran debris menghasilkan echo
dalam cairan. Hal ini terlihat dari gambaran sonogram, terdapat echo yang bersifat
sedang berwarna abu-abu didalam cairan berwarna hitam anechoic. Hal ini terlihat
dari gambaran sonogram, terdapat echo yang bersifat sedang hypoechoic berwarna
abu-abu di dalam cairan berwarna hitam (anechoic). Jika pemeriksaan hanya
menggunakan USG, akan terdapat kesulitan dalam mendiagnosa jenis cairan
tersebut baik berupa pyometra, hematometra ma upun hidrometra. Saat
pemeriksaan, posisi kucing dorsal recumbency dan arah probe sagital mengikuti
garis linea alba bagian posterior. Sonogram yang dihasilkan dapat
memperlihatkan kedua cornua uteri yang mengalami pembesaran. Menurut
Goddard (1995) posisi dorsal dan lateral recumbency sangat disarankan untuk
dipilih oleh ultrasonografer dalam pemeriksaan organ reproduksi.
Kasus kedua, seekor kucing siam berumur 4 tahun dengan berat badan 4,3 kg,
memiliki pemeriksaan fisik berupa frekuensi nafas dan frekuensi jantung yang
normal serta suhu tubuh 38,7° C. Selain itu, terdapat discharge mucopurulent
pada vulva.
Pemeriksaan dilanjutkan menggunakan USG dengan probe arah transversal,
memperlihatkan adanya bulatan hitam anechoic yang merupakan gambaran
adanya cairan intraluminal dari corpus uterus. Sedangkan area anechoic pada
bagian dorsal adalah vesika urinaria. Posisi uterus dapat ditemukan melalui
pencarian vesika urinaria, karena letak uterus di sebelah dorsal dari kantung
kemih pada rongga abdominal (gambar 16). Melalui pemeriksaan fisik dan

37
diagnosa penunjang berupa hasil USG, maka diagnosa diarahkan pada kasus
pyometra kucing.

Gambar 16 Menunjukkan kasus pyometra terbuka dengan probe transversal.


Tanda panah menunjukkan perluasan lumen uterus yang
berisi cairan anechoic. Bar (garis putih) = 1 cm

Pyometra atau cystic endometrial hyperplasia merupakan penyakit yang


berpotensi mengancam organ reproduksi uterus. Melalui anamnesa, gejala klinis
dan pemeriksaaan ultrasonografi, dapat dinyatakan bahwa kucing dalam kasus ini
mengalami pyometra yang disebabkan oleh ketidakseimbangan hormonal. Hal ini
terjadi saat fase luteal (diestrus) yakni peningkatan konsentrasi plasma
progesteron. Kejadian tersebut akibat pengaruh hormon, jaringan glandular
menjadi cystic, edema dan menebal. Sekresi yang berlebihan dan terakumulasi
pada lumen uterus, menjadikan lingkungan ideal untuk pertumbuhan bakteri,
sehingga terjadi pyometra terbuka (opened pyometra).
Kebuntingan merupakan diferensial diagnosa yang paling penting pada hewan
dengan kasus pyometra. Nelson dan Couto (1992) menyatakan bahwa
pemeriksaan abdominal USG menampilkan kehadiran pyometra dengan jelas dan
dapat mengesampingkan diagnosa kebuntingan. Menurut Birchard dan Shelding
(2000) pyometra menghasilkan struktur cairan pekat atau kental dalam saluran
pada abdomen bagian kaudal, yang sering mendesak organ lain yakni bagian

38
kranial dan dorsal. Akan tetapi, gambaran sonogram pyometra terkadang terlihat
sama saat uterus gravid sebelum kalsifikasi tulang fetus (< 42 hari kebuntingan).
Oleh sebab itu, penentuan diagnosa harus berdasarkan anamnesa, dasar kejadian
dari gejala klinis selama diestrus, discharge vulva sepsis, dan identifikasi cairan
uterus pada sonogram (Nelson & Couto 1992).
Tindakan medis yang diambil pada kasus pertama ialah ovariohisterektomi,
melalui kehendak pemilik yang tidak lagi memperhatikan kapasitas reproduksi
kucing. Menurut Bleby dan Bishop (2003) bedah ovariohisterektomi merupakan
terapi yang biasanya dilakukan pada pyometra. Pada gambar 17 terlihat adanya
pembesaran uterus ketika uterus dikeluarkan dari rongga abdomen melalui operasi
bedah laparotomi medianus posterior dengan prosedur seperti pada kasus
endometritis. Melalui pemberian antibiotika dan perawatan yang baik pasca
operasi, dapat memberikan pemulihan yang optimal pada kucing. Pada kasus
pyometra kedua, tidak diberikan tindakan medis karena kucing merupakan pasien
rujukan dari klinik dokter hewan swasta.

Gambar 17 Operasi ovariohisterektomi, uterus ketika diangkat dari rongga


abdomen terlihat membesar dari normal.

39
KESIMPULAN

• Diagnosa ultrasonografi pada uterus abnormal dapat dilihat melalui perubahan


bentuk, ukuran, dan kehadiran cairan yang ditunjukkan melalui keragaman
echogenisitas.
• Kelainan endometrtitis ditunjukkan melalui struktur hyperechoic berupa
penebalan dinding uterus dan akumulasi cairan yang bersifat anechoic-
hypoechoic.
• Kelainan macerasi dengan anamnesa discharge mucopurulent di bagian vulva,
memberikan gambaran sonogram berupa struktur hyperechoic yaitu tulang fetus
dan area anechoic-hypoechoic berupa nanah di sekitarnya.
• Kelainan mumifikasi terlihat pada sonogram berupa ketidakhadiran denyut
jantung (heart beat) dan struktur tulang fetus yang utuh, bersifat hyperechoic.
• Pada sonogram, pyometra terlihat berupa pembesaran lumen uterus akibat
akumulasi nanah intraluminal uterus yang bersifat anechoic-hypoechoic.
• Ultrasonografi juga memiliki keuntungan berupa keamanan dalam
penggunaannya bagi pasien dan dokter atau operator. Ultrasonografi merupakan
salah satu alat diagnostik yang efektif dalam penegakkan diagnosa pada uterus.

SARAN

Saran yang dapat diberikan adalah perlu dilakukan pengembangan yang lebih
luas terhadap penggunaan USG pada sistem organ lainnya, selain pemeriksaan
kebuntingan hewan, serta peningkatan keterampilan yang lebih baik dalam
interpretasi USG.

40
DAFTAR PUSTAKA

Arthur GH, et al. 1996. Veterinary Reproduction and Obstetrics. London: W. B.


Saunders.
Barr F. 1990. Diagnostic Ultrasound in the Dog and Cat. Oxford: Blackwell
Scientific Publications.
Bearden HJ, Fuquay JW, Willard ST. 2004. Applied Animal Reproduction. Ed ke-
6. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Bleby J, Bishop G. The Dogs Health from A to Z. UK: David and Charles.
Birchard SJ, Sherding RG. 2000. Saunders Manual of Small Animal Practice. Ed
ke-2. Pennsylvania: W. B. SaundersCompany.
Colville T, Bassert JM. 2002. Clinical Anatomy and Physiology for Veterinary
Technicians. USA: MOSBY.
Davidson AP, Feldman EC, Nelson RW. 1992. Treatment of Pyometra in Cats,
Using Prostaglandin F2α: 21 Cases (1982-1990). JAVMA. 200:6
(825-828)
Dyce KM, Sack WO, Wensing CJG. 2002. Textbook of Veterinary Anatomy. Ed
ke-3. USA: Saunders.
England GCW, Allen W. E. 1990. The veterinary Annual 30. London:
Butterworth&Co.
Frank ER. 1964. Veterinary Surgery. Minneapolis: Burgess Publishing Company.
Goddard PJ. 1995. Veterinary Ultrasonography. England: CAB International.
Grzimek HCB. 1975. Grzimek’s Animal Life Encyclopedia 12. New York: Van
Nostrand Reinhold Company.
Hayashi H, David SB, Michael RD, Takayoshi M. 1994. Ultrasonographic
Diagnosis of Pyelonephritis in a cow. JAVMA. 205(5): 736-738
Katzung BG. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika.
Kahn CM, et al. 2005. The Merck Veterinary Manual. Ed ke-9. USA:
Merck&Co., Inc.
Marrow DA. 1980. Current Therapy in Theriogenology: Diagnosis, Treatment
and Prevention of Reproductive Diseases in Animals. London: W. B.
Saunders Company.

41
McEnte K. 1990. Reproductive Pathology of Domestic Animals. California:
Academic Press, Inc.
Mckelvey D dan Hollingshead KW. 2003. Veterinary Anesthesia and Analgesia.
Ed ke-3. USA: Mosby.
Nelson RW, Couto GC. 1992. Small Animal Medicine. Ed ke-2. USA: MOSBY.
Redaksi Ensiklopedia Indonesia. 2003. Ensiklopedi Indonesia Seri Fauna
Mamalia 2. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
Reece WO. 2006. Functional Anatomy and Physiology of Domestic Animals. Ed
ke-3. Australia: Blackwell Publishing Asia.
Ressang AA. 1963. Pathologi Chusus Veteriner. Bogor: Departemen Urusan
Research Nasional RI.
Simmons GT, Bammel BM. 2005. Endometritis.
http://www.emedicine.com/med/topic676.htm [23 Juli 2007]
Verhoef E. 2003. The Complete Encyclopedia of Cats. Lisse: Rebo publishers.
West G. 1994. Black’s Veterinary Dictionary. Ed ke-18. London: A&C Black.
Widmer WR., David S. Biller. 2004. Ultrasonography of the Urinary Tract in
Small Animals. JAVMA. 225(1): 46-54
Wikipedia Ensiklopedia. 2006. Kucing. http://id.wikipedia.org/wiki/Kucing. [5
Februari 2007]
Wikipedia Ensiklopedia. 2007. http://id.wikipedia.org/wiki/Ultrasonografi_medis.
[5 Februari 2007]

42

Anda mungkin juga menyukai